PEMBAHASAN
Dalam hal beribadah seseorang harus dapat menahan segala macam godaan yang
dapat menahan bimbang. Adapun awarid (godaan) itu ada empat macam:
Rezeki dan tuntutan hawa nafsu, keduanya dapat diatasi dengan tawakal.
Untuk itu, sudah seharusnya bagi setiap muslim menggantungkan diri kepada Allah
dalam urusan rezeki dan tuntutan. Hal itu dikarenakan dua hal:
2
kandangnya, atau ayam dalam kurungan yang hanya dapat menantikan pembagian
majikannya Jiwanya membeku, patah semangat, tidak sanggup lagi Memikirkan hal-
hal yang tinggi dan mulia. Jika pun ada, ia tidak akan mampu mencapai tujuan
dengan sempurna. Orang yang menggantungkan diri kepada dunia tidak bisa sampai
ke puncak tertinggi dan kedudukan terhormat. Melainkan mereka mengorbankan
harga diri, keluarga dan harta bendanya
Jika ia seorang raja, ia langsung turun ke medan perang hingga gugur, atau
menang dan mendapatkan kekuasaan. Tentang hal itu, Muawiyah bin Abu Sufyan
ketika menyaksikan dua tentara yang saling berhadapan mengatakan, “Siapa ingin
menang, maka harus berani mengorbankan harga diri dan harta benda. Pergi ke timur
dan ke barat memastikan dan memantapkan sikap, rugi atau beruntung. Jika
beruntung, ia akan mendapatkan harta berlimpah, pergaulan luas dan sebagainya.
3
Rasulullah Saw. bersabda: *
4
Abu Mu'thi Al-Bakhi bertanya kepada Hatim Al-Asam, ”Saya dengar
Anda mengarungi padang Sahara yang sukar itu tanpa membawa bekal apa pun.”
Jawab Hatim, ”Mungkin orang mengatakan begitu. Tetapi sesungguhnya saya
membawa empat macam bekal:
a. Keyakinan, bahwa dunia beserta isinya dan akhirat Allahlah yang menguasai.
d. Keyakinan bahwa segala yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi. Sebab
Allah-lah Penguasa dan Pemilik alam ini.
1) Pengertian Tawakal
Tawakal wazan-nya tafa'ul, dari asal kata Wikalah, artinya perwakilan. Orang
yang bertawakal kepada seseorang, berarti menganggapnya sebagai wakil dalam
segala urusan dan menjamin memperbaiki dirinya. Karena sudah ada Wakil,
maka, muwakkil (yang mewakilkan) tidak perlu turut mengerjakan, tidak,
bimbang dan tidak dipaksakan. Jadi, tawakal berarti mempercayakan
(mewakilkan/ menyerahkan) atau menyadarkan kepada Allah.
2) Saat-saat bertawakal
a. Tawakal mengenai qismah (nasib).
Yakni percaya kepada Allah. Sebab, takdir yang telah ditentukan oleh
Allah buat kita tidak akan salah, dan pasti akan kita terima, karena keputusan
Allah tidak berubah, karena yang sudah digariskan Allah dalam Lauhul mahfudz
buat kita, pasti benar.
5
Misalnya, kita sedang berperang, dan Allah telah menjanjikan
pertolongan bagi kita. Maka hal itu pasti terjadi dan benar. Jadi, dalam berjuang,
kita harus percaya adanya pertolongan Allah. Atau dengan kata lain, jika kita
berjuang benar-benar untuk Allah, maka pasti Allah menolong kita.
Hal ini karena Allah Swt telah menjamin umatnya dengan bekal yang
mencukupi guna beribadah kepada Allah Swt. Dan berkat jaminan ini, pasti kita
dapat menjalankan ibadah.
”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya " (Ath Thalaq: 3).
6
-rezeki yang dijamin,
Mengenai rezeki yang dijamin oleh Allah, adalah tenaga dan kekuatan
yang ada dalam tubuh kita hingga kita mampu beribadah. Sebab, adakalanya
orang yang banyak makan minum tidak mendapatkan jaminan kekuatan ini. Jadi,
Allah menjamin kekuatan tubuh kita untuk beribadah dapat melalui makanan,
atau apa saja.
Sekali lagi, kita wajib bertawakal dalam masalah ini. Karena, Allah telah
menjanjikan rezeki kita, dengan bukti-bukti Agama, Al-Qur'an, Al Hadis, dan
pikiran sehat manusia. Hal itu dikarenakan Allah memerintahkan kita
berkhidmat dan taat kepada-Nya secara keseluruhan, jiwa dan raga. Dengan
demikian, Allah menjamin segala sesuatu yang menyebabkan kita mampu
menjalankannya, dan tidak mewajibkan kepada orang-orang yang tidak mampu.
1. Allah ibarat majikan, dan kita (hamba Allah) sebagai buruh. Majikan wajib
memberikan upah kepada buruhnya agar mampu bekerja. Dan sebaliknya, buruh
wajib berkhidmat kepada majikannya.
7
3) Batasan dan hakikat tawakal.
Berkata pula guruku, ”Tawakkal dan taalluq adalah dua sifat hati,.”
Berarti tawakal adalah lawan dari taalluq. Tawakal berarti kesadaran hati
bahwa hidup dan kuatnya badan hanyalah karena Allah. Sedangkan taalluq
sebaliknya, datangnya sesuatu bukan dari Allah. Oleh karenanya, istilah percaya
diri tidak dapat diartikan tawakal. Sebab, istilah tawakal hanya diperuntukkan
kepada Allah Swt.
4) Benteng tawakal.
8
Benteng tawakal adalah mendorong seseorang bertawakal karena ingat
akan jaminan Allah Ta’ala. Jika seseorang ingat jaminan Allah, niscaya ia akan
bertawakal. Sedangkan benteng utama tawakal adalah ingat akan keagungan
Allah, kesempurnaan ilmu-Nya, dan Kudrat-Nya, serta percaya bahwa Allah
tidak mungkin mengingkari janji. Jika seseorang senantiasa ingat hal-hal tersebut
niscaya akan mendorong bertawakal kepada Allah dalam urusan rezeki.
Adapun yang dimaksud dengan rezeki maksum adalah rezeki yang telah
selesai dibagikan, dan datangnya dari hasil usaha seseorang, misalnya dari
berladang atau berniaga. Sehingga sebenarnya kita tidak perlu memikirkan dan
mencari rezeki yang demikian, karena telah dibagikan di Lauhul Mahfudz. Lagi
pula yang dibutuhkan hamba Allah adalah yang dijamin. Dan rezeki itu
datangnya langsung dan dijamin oleh Allah. Hal itu tidak layak kita ragukan.
.ِّللا ْ َام ْن ف
ض ِل ه ِ ِو ْبتَغُ ْو
Mencari karunia di atas, maksudnya adalah mencari ilmu dan pahala. Ada
pendapat lemah mengatakan, ”itu hanyalah kelonggaran, dan kami diperbolehkan
mencari rezeki. Jadi, bukan Wajib, melainkan boleh. Sebab, perintah itu datang
setelah adanya larangan. Jika terdapat perintah dalam Al-Qur'an datangnya
setelah adanya larangan, artinya hanya diperbolehkan bukan di wajibkan.
Demikian juga bagi orang yang Itajarrud. Iia sibuk dengan urusannya,
yakni beribadah kepada Allah.sehingga tidak mampu mnegusahakan satu
9
apapun. Akan tetapi, rezekinya datang dengan mudah. Maka, janganlah sekali-
kali menghentikan jihad fi abilillah. Melainkan harus tetap menyenangi dan
terbiasa dalam hal yang sudah menjadi ketetapan Allah.
Sebab, sesuatu yang samar akan membingungkan, mana yang baik dan
mana yang buruk. Tetapi, jika berserah diri kepada Allah dan berkeyakinan akan
jatuh pada kebaikan, maka ia akan merasa aman dan tidak khawatir akan bahaya
dan musibah serta kesalahan.
ب نَ ْف ٌع لَهُ أ َ ِوا ْل َمك ُْر ْو ِه ُ ْْس َيد ِْر ْىأ َ ِفى ا ْل َمح
ِ ْو# ب َ ِإنَّ َم ْن كَانَ لَي
10
pada kenyataannya merugikan. Banyak yang berupa racun tetapi tampak seperti
madu. Sedangkan manusia tidak mengetahui segala akibat dan rahasianya.
la sadar bahwa umurnya masih seratus tahun lagi. Dalam hati ia berkata,
umurku masih panjang. Dengan demikian, tidak perlu aku beribadah sekarang,
besok saja jika sudah dekat dengan kematian. Saat itu, aku baru saja bertobat dan
beribadah. Buat apa saat ini aku harus bersusah payah. Aku akan berbuat
semauku, melakukan maksiat. Kelak, menjelang seratus tahun umurku, baru aku
akan bertobat.
Penjelasan tafwid dan hukumnya ada dua pasal, pasal pertama, tempat
untuk berserah diri kepada Allah ada tiga bagian, pertama, suatu kehilangan, jika
hal itu tidak baikdan jahat, berarti jelas bahwa hal itu adalah suatu keburukan,
seperti neraka dan siksa. Perbuatan itu adlah maksiat, kufur.
11
seseorang boleh merasa pasti, karena hal itu bukan berarti tasawuf. Jadi dalam
hal ini tidak mendatangkan bahaya. Bahkan baik dan menjadi mashlahat.
Benteng tafwid adalah mengingat bahaya akibat sesuatu hal atau sadar
bahwa segala sesuatu berkemungkinan rusak dan celaka.
12
Seperti halnya berniat hendak istiqamah, tidak perlu disertai qayyid.
Maksudnya dengan disertai ucapan “jika baik hasilnya bagiku”.
Demikian juga berniat hendak tetap dalam golongan Ahli Sunnah wal
Jamaah, tidak perlu disertai qayyid. Karena, sama sekali tidak mengandung
bahaya.
Berarti, dalam hal ini bukan saatnya untuk tafwid. Sebab, tanpa iman
seseorang tidak akan selamat. Sedangkan istiqamah tidak mengandung dosa.
Dan, orang yang tetap dalam Ahli Sunnah wal Jamaah, tidak mengandung bid'ah.
Dengan demikian, seseorang diperbolehkan berkehendak untuk iman dan
istiqamah dengan pasti.
13
seseorang meninggalkannya. Sehingga, meninggalkan itu lebih baik, dikarenakan
ada kewajiban baru yang lebih penting.” Dalam keadaan seperti itu, orang
tersebut dimaafkan, bahkan mendapat pahala. Tetapi bukan pahala karena
meninggalkan kewajiban yang pertama, melainkan karena mengerjakan
kewajiban yang lebih penting tersebut.
Sebagai hamba Allah kita harus ikhlas menerima takdir-Nya. bagaimana pun
keadaannya. Hal itu dikarenakan dua sebab:
14
Dalam suatu riwayat diceritakan, bahwasanya seorang Nabi mengadukan
penderitaannya kepada Allah Swt. Maka, Allah menjawab pengaduan itu dengan
firman-Nya, ”Engkau mengadukan Aku? Aku tidak layak dicela, dan Aku tidak
layak menjadi tempat pengaduan. Sebab, ilmu gaib-Ku yang akan menilai
urusanmu. Mengapa engkau tidak ikhlas menerima takdir-Ku? Apakah engkau
menghendaki Aku merubah seluruh dunia untukmu? Ataukah Aku harus
menganti semua catatan pada Lauhul Mahfudz?
Orang yang ragu-ragu, dan tidak ikhlas menerima takdir Allah, mengadu
ke sana kemari, berarti mengadukan Tuhan Yang Maha Mulia. Seperti halnya
orang-orang Jahiliyah dahulu. Bila ada orang mati, orang-orang dikumpulkan
agar menangis bersama demi mendapatkan upah.
15
Sedangkan dalam meminta tambahan, kata-kata “jika tambahan itu baik
bagiku” atau “jika tambahan itu mengandung mashlahat” cuku di dalam hati saja
mengucapkannya. Sebab Allah Mengetahui dan Mendengar apa yang terucap dalam
hati seseorang.
16
Segi ketiga: Dunia ini merupakan tempat ujian bagi manusia. Sehingga
setiap manusia pasti mengalami berbagai cobaan dan musibah. Salah satu bentuk
cobaan itu, misalnya. meninggalnya salah satu anggota keluarga. Sedangkan
cobaan yang menimpa diri sendiri misalnya, kita terkena fitnah, sehingga nama
kita dicemarkan. Terdapat juga musibah yang berkenaan dengan harta benda.
Misalnya, rumah kemasukan pencuri, atau kita tertipu, sehingga menderita
kerugian harta benda.
Jika selama ini didunia lebih dekat kepada Allah, maka akan semakin
banyak cobaan dan ujiannya. Sebbab Allah senantiasa menguji hamba yang
dicintaiinya. Seperti yang disabdakan Rasulullah Saw.:
. ُاس بَ ََل ًء االَ ْنبِيَا ُء ث ُ َّم ا ْلعُلَ َما ُءث ُ َّم االَ ْمث َ ُل فَا االَ ْمثَت
ِ َّش ُّد الن
َ َا
17
Imam Al Fudhail berkata, ”Barangsiapa tidak membulatkan tekad untuk
menempuh jalan menuju akhirat, maka ia akan menghadapi empat macam
kematian:
Allah adalah Yang Maha Sabar Artinya? Mah menangguhkan siksa bagi
orang-orang yang berbuat jahat. Dengan harapan orang yang berbuat jahat itu
segera bertobat.
Sedangkan bersabar dalam hati adalah menahan diri dan tidak berkeluh
kesah. Menurut para ulama dikarenakan hati goyah dalam menghadapi kesulitan.
Ada juga yang berpendapat, gelisah dan mengeluh dikarenakan menginginkan
18
penderitaan dan kesusahan itu cepat berakhir serta tidak menyerahka ke pada
Allah Ta’ala
Berarti, kita harus menempuh tahanan yang berat ini dengan menolak
berbagai godaan sekaligus menghilangkan penyakitnya. Sebab, jika rintangan
(godaan) yang empat itu belum bisa diatasi, maka tidak sempat beribadah.
Apabila sampai ke tujuan ibadah.
Karena satu dari empat rintangan itu sudah cukup membimbangkan hati,
maka harus ditolak, Di antara empat rintangan (godaan) itu, yang paling sukar
adalah urusan rezeki dan mengendalikan diri untuk mendapatkannya.
19
Adapun orang baik adalah yang mempunyai mata hati dan mau melihat
jalan datangnya rezeki. Mereka berpegang pada tali Allah.di dalam hatinya yakin
akan ayat-ayat Allah. sehingga tidak goyah dengan adanya godaan setan, orang
lain, serta nafsu.
Allah telah menjamin rezeki kita, seperti yang difirmankan Allah dalam
Al-Qur’an. Dengan demikian, tidak perlu berpusing-pusing memikirkan rezeki,
karena Allah telah mengaturnya.
ب ِر ْزقَ ه
َ اّللِ ِم ْن ِع ْن ِد ِه
# غي ِْر ِه ُ ُاَتَ ْطل
َام َنا
ِ ض َِم ْينٍا َوالَتَ ْرضَى ِب َربهِكَ ض
ْ َ فَا
َصبَحْ تَ َم ْن ُح ْو َل ا ْليَ ِقي ِْن ُمبَايِن
“Apakah engkau meminta rezeki kepada orang lain, dan merasa aman
menanggung akibatnya yang berbahaya.
Dan apakah engkau merasa lega (ikhlas) terhadap jaminan orang lain,
meskipun ia orang musyrik dan tidak ikhlas menerima jaminan dari Allah?
Masalah yang tiadk kalah penting dan kita harus tahu adalah bahwa
rezeki telah dibagikan oleh Allah sebelum kita diciptakan. Pembagian dari Allah
tersebut tidak akan berubah dan tertukar.
20
“Siapa yang ti dak rela terhadap ketetapan-Ku, tidak berlaku sabar
terhadap cobaan-Ku, dan tidak bersyukur terhadap nikmat-Ku, maka carilah
(olehmu) Tuhan Selain Aku.”
Seseorang yang telah bisa bersabar dari empat macam tersebut, berarti ia
telah benar-benar taat. la bakal mendapat pahala, terhindar dari perbuatan
maksiat, dan terhindar dari bahaya-bahaya dunia, serta tuntutan-tuntutan akhirat,
Selain itu, Allah telah mengujinya dengan sifat tamak terhadap dunia, pada saat
dirinya diliputi keragu-raguan_ Seseorang yang lemah, tidak. bisa bersabar, tidak
akan mendapatkan manfaat-manfaat sikap bersabar. la akan terkena madarat,
dikarenakan tidak kuat menanggung kesulitan-kesulitan yang timbul dari sikap
taat.
21