Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ARTIKEL

MATA KULIAH SUMBER ENERGI


“PERMASALAHAN ENERGI DI INDONESIA”

Disusun Oleh:

Nadiyah Nurul Aini

4214020027 / 17

Jurusan Teknik Mesin-Power Plant (1R)

Politeknik Negeri Jakarta

2014

1|Page
TarliNugroho·

REZIM BBM
Ketika Habibie menjabat presiden, ia pernah disodori proposal tata kelola
energi. Intinya, tata kelola energi di Indonesia selama ini keliru. Indonesia
mengimpor BBM yang mahal dan malah mengekspor gasnya secara murah. Kita
tahu, harga BBM, selain fluktuatif, memang sangat mahal, sementara cadangan
minyak Indonesia sendiri hanya sedikit. Di lain pihak, harga gas di pasar dunia
itu murah, sementara Indonesia memiliki cadangan gas yang melimpah. Pilihan
mengimpor BBM dan mengekspor gas jelas merupakan pilihan tata kelola energi
yang bodoh.

Habibie senang sekali disodori ide itu. Namun, kita tahu umur rezim Habibie
hanya pendek saja. Dan dalam periode yang pendek itu, pemerintahannya lebih
banyak disibukkan ole hakrobat politik "politisireformis". Proposal itu pun hilang
ditelan waktu.

Sudah lima belas tahun sejak pemerintahan Habibie berakhir dan kita bias
menyaksikan bahwa soal tata kelola energy ini masih saja dikambinghitamkan
pada isu subsidi BBM, seolah di situlah letak persoalannya. Isu subsidi BBM
merupakan cara para pelaku pasar dan para kompradornya untuk mendikte kita
agar menerima liberalisasi di sector hilir migas.

Jika sector hilir migas kita berhasil diliberalisasi, maka lengkap sudah, dari hulu
ke hilir kita sekadar menjadi konsumen. Meskipun kita memiliki BUMN di bidang
minyak, yaitu Pertamina, faktanya sumur minyak yang dikuasai oleh BUMN kita
itu tak lebih dari 10 persen. Sembilan puluh persen sumur minyak kita dikuasai
oleh perusahaan asing dan swasta nasional. Begitulah posisi kita di sector hulu
migas.

Apa yang terjadi jika hulu dan hilir migas ini sudah diliberalisasi, dan kita sudah
terlanjur mengekspor seluruh cadangan gas?

Sejak Dewan Energi Nasional (DEN) terbentuk pada 2007, saya mencatat ada
hal yang ganjil dari isu-isu energi yang diproduksi oleh lembaga yang
mempertemukan pemerintah, akademisi, praktisi dan pelaku usaha ini. Mereka
lebih getol melakukan sosialisasi soal energy nuklir daripada melakukan
elaborasi mengenai potensi energi yang dimiliki Indonesia sendiri.

2|Page
Kita tahu, selain memiliki cadangan gas yang melimpah, kita juga memiliki
potensi sumber energi yang beraneka. Melompati perbincangan mengenai
sumber-sumber energy tadi dan langsung berbicara mengenai nuklir tentu saja
membuat kita haru smengernyitkan dahi. Nuklir bukanlah scenario energy masa
depan, melainkan scenario energy bagi negara-negara yang tak memiliki
cadangan dan sumber energi yang melimpah. Tapi Indonesia memiliki semua
potensi dan cadangan itu, lalu kenapa kita langsung melompat kesana? Apakah
itu dimaksudkan untuk menjadikan kita sebagai consumen terus-menerus?

Pendek kata, kita harus menolak intimidasi intelektual bahwa kita


membutuhkan kenaikan harga BBM untuk menolong negara. Kita sedang
terkena "sindromkodok rebus" jika mau menerima intimidasi itu.

Setiap rezim yang menjadikan penarikan subsidi BBM sebagai titik pangkal
pemerintahannya, bukanlah rezim yang bias kita percayai akan bekerja keras
dengan sungguh-sungguh untuk rakyatnya. Sudah lima belas tahun sejak
Habibie disodori scenario tatakelola energy itu. Dan itu waktu yang cukup lama
untuk berpikir dan memahami persoalan. Jika pemerintah dan para
teknokratnya masih saja menjadikan isu subsidi BBM sebagai pokok persoalan,
mereka adalah para pemalas yang enggan berpikir dan bekerja keras.

Kita baru saja melewati Pilpres yang menggairahkan dan penuh harapan. Dari
pengalaman sejarah kita tahu betul, tak ada perubahan yang dimulai dari klise.
Tak pernah ada!

Artikel di atas yang adalah yang akan menjadi acuan permasalahan kita saat
ini. Menurut artikel dari Tarli Nugroho tersebut, Indonesia mengalami tata kelola
energi yang keliru, salah satunya adalah Indonesia banyak melakukan ekspor gas
alam, impor minyak bumi, hulu hilir migas Indonesia yang sudah diliberalisasi
asing, bahkan permasalahan DEN yang lebih mensoasialisasikan energi nuklir
ketimbang energi lainnya. Tetapi apakah benar bahwa Indonesia sedang
mengalami itu semua?

Seperti yang kita ketahui Indonesia merupakan negara yang mempunyai


potensi alam yang bagus. Sumber energi yang dimilikinya pun melimpah. Dari
mulai energi yang tidak terbarukan seperti batu bara,gas,minyak bumi maupun
energi terbarukan seperti air,panas bumi,ataupun angin. Itu salah satu contoh
potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.

3|Page
Indonesia yang dikaruniai sumber daya alam melimpah,mempunyai sumber
daya minyak dan gas yang diperkirakan mencapai 87,22 milliar barel dan 594,43
TSCF tersebar di Indonesia, Namun dengan berjalannya waktu cadangan energi
di indonesia terutama energi fosil (minyak bumi, gas) semakin hari semakin
menyusut, dikarenakan jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga
faktor itu memicu penggunaan cadangan energi secara besar-besaran. Dari data
BATAN mencatat bahwa bahan bakar fosil Indonesia sudah semakin menipis.
Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia hanya sebesar 4.300 juta barel.
Cadangan sebesar ini hanya 0,36% dari cadangan dunia. Padahal produksi
minyak bumi Indonesia rata-rata mencapai 356 Juta Barel per tahun sehingga jika
tidak ditemukan cadangan terbukti baru, maka diperkirakan 12 tahun lagi minyak
bumi Indonesia akan benar-benar habis. Cadangan gas bumi Indonesia juga hanya
112 TCF, atau sekitar 1,7% cadangan gas dunia. Dengan melihat laju produksi
yang mencapai 2,8 TCF per tahun maka diperkirakan cadangan gas Indonesia
akan sudah habis sekitar 40 tahun lagi.

Belum lagi mengenai tata kelola energi yang keliru di Indonesia,bahwa


Indonesia terbukti lebih mengutamakan ekspor gas dan impor minyak bumi.Dari
Data ekspor-impor Indonesia menunjukkan bahwa bahan bakar fosil masih
menjadi komoditas ekspor utama guna memperoleh sumber devisa. Meski
produksi minyak bumi Indonesia telah mengalami penurunan drastis, namun
tetap saja tercatat terjadi kegiatan ekspor minyak mentah sebesar 10.933,1 ribu
ton pada rentang Januari – Oktober 2013 atau senilai US$ 8.582,9 Juta . Namun
uniknya di sisi lain Indonesia malah melakukan impor minyak dan bahan bakar
mineral pada rentang waktu yang sama dengan nilai total mencapai US$ 33.790,6
Juta . Produksi Gas alam Indonesia tahun 2010 yang mencapai 2,8 juta BCF
hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 1,3 juta
BCF . Sementara itu sisanya yang mencapai hampir dua kali lipat hanya dijadikan
komoditas ekspor. Batubara juga mengalami perlakuan yang sama. Dari total
produksi batubara yang mencapai 452,13 juta Ton, yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri hanya 75,78 Juta Ton, sedangkan sisanya
yang mencapai angka 83% diekspor ke berbagai negara seperti ke China, Jepang,
dan India .

4|Page
Berita Resmi Statistik No.11/02/Th. XVII, 3 Februari 2013

Adapun secara grafik nilai ekspor di Indonesia mengalami peningkatan.


Bahwa nilai ekspor Indonesia pada Desember 2013 mengalami peningkatan
sebesar 6,56 persen dibanding November 2013, yaitu dari US$15.938,6 juta
menjadi US$16.983,6 juta. Dan berdasarkan data diatas dapat dibandingkan
bahwa nilai ekspor Desember 2012 dengan Desember 2013 mengalami
peningkatan 10,33 persen. Peningkatan ini disebabkan naiknya ekspor nonmigas
sebesar 9,27 persen, demikian juga ekspor migas naik sebesar 14,77 persen.
Adapun data impor Indonesia berdasarkan grafik adalah sebagai berikut:

5|Page
Berdasarkan grafik diatas nilai impor Indonesia Desember 2013 sebesar
US$15.458,5 juta atau naik US$309,2 juta (2,04 persen) dibanding impor
November 2013. Meningkatnya nilai impor disebabkan oleh meningkatnya nilai
impor migas sebesar US$283,1 juta (7,19 persen), dan nonmigas sebesar US$26,1
(0,23 persen). Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor hasil

6|Page
minyak dan gas masing-masing sebesar US$148,4 juta (5,71 persen) dan
US$189,7 juta (91,47 persen). Sebaliknya impor minyak mentah turun US$55,0
juta atau 4,86 persen. Nilai impor Indonesia Januari−Desember 2013 mencapai
US$186.631,3 juta atau turun US$5.058,2 juta (2,64 persen) dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut dipicu oleh turunnya impor nonmigas, yaitu sebesar


US$7.760,8 juta atau 5,20 persen. Sebaliknya impor migas mengalami
peningkatan US$2.702,6 juta (6,35 persen). Secara lebih rinci peningkatan impor
migas disebabkan oleh naiknya nilai impor minyak mentah dan gas masing-
masing sebesar US$2.782,6 juta (25,76 persen) dan US$31,4 juta (1,02 persen).
Sementara impor hasil minyak turun sebesar US$111,4 juta (0,39 persen).

Dengan bukti-bukti diatas Indonesia memang banyak melakukan ekspor dan


impor. Ekspor gas ini dilakukan karena Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral menilai harga gas di dalam negeri terlalu murah sehingga pemerintah
memilih mengekspornya. Sedangkan pada tanggal 10 Mei 2013 dalam delegasi
China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) Menteri ESDM juga
kembali menegaskan bahwa harga ekspor gas ke Fujian sebesar US$ 3,5 per
Million Metric British Thermal Units (MMBTU) sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisi pasar saat ini. Harga gas ekspor Indonesia ke luar negeri di atas US$ 16
per MMBTU sedangkan harga gas domestik US$ 10 per MMBTU. Itu
membuktikan bahwa harga ekspor gas Indonesia murah ,dan tidak sesuai seperti
yang diharpakan Kementrian ESDM sebelumnya yang ingin melakukan ekspor .

Sebagaimana kasus minyak bumi, Indonesia masih melakukan ekspor minyak


mentah ke Singapura dan selanjutnya mengimpor minyak jadi yang sebenarnya
adalah minyak mentah Indonesia yang telah diolah. Beberapa kalangan beralasan
ekspor tersebut dilakukan karena spesifikasi kilang pengolahan minyak Indonesia
tidak mampu mengolah jenis minyak mentah tersebut. Tetapi dengan kita
melakukan itu, sebenernya kita akan lebih rugi karena harga impor minyak jauh
lebih mahal. Seharusnya untuk mengatasi hal ini, Indonesia segera berinvestasi
membangun kilang dengan kapasitas yang lebih besar.

Belum lagi sektor hulu dan hilir migas kita yang sebagian besar dikuasai asing.
Awalnya anggapan itu karena UU Migas No 22 Tahun 2001 , karena alasan yang
pertama adalah proses pembuatan UU ini dibiayai oleh USAID dengan tujuan
agar sektor migas diliberalisasi dan terjadi internasionalisasi harga, yaitu harga-
harga domestik migas disesuaikan dengan harga internasional. Selain itu juga
agar pihak asing boleh masuk ke sektor hilir yang sangat menguntungkan, bahkan

7|Page
resikonya lebih kecil dibandingkan sektor hulu. Hal tersebut diperparah dengan
sebagian besar industri migas di Indonesia dikuasai dan dikelola oleh asing, lebih
dari 85 persen produksi minyak mentah dikuasai oleh perusahaan asing dari USA,
China, Jepang dan Eropa.

Namun dengan permasalahan yang ada pernah anggota DEN dari Unsur
Pemangku Kepentingan Mukhtasor mengatakan, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 sebenarnya telah menyebutkan mulai
dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan
mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat. Namun seperti yang kita
ketahui Indonesia masih mempunyai energi lain yang bisa lebih dimanfaatkan
dan mempunyai bahaya yang lebih sedikit daripada energi nuklir.

Kesimpulan

Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus mengetahui potensi
energi apa saja yang ada di Indonesia sehingga kita tidak salah mempergunakan
energi tersebut. Serta tumbuhkan kesadaran sejak dini bahwa cadangan energi
yang ada di bumi Indonesia tak lagi melimpah atau terbatas. Tujuannya agar
masyarakat semakin menyadari pentingnya memanfaatkan energi secara
efisien. Dan Indonesia bisa menjadi negara super power dengan semua sumber
energi yang dimilikinya.

8|Page
Daftar Pustaka
http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_03feb14.pdf
http://www.migas.esdm.go.id/data-kemigasan/5/Peta-Cadangan
http://www.esdm.go.id/berita/37-umum/623-perlu-ditumbuhkan-kesadaran-
cadangan-energi-indonesia-terbatas.html
http://www.batan.go.id/psjmn/?p=831
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Potret%20Kinerja%20Migas%2
0Indonesia.pdf
http://www.kemenperin.go.id/artikel/4879/Harga-Gas-Murah,-Pemerintah-
Pilih-Mengekspor
http://www.bpmigas.com/
www.den.go.id/index.php/majalah/download/2
http://esdm.sulbarprov.go.id/index.php?id=1&news=231
http://www.linezagroup.com/sektor-hilir-migas
http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik%20Minyak%20Bumi.pdf
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Energi%20dan%20Listrik%20P
ertanian/MATERI%20WEB%20ELP/Bab%20I%20PENDAHULUAN/indexPENDAH
ULUAN.htm
http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/6282-renegosiasi-harga-
gas-lng-tangguh.html
http://www.esdm.go.id/berita/migas.html

9|Page

Anda mungkin juga menyukai