Anda di halaman 1dari 22

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah

didalam darah lebih dari biasa/normal (normal 60 mg/dl sampai dengan

145 mg/dl), karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan

hormon insulin secara cukup. Perlu diketahui bahwa hormon insulin

dihasilkan oleh pankreas dalam tubuh kita untuk mempertahankan kadar

gula agar tetap normal. Hal ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki

sel-sel yang terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten

terhadap insulin. Dengan kata lain, diabetes adalah suatu penyakit dimana

kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi dimana karena tubuh

tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.

Sedangkan insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang ,

bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal.

Insulin memasuki gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi

atau disimpan sebagai cadangan energi. (Maulana 2009).


2. Etiologi
Diabetes Mellitus disebebkan karena berkurangnya produksi dan

ketesediaan insulin yang sebenarnya berjumlah cukup. Kekurangan insulin

disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel

beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi

menghasilkan insulin. namun, jika diruntut lebih lanjut, beberapa faktor

yang penyebabkan Diabetes Mellitus (Maulana 2009) sebagian berikut:


a. Genetik atau faktor keturunan. Diabetes cenderung diturunkan atau

diwariskan bukan ditularkan. Anggota penderita Diabetes Mellitus


11

memiliki kemungkinan besar memiliki kemungkinan lebih besar

terserang penyakit ini di bandingkan dengan anggota keluarga yang

tidak menderita Diabetes Mellitus. Para ahli kesehatan juga

menyebutkan Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang terpaut

kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi

penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan menjadi pihak

membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.


b. Virus dan bakteri penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human

coxsackievirus B4. Mulai infeksi sitolik klinis dalam sel beta, virus ini

menyebabkan destruksin atau perusakan sel, virus ini mnyerang

melalui autoimunitas yang menyerang hilangnya autoimunitas dalam

sel beta. Diabetes melitus akibat bakteri masih belum dideteksi.

Namum para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan

menyebabkan Diabetes Mellitus.


c. Bahan toksik atau beracun. Bahan beracun yang mampu merusak sel

beta secra langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida) dan

streotozoctin (produksi dari jenis jamur).


d. Nurisi yang berlebihan (over nutrition) merupakan faktor resiko

pertama yang diketahui menyebabkan Diabetes Mellitus semakin

berat badan berlebih atau obesitas akibat nurisi yang berlebih, semain

besar kemungkinan seseorang terjangkit Diabetes Mellitus.


e. Kadar kortikolesterol yang tinggi
f. Kehamilan diabetes gestasional, yang akan hilang setelah melahirkan.
g. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
h. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
3. Klasifikasi
Pada Diabetes Melitus dibagi beberapa klasifikasi menjadi empat jenis

(Rubenstein David dkk, 2007) antara lain:


12

a. Diabetes melitus tipe 1( diabetes melitus yang tergantung insulin

[insulin dependent diabetes mellitus/IDDMI]) adalah gangguang

autoimun diamana terjadi penghancuran sel-sel β pankreas penghasil

insulin. pasien biasanya berusia di bawah 30 tahun, mengalami onset

penyakit ini. Tergantung pada terapi insulin, dan cenderung lebih

mudah mengalami ketosis.


b. Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk yang lebih sering dijumpai,

meliliputi sekitar 90% pasien yang menyandang diabetes. Pasien

diabetes khasnya menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua

dengan gejala ringan sehingga penegakan diagnosis bisa saja baru

dilakukan pada stadium penyakit yang sudah lanjut, seringkali setelah

ditemukannya komplikasi seperti retinopati atau penyakit

kardiovaskuler. Insensitivitas jaringan terhadap insulin ( resitensi

insulin) yang tidak adekuatnya respons sel β pankreas terhadap

glukosa plasma yang kas, menyebabkan glukosa hati berlebihan dan

penggunaannya yang terlalu rendah oleh jaringan. Ketosis tidak sering

terjadi karena pasien memiliki jumlah insulin yang cukup untuk

mencegah lipolisis. Walaupun pada awalnya bisa dikendalikan dengan

diet dan obat hipoglikemik oral, banyak pasien yang akhirnya

memerlukan insulin tambahan, sehingga menjadi penyandang diabetes

tipe 2 yang membutuhkan insulin.


c. Menurut Porth (2007) dalam Damayanti (2015), Diabetes pada

kehamilan (gestational diabetes) kehamilan terjadi pada intoleransi

glukosa yang diketahui selama kehamilan pertama. Jumlah sekitar 2-4


13

% kehamilan wanita dengan diabetes kehamilan akan mengalami

peningkatan resiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun melahirkan.


d. Menurut Porth (2007) dalam Damayanti (2015), Diabetes melitus tipe

lain (orters specific types) merupakan gangguan endokrin yang

menimbulkan hiperglikemi akibat peningkatan produksi glukosa hati

atau penurunan penggunaan glukosa oleh sel (Porth, 2007 dalam

Damayanti, 2015). Sebelum dikenal dengan istilah diabetes sekunder,

diabetes tipe ini menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan

keadaan dan sindrom tertentu, misalnya diabtetes yang terjadi dengan

penyakit pankreas atau pengangkatan jaringan pankreas dan penyakit

endokrin seperti akromegali atau syndrom chusing,karena zat kimia

atau obat, infeksi dan endrokrinopati (Soegondo, Soewondo &

Subekti, 2009 Dalam Damayanti 2015).

4. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko terjadinya diabetes melitus (Damayanti 2015)

antara lain:
a. Faktor Keturunan (genetik). Riwayat keluarga dengan Diabetes

Melitus tipe 2 akan mempunyai peluang menderita diabetes melitus

sebenarnya 15% dan resiko mengalami intoleransi glukosa yaitu

ketidakmampuan dalam memetabolisme karbonhidrat secara

normal sebesar 30%. Faktor genetik dapat langsung mempunyai sel

beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan

menyebarkan rangsangan kerentangan individu tersebut terhadap


14

faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas resiko

diabetes meiltus tipe 2 meningkat pada ibu dari neonatus yang

beratnya lebih dari 4 kilo, individu dengan gen obesitas, ras atau

etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap diabetes

melitus.
b. Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan lebih dari

20% dari berat badan ideal atau BMI (Body Mass Index) lebih dari

27 kg/m2. Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor

insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan

jaringan lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin perifer.

Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk melepas

insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah. Obesitas

menyebabkan respons sel beta pankreas terhadap peningkatan

glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel

diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan

keaktifannya.
c. Faktor usia. Menurut Sustrani alam & Hadibroto (2010),

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang menurun

dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes Mellitussering

muncul setelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun pada

mereka yang berat bandanya berelebihan, sehingga tubuhnya tidak

peka terhadap insulin. Sustrani alam & Hadibroto (2010).


d. Faktor demografi Menurut Sustrani alam & Hadibroto (2010)

seperti: Jumlah penduduk meningkat, Urbanisasi, Penduduk

berumur diatas 40 tahun meningkat, Kurang gizi Sustrani alam &

Hadibroto (2010).
15

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus dikaitakn dengan konsekuesi

metabolik difisiensi insulin (schteingart, 2006) beberapa gejala yang

dikeluhkan pasien adalah:


a. Poliuria, pasien-pasien dengan defisiensi insulin dapat mempertahankan

kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah

makan. Jika hiperglikeminya berat melebihi ambang ginjal untuk zat

ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini mengakibatkan diuretik

osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria).


b. Polidipsia, Diuresis osmotik yang disebabkan oleh glikosuria

mengakibatkan klien sering merasa haus dan banyak minum.


c. Polifagia, karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami

keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar

mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien

mengeluh lelah dan mengantuk.


Gejala yang sering terabaikan karena dianggap sebagai kelebihan akibat

kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urin dan urin tersebut

tidak disiram, maka akan diketahui oleh semut yang merupakan tanda

adanya gula (Maulana 2009) . Gejala yang biasanya muncul adalah:


a. Penglihatan kabur
b. Luka yang lama sembuh
c. Kaki terasa keras, geli atau merasa terbakar
d. Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita
e. Impotensi pada pria.
B. Kualitas Hidup
1. Pengertian Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah kesehatan manusia seutuhnya dalam empat

aspek yang saling berhubungan yaitu fisik, mental, sosial, dan spiritual

(Clemency, 2003, dalam Tambariki, 2012).


2. Domains Kualitas Hidup
Menurut Silitonga (2007) Secara umum terdapat 5 bidang

(domains) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan


16

kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization),

bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan

aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci

bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut.


a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan

vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat.


b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar,

memori dan konsentrasi.


c. Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas

sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja.


d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan

sosial.
e. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan

kerja.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup menurut Robin

(2000) dalam Pratiwi dan Utami (2014).


a. Faktor Demografi
1) Jenis kelamin : laki-laki biasanya memiliki kualitas hidup yang

lebih baik.
2) Usia : Semakin muda usia seseorang maka semakin baik

kualitas hidup yang dimilikinya.


3) Pendidikan : Pendidikan yang semakin tinggi menentukan

tingkat kualitas hidup seseorang.


4) Pendapatan : Semakin tinggi pendapatan seseorang maka

semakin tinggi kualitas hidupnya.


b. Faktor Psikososial, termasuk dalam faktor psikososial yaitu

kesehatan, dukungan sosial, gaya koping, dan tipe kepribadian

dapat memiliki dampak yang kuat terhadap kualitas hidup,

meskipun dampak tersebut dapat dirasakan secara langsung

maupun tidak langsung.


17

4. Pengukuran Kualitas Hidup


Menurut (WHO, 1997) dalam (Azila Annies Alfie 2016).Dimana

untuk pasien diabetes dapat digunakan alat ukur menggunakan Banyak

instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup. WHO

(1997) menjelaskan bahwa pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan

dengan menggunakan insrumen World Health Organization Quality of

Life-100 (WHOQOL-100) dan World Health Organization Quality of Life-

BREF (WHOQOL-BREF). Struktur WHOQOL-100 memiliki enam

domain yaitu (a) kesehatan fisik; (b) psikologis; (c) tingkat aktivitas; (d)

hubungan sosial; (e) lingkungan; dan (f) spiritualitas/ agama/ kepercayaan.

WHOQOL-BREF merupakan instrumen untuk mengukur kualitas hidup

yang merupakan versi singkat dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF

terdiri dari empat domain. Struktur dari WHOQOLBREF merupakan

gabungan dari beberapa domain yang terdapat pada WHOQOL- 100.

Domain yang digabungkan adalah domain 1 dan 3, dan juga

penggabungan domain 2 dan 6, sehingga menciptakan empat domain

kualitas hidup yaitu (a) kesehatan fisik; (b) psikologis; (c) hubungan

sosial; dan (d) lingkungan.


Menurut (Yusra A 2010) dalam (Aziela Annis Alfie 2016). Kualitas

hidup pada pasien DM dapat diukur dengan Diabetes Quality of Life

(DQOL). DQOL merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengevaluasi

kualitas hidup yang berhubungan dengan DM (Rahman, 2010).

Berdasarkan Burroughs et al. (2004) kuesioner DQOL dapat digunakan

pada pasien DM tipe 1 ataupun tipe 2. Indikator dari kualitas hidup ini

terdiri dari (a) kesehatan fisik; (b) psikologis; (c) hubungan sosial; dan (d)
18

lingkungan. Sub indikator dari kualitas dari kualitas hidup dapat dilihat

pada tabel 2.1.


Tabel 2.1 Indikator dan Sub Indikator Kualitas Hidup

Indikator Sub Indikator


Kesehatan Fisik a. ADL (Activities of Daily Living)
b. ketergantungan pada bahan obat dan bantuan medis
c. energi dan kelelahan
d. mobilitas
e. nyeri dan ketidaknyamanan
f. tidur dan istirahat
g. kemampuan bekerja
Psikologis a. gambaran diri dan penampilan
b. perasaan negatif
c. perasaan positif
d. harga diri
e. spiritualitas/agama/kepercayaan
f. berpikir, belajar, ingatan (memori) dan konsentrasi
Hubungan a. hubungan personal
sosial b. dukungan sosial
c. aktivitas seksual
Spiritualitas a. Energi
b. Transending diri
c. Keterhubungan
d. Kepercayaan
e. Realitas Eksistensial
f. Keyakinan dan nilai-nilai
g. Kekuatan batin
h. Harmoni dan kedamaian nurani
Sumber: WHOQOL-BREF (1996) dalam Azila Annis Alfie 2016).
Sumber: Potter Patricia A. dan Perry Anne G. (2010)
C. Senam Kaki Diabetes
Senam kaki digunakan untuk mencegah atau menghambat dan

memperbaiki neuropati perifer pada umumnya dan pada orang tua yang sudah

menderita neuropati maka pemeriksaan, perawatan dan latihan kaki harus

lebih intensif. Pemeriksaan dan perawatan kaki digunakan untuk deteksi dini

kelainan ataupun perlukaan yang terjadi di kaki, dan perawatan kaki ini

digunakan untuk menjaga atau mencegah kaki, telapak kaki dan jari-jari.

Latihan kaki sebaliknya dilakukan sebelumnya dilakukan sebelum latuhan


19

jasmani sebenarnya (jalan, jogging dan sebagiannya) atau diluar hari-hari

latihan dan dapat dilakukan dimana saja (Damayanti 2015).


1. Pengkajian
a. Anamnesa: riwayat ulkus kaki, riwayat amputasi, mengidap

diabetes lebih besar 10 tahun, Alc lebih dari 6,5%, riwayat

penurunan tajam penglihatan, keluhan neuropati, keluhan

claudicatio: rasa yneri hebat pada kaki saat beraktivitas maupun

saat istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Hammer toe

Gambar 2.1 Hammer toe Damayanti (2015)

b) Claw toes

Gambar 2.2 Claw toes Damayanti (2015)

c) Halux valgus dan Bunion


20

Gambar 2.3 Halux valgus dan Bunion Damayanti (2015)

d) Charcot foot

Gambar 2.4 Charcot foot Damayanti (2015)

e) Pes cavus

Gambar 2.5 Pes cavus Damayanti (2015)


f) Corn

Gambar 2.6 corn Damayanti (2015)

g) Callus
21

Gambar 2.7 Callus Damayanti (2015)

h) Callus with ulcer

Gambar 2.8 Callus with ulcer Damayanti (2015)

2) Pemeriksaan dematologi
a) Dry skin dan absence of hair

Gambar 2.9 Dry skin dan absence of hair Damayanti (2015)


b) Interspace maseration maseration, moist
22

Gambar 2.10 Interspace maseration maseration, moist

Damayanti (2015)

c) Unhealing ulceraion

Gambar 2.11 ulkus dengan infeksi Damayanti (2015)


3) Nail deformites
Gambar 2.12 Deformitas kuku kaki Damayanti (2015)

Ingrowing nail onychogyphosis

Onikomikosis atropi/ distropi


4) Screening for neuropathy
a) Semmes-Weinstein monoflamen 10 gram. Tujuan:

mengetahui fungsi sensori sensasi tajam pada etremitas


23

kaki dengan menggunakan semmes weinstein monofilamen

10 gram. Tanda neuropati sensori tusukan monofilamen

pada atau lebih tempat penusukan.

Gambar 2.13 pemeriksaan sensori dengan monofilemen

Damayanti (2015).
b) Tuning fork 128 Hz. Tujuan: mengetahui fungsi sensori

sensasi getar pada ektremitas kaki dengan tuning fork 128

Hz. Tanda neuropati sensori, jika dijumpai sensasi getar

kaki dengan tuning fork 128 Hz.

Gambar 2.14 pemeriksaan sensori dengan garputala 128 Hz


Damayanti (2015)
c) Palpation of dorsalis pedis and tibialis posterior arteri.

Mengkaji kekuatan irama dan frekuensi arteri dorsalis pedis

dan tibialis posterior, andingkan pada kesimetrisan kedua

kaki.
24

Gambar 2.15 pemeriksaan palpasi arteri dorsal pedis.


Damayanti (2015)
d) Ankle Brachial Index (ABI). Interprestasi perbandingan

antara tekanan sistolik ankle dengan brachial untuk

mengetahui kondisi pembulu darah ekstremitas bawah.


Interprestasi hasil ABI:
Tabel 2.2 Ankle Brachial Index (ABI).

ABI Interprestai
>1,2 Kaku/klasifikasi pembulu darah
0,9 - 1,2 Normal
< 0,9 Iskemi
< 0,6 Iskemi berat

Gambar 2.16 pemeriksaan ABI Damayanti (2015).


5) Standart Oprasional Prosedur Senam Kaki Diabetes (Santi Damayanti

2015)
a. Pengertian senam kaki diabetes merupakan latihan atau gerakan-

gerakan yang dilakukan oleh ke dua kaki secara bergantian atau

bersamaan untuk memperkuat atau melenturkan otot-otot di daerah

tungkai bawah terutama pada kedua pergelangan kaki dan jari-jari kaki.
b. Alat yang digunakan
1) Kursi
2) Kertas karton atau koran
c. Posisi senam kaki yaitu duduk atau berbaring jika tidak mampu untuk

duduk
d. Prinsip:
1) Menggerakkan seluruh sendi kaki
25

2) Sesuaikan kemampuan dan kondisi pasien


e. Tujuan:
1) Mambantu melancarkan peredaran darah
2) Memperkuat otot-otot kecil
3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi
6) Mencegah terjadinya luka
f. Tahapan:
Duduk tegap di sebuah bangku (tanpa bersandar) kedua kaki

menyentuh lantai, lepask alas kaki.

Gambar 2.17 posisi kaki Damayanti (2015)


Latihan 1:
Gerakan jari-jari kedua kaki anda seperti bentuk cakar dan luruskan

kembali

Gambar 2.18 latihan 1 Damayanti (2015)

Latihan 2:
1) Angkat ujung kaki, tumit tetap diletakkan di atas lantai
2) Turunkan ujung kaki kemudian angkat tumit dan turunkan kembali

Gambar 2.19 latihan 2 Damayanti (2015)

Latihan 3:

1) Angkat kedua ujung kaki anda


2) Putar kaki pada pergelangan kaki ke arah samping
3) Turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah
26

Gambar 2.20 latihan 3 Damayanti (2015)

Latihan 4:

1) Angkat kedua tumit anda


2) Putar dua tumit kearah samping
3) Turunkan kembali ke lantai dan gerakan ke tengah

Gambar 2.21 latihan 4 Damayanti (2015)

Lantihan 5:

1) Angkat salah satu lutut dan luruskan kaki anda


2) Gerakan jari-jari kaki anda ke arah depan
3) Turunkan kembali kaki anda bergantian kiri dan kanan

Gambar 2.22 latihan 5 Damayanti (2015)

Latihan 6:

1) Turunkan salah satu kaki anda di atas lantai


2) Kemudian angkat kaki tersebut
3) Gerakkan ujung-ujung jari ke arah muka anda
4) Turunkan kembali tumit anda ke lantai
27

Gambar 2.23 latihan 6 Damayanti (2015)

Latihan 7:

Seperti latihan sebelumnya tapi kaki ini dengan kedua kaki bersamaan.

Gambar 2.24 latihan 7 Damayanti (2015)

Latihan 8:

1) Angkat kedua kaki anda luruskan dan pertahankan posisi tersebut


2) Putar kaki pada pergelangan ke arah luar
3) Turunkan kembeli kedua kaki ke lantai

Gambar 2.25 latihan 8 Damayanti (2015)

Latihan 9:

1) Luruskan salah satu kaki anda dan angkat lurus


2) Putar kaki anda pada pergelangan kaki
3) Tuliskan di udara dengan kaki anda angka-angka 0-9.
28

Gambar 2.26 latihan 9 Damayanti (2015)

Latihan 10:

1) Letakkan koran dilantai dan buka


2) Sobek menjadi dua bagian
3) Satu bagian di sobek kecil-kecil mungkin dengan menggunakan

jari-jari kaki
4) Kumpulkan sobekan lipat-lipat dan buang ke arah sampah.

Gambar 2.27 latihan 10 Damayanti (2015)

D. Penelitian Terkait
Menurut Raudatussalamah & Fitri tahun 2012 Kualitas hidup pasien

Diabetes Mellitus dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu faktor

demografi yang terdiri dari usia dan status pernikahan, kemudian faktor medis

yang meliputi dari lama menderita dan komplikasi yang dialami dan faktor

psikologis yang terdiri dari kecemasan.


Menurut Natalia, Hasneli & Novayelinda (2012) dalam wahyuni, A

(2013) menjelaskan bahwa umur pasien Diabetes Mellitus adalah dewasa

lebih banyak ditemukan karena semakin besar umur seseorang maka sirkulasi

darah kearah daerah perifer menurun.


Sedangkan menurut lewis, dkk (2011) back & hawk (2009) dalam

wahyuni, A (2013) mengemukakan bahwa DM ada akibat meningkatnya


29

umur dan penyebab penyakit Diabetes Mellitus salah satu umur lebih dari 40

tahun. Sedangkan menurut Hastuti (2008) dalam Wahyuni A (2013) dalam

penelitiannya didapatkan bahwa umur pasien Diabetes Mellitus berkisar 40-

60 tahun, dan tidak hubungan antara umur dengan kejadian ulkus diabetik.
Menurut purwanti, (2013) dalam Wahyuni A (2013). Peneliti ini tidak

sejalan dengan berbagai penelitian yang menyatakan bahwa laki-laki lebih

banyak menderita Diabetes Mellitus penelitian yeng berbeda juga didapatkan

bahwa perempuan paling banyak menderita Diabetes Mellitus. Sedangkan

menurut Roza, Afriant, & Edward (2015) dalam wahyuni, A (2013).

Penelitian Purwanti, (2013) dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan terjadinya luka diabetes anatara laki-laki dan perempuan dan

berbeda hasil penelitian yang lain tentang kejadian ulkus diabetikum bahwa

perempuan lebih banyak ditemukan ulkus diabetik, menurut Roza dkk.,

(2015).
Menurut Triplitt dkk., (2008) Kualitas hidup didefinisikan sebagai

perbedaan antara kemampuan yang diharapkan dengan kemampuan yang

dimiliki saat itu. Semakin kecil perbedaan yang ada, maka semakin tinggi

kualitas hidupnya. Kemampuan disini diterjemahkan dalam 4 domain kualitas

hidup, yaitu kondisi fisik dan kemampuan fungsional, kondisi psikologis dan

kenyamanan, interaksi sosial, dan kondisi ekonomi serta faktor-faktornya.


Menurut Smet (2014), Penderita diabetes mellitus diharapkan dapat

lebih mematuhi dalam pengontrolan gula darah, sehingga dapat mencegah

komplikasi lebih lanjut. Kepatuhan pada penderita diabetes mellitus

diidentifikasi berdasarkan kelas sosial-ekonomi, pendidikan semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut menerima

informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.


30

Menurut Notoatmodjo (2007), Pendidikan pasien dapat meningkatkan

ketaatan sepanjang pendidikan tersebut besifat aktif dengan rasa

keingintahuan dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

suatu objek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan.


Menurut Utami dkk (2014) bahwa Keberadaan pasangan yang selalu

mendampingi dan memberikan dukungan ataupun bantuan saat pasien

mengalami masalah-masalah terkait kondisi kesehatannya, maka pasien akan

merasa lebih optimis dalam menjalani kehidupannya. Hal tersebut akan

mempengaruhi keseluruhan aspek pada kualitas hidupnya. Oleh karena itu,

kualitas hidup pasien dengan status menikah (mempunyai pasangan) lebih

baik.
Berdasarkan hasil peneleitian King & Hinds (2007) bahwa yang

memilikii status menikah sebanyak 68% dari memiliki kualitas hidup yang

baik sebab askep kehidupan yang dijalani secara optimal dengan masalah

kesehatan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas hidup akan berubah

apabila seseorang dengan status perkawinan masih menikah dapat

meningkatkan dan meng optimalkan dalam menjalani kehidupan untuk saat

ini.
Menurut Ilyas, 2007 Latihan jasmani secara langsung dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif

dan lebih banyak jala-jala kapiler yang terbuka sehingga lebih banyak

tersedia reseptor dan reseptor insulin akan menjadi lebih aktif dan akan

berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa pada pasien diabetes Manfaat

lain olahraga bagi diabetes adalah mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
31

mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik dan peningkatan

tekanan darah. Keadaankeadaan ini mengurangi resiko penyakit jantung

koroner (PJK) dan meningkatkan kualitas hidup diabetisi dengan

meningkatnya kemampuan kerja dan juga memberikan keuntungan secara

psikologis.
Kualitas hidup adalah kesehatan manusia seutuhnya dalam empat aspek

yang saling berhubungan yaitu fisik, mental, sosial, dan spiritual (Clemency,

2003, dalam Tambariki, 2012). Untuk meningkatkan kualitas pada pasien

diabetes mellitu dibutuhkan sebuah latihan senam kaki diabetes. Senam kaki

diabetes merupakan latihan atau gerakan-gerakan yang dilakukan oleh ke dua

kaki secara bergantian atau bersamaan untuk memperkuat atau melenturkan

otot-otot di daerah tungkai bawah terutama pada kedua pergelangan kaki dan

jari-jari kaki Damayanti (2015).


Berdasarkan hasil penelitian, Oktaviah 2013 menunjukkan adanya

peningkatan sensitivitas kaki yang signifikan pada kelompok eksperimen

setelah diberikan perlakuan dapat disimpulkan bahwa melakukan senam kaki

diabetik dengan bola plastik selama tiga kali dalam seminggu mampu

meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2. rata-rata

sensitivitas kaki meningkat pada kelompok perlakuan sedangkan pada

kelompok kontrol tidak ada peningkatan seinsitivitas kaki.

Anda mungkin juga menyukai