Anda di halaman 1dari 89

1

“PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN


HUTAN: SUATU PERSPEKTIF DARI EKOLOGI DAN
HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL”

SKRIPSI

Di Susun Dan Diajukan


Untuk Melengkapi Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SRI AZORA KUMALA SARI


04 0200 031
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
2

“PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN


HUTAN: SUATU PERSPEKTIF DARI EKOLOGI DAN
HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL”

OLEH:

SRI AZORA KUMALA SARI


04 0200 031

DIKETAHUI DAN DISAHKAN OLEH :


KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

(SUTIARNOTO SH,M.HUM)
NIP. 131 616 321

DOSEN PEMBIMBING I, DOSEN PEMBIMBING II,

(PROF.DR.SUHAIDI SH,MH) (DR.JELLY LEVIZA SH,M.HUM)


NIP. 131 762 432 NIP. 132 300 077

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
3

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan Syukur ke Hadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan begitu banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Salawat teriring salam atas Junjungan Nabi Besar

Muhammad SAW yang kehidupannya menjadi suri tauladan bagi umat manusia

hingga akhir zaman.

Adapun skripsi yang penulis susun ini berjudul “ Pencemaran Lintas

Batas Akibat Kebakaran Hutan : Suatu Perspektif dari Ekologi dan Hukum

Lingkungan Internasional”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu

persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skiripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik

ditinjau dari rangkaian kalimat, nilai ilmiah serta pengungkapan pendapat Penulis.

Kesemuanya tersebut tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu

pengetahuan Penulis. Karena itu Penulis sangat mengharapkan sekali kritik dan

saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak memperoleh bantuan dari

berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
4

2. Pembantu Dekan I, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H., Pembantu Dekan II,

Bapak Syafruddin Hasibuan.,M.Hum., serta Pembantu Dekan III, Bapak

Mohammad Hoesni, SH. Terima kasih atas bantuannya selama Penulis

menjadi mahasiswi di Fakultas Hukum ini.

3. Bapak Sutiarnoto SH,M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H, selaku Dosen Pembimbing I Penulis,

yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran kepada Penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis,

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan telah sabar memberikan bimbingan,

saran dan motivasi serta nasehat kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

6. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama Penulis duduk di

bangku perkuliahan.

7. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan bantuan dan pelayanan yang besar sekali artinya bagi penulis.

8. Secara khusus Penulis persembahkan untuk Ayahanda tercinta Asnil Anas dan

Ibunda tercinta Juita, yang telah dengan penuh kesabaran dan susah payah

membesarkan, mendidik dan mendoakan Penulis sampai saat ini.

9. Buat Kakanda yang tercinta Asvia Welly dan Ayeci Asnil SE, makasih ya kak

atas perhatian dan motivasinya selama ini.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
5

10. Buat Adinda tersayang, Ririt Foriantati, makasih ya Chink atas do’anya,

(cepat tamat ya jangan maen-maen kuliahnya biar jadi dokter gigi pribadi

ambo, hehehe).

11. Ucapan terima kasih teristimewa Penulis sampaikan untuk yang terkasih,

Andri Utama Siregar SH, yang telah dengan penuh kesetiaan menemani

Penulis dan memberikan kasih sayang yang luar biasa, dukungan penuh,

perhatian dan motivasi.

12. Teman-teman senasib dan seperjuangan Horclux : Mey, Tias, Mira,

Denggan, Yusnizar, Tia, dan Citra. Makasih ya atas saran dan

kebersamaannya selama ini. Kelen adalah sahabat-sahabat terbaik ku, eh

kapan kita kumpul berlapan lagi bez seeh klen pada sibuk semua. Buat sahabat

ku Sabtia SH, makasih ya wak atas pinjaman bukunya dan jalan-jalannya jadi

ga terlalu stress kali negerjain skripsinya hehehe dan teman-teman lain yang

tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis sangat berterima kasih dan kiranya

Allah SWT akan membalas kebaikan kita semua. Amin.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

dan juga bagi perkembangan hukum dan perhatian terhadap lingkungan di tanah

air.

Medan, February 2008

Hormat Penulis,

(Sri Azora Kumala Sari)

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
6

DAFTAR SKEMA

Skema I : Pencemaran Lintas Batas ........................................................ 20

Skema II : Dampak dari Kebakaran Hutan .............................................. 33

Skema III : Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional .............. 61

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
7

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar......................................................................................... i

Daftar Skema ........................................................................................... iv

Daftar Isi.................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................ 6

D. Keaslian Penelitian ................................................................. 7

E. Metode Penelitian ................................................................... 7

D. Sistematika Penulisan ............................................................. 9

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERLINDUNGAN


LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian Ekologi ................................................................. 11

B. Pencemaran Lingkungan yang Bersifat Lintas Batas ............... 15

C. Kajian Ekologi Atas dampak Kebakaran Hutan yang

Bersifat Lintas Batas ............................................................... 21

BAB III PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN LINTAS BATAS


DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

A. Perangkat-perangkat Hukum Lingkungan Internasional

yang Mengatur Tentang Pencemaran Lintas Batas Akibat

Kebakaran Hutan ................................................................... 34

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
8

B. Peranan Organisasi Internasional dalam Mengatasi

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan................. 41

C. Sikap Negara-negara Korban Pencemaran Lintas Batas........... 47

BAB IV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN


LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN

A. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum

Lingkungan Internasional ....................................................... 53

B. Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan

Internasional dengan Hukum Lingkungan Nasional ................ 62

C. Penyelesaian Sengketa Internasional terkait dengan

Pencemaran Lintas batas akibat kebakaran Hutan ................... 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 75

B. Saran ...................................................................................... 76

Daftar Pustaka 78

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di

dalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,

sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan

erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu

pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Pemanfaatan

hutan dan perlindungannya telah diatur dalam, UU No. 5 tahun 1990 tentang

“Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya”, UU No 23 tahun 1997

tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, UU

No. 41 tahun 1999 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan” dan beberapa

keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen

Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus

berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat. 1

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin

sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup

besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati,

merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro

maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta

mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguan

1
“ Kebakaran hutan”, http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
10

asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas

negara.

Kebakaran hutan bukan lagi menjadi suatu kejadian yang asing bagi

negara kita. Hampir setiap musim kemarau di Indonesia pada beberapa dekade

terakhir ini sering mengalami kebakaran. Tentunya hal ini menimbulkan dampak

yang merugikan bukan hanya bagi warga setempat melainkan warga negara lain

atau tetangganya. Ironisnya dalam bencana kebakaran hutan yang terjadi di

beberapa wilayah di sumatera yaitu Jambi, Riau, dan Sumatera Barat banyak

pihak yang terkesan melepaskan tanggung jawab atas kejadian tersebut.

Tercatat rekor kebakaran hutan di dunia selalu dipecahkan di Indonesia,

kebakaran hutan yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada

1982/1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor

terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2

juta hektar pada tahun 1963. Rekor kemudian dipecahkan kembali oleh kebakaran

di beberapa wilayah Indonesia pada 1997/1998 yang melalap 11,7 juta hektar

hutan. Data dari Direktoral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak 1998 hingga

2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar. 2

Kebakaran lahan dan hutan yang hampir terjadi setiap tahun di Indonesia,

khususnya di Kepulauan Riau, sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan, tidak

saja menimbulkan dampak terhadap kondisi sosio-ekonomi masyarakat

sekitarnya, namun juga sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas

2
“Stop Ulangi Kesalahan dan Selesaikan Permasalahan Kebakaran Hutan”, Riau terkini, 2 Juli
2004.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
11

(transboundary haze pollution) ke wilayah negara tetangga, khususnya Malaysia

dan Singapura.

Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan

kualitas udara dan jarak pandang di region Sumatera dan Kalimantan, termasuk

Singapura, Malaysia, Brunei, serta sebagian Thailand.

Pembakaran hutan ini salah satunya diakibatkan dengan adanya praktik

konversi lahan, di mana penyiapan atau pembersihan atau pembukaan lahan oleh

perusahaan (perkebunan/HTI/HPH) dengan cara membakar. Cara ini dilakukan

karena dinilai sebagai paling murah. Kemudian, juga disebabkan penerapan teknik

babat bakar oleh petani tradisional ketika membuka atau membersihkan lahan

peladangan.

Penyebab kebakaran hutan yang berakibat pada pencemaran asap dan

meningkatnya emisi karbon disebabkan oleh kebakaran yang dilakukan secara

sengaja dan rambatan api di kawasan/lahan gambut dengan total luas hutan dan

lahan yang terbakar dalam kurun waktu 6 tahun terakhir mencapai 27,612 juta

hektar. Data menunjukkan bahwa tindakan kesengajaan secara khusus di wilayah

Sumatera dan Kalimantan dipicu oleh: pembakaran lahan untuk perkebunan sawit

dan HTI oleh perusahaan dan proyek lahan sejuta hektar yang berbuntut ekspor

asap ke wilayah negara lain, antara lain Malaysia dan Singapura. 3

Dampak yang ditimbulkan dari kabut asap ini sangat besar dan meliputi

berbagai aspek kehidupan. Mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Untuk itu perlu dilakukan penanganan yang lebih optimal agar bencana ini tidak

terulang dikemudian hari.

3
“Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab
Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
12

Kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara disinyalir juga

memberikan tiga ancaman strategis, kompleks dan melintasi batas-batas teritorial

negara berupa penipisan (lapisan) ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer, serta

pemanasan global. Ketiganya mempunyai daya untuk mengubah dan mengganggu

peran keseimbangan atsmosfer yang penting dalam sistem ekologi global. 4

Pencemaran asap ini (haze pollution) yang disebabkan oleh kebakaran

hutan saat sekarang ini sudah sampai pada tingkat pencemaran yang bersifat lintas

batas telah menjadi bagian utama dalam masalah lingkungan yang mampu

mengganggu peradapan ekosistem kehidupan.. Pencemaran lintas batas ini dengan

segala konsekuensinya pada prakteknya telah mulai disikapi secara serius oleh

semua komunitas dunia dalam setiap tingkatan baik itu bersifat lokal, nasional,

regional maupun global. 5

Kebakaran hutan di Indonesia yang telah terjadi beberapa tahun terakhir,

memaksa negara-negara serantau untuk duduk bersama membahas masalah ini.

Hal ini disebabkan, asap yang ditimbulkan juga menyebar ke kawasan Asia

Tenggara. Paling parah adalah sepuluh tahun lalu sekitar tahun 1997-1998, dan

tahun 2006 lalu. Indonesia pun dianggap tidak mampu untuk berbuat apa-apa.

Memang untuk menjawab tantangan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak

pada pencemaran asap lintas batas, yang juga mengakibatkan perubahan iklim

global serta keanekaragaman hayati, diperlukan usaha nyata dan bersama. Usaha

tersebut tidak dapat dilakukan oleh Indonesia sendiri, namun juga bersama

4
Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan: Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian
Pencemaran Udara Di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, 2004, hlm.3
5
Ibid, hlm.1
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
13

negara-negara tetangga, masyarakat internasional, serta lembaga donor

internasional dan regional. 6

Kecemasan terhadap pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ini

telah menjadi perhatian regional, terbukti dengan dijadikannya masalah

pencemaran asap lintas batas sebagai topik bahasan dalam kerja sama ASEAN

(Association of South East Asian Nations) yaitu sejak tahun 1990 negara-negara

ASEAN telah melakukan berbagai bentuk kerja sama untuk menanggulangi

masalah kabut asap. Mulai dari pembentukan ASEAN Haze Technical Taks Force;

Sub-Regional Fire Fighting Arrangements; ASEAN Regional Haze Action Plan

(ARHAP); hingga Persetujuan ASEAN mengenai Pencemaran Asap Lintas Batas

atau ASEAN Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang telah ditandatangani

oleh negara-negara ASEAN pada bulan Juni 2002, dan telah berlaku sejak tanggal

25 November 2003.

AATHP juga merupakan persetujuan regional pertama yang secara khusus

diharapkan dapat menanggulangi masalah pencemaran kabut asap di kawasan.

Salah satu konsekuensi dari berlakunya AATHP adalah akan segera dibentuk

ASEAN Coordinating Centre (ACC) for Transboundary Haze Pollution Control

yang akan menjalankan fungsi koordinasi mulai dari tahap pencegahan,

pemantauan, dan penanggulangan serta mitigasi kebakaran lahan dan hutan yang

menimbulkan pencemaran kabut asap.

6
Rencana Indonesia Menangani Kebakaran Hutan Dan Lahan., http://www.rsi.sg/
indonesian/wacanaindonesia/view/20070223211000/1/.html

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
14

B. Perumusan Masalah

Ada beberapa masalah yang timbul sebagai batasan dalam penelitian ini,

yaitu :

1. Bagaimana prinsip-prinsip perlindungan hutan dalam perspektif ekologi

dan hukum lingkungan internasional ?

2. Dalam konteks global, upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh

organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi

sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat

lintas batas ?

3. Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa internasional terkait dengan

pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui dan prinsip dalam perlindungan lingkungan hidup dan

dampak dari pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh

organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi

sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat

lintas batas khususnya dalam hal terjadinya kebakaran hutan.

3. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian sengketa pencemaran lintas

batas akibat kebakaran hutan.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
15

Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis, yaitu melihat keterkaitan norma hukum lingkungan

internasional dan hukum lingkungan nasional serta penerapannya di

Indonesia.

2. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak

terkait tentang perlunya upaya perlindungan hutan dari kebakaran hutan

yang menyebabkan pencemaran lintas batas.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan arsip pada Departemen Hukum

Internasional maka penelitian ini telah memperoleh persetujuan untuk

dilaksanakan karena belum ada penelitian yang sama sebelumnya.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan

pendekatan yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah

metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan pengadilan. Metode

penelitian yuridis normatif ini dikenal juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

research) yang menganalisis norma-norma hukum yang bersumber pada law as it

is written in the books, maupun law as it is decided by the judge through judicial

process. 7

7
Lihat Jelly Leviza, Tanggung Jawab Hukum Bank Dunia dan IMF Atas Dampak Negatif
Kondisionalitas Pinjamannya di Negara-negara Berkembang, Disertasi Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, 2006, hlm. 11
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
16

Dalam penelitian ini metode yuridis normatif yang dipergunakan terutama

adalah yang merujuk pada sumber yang telah disebutkan, yakni penelitian yang

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat

hukum tertulis yang antara lain berupa: konvensi internasional, kovenan-kovenan

internasional dan juga peraturan perundang-undangan nasional (Indonesia). Oleh

karena itu penelitian ini juga mempergunakan pendekatan transnasional, artinya

pendekatannya tidak hanya dari segi hukum internasional namun juga dari segi

hukum nasional.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan secara deskriptif analisis

untuk menggambarkan secara menyeluruh berbagai fakta yang berkenaan

terjadinya peristiwa kebakaran hutan di Indonesia. Pengumpulan dan

penggambaran fakta-fakta ini dianggap penting sebab ini merupakan bagian dari

pengumpulan data dan informasi secara keseluruhan dalam suatu penelitian.

Selanjutnya dengan fakta-fakta tersebut peneliti mencoba menghubungkannya

dengan penerapan prinsip tanggung jawab negara dalam hubungannya dengan

terjadinya pencemaran udara yang bersifat lintas batas akibat kebakaran hutan di

Indonesia

Jika ditelaah lebih lanjut, maka dilihat dari ruang lingkup pembahasannya

bentuk yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian hukum positif.

Penelitian hukum positif, sesuai dengan ciri dari penelitian hukum normatif,

adalah penelitian yang memfokuskan diri pada norma hukumnya semata atau

mengenai penerapan norma itu didalam masyarakat.

Pengumpulan data informasi dilakukan melalui studi pustaka. Bahan-

bahan kepustakaan di bidang hukum dapat dibedakan berdasarkan sumber data

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
17

dan informasi dari mana sumber data atau informasi itu diperoleh. Bahan-bahan

hukum primer diperoleh dari instansi atau badan yang berwenang untuk

mengeluarkanya, sumber data ini dapat berupa jurnal, laporan, makalah-makalah

dan bentuk-bentuk tulisan lainnya.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum memudahkan pemahaman dari materi penelitian

ini, maka penelitian ini dibagi ke dalam lima bab yang berhubungan erat satu

sama lainnya, dengan perincian sebagai berikut :

BAB I: Pendahuluan;

Pada Bab ini akan diuraikan beberapa hal-hal pokok yang

menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini, terdiri dari :

Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penulisan, Keaslian Penelitian, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II: Tinjauan Umum Terhadap Perlindungan Lingkungan

Hidup;

Merupakan tinjauan umum terhadap pengertian ekologi,

pencemaran lingkungan yang bersifat lintas batas, serta kajian

ekologi atas dampak kebakaran hutan yang bersifat lintas batas

lintas batas.

BAB III: Pengaturan Tentang Pencemaran Lintas Batas Dalam


Hukum Lingkungan Internasional;
Merupakan suatu tinjauan umum terhadap perangkat hukum

lingkungan Internasional yang mengatur tentang pencemaran

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
18

lintas batas akibat kebakaran hutan dan peran organisasi

Internasional dalam mengatasi pencemaran lintas batas akibat

kebakaran hutan serta sikap negara-negara korban pencemaran

lintas batas.

BAB IV: Alternatif Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lintas Batas


Akibat Kebakaran Hutan;
Merupakan Pembahasan dari inti permasalahan, yaitu Bentuk-

bentuk penyelesaian sengketa dalam hukum lingkungan

internasional, penyelesaian sengketa menurut hukum

lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional,

penyelesaian sengketa internasional terkait dengan pencemaran

lintas batas akibat kebakaran hutan.

BAB V: Penutup;

Berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan

dan disertai dengan beberapa saran yang memungkinkan akan

bermanfaat untuk lingkungan hidup.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
19

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PERLINDUNGAN

LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian Ekologi

Segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang lain, antara

manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan

tumbuhan-tumbuhan dan bahkan antara manusia dengan benda-benda mati

sekalipun. Begitu pula antara hewan dengan hewan, antara hewan dengan

tumbuh-tumbuhan, antara hewan dengan manusia dan antara hewan dengan

benda-benda mati di sekelilingnya. Akhirnya tidak terlepas pula halnya dengan

tumbuh-tumbuhan saling mempengaruhi. Pengaruh antara satu komponen dengan

lain komponen ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi

sesuatu golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda-beda. 8

Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup,

khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu yang membahas tentang

hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya tersebut

dinamakan ekologi. Oleh karena itu permasalahan lingkungan hidup pada

hakekatnya adalah permasalahan ekologi.

Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli biologi

Jerman pada tahun 1869. Arti kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal,

dan logos bersifat telaah atau studi. Jadi ekologi adalah ilmu tentang rumah atau

8
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi Kedelapan Cetakan kedelapan
belas, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, hlm.1
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
20

tempat tinggal makhluk. Ekologi didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. 9

Menurut ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu

”study of the total impact of man and other animals on the balance of nature”,

dan menurut Otto Soemarwoto defenisi ekologi adalah “ilmu tentang hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”.

Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan, ilmu yang

mempelajari hubungan-hubungan serta jalin menjalinnya segenap unsur-unsur

hidup. 10 Ekologi atau ilmu yang mempelajari tata hubungan jasad-jasad hidup

(termasuk manusia) dengan alam lingkungan sekitarnya mengungkapkan, bahwa

dalam ekosistem (co-system) semua subsistem (sistem kelengkapan) itu serba

terhubungan satu sama lain dalam posisi dan kondisi saling mempengaruhi.

Studi-studi ekologi meliputi berbagai bidang, seperti:

1. Studi ekologi sosial, sebagai suatu ilmu terhadap relasi sosial yang berada di

tempat tertentu dan dalam waktu tertentu dan yang terjadinya oleh tenaga-

tenaga lingkungan yang bersifat selektif dan distributif;

2. Studi ekologi manusia sebagai suatu studi tentang interaksi antara aktivitas

manusia dan kondisi alam;

3. Studi ekologi kebudayaan sebagai studi tentang hubungan timbal-balik antara

variabel habitat yang paling relevan dengan inti kebudayaan;

4. Studi ekologi fisis sebagai suatu studi tentang lingkungan hidup dan sumber

daya alamnya;

9
Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan, Universitas
Sumatera Utara Press, 1993, hlm.52
10
Ibid, hlm.53
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
21

5. Studi ekologi biologis sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik

antara makhluk hidup, terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan dan

lingkungannya.

Hal yang paling penting dari ekologi ini ialah konsep ekosistem.

Ekosistem ialah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik

antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam sistem ini, semua komponen

bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen

hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) di suatu tempat yang berinteraksi

membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan terjadi disebabkan adanya

arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen

dalam ekosistem itu. Keteraturan ekosistem menunjukkan adanya keseimbangan

tertentu dari ekosistem. 11

Keseimbangan sistem merupakan syarat bagi stabilitas fungsi setiap

komponen sistem. Setiap komponen sistem hanya dapat berfungsi dengan baik,

jika keseimbangan itu tidak terjadi secara drastis. Perubahan keseimbangan yang

bersifat mendadak, drastis dan tidak menentu akan mengacaukan fungsi setiap

komponen sistem. Hal ini juga berlaku bagi ekosistem. Makhluk hidup terutama

manusia hanya dapat hidup atau menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya jika

keseimbangan itu terjaga.

Ada dua bentuk ekosistem yang penting. Yang pertama adalah ekosistem

alamiah (natural ecosystem) dan yang kedua adalah ekosistem buatan (artificial

ecosystem) hasil kerja manusia terhadap ekosistemnya. Di dalam ekosistem

alamiah akan terdapat heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup disana

11
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,
Bandung, Penerbit Alumni, 1992, Hlm.3
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
22

sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan

sendirinya. Sedang ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang

heterogenitasannya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut

tetap stabil, perlu diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan

oleh manusianya, agar terbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan

terhadap ekosistem yang dibuat itu.

Berdasarkan konsep tersebut, maka perlindungan ekosistem tidak sama

artinya dengan perbuatan menghentikan pertumbuhan atau membuat

keseimbangan menjadi statis, melainkan adalah bagaimana menciptakan suatu

keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium), yaitu suatu keseimbangan

menjadi statis melainkan adalah bagaimana menciptakan suatu keseimbangan

yang memungkinkan manusia terus melanjutkan pembangunannya. Kadang-

kadang perubahan itu besar, kadang-kadang kecil. Perubahan itu dapat terjadi

secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia. 12

Dalam proses ekosistem global, perubahan ini yang disebabkan oleh

proses alamiah seperti; letusan gunung, kebakaran hutan, dan lain-lain. Masalah

lingkungan yang kini dihadapi manusia adalah masalah yang timbul dari akibat

kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan hidupnya.

Manusia pada mulanya (yang masih primitif seperti pada zaman batu)

hidup dalam lingkungan yang alamiah, tidak banyak yang merombak alam atau

lingkungan sekitarnya sehingga terjadilah lingkungan buatan atau tidak alamiah.

Makin banyak manusia merombak lingkungan atau sistem ekologis, makin timbul

12
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan,
Bandung, 1991, hlm. 20
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
23

masalah lingkungan yaitu, menurunnya mutu lingkungan jika tidak melakukan

usaha pencegahan dan pemeliharaan lingkungan sedini mungkin. 13

Usaha penanggulangan masalah lingkungan memang telah ditingkatkan.

Banyak penemuan baru untuk memanfaatkan lingkungan sehingga lingkungan

tetap terjaga. Dengan demikian, perlindungan terhadap kekekalan lingkungan

hidup manusia secara global menjadi tujuan utama konferensi internasional

mengenai lingkungan hidup di Stockholm dalam tahun 1972 dan konferensi-

konferensi sesudahnya.

B. Pencemaran Lingkungan yang Bersifat Lintas Batas

Dalam ekosistem global tidak akan mengenal adanya batas-batas

yurisdiksi atau kewilayahan. Bumi sebagai suatu wadah berdiamnya umat

manusia yang dipisahkan oleh batas-batas negara pada kenyataannya adalah

merupakan bola raksasa yang disatukan oleh atsmosfer di udara, biosfer di daratan

dan hidrosfer di lautan. Dengan kondisi fisik bumi yang demikian telah

menyebabkan suatu peristiwa lingkungan yang terjadi pada satu negara akan

berdampak ke negara lain, bahkan juga pencemaran dapat terjadi melintasi batas-

batas benua.

Terjadinya pencemaran yang melintasi batas-batas negara ini tidak saja

membawa pengaruh terhadap kondisi lingkungan, akan tetapi lebih dari sekedar

itu telah memberikan implikasi yang luas terhadap-persoalan hukum.

Sebelum menguraikan tentang batasan pencemaran lintas batas, terlebih

dahulu akan diberikan pengertian dan batasan secara umum tentang pencemaran

13
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 6
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
24

lingkungan. Menurut Springer, ketika membicarakan masalah pencemaran, maka

sedikitnya terdapat empat faktor kunci yang harus dibicarakan yang satu sama lain

tidak dapat dipisahkan. Keempat faktor kunci dimaksud adalah :

1. Source (sumber pencemaran) 14

2. Agent (zat pencemar)

3. Medium (media perantara pencemaran)

4. Effects (dampak pencemaran)

Berdasarkan komponen yang disebut diatas, komponen terakhir adalah

timbulnya “effects” atau dampak terhadap berbagai sistem kehidupan. Dapat

dikatakan bahwa adanya “effects” ini merupakan inti atau sentral dari

permasalahan lingkungan hidup terutama dalam tingkat internasional.

Dengan timbulnya suatu dampak, maka baru diketahui bahwa suatu media

atau objek hayati maupun hayati lainnya telah mengalami pencemaran. Dampak

ini pulalah yang dapat dijadikan ukuran atas timbulnya berbagai kerusakan dan

kerugian yang dialami baik oleh manusia maupun terhadap harta kekayaan yang

dimilikinya. 15

Semua komponen yang merupakan kunci pokok terjadinya pencemaran

yang diawali adanya berbagai kegiatan atau aktifitas menusia, kemudian

terdapatnya “agent” yang terdiri dari berbagai bentuk zat dan senyawa,

selanjutnya melalui “media” maka pada akhirnya terjadilah dampak atau

14
Komponen “sources” sebagai mata rantai terjadinya pencemeran terhadap lingkungan sangat
terkait dengan ruang lingkup kegiatan manusia yang dapat meningkatkan baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap lingkungan (detrimental of environment).
15
Lihat Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan Di Indonesia Dalam
Hubungannya Dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran
Hutan di Sumatera dan Kalimantan. Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 2000,
hlm.35
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
25

“effects”, dengan terakumulasinya keempat komponen ini maka terjadilah

pencemaran tersebut.

Secara harfiah, istilah “pencemaran” dapat diartikan sebagai pengotoran,

pengkajian, pencabulan, pemburukan. Barang/sesuatu yang terkena oleh

pencemaran jadi cemar (kotor, buruk), karena barang/sesuatu ini menjadi cemar

maka mutunya menjadi turun dan otomatis nilainya pun menjadi merosot. Apabila

proses ini berlangsung terus menerus akhirnya barang/sesuatu itu menjadi rusak

dan/atau hancur.

Pencemaran juga dapat diartikan sebagai bentuk environmental

impairment, adanya gangguan, perubahan atau perusakan bahkan adanya benda

asing didalamnya yang menyebabkan unsur lingkungan tidak dapat berfungsi

sebagimana mestinya (reasonable function).16

Menurut Gunarwan Suratmo, pencemaran udara diartikan sebagai adanya

satu atau lebih pencemar yang masuk ke dalam udara atsmosfer yang terbuka,

yang dapat berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap, atau embun yang

dicirikan bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya. 17

Menurut Rekomendasi OECD tentang Principles Concerning

Transfrontier Pollution tahun 1974 merumuskan arti pencemaran adalah sebagai

berikut :

“the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy

into the environment resulting in deleterious effects of living resources and

ecosystems, and impair or interfere with amenities and other legitimate

uses of the environment”.


16
Daud silalahi, Op.Cit, hlm.125
17
F. Gunarwan Suratmo. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 1995, hlm. 101
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
26

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 23 tahun

1997 tentang ”Pengelolaan Lingkungan Hidup” disebutkan :

“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai

peruntukkannya.”

Pencemaran ini juga disebabkan zat pencemar berada pada tempat yang

salah, waktunya tidak tepat dan jumlahnya salah. Udara, air dan makanan dapat

mengandung benda asing sehingga pencemaran dalam arti ini dapat pula dianggap

sebagai upaya mengadakan value jugement tentang kualitas atau kuantitas dari

benda asing tersebut. Dalam pada itu, value judgement benda asing ini pun masih

dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti pertimbangan ekonomi, sosial

budaya dan persepsi.

Bila dilihat dari berbagai sudut maka pencemaran dapat diketegorikan

dalam beberapa bagian :

1. Dilihat dari sudut pencemaran (pollutan) yang dapat berupa zat

biologi, zat kimia, panas yang berlebihan, suara yang melebihi ukuran

pendengaran normal, subtansi dan situasi yang merusak pemandangan

atau yang dapat digolongkan ke dalamnya.

2. Dilihat dari sudut lokasi dimana pencemaran terjadi, misalnya lokal,

nasional, regional, maupun global.

3. Dilihat dari sudut hubungan suatu zat pencemaran dengan salah satu

unsur lingkungan misalnya tanah, air, atau udara.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
27

4. Dilihat dari sudut akibatnya secara langsung dan tidak langsung,

misalnya melalui lingkaran seluruh biosphere atau melalui lingkungan

sesuatu unsur itu.

Menurut rekomendasi dari ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah :

“ Haze pollution means smoke resulting from land and/or forest fire which

causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health,

harm living resources and ecosystems and material property and impair

or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”.

Jadi dapat disimpulkan pencemaran adalah apabila suatu materi atau

energi telah masuk ke dalam lingkungan dengan membawa akibat berbahaya bagi

kesehatan manusia, mengganggu ketenangan hidupnya, merusak sumber daya

baik secara langsung maupun tak langsung.

Dalam hal membicarakan masalah pencemaran lintas batas, khususnya

dalam pencemaran udara dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang

menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu wilayah negara

akan tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atsmosfer atau

biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain.

Atas dasar pengertian diatas, pencemaran lintas batas atau lazim pula

disebutkan sebagai transfrontier pollution 18 adalah :

“Pollution of which the physical is wholly or in part situated within the

territory of one State and which has deleterious effects in the territory of

another State”.

18
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan…,Op.Cit. , hlm. 156
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
28

Sedangkan menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

yang dimaksud dengan pencemaran udara lintas batas adalah :

”Transboundary haze pollution whose physical origin is situated wholly

or in part within the area under the national jurisdiction of one Member

State and which is transported into the area under the jurisdiction of

another Member State”.

Dengan demikian disimpulkan bahwa yang dimaksud pencemaran lintas

batas tersebut adalah pencemaran udara yang berasal baik seluruhnya atau

sebagian dari suatu negara yang menimbulkan dampak dalam suatu wilayah yang

berada di bawah jurisdiksi negara lain.

Pengertian pencemaran lintas batas yang telah diuraikan diatas dapat juga

disimpulkan bahwa dalam pencemaran ini terdapat dua wilayah yang pada satu

sisi sebagai locus actus (tempat berlangsungnya peristiwa) didalam defenisi

disebut sebagai situated within the territory dan pada sisi yang lain terdapat

wilayah sebagai locus demmy (tempat timbulnya kerusakan/kerugian) dalam

defenisi disebut sebagai which has deleterious effects in the territory of another

state. 19

Skema I: Pencemaran Lintas Batas


LOCUS ACTUS
(Tempat berlangsungnya
peristiwa)
PENCEMARAN PENCEMARAN
LINTAS BATAS
LOCUS DEMMY
(Tempat timbulnya keru-
sakan)

Sumber : Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Dalam


Hubungannya dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan
di Sumatera dan Kalimantan), Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2000.

19
Arif , Pencemaran Transnasional…, Op.Cit., hlm. 43
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
29

C. Dampak dari Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai

isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di

berbagai belahan dunia tahun 1997/1998 yang menghanguskan lahan seluas 25

juta hektar. Kebakaran tahun 1997/1998 mengakibatkan degradasi hutan dan

deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat

pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat

kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan

dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya

yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar. 20

Kebakaran hutan yang cukup besar tersebut menimbulkan dampak yang

sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak

negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang

telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga

mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.

Dampak dari kebakaran hutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi

a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan.

Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari

hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari

kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis

juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan

20
”Kebakaran Hutan”, dalam http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
30

bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil

hutan tersebut seperti rotan, karet dsb.

b. Terganggunya aktivitas sehari-hari

Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang

dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak

dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus udara

yang penuh dengan asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas yang menuntut

manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi

intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Ketebalan asap juga memaksa

orang menggunakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-

hari.

c. Peningkatan jumlah hama

Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya

mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak “mencampuri” urusan produksi

manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang lain.

Spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di

hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai

kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai

ekosistem tersebut, dan dalam beberapa kasus spesies tersebut masuk dalam

komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses

produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya. 21

21
“Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab
Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/kebkr_hut_riau_mak_230403
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
31

d. Terganggunya kesehatan

Di tinjau dari sudut kesehatan, asap biomassa yang keluar akibat

kebakaran hutan mengandung berbagai komponen yang berbahaya. Komponen ini

terdiri dari gas maupun partikel-partikel. Komponen gas yang besar peranannya

mengganggu kesehatan adalah Karbon monoksida dan Aldehid. Selain itu, tercatat

akibat merugikan dari ozon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon.

Dalam kebakaran hutan, berbagai jenis zat dapat terbang jauh, dan dalam

transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau berubah menjadi

partikel seperti Spesies nitrat dan Oksigen organik.

Merujuk pada penelitian Brauer dalam Health Impacts of Biomass Air

Pollution, komponen polutan utama biomassa adalah jenis bahan gas Inorganik

(contoh Karbon monoksida (CO), Ozon, Nitrogen dioksida (NO2)), Hidrokarbon

(contoh, Benzen dan Toluen), Aldehid (contoh Akrolein dan Formaldehid),

Partikel (contoh partikel “inhalable” (PM 10), partikel respirabel, partikel halus

(PM 2,5)), dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon atau PAH (contoh

Benzo(a)pyrene).

Kesemuanya itu bersumber dari pembakaran tidak lengkap bahan organik,

oksidasi dalam temperatur tinggi dari nitrogen udara, produk sekunder nitrogen

oksida dan hidrokarbon, kondensasi pembakaran gas, pergerakan vegetasi dan

fregmentasi asap. Partikulat dalam asap kebakaran hutan punya peranan penting

dalam mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Partikulat berukuran kecillah

yang sebenarnya paling berpotensi besar mengancam kesehatan, yaitu PM 10, PM

2,5, PM 1,0 atau Total Suspended Particulate (TSP). Mengingat kebakaran hutan

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
32

ini berlangsung lama, maka dapat diperkirakan, betapa banyak komponen polutan

utama biomassa yang dihirup oleh manusia.

Secara umum, asap akibat kebakaran hutan telah meningkatkan kasus

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di daerah yang tingkat pencemaran

udaranya tinggi. Sebagai gambaran di Kalimantan dan Sumatera nilai ISPU rata-

rata melebihi 300 padahal batas normalnya di bawah 100 sehingga dampak

kesehatanya begitu terasa, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak, para

manula dan mereka yang aktif diluar ruangan. 22

Data dari Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Departemen

Kesehatan membuktikannya. Akibat adanya kabut asap, jumlah kasus ISPA di

Pontianak meningkat dari 1.286 kasus pada akhir Agustus 2006 menjadi 1.928

kasus pada awal September 2006.

Data yang sama juga menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur jumlah

kasus mingguan ISPA antara 1.500 kasus hingga 2.000 kasus, lebih tinggi dari

kisaran normal yang banyaknya antara 1.000 kasus hingga 1.500 kasus. Beberapa

Dinas Kesehatan di Sumatra dan Kalimantan juga melaporkan bahwa masyarakat

di wilayahnya mulai mengalami gangguan penyakit ISPA, pneumonia, dan sakit

mata.

e. Produktivitas menurun

Di wilayah Kalimantan Barat, asap tebal sudah mulai mengancam sektor

pertanian. Tebalnya kabut asap dikhawatirkan yang berlangsung secara terus-

menerus dapat mengganggu produktivitas tanaman padi dan jagung. Dua jenis

tanaman ini paling rentan. Kalau cuaca sampai tertutup asap sehingga tanaman

22
“Bencana Kabut Asap”, dalam http://nanangsyah.blogspot.com/2007/09/bencana-kabut-
asap.html
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
33

tidak mendapat sinar matahari dalam jangka waktu lama, produksinya dapat

menurun. Pada saat tanaman akan berfotosintesis tentu memerlukan sinar mathari

yang cukup. Karena kabut yang tebak menyebabkan sinar matahari terhambat

untuk menyinari bumi sehingga produksi terhambat. 23

2. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan

a. Hilangnya sejumlah spesies

Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon namun

juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa yang

ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar karena api

telah mengepung dari segala penjuru. Belum ada penelitian yang mendalam

seberapa banyak spesies yang ikut terbakar dalam kebakaran hutan di Indonesia.

b. Ancaman erosi

Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan

hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena

struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan

menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi

menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir

pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat

banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.

Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran

tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju

tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika

23
Walhi….,Log.Cit.,.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
34

run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai pengikat akan

menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya

potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.

c. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan

Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai

catchment area, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu

ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika

hutan tersebut terbakar fungsi catchment area tersebut juga hilang dan

karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu

ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan baik karena

hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut.

Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi lahan-lahan

perkebunan dan kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang yang akan

membutuhkan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.

d. Penurunan kualitas air

Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan

perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi

yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang

dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di

atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah sungai

menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di atas

gunung ataupun di hulu sungai sana.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
35

e. Terganggunya ekosistem terumbu karang

Terganggunya ekosistem terumbu karang lebih disebabkan faktor asap.

Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan.

Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya

menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.

f. Menurunnya devisa negara

Turunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi perekonomian

mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.

g. Sedimentasi di aliran sungai

Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di

bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai

bersangkutan akibat erosi yang terus menerus.

h. Pemanasan global

Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini dipandang sebagai

sebuah malapetaka yang tidak hanya bersifat nasional saja akan tetapi sudah

bersifat regional bahkan global karena asap yang berasal dari kebakaran hutan

menyebabkan terjadinya perubahan komposisi Gas Rumah Kaca di atsmosfer,

yaitu meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca secara global yang berakibat

pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan

pemanasan global. Pemanasan global ini pada akhirnya membawa dampak

terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi.

Pemanasan global sangat erat kaitannya dengan iklim yang menjadi panas

secara perlahan tapi pasti dalam jangka waktu yang cukup panjang yang akan

merubah dunia umat manusia menjadi suatu daerah yang terlalu panas untuk

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
36

didiami atau untuk suatu kehidupan. Dalam kaitan tersebut, terkaitlah peran serta

dari suatu fenomena alam yang disebut dengan efek rumah kaca.

Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan

diapantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari

yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atsmosfer yang menyelimuti

bumi, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal
24
dengan Efek Rumah Kaca dan gas-gas yang berfungsi menyerap energi panas

matahari itu disebut dengan Gas Rumah Kaca. Peristiwa alam ini menyebabkan

bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada efek

rumah kaca maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin 25.

Gas rumah kaca yang berfungsi sebagai perangkap energi panas matahari

tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi juga dapat timbul

akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang

mencapai atsmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai.

Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua yang timbul dari berbagai proses

alami seperti letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup

oksigen dan menghembuskan karbondioksida), dan pembakaran material organik

(seperti tumbuhan).

Pembakaran dapat berkurang karena terserap lautan dan diserap tanaman

untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida

dan melepaskan oksigen ke atsmosfer serta mengambil atom karbonnya. Selain


24
Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim
sedang (Negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di
dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan
yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk
tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan
sinar itu berubah menjadi energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula
halnya salah satu fungsi atsmosfer bumi seperti rumah kaca tersebut.
25
“Pemanasan Global” http://www.cdm.or.id/id?q=kyoto
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
37

uap air dan karbondioksida, gas rumah kaca lainnya yaitu CH4 (metana), N2O

(nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan

SF6 (sulfurheksaflourida).

Sedangkan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia antara lain kegiatan

manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas,

batubara) seperti pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, kegiatan

perindustrian, Air Conditioner, komputer, memasak. Selain itu gas rumah kaca

juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian

dan peternakan.

Ironisnya, perubahan komposisi gas rumah kaca diatsmofer lebih banyak

disebabkan oleh aktivitas manusia salah satu contohnya pembakaran hutan secara

luas sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca secara global yang

berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi atau pemanasan

global.

Perubahan iklim yang terjadi akibat dari pemanasan global akan membawa

dampak pada lingkungan dan kehidupan di bumi. Para ilmuwan menggunakan

model komputer dari temperatur, pola presipitasi dan sirkulasi atsmosfer untuk

mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tesebut, para ilmuwan telah

membuat beberapa perkiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca,

tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan dan tumbuhan serta

kesehatan manusia.

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah

bagian utara dari belahan Bumi Utara. Akibatnya, gunung-gunung es akan

mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
38

perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumya mengalami salju ringan,

mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah sub tropis,

bagian yang di tutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.

Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.

Ketika atsmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan

menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi

permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama

sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air laut. Tinggi muka laut di

seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) selama abad ke-20, dan para

ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35 inchi)

Lapisan ozon merupakan tameng yang melindungi bumi dari radiasi sinar

ultraviolet yang merusak. Penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan berbagai

penyakit infeksi seperti menurunnya kekebalan tubuh, kanker kulit, katarak mata

dan juga kerusakan pada lingkungan hidup. Kerusakan itu, mulai dari putusnya

rantai makanan pada ekosistem akuatik di laut. Menipisnya lapisan ozon di

ketahui pada pertengahan 1980-an. Penipisan lapisan ozon disebabkan oleh

penggunaan bahan-bahan kimia sebagai perusak lapisan ozon dan gas

karbondioksida yang dapat berasal dari hasil proses pembakaran seperti

kenderaan, pabrik dan kebakaran hutan. 26

Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan

lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di

beberapa tempat. Bagian Sealatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan

mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa

26
Josua P.Sibarani, “Selamatkan Lapisan Ozon Mulai dari Diri Sendiri”, Kompas, 27
Sepetember 2002, hlm.9.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
39

tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian afrika

mungkin tidak dapat tumbuh.

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari

efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam

pemanasan global hewan cenderung untuk berimigrasi kearah kutub atau keatas

pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah

baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat.

Dunia yang hangat ini, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak

orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit

yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk

dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat

berpindah ke daerah yang sebelunya terlalu dingin bagi mereka. Penyakit-

penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, demam, dengue,

demam kuning dan encephalitis.

Dengan demikian, kebakaran hutan yang secara luas menyebabkan

pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi merupakan ancaman yang sangat

serius bagi keselamatan lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Salah satu

dampak dari pemanasan global ini adalah penipisan lapisan ozon. Dimana lapisan

ozon ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam melindungi bumi dari radiasi

sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Rusaknya lapisan ozon ini

mengakibatkan kerusakan-kerusakan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan

peternakan disamping dapat mengganggu kesehatan manusia serta dampak negatif

lainnya yang sangat mengancam segala kehidupan di muka bumi ini.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
40

3. Dampak terhadap Perhubungan dan Pariwisata

Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi

udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran

hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau

dibatalkan. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa turun di satu tempat

karena tebalnya asap yang melingkungi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan

mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di temapt

yang dipenuhi asap. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut

terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya

nyawa dan harta benda.

Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau

pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang

tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar

membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia

berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai

Darussalam, Malaysia dan Thailand.

Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,

pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan

informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran

sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara

tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan

diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang

cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke

negara tetangga.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
41

Skema II: Dampak dari Kebakaran Hutan

Hilangnya mata pencaharian

Terganggu aktivitas sehari-


DAMPAK TERHADAP hari
SOSIAL, BUDAYA DAN
EKONOMI
Peningkatan jumlah hama

Terganggunya kesehatan

Produktivitas menurun

DAMPAK Hilangnya sejumlah spesies


DARI
KEBAKARAN
HUTAN Ancaman erosi

Perubahan fungsi peman-


faatan dan peruntukan lahan

DAMPAK TERHADAP Penurunan kualitas air


EKOLOGIS DAN KERU
SAKAN LINGKUNGAN
Terganggunya ekosistem te-
rumbu karang

Menurunnya devisa negara

Sedimentasi di aliran sungai

Pemanasan global

DAMPAK TERHADAP
PERHUBUNGAN DAN
PARIWISATA

Sumber : Bencana Kabut Asap, dalam http://nanangsyah.blogspot.com/2007 /09/


bencana-kabut-asap.html

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
42

BAB III

PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN LINTAS BATAS DALAM

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

A. Perangkat-perangkat Hukum Lingkungan Internasional yang Mengatur

Tentang Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan

Masalah-masalah lingkungan mengandung dimensi internasional dan juga

bersifat timbal balik, yaitu dalam arti, bahwa dalam suatu peristiwa sebuah negara

menjadi penderita pencemaran lingkungan, tetapi dalam peristiwa lain, kegiatan-

kegitan didalam negara itu merupakan sumber pencemar lingkungan lintas

batas. 27

Oleh sebab itu, perlindungan lingkungan dipandang sebagai sebuah

kepentingan bersama yang dapat diwujudkan jika terdapat kerjasama antar negara

dalam lingkup global maupun regional. Pentingnya kerjasama antar negara dalam

perlindungan lingkungan juga tercermin dalam Prinsip 27 Deklarasi Rio, yaitu :

“States and people shall cooperate in good faith and in aspirit of

partnership in the fulfillment of principles embodied in this Declaration

and in the further development of international law in the field of

sustainable development”.

Sebelum membahas tentang perangkat-perangkat hukum lingkungan

internasional yang mengatur pencemaran lintas batas, terlebih dahulu dijelaskan

apa yang di maksud dengan perangkat-perangkat, perangkat-perangkat yang

dimaksud dari sudut pandang hukum yang lebih ditujukan kepada wujud-wujud

27
“Aspek-aspek Hukum Internasional Kebakaran Hutan” Jurnal Hukum Lingkungan Tahun V
No. 1 Agustus 1999, hlm. 84
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
43

hukum seperti terdapat di dalam kategori perangkat-perangkat tersebut adalah

konvensi, deklarasi, protokol, dan masih banyak lagi yang dapat dikelompokkan

sebagai perangkat-perangkat hukum lingkungan internasional.

Perangkat-perangkat hukum internasional yang mengatur tentang

pencemaran lintas batas menggunakan pendekatan global, yaitu suatu pendekatan

yang mengutamakan kepentingan bersama. 28

Penerapan pendekatan global dalam pengaturan kegiatan internasional

dapat dilakukan dengan membentuk suatu kesepakatan-kesepakatan global dan

menerapkan kesepakatan tersebut melalui kebijakan nasional masing-masing

negara berdasarkan prinsip keseimbangan hak dan kewajiban.

Dalam hal permasalahan lingkungan sebenarnya tidak mengenal batas

wilayah tetapi didalam hal pengelolaan dari lingkungan suatu wilayah negara

merupakan tanggung jawab dari negara tersebut. Pengatur hukum lingkungan

secara konsepsional yang dikaitkan dengan prinsip ekologi di tingkat internasional

dapat dikatakan terbentuk pada saat Konperensi Stockholm 1972.

Timbulnya kesadaran masyarakat internasional akan perlunya

perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, maka pada Konperensi Stockholm

ini menghasilkan Deklarasi Stokcholm 1972 (Declaration of the United Nation

Conferences on the Human Environmental). Deklarasi Stokcholm ini berisi

Preamble, 26 Prinsip, dan 109 Rekomendasi untuk mengimplementasikan prinsip-

prinsipnya. Deklarasi ini mengatur lingkungan hidup secara umum, prinsip-

prinsipnya mengatur tentang perlindungan lingkungan alami (natural

environment), penggunaan sumber kekayaan alam yang tidak habis terpakai,

28
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional,
Bandung, Refika Aditama, 2002, hal 71
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
44

perlindungan flora dan fauna, pembatasan pembuangan zat-zat beracun, masalah

pencemaran lingkungan laut, dan lain sebagainya.

Deklarasi Stockholm 1972 mengakui hak dasar manusia sebagai hak setiap

orang untuk dapat hidup dalam suatu lingkungan yang baik dan sehat. Dengan

demikian setiap negara berkewajiban untuk memelihara lingkungan hidup

manusia sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan

datang sesuai dengan prinsip 1 Deklarasi Stokcholm. Kewajiban yang dimaksud

antara lain kewajiban suatu negara untuk mengambil tindakan guna mencegah

terjadinya pencemaran apalagi pencemaran tersebut sampai merugikan negara

lain, misalnya mencegah terjadinya pencemaran udara yang disebabkan oleh

kebakaran hutan.

Prinsip 2 sampai dengan prinsip 5 Deklarasi Stockholm umumnya

meletakkan dasar penggunaan dan perlindungan kekayaan alam berdasarkan

ekosistem alami, sehingga daya dukung bumi terpelihara, kekayaan alam

terkelola, pemborosan dicegah dan pemanfaatannya dapat diperoleh oleh seluruh

umat manusia. Dalam hal mengantisipasi pelbagai kepentingan dalam penggunaan

lingkungan, baik itu lingkungn laut, udara maupun darat, maka negara-negara

harus mengadakan kerjasama yang terpadu dan terkoordinasi dalam

merencanakan setiap kegiatannya.

Kaitannya dengan kebakaran hutan yang berdampak luas bahkan telah

bersifat lintas batas maka selain negara tersebut bertanggung jawab akan tetapi

negara-negara lain juga turut membantu menanggulangi permasalahan kebakaran

hutan dikarenakan isu masalah ini bersifat global dengan sendirinya untuk

menaggulangi masalah ini harus ditangani secara global juga atau dibutuhkan

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
45

kerjasama dari negara lain serta pengembangan hukum internasional tentang

pertanggung jawaban perlu dikembangkan bersama.

Terjadinya kebakaran hutan sama halnya telah merusak lingkungan hutan

atau ekosistem dari hutan itu sendiri padahal dari Deklarasi Stokcholm sudah jelas

menyatakan bahwa setiap negara harus menjaga lingkungannya agar tidak

terjadinya kerusakan apalagi sampai merugikan negara lain. Apabila dampak

kerusakan tersebut merugikan negara lain atau yang telah bersifat lintas batas

maka harus diselesaikan secara damai.

Untuk menanggulangi permasalahan lingkungan global, dalam hukum

lingkungan internasional memiliki beberapa prinsip yang dapat dijadikan dasar

hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain :

1. Prinsip kedaulatan negara (State Sovereignty).

2. Prinsip warisan bersama umat manusia (Common Heritage of

Humankind).

3. Prinsip kepedulian bersama umat manusia (Principle of Common

Concern of Humankind).

4. Prinsip kewajiban untuk tidak menyebabkan bahaya lingkungan

(Obligation Not to Cause Environmental Harm).

5. Prinsip tanggung jawab negara (State Responsibility).

6. Prinsip kesamaan antar generasi (Principle of Intergenerational

Equity).

7. Prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda (common But

Differentiated Responsibilities)

8. Prinsip kehati-hatian (The Precautionary Principle).

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
46

9. Prinsip pencegahan (The Principle of Prevention).

10. Prinsip kewajiban untuk menilai dampak lingkungan (Duty to Access

Environmental Impacts).

11. Prinsip tambahan (The Principle of Subsidiarity).

12. Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban untuk kerjasama (Good

Neighborliness and the Duty to Cooperate).

13. Prinsip kewajiban untuk menyediakan pemberitahuan terlebih dahulu

dan untuk untuk berkonsultasi dengan iktikad baik (Duties to Provide

Prior Notification and to Consult in Good Faith).

14. Prinsip kewajiban untuk tidak membeda-bedakan bahaya-bahaya

lingkungan (Duty Not to Discriminate Regarding Environmental

Harms).

15. Prinsip hak yang sama atas akses keadilan (Equal Right of Access to

Justice).

16. Prinsip pencemar dan penggunaan yang membayar (The Polluter and

User Pays Principle).

Sebagai sebuah perbandingan dapat dilihat dari upaya negara-negara

dikawasan Eropa Barat dan Timur, serta Amerika Utara untuk mengatasi masalah

pencemaran udara lintas batas dan hujan asam (acid rain) 29, yaitu dengan

menyepakati dan mengikatkan diri pada The Geneva Convention on the Long-

29
Acid rain atau hujan asam merupakan raksi antara gas SO dengan uap air yang terdapat di
udara akan membentuk asam sulfite dan asam sulfat turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya
hujan. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah.
Pada beberapa negra industri, hujan asam sudah menjadi peersoalan yang sangat serius karena
sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan
lingkungan menjadi semakin parah. Dapat dilihat dalam Wisnu Arya Wardhana, Dampak
Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta, 2001, hlm. 49

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
47

Range Transboundary Air Pollution, 1979 yang selanjutnya disebut dengan

Konvensi Geneva 1979.

Dalam Article 2 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution

(1979), disebutkan dengan tegas:

” The Contracting Parties, taking due account of the facts and problems

involved, are determined to protect man and his environment against air

pollution and shall endeavour to limit and, as far as possible, gradually

reduce and prevent air pollution including long-range transboundary

pollution”

Berarti dalam konvensi Geneva 1979 tersebut mewajibkan negara-negara

peserta Konvensi untuk berusaha menekan serendah mungkin, secara bertahap

mengurangi dan mencegah pencemaran udara, termasuk pencemaran udara lintas

batas. Konvensi Geneva 1979 juga mendorong negara-negara peserta Konvensi

untuk mengadakan kerjasama di bidang penelitian dan pengembangan, antara lain

di bidang-bidang teknologi pengurangan emisi, instrument atau teknik-teknik

pemantauan dan pengukuran tingkat emisi dan konsentrasi ambien zat-zat

pencemar udara, sebagai program pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan

pengendalian udara.

Jika negara-negara di kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara dihadapkan

pada masalah pencemaran udara lintas batas yang bersumber dari kegiatan

industri yang telah mendorong mereka untuk menyepakati Konvensi Geneva

1979, maka negara-negara ASEAN dihadapkan pada masalah pencemaran udara

lintas batas yang bersumber dari kebakaran hutan.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
48

Pada tahun 1985, kebakaran hutan sudah mendapat perhatian dari ASEAN

yang terbukti dihasilkannya ASEAN Agreement on the Conservation of Nature

and Natural Resources, 1985, 30 (seterusnya disebut dengan singkatan ASEAN

ACNN). Walaupun ASEAN ACNN merupakan kerangka hukum kerjasama

ASEAN dalam bidang konservasi alam dan sumber daya alam pada umumnya,

kesepakatan tersebut juga memuat kewajiban-kewajiban negara ASEAN untuk

mencegah kebakaran hutan, sebagaimana tercermin dalam Artikel 6 ayat (1) dan

(2).

Pada tanggal 17-18 Januari 1992 Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup

ASEAN menghasilkan Resolusi Singapore 1992 yang menegaskan bahwa negara-

negara ASEAN harus memperkuat kerjasama , terutama dalam masalah-masalah

pencemaran lintas batas, bencana alam, kebakaran hutan dan menghadapi

kampanye anti kayu tropis. Resolusi Singapore 1992 juga secara tegas membahas

pelaksanaan program khusus, yaitu antara lain, berkaitan dengan masalah asap

yang berasal dari kebakaran hutan.


31
Kemudian Menteri-menteri Lingkungan Hidup ASEAN mengadakan

pertemuan lagi pada tanggal 26 April 1994 yang menghasilkan Resolusi Bandar

Seri Begawan tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Resolusi ini, antara

lain memuat Rencana Aksi Strategis ASEAN di Bidang Lingkungan Hidup.

Rencana Aksi Strategis Asean merupakan upaya menindaklanjuti Rekomendasi

Agenda 21 yang mengharuskan adanya aksi prioritas yang berkaitan dengan

perlindungan udara dan perlindungan serta pengelolaan laut.

30
Walhi., “Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung
Jawab Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/ kebkr_hut_riau_mak_
230403
31
Pada waktu Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution disepakati pada Juni 1995
di kuala lumpur, Vietnam, Myanmar dan Laos belum menjadi anggota ASEAN.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
49

Mengingat waktu terjadinya pencemaran udara lintas batas semakin lama

dan dampak yang ditimbulkan semakin buruk, Menteri-menteri Lingkungan

Hidup ASEAN menyepakati formula Asean Cooperation Plan on Transboundary

Pollution, 1995 32 ( seterusnya disingkat dengan ASEAN CPTP). ASEAN CPTP

memuat tiga bidang program, yaitu :

1. Pencemaran udara lintas batas;

2. Pergerakan bahan berbahaya dan beracun lintas batas;

3. Pencemaran lintas batas bersumber dari kapal.

B. Peranan Organisasi Internasional dalam Mengatasi Pencemaran Lintas

Batas Akibat Kebakaran Hutan

Negara-negara mulai menyadari bahwa makin banyaknya bidang-bidang

kehidupan yang memerlukan kerjasama dan pengaturan secara bersama pula,

sehingga hubungan bilateral maupun multilateral saja tidak lagi mencukupi.

Dengan demikian makin dirasakan perlunya melembagakan kerjasama itu dengan

membentuk organisasi internasional.

Secara umum, istilah organisasi internasional mempunyai pengertian

ganda, yakni dapat digunakan dalam arti luas dan dalam arti sempit. 33 Organisasi

internasional digunakan untuk menunjuk setiap organisasi yang melintasi batas-

batas negara, baik yang bersifat publik maupun privat. Sedangkan organisasi

internasional dalam arti sempit, hanya menunjuk setiap organisasi internasional

yang bersifat publik.

32
Lihat Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution, ASEAN Secretariat, November
1995.
33
Hasnil Basri Siregar, 1998, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional, Kelompok
Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, hlm. 4
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
50

Dalam hal peranan organisasi internasional dalam mengatasi pencemaran

lintas batas, penulis membatasi organisasi-organisasi internasional yang mana

hanya membahas ASEAN saja dikarenakan ASEAN merupakan organisasi

internasional yang bersifat regional dan beberapa negara-negara anggota dari

ASEAN merasa dirugikan dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia.

Masalah perlindungan lingkungan hidup dalam lingkup ASEAN adalah

merupakan bidang kerjasama yang mendapatkan tempat yang sangat penting,

yang tidak kalah pentingnya dengan kerjasama dalam bidang-bidang kerjasama

yang lain seperti bidang ekonomi. 34

Masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi keprihatinan

dalam hubungan internasional. Isu lingkungan telah bergeser dari isu pinggiran

menjadi lebih ke pusat perhatian dunia dan menimbulkan kesadaran bahwa

persoalan ini merupakan faktor yang memiliki dampak luas di berbagai segi

kehidupan. Dewasa ini orang tidak ragu lagi menjadikan lingkungan sebagai salah

satu problem utama hubungan internasional dikawasan tersebut. Karena persoalan

lingkungan mulai menjadi sumber konflik antar negara anggota di kawasan

ASEAN. 35

Kebakaran hutan merupakan masalah lingkungan yang telah mendapat

perhatian ASEAN sejak tahun 1981 diselenggarakan pertemuan pertama menteri-

menteri lingkungan ASEAN di Manila yang melahirkan deklarasi pertama

lingkungan hidup ASEAN. Dalam Manila Declaration on the ASEAN

34
Lihat Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan Di Indonesia Dalam
Hubungannya Dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran
Hutan di Sumatera dan Kalimantan. Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 2000,
hlm. 58
35
Bambang Cipto, 2006, Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta, hlm.243

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
51

Environment tahun 1981 yang merupakan deklarasi pertama dalam bidang

lingkungan hidup ASEAN ini, disebutkan dasar dari pentingnya arti lingkungan

hidup dalam kerangka ASEAN, yang antara lain disebutkan :

To ensure the protection of the ASEAN environment and the sustainability

of its natural resources so that it can continued development with the aim

of eradicating poverty and attaining the highest possible quality of life for

the people of the ASEAN countries.

Sejak dijadikannya masalah lingkungan hidup menjadi agenda penting

dalam kerangka kerjasama regional ASEAN telah dihasilkan beberapa deklarasi

penting dalam berbagai tingkatan pertemuan. Diantara deklarasi yang dihasilkan

pada tahun 1985, yaitu melalui ASEAN ACNN yang tercermin dalam pasal 6 ayat

(1) dan (2). Kemudian keteguhan sikap dan keinginan yang kuat dari negara-

negara ASEAN untuk berpartisipasi didalam Resolusi Singapore tahun 1992,

Resolusi Bandar Seri Begawan tahun 1994 dan ASEAN CPTP tahun 1995.

Dalam Bandar Sri Begawan ini juga ditetapkan bahwa pada tahun 1995

adalah merupakan Tahun Lingkungan ASEAN (ASEAN Environment Year).

Resolusi ini juga menyepakati suatu Harmonisasi Standar Kualitas Lingkungan

(Harmonised Environmental Quality Standard) bagi ambang batas kualitas udara

dan sungai dengan pencapaian hasil yang dikehendaki pada tahun 2010.

Sasaran yang ingin dicapai melalui ASEAN CPTP di bidang pencemaran

udara lintas batas adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis asal dan sebab-sebab, sifat dan cakupan peristiwa-

peristiwa asap di tingkat lokal dan regional ;

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
52

2. Mencegah dan mengendalikan sumber asap pada tingkat nesional dan

regional dengan menerapkan teknologi yang berwawasan lingkungan

dan dengan penguatan kemampuan analisis, minimalisasi dan

pengendalian asap di tingkat nasional dan regional ; dan

3. Mengembangkan dan melaksanakan rencana tanggap darurat di tingkat

nasional dan regional.

Untuk mencapai ketiga sasaran tersebut,ASEAN menyepakati dua strategi,

yaitu strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang. 36 Strategi jangka pendek

adalah mencegah terjadinya kebakaran hutan yang disebabkan oleh kegiatan

manusia, terutama dibidang kegiatan pengolahan usaha perkayuan, pertanian dan

transmigrasi. Untuk itu langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

1. Deteksi tepat waktu, pencegahan kebakaran hutan melalui system

peringatan dini, penyebaran petugas-petugas dan penyiapan

masyarakat lokal ;

2. Pelanggaran pembakaran biomassa yang pada umumnya

dilaksanakan melalui proyek-proyek pembangunan selama musim

panas, terutama di wilayah-wilayah yang dipengaruhi oleh musim

panas ;

3. Selama terjadinya kabut asap, meminimalisasi terjadinya

pencemaran yang bersal dari sumber-sumber lokal, mengaktifkan

jaringan komunikasi untuk berbagai informasi dan mengaktifkan

kegiatan-kegiatan bersama yang diperlukan ; dan

4. Mendorong investasi di bidang alternative penggunaan biomassa.

36
Jurnal hukum lingkungan, Log.Cit.,
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
53

Strategi jangka panjang adalah mendorong sektor-sektor ekonomi untuk

tidak melakukan praktek-praktek pembakaran dalam kegiatan land clearing, tetapi

menerapkan metode-metode pengolahan lahan secara berwawasan lingkungan.

Selanjutnya, didalam wilayah-wilayah yang mudah terbakar, misalnya wilayah

dengan kandungan batubara dan lahan gambut, kegiatan investasi harus

dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat.

Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk melaksanakan kegiatan-

kegiatan sebagai berikut :

1. Menetapkan “focal point” ditiap-tiap negara mempunyai fungsi-fungsi

sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi sumber-sumber daya yang ada ;

b. Menetapkan mekanisme penyebaran informasi regional ;

c. Mengidentifikasi jenis informasi untuk disebarluaskan ;

2. Memperluas peran the ASEAN specialized Meteorological Center (ASMC)

untuk mengembangkan model pergerakan udara agar dapat memprediksi

alur dan penyebaran asap ;

3. Menetapkan prosedur pelaporan dan penyiagaan kebakaran hutan oleh

aparat di bidang kehutanan dan yang tekait ;

4. Mengembangkan baku mutu udara bersama dan mengharmonisasikan

teknik-teknik sampling ;

5. Mengembangkan sebuah system peringkat bahaya kebakaran regional ;

6. Berbagi pengetahuan dan teknologi pencegahan dan minimalisasi

kebakaran hutan dan sumber-sumber emisi lainnya ;

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
54

7. Menetapkan sebuah mekanisme kerjasama penanggulangan kebakaran

hutan dan sumber emisi lainnya dan titik sumber ;

8. Memperluas peran “the ASEAN Institute of Forest Management” (AIFM)

untuk memperkuat kapasitas negara anggota melalui pelatihan pengelolaan

kebakaran hutan ;

9. Meningkatrkan kemampuan nasional dan regional dalam mengatasi

kebakaran hutan dan sumber-sumber emisi lainnya.

Selain itu, ASEAN telah sepakat mendayagunakan lembaga-lembaga

dilingkungan ASEAN guna mengatasi pencemaran udara lintas batas, yaitu :

1. The ASEAN Specialized Meterological Centre (ASMC);

2. ASEAN Institute of forest Management (AIFM) ;

3. ASEAN Working Group on Forestry, ASEAN-EC Joint Consultative

Committee (JCC) Subcommittee on Forest, dan Brunai-Indonesia-

Malaysia- Phillippines (BIMP), East ASEAN Growth Areas (EAGA)

Subcommitte on forest.

Jika dilihat dari inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh ASEAN, konsep

penghindaran atau pencegahan pencemaran sedikit banyak telah diserap oleh

ASEAN. Hal ini tampak dari Asean Cooperation Plan on Transboundary

Pollution yang tercermin dari langkah-langkah komponennya baik itu yang

bersifat strategis maupun yang bersifat aktifitas.

Dalam kenyataannya perhatian besar yang diberikan oleh negara-negara

anggota ASRAN terutama dalam kelompok sub-regional Indonesia-Malaysia-

Singapura dan Brunai Darussalam, sulit dijalankan pada taraf operasional di

lapangan. Disamping faktor jarak antara pusat pengendalian dengan lokasi

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
55

kebakaran yang terbilang jauh, juga masih ditambah lagi dengan masalah-masalah

lintas batas dan berbagai prosedur lintas jurisdiksi yang terkadang membutuhkan

waktu dalam pengambilan keputusan.

C. Sikap Negara-negara Korban Pencemaran Lintas Batas

Malaysia dan Singapura yang secara geografis berbatasan langsung

dengan Indonesia, sehingga dalam masalah ini Malaysia dan Singapura menerima

secara langsung dan merasa dirugikan oleh bencana kabut asap yang berdampak

terhadap terganggunya kegiatan ekonomi serta kehidupan masyarakatnya. Oleh

karena itu fenomena kabut asap dapat dikategorikan sebagai bentuk ancaman yang

bersifat subjektif, lain halnya jika negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak

merasa terganggu oleh bencana kabut asap itu sendiri.

Dalam skala nasional kebakaran hutan di Indonesia sebagaimana telah

diuraikan pada bagian terdahulu telah begitu memberikan tekanan yang berat bagi

masyarakat yang wilayahnya dapat dijangkau oleh terpaan asap kabut kebakaran

hutan. Meskipun dunia internasional dan khususnya negara-negara di kawasan

Asia Tenggara telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk, namun upaya

pemadaman kebakaran huatan di Indonesia berjalan sangat lambat. Akibatnya

akumulasi asap semakin hari semakin pekat dan benar-benar merusak berbagai

tatanan kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Malaysia, Singapura dan

Brunai Darussalam. Keadaan inilah yang membuat masyarakat atau bahkan

pemerintah negara-negara tersebut merasa cukup kesal melihat kenyataan yang

ada.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
56

Kabut asap tahunan yang dihasilkan oleh pembakaran lahan di Indonesia

mengakibatkan polusi yang melewati batas-batas negara. Bagi Indonesia, kejadian

ini lebih disebabkan oleh faktor alam, ekonomi dan budaya masyarakat serta

mendatangkan kerugian bagi ekosistem di sekitar kawasan pembakaran lahan

tersebut. Tetapi bagi Malaysia dan Singapura, hal ini dianggap sebagai sesuatu

yang serius, dimana masyarakat Malaysia dan Singapura merasa dirugikan karena

mereka menerima dampak atas aktivitas pembakaran lahan yang dilakukan di

Indonesia.

Negara-negara yang terkena dampak dari asap kebakaran hutan

mengajukan protes dengan alasan sebagai berikut :

1. Ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar masyarakat Malaysia sebagai manusia terganggu oleh

udara yang mereka hirup tercemari oleh kabut asap dan bahkan mengakibatkan

kematian bagi masyarakat Malaysia. Dalam beberapa kasus Indeks Polusi Udara

(air pollution index/API) Kamis, 11 Agustus 2005 mencapai 529 di Port Klang,

pusat perkapalan penting di Malaysia, dan 531 di Kuala Selangor. Tingkat API

berada di atas 300 dapat dikategorikan berbahaya sementara 500 dapat memicu

keadaan darurat. Jumat, 12 Agustus 2005 kabut asap agak bersih di pantai barat,

tetapi di Kuala Lumpur API meningkat dari 321 menjadi 365. 37

Departemen Lingkungan Malaysia mengatakan bahwa kualitas udara

akibat kabut asap yang terjadi pada tahun 2006 lebih buruk untuk kesehatan

manusia dibandingkan akibat kabut asap pada tahun 1997. Kualitas udara yang

buruk ini tersebar di 32 wilayah Malaysia.

37
”Dampak Kebakaran Hutan”, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/13/0102.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
57

Oleh karena itu, pemerintah Malaysia menyatakan keadaan darurat di

daerah sekitar Kuala Lumpur, setelah kabut asap tebal menyelimuti kawasan itu.

Malaysia mengumumkan langkah-langkah darurat termasuk menutup sekolah-

sekolah dan meminta warga untuk mengenakan masker. 38

Menurut United Nations Developments Programme (UNDP), kabut asap

pada tahun 1997 mengakibatkan individu-individu di Asia Tenggara mengalami

kerugian 1,4 milyar dolar AS, khususnya biaya terhadap kesehatan jangka pendek.

Lebih dari 40.000 orang dirawat karena penyakit pernafasan. Dampak kesehatan

jangka panjang terhadap anak-anak dan orang dewasa sedang dihitung. ADB

memperkirakan 757 juta ton CO2 dihasilkan oleh pembakaran hutan antara 1997-

1998. jumlah biaya atas kandungan karbon di atmosfer (berdasarkan 7 US$ per

metric ton) dikalkulasikan sebanyak 1.446 milyar US$. 39

Dapat dibayangkan bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Malaysia

yang terancam oleh kabut asap. Aktivitas individu dan masyarakat Malaysia tidak

dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga kabut asap mengganggu individu

dan masyarakat yang ada di Malaysia. Dampak yang ditimbulkan oleh

terganggunya aktivitas sehari-hari mengakibatkan terganggunya dan bahkan

hancurnya struktur-struktur sosial masyarakat Malaysia.

2. Ancaman terhadap ekonomi

Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, terlihat

bagaimana besarnya dampak dari kabut asap yang mengancam aktivitas ekonomi

individu, masyarakat dan perusahaan-perusahaan di Malaysia dan Singapura.

Terbatasnya jarak pandang, mengakibatkan aktivitas perekonomian di kawasan


38
“Indonesia Kirim Asap Lagi”, dalamhttp:// www.BBC.com/ indonesian/Ungkapan Pendapat
Indonesia/ kirim asap lagi.htm
39
“Asap Dimana-mana”, dalam http://www.adb.org/Documents/Books/AEO/2001/aeo2010.asp
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
58

pelabuhan dan banda udara di Malaysia , Indonesia dan Singapura terganggu dan

pada situasi tertentu tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya.

Berdasarkan ASEAN Secretariat's Environment and Disaster Management

Centre, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997-

1998 diperkirakan 9 milyar dolar AS. 40

Kabut asap juga mengakibatkan banyaknya para investor asing takut untuk

berinvestasi di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Karena dengan adanya kabut

asap mengakibatkan banyaknya biaya dan resiko yang harus mereka tanggung.

Bagi Indonesia kebakaran hutan telah mengakibatkan kerugian ekonomi

dari degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia berkisar antara 1,62-2,7 miliar

dollar AS. 41 Dan jumlah ini bisa lebih tinggi jika dihitung hilangnya flasma

nutfah dan keragaman hayati yang dimiliki hutan

3. Ancaman terhadap hubungan Indonesia dengan Malaysia dan Singapura

Secara tidak langsung, kabut asap yang terjadi mempengaruhi hubungan

antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. Hubungan yang terjadi akibat kabut

asap bisa saja menghasilkan sebuah bentuk kerjasama dan bahkan terjadinya

perselisihan di antara negara-negara yang menderita akibat kabut asap. Kabut asap

yang melanda Malaysia dan kawasan Asia Tenggara lainnya telah mengakibatkan

meningkatnya konstelasi politik di kawasan tersebut. Di Malaysia Partai oposisi

terbesar di Malaysia, Parti Tindakan Demokratis, (DAP) berdemonstrasi di luar

kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Partai itu mengatakan kabut asap ini

40
“Dampak Bakar Hutan”, http://app.mfa.gov.sg/2006/press/view_press.asp?post_id=1887
41
”Kebakaran Hutan dan Pengaruhnya”, dalam http://www.haze-onlineor.id/news.php/ID=
0030702100607 . htm

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
59

merupakan ancaman bagi ekonomi dan kesehatan jutaan warga Malaysia. Mereka

mendesak ASEAN supaya mengambil tindakan atas masalah itu.

Tindakan yang dilakukan oleh Partai oposisi Malaysia diatas secara tidak

langsung mengartikulasikan bagaimana pendapat dan persepsi dari sebagian

masyarakat Malaysia terhadap kabut asap yang terjadi. Pemerintah Malaysia

mendesak Indonesia untuk segera mengatasi kebakaran hutan agar kabut asap agar

Malaysia tidak menerima dampak dari kabut asap. Untuk menyelesaikan masalah

ini pemerintah Malaysia mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengambil

pendekatan konfrontatif terhadap pemerintah Indonesia karena ada kebutuhan

yang lebih luas untuk memelihara hubungan mereka.

Sedangkan Singapura lebih memilih membawa masalah kabut asap di

tingkat dunia. Singapura mengangkat isu kabut asap Indonesia dalam Sidang

Umum PBB pada tanggal 20 Oktober 2006. Hal ini mendapat protes dari

pemerintah Indonesia, sehingga mengakibatkan adanya hubungan yang kurang

harmonis antara Indonesia-Singapura.

Akibat dari tindakan Singapura tersebut, hubungan bilateral Indonesia-

Singapura kurang harmonis. Sehingga bagi pemerintah Indonesia dengan

dibawanya kasus asap ke meja dewan PBB berarti telah mendatangkan preseden

buruk bagi pemerintah Indonesia di mata dunia Internasional.

Dalam nasional Indonesia sendiri berita-berita dari berbagai media baik

nasional maupun internasional yang memuat berbagai kecaman oleh negara-

negara yang mersa dirugikan terhadap Indonesia mendapat tanggapan yang serius

terutama oleh pejabat yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Tidak saja hanya

sebatas itu, di Indonesia juga beredar berita-berita yang menyatakan bahwa pihak

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
60

Malaysia dan Singapura akan menuntut Indonesia secara hukum atas semua

kerugian yang mereka derita sebagai akibat dari asap yang terjadi dari kebakaran

hutan di Sumatera dan Kalimantan. 42

Protes yang diajukan oleh negara Malaysia dan Singapura sangat beralasan

karena akibat pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan sangat merugikan

negara-negara yang menjadi korban kabut asap tersebut baik itu dari segi materi

maupun dari non-materi.

42
Arif, Pencemaran Transnasional….,Op.Cit. hlm.13

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
61

BAB IV

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN

LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN

A. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Lingkungan

Internasional

Sudah merupakan ketentuan hukum positif bahwa penggunaan kekerasan

dalam hubungan antar negara sudah dilarang dan oleh karena itu sengketa-

sengketa internasional harus diselesaikan secara damai. Keharusan untuk

menyelesaikan sengketa secara damai ini pada mulanya dicantumkan dalam Pasal

1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-sengketa Secara Damai yang

ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian

dikukuhkan oleh pasal 2 ayat 3 Piagam PBB. 43

Menurut hukum lingkungan internasional yang dimaksud dengan sengketa

lingkungan internasional adalah sengketa antara dua negara, atau antara suatu

negara (atau pemerintahnya) dan suatu ‘entitas bukan negara’ seperti perusahaan

privat komersial, atau suatu organisasi internasional dalam hal-hal yang

menyangkut persoalan lingkungan yang bersifat lintas batas.

Berbagai aturan hukum internasional dapat dikemukakan prinsip-prinsip


44
mengenai penyelesaian sengketa internasional:

1. Prinsip iktikad baik;

2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;

43
Boer Mauna, Hukum Internasional Perngertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Bandung, Alumni, 2001, hlm.186
44
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004,
hlm.15-18
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
62

3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa;

4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap

pokok sengketa;

5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa;

6. Prinsip exhaustion of local remedies;

7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan kemerdekaan

dan intergritas wilayah negara-negara.

Hukum internasional tidak berisi keharusan agar suatu negara memilih

prosedur penyelesaian tertentu. Hal ini juga ditegaskan oleh pasal 33 Piagam PBB

yang meminta kepada negara-negara untuk menyelesaikan secara damai sengketa-

sengketa mereka sambil menyebutkan bermacam-macam prosedur yang dapat

dipilih oleh negara-negara yang bersengketa. Penyelesaian sengketa internasional

bisa dilakukan dilakukan dengan cara litigasi atau dengan cara non litigasi.

Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi yaitu : 45

1. Negosiasi (Negotiation)

Negosiasi merupakan penyelesaian sengketa yang tradisional adalah

perundingan secara langsung. Negosiasi adalah penyelesaian sengketa melalui

perundingan langsung antara pihak yang bersengketa guna mencari bentuk-bentuk

penyelesaian yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa Perundingan-

perundingan langsung ini biasanya dilakukan oleh menteri-menteri luar negeri,

duta-duta besar atau wakil-wakil yang ditugaskan khusus untuk berunding dalam

kerangka diplomasi ad hoc.

45
Boer Mauna, Op.Cit., hlm. 221
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
63

Perundingan-perundingan dapat berlangsung dalam kerangka bilateral

ataupun multilateral. Tujuan perundingan tidak harus selalu dan secara khusus

menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi. Suatu perundingan yang berhasil

dapat menghasilkan suatu pengaturan baru akan dapat mencegah atau meredakan

situasi sengketa yang potensial.

Sebagai contoh kasus yang menggunakan bentuk penyelesaian secara

negosiasi adalah adalah kasus Cosmos-954. 46 Kasus Cosmos-954 merupakan

kasus jatuhnya satelit bertenaga nuklir, Cosmos-954 milik Uni Soviet, di Kanada.

Cosmos-954 merupakan salah satu satelit bertenaga nuklir milik Uni Soviet, yang

diluncurkan pada tanggal 18 September 1957. Satelit ini dilengkapi reaktor nuklir

seberat 55 Kg dan menggunakan bahan uranium 235 dengan komposisi 90%

Uranium 235. Beberapa minggu setelah peluncurannya, satelit yang direncanakan

di tempatkan pada ketinggian 270 Km di atas permukaan bumi itu dinyatakan

tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Persoalan lain yang juga sangat rumit adalah masalah penanganan radiasi.

Pemerintah Kanada, dengan bantuan tenaga ahli dari Uni Soviet dan Amerika

Serikat, membutuhkan waktu tidak kurang dari delapan bulan, dengan faktor

kesulitan yang sangat tinggi. Musim dingin yang telah berlangsung, dengan suhu

udara -40 sampai -100 derajat Celcius, mengakibatkan pembekuan danau dan

sebagian besar lahan tertutupi salju, sehingga menimbulkan hambatan besar dalam

membersihkan lahan dari radiasi.

46
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional,
Bandung, Refika Aditama, 2002, hlm.50
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
64

Kanada dan Uni Soviet telah memilih cara negosiasi, sebagaimana

ditentukan dalam Pasal IX Liability Convention 1972, sebagai cara penyelesaian

sengketa. Prinsip yang digunakan dari kasus ini adalah Liability principle.

2. Jasa-jasa baik (Good Offices)

Jasa-jasa baik berarti suatu intervensi suatu negara ketiga yang merasa

dirinya wajar untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara dua

negara. Dalam hal ini, negara ketiga menawarkan jasa-jasa baiknya. Prosedur

jasa-jasa baik ini dapat diminta oleh salah satu dari kedua negara yang

bersengketa atau oleh kedua-duanya. Intervensi dalam bentuk jasa-jasa baik ini

adalah campur tangan yang sangat sederhana dari negara ketiga karena negara

tersebut membatasi diri dan hanya mempergunakan pengaruh moral atau

politiknya agar negara-negara yang bersengketa mengadakan hubungan satu sama

lain atau mengadakan hubungan kembali bila hubungan tersebut telah terputus.

Secara prinsip, negara yang menawarkan jasa-jasa baiknya tidak ikut

secara langsung dalam perundingan-perundingan, tetapi hanya menyiapkan dan

mengambil langkah-langkah yang perlu agar negara-negara yang bersengketa

bertemu satu sama lain dan merundingkan sengketanya. Bila pihak-pihak yang

bersengketa telah setuju untuk saling bertemu, berakhir pulalah misi negara yang

menawarkan jasa-jasa baiknya tersebut.

3. Mediasi (Mediation)

Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan

bantuan pihak ketiga netral guna mencari bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat

disepakati oleh para pihak. Mediasi merupakan campur tangan yang lebih nyata.

Peran mediator dalam mediasi adalah memberi bantuan substansif maupun

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
65

prosedural kepada para pihak yang bersengketa. Seperti halnya dengan prosedur

jasa-jasa baik, mediasi dapat ditawarkan atau diminta oleh negara-negara yang

bersengketa.

Dalam hal mediasi, negara-negara ketiga bukan hanya sekedar

mengusahakan agar negara-negara yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga

mengusulkan dasar-dasar perundingan dan ikut serta secara aktif dalam

perundingan-perundingan. Selain itu, negara mediator mempergunakan

pengaruhnya agar negara-negara yang bersengketa memberikan konsesi timbal

balik demi tercapainya suatu penyelesaian. Kasus Trail Smelter juga

menggunakan mediasi dalam menyelesaikan kasus ini.

4. Angket (Fact Finding)

Angket juga merupakan cara penyelesaian sengketa antar negara yang non

yuridiksional dengan tujuan untuk mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan

penyebab dari suatu sengketa, keadaan diwaktu terjadinya sengketa dan jenis dari

sengketa yang terjadi. Seperti prosedur jasa-jasa baik dan mediasi, angket juga

bersifat fakultatif baik mengenai penggunaan maupun mengenai sifat

keputusannya.

Sistem angket ini juga bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat bagi

jalannya suatu perundingan. Agar perundingan mempunyai dasar yang kuat tentu

diperlukan data-data yang objektf sebagai penyebab terjadinya suatu sengketa.

Data-data ini bisa saja diperoleh langsung dari negara-negara yang bersengketa

tetapi versinya tentu saling berbeda. Oleh karena itu pengumpulan dan analisa

fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa lebih tepat diberikan kepada suatu

komisi internasional yang akan berusaha mencapai suatu versi tunggal dari

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
66

sengketa yang terjadi. Selanjutnya laporan dari komisi angket tidak mempunyai

kekuatan yang mengikat dan pihak-pihak yang bersengketa mempunyai

kebebasan penuh atas kelanjutan laporan tersebut. Komisi angket hanya

membatasi diri pada pembuatan fakta-fakta dan sama sekali tidak membuat

konklusi walaupun dari fakta-fakta yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan.

5. Konsiliasi (Konsiliation)

Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa

internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk

kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya

masalah yang dipersengketakan. Dalam hal ini organ tersebut mengajukan usul-

usul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Komisi konsiliasi bukan

saja bertugas mempelajari fakta-fakta akan tetapi juga harus mempelajari sengketa

dari semua segi agar dapat merumuskan suatu penyelesaian.

6. Arbitrase

Arbitrase adalah adalah cara penyelesaian secara damai sengketa

internasional yang dirumuskan dalam suatu keputusan oleh arbitrators yang dipilih

oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak-pihak tersebut sebelumnya menerima

sifat mengikat keputusan yang akan diambil. Arbitrase dapat dikatakan bentuk

penyelesaian sengketa semi peradilan karena keptusan dari arbitrase bersifat

mengikat.

Sebagai contoh kasus yang menggunakan bentuk penyelesaian secara

negosiasi, mediasi dan arbitrase adalah kasus Trail Smelter (Trail Smelter Case)

pada tahun 1938 yaitu antara Amerika Serikat dengan Kanada yang bermula dari

kasus pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan pupuk milik

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
67

warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah Kanada, dekat sungai

Columbia. Perusahaan pupuk tersebut menghasilkan emisi yang mengandung

sulfur dioksida, menyebarkan bau logam dan seng yang sangat menyegat. Emisi

tersebut, karena terbawa angin, bergerak kearah wilayah Amerika Serikat melalui

lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai akibat merugikan terhadap

tanah, air dan udara, kesehatan serta berbagai kepentingan penduduk Washington

lainnya.

Amerika Serikat kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan

meminta Kanada bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita Amerika

Serikat. Setelah melakukan negosiasi, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan

kasus itu melalui International Joint Commision, suatu badan administratif yang

dibentuk berdasarkan Boundary Waters Treaty 1907.

Penyelesaian kasus tersebut menghasilkan bahwa Kanada membayar ganti

rugi sebesar 78.000 dolar Amerika Serikat dan mewajibkan Kanada untuk

mencegah kerugian yang mungkin timbul pada masa-masa selanjutnya (to prevent

the future damage), menurunkan emisi sampai tingkat tidak melampui ambang

batas (acceptable level). Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian

kasus lingkungan internasional, menggunakan prinsip-prinsip hukum umum

sebagai dasar untuk memutuskan sengketa. Prinsip-prinsip tersebut adalah abuse

of rights, state responsibility, liability principle dan principle of prevention.

Selain kasus Trail Smelter yang menggunakan bentuk penyelesaian secara

arbitrase adalah Kasus Lake Lanoux (Lake Lanoux Case) pada tahun 1957 antara

Prancis dan Spanyol. Arbitrase yang dibbentuk untuk menyelesaikan sengketa itu

menggunakan asas good faith (itikad baik). Dalam prespektif good faith, setiap

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
68

negara hendaknya hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan baik

bagi dirinya. Apa yang bermanfaat dan baik bagi dirinya, hendaknya juga

dirasakan sama oleh negara lain, dan apa yang dirasakan merugikan oleh negara

lain hendaknya juga dirasa merugikan oleh pelaku kegiatan. 47 Dengan demikian ,

suatu negara hendaknya tidak mengerjakan kegiatan yang hanya menguntungkan

dirinya dan merugikan negara lain. Atau, setiap negara hendaknya hanya

mengerjakan kegiatan-kegiatan yang tidak merugikan semua pihak.

Kasus Gut Dam juga menggunakan arbitrase dalam menyelesaikan kasus

ini. Kasus Gut Dam (Gut Dam Case) 1969 merupakan kasus meluapnya air Dam

Gut, milik Kanada, yang terletak pada bagian dari di sepanjang sungai St.

Lawrence. Luapan tersebut mengakibatkan genangan air dan erosi yang

merugikan warga negara Amerika Serikat yang tinggal di sekitar sungai St.

Lawrence. Kasus tersebut diselesaikan melalui arbiter dan Kanada bersedia

membayar ganti rugi yang diklaim oleh Amerika Serikat.

Bentuk penyelesaian secara litigasi adalah melalui pengadilan. Apabila

sengketa itu bersifat lintas batas maka diselesaikan melalui Mahkamah

Internasional. Mahkamah Internasional merupakan suatu cara penyelesaian

sengketa antar negara yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum dan

karena itu prosedur penyelesaian ini juga menghasilkan keputusan-keputusan

hukum. Karena keputusan-keputusan tersebut merupakan keputusan hukum maka

ia akan mengikat negara-negara yang bersengketa. Mahkamah Internasional

bersifat permanen, karena komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya

47
Ibid., hlm. 48
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
69

sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang

bersengketa.

Contoh kasus yang menyelesaikan sengketanya melalui Mahkamah

Internasional adalah kasus Corfu Channel. Kasus Terusan Korfu (Corfu Channel

Case) 1949 antara Inggris dengan Albania sesungguhnya bukan merupakan kasus

lingkungan hidup, namun prinsip-prinsip hukum internasional yang digunakan

oleh Mahkamah Internasional dalam memutus kasus tersebut dipandang sebagai

prinsip yang sangat relevan dengan penyelesaian kasus-kasus lingkungan

internasional.

Skema III: Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional

Negosiasi

Jasa-jasa baik

Mediasi

BENTUK-BENTUK Angket
PENYELESAIAN
SENGKETA
INTERNASIONAL Konsiliasi

Arbitrase

Pengadilan
Internasional

Sumber : Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta,


Sinar Grafika, 2004

Kasus-kasus diatas cenderung merupakan kasus-kasus pencemaran yang

bersifat lintas batas negara (transboundary pollution). Disamping itu terdapat juga

beberapa kasus yang memiliki sifat yang sangat berbeda, yaitu bersifat di luar

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
70

batas-batas semua negara (beyond jurisdiction) dengan variasi, pertama,

pencemaran yang bersumber pada kegiatan yang dilakukan di luar wilayah negara

tertentu dan kedua, dilakukan diluar wilayah negara dengan dampak langsung

terhadap wilayah tersebut.

B. Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan Internasional

dengan Hukum Lingkungan Nasional

Indonesia pun seperti negara-negara lain baru bangkit memperhatikan

limgkungan, setelah Konferensi Stockholm 1972. Bahkan Undang-Undang

tentang ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai peraturan

payung untuk lingkungan baru tercipta setelah lewat sepuluh tahun, yaitu tahun

1982. Undang-undang itu ialah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. sekarang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. 48

Pengaturan dan prinsip-prinsip yang terkandung didalam Undang-Undang

23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup selain berdasarkan oleh

falsafah negara tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan global

serta aspirasi internasional. Karena pengelolaan lingkungan hidup nasional juga di

pengaruhi lingkungan global maka dalam pengelolaan lingkungan hidup pun tidak

jauh berbeda dengan prinsip-prinsip dalam hukum lingkungan internasional

bahkan dalam penyelesaian sengketa lingkungan pun tidak jauh berbeda dari

penyelesaian sengketa lingkungan internasional.

48
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
hlm.30
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
71

Menurut pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan

Hidup yang selanjutnya disebut dengan UUPLH menyatakan bahwa sengketa

lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan

berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian

sengketa menurut pasal 30 ayat (1) ini sesuai dengan pasal 33 Piagam PBB

apakah itu melalui litigasi atau melalui non litigasi.

Upaya-upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup nasional :

1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan

Sebagaimana diatur dalam pasal 31, 32 dan 33 UUPLH. Dalam hal ini

dapat dipergunakan jasa baik pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan

mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan, atau

dibentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan

hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak oleh pemerintah dan/atau

masyarakat.

Timbulnya pemikiran untuk menyelesaikan sengketa lingkungan hidup

diluar pengadilan dilatar belakangi oleh sangat lambannya penanganan perkara

oleh pengadilan yang dapat memakan waktu yang cukup lama. Kemudian dengan

berkembangnya ADR (Alternative Disputes Resolution) yang telah banyak

dipergunakan di negara-negara maju untuk menyelesaikan sengketa lingkungan

dengan cepat. Dalam kepustakaan lingkungan ADR mendiskripsikan berbagai

bentuk mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup, yaitu meliputi proses

negosiasi, konsiliasi, mediasi, angket maupun melaui arbitrase

Pasal 31 UUPLH menyatakan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan

hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
72

bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tindakan tertentu guna menjamin tidak

akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan,

gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya tersebut dinyatakan

tidak berhasil oleh salah satu pihak.

Penjelasan dari pasal 32 UUPLH untuk memperlancar jalannya

perundingan di luar pengadilan, para pihak yang berkepentingan dapat meminta

jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk: 49

a. Pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.

Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para para

pihak yang berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan. Pihak ketiga

netral ini harus disetujui oleh para pihak yang bersengketa, tidak memiliki

hubungan keluarga dan/atau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang

bersengketa, memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau

penengahan, tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun

hasilnya.

b. Pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan

berfungsi sebagai arbiter dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan

mengikat para pihak yang bersengketa.

Dalam Pasal 33 UUPLH ditentukan :

“Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia

jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat

bebas dan tidak berpihak “.

49
Penjelasan dari Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
73

Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan sengketa lingkungan hidup

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Lembaga penyedia jasa

pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dimaksudkan sebagai suatu

lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan mekanisme pilihan

penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan

profesionalisme.

Lembaga penyedia jasa yang dibentuk pemerintah dimaksudkan sebagai

pelayanan publik. Dengan demikian, UUPLH telah membuka kesempatan

didirikannya lembaga baru tempat bernaung profesi di bidang penyelesaian

sengketa lingkungan yang berupa Lembaga Pelayanan Penyelesaian Sengketa

Lingkungan (LPPSL). Lembaga tersebut dibentuk oleh pemerintah dan atau

masyarakat. Di Jepang, lembaga serupa yang di bentuk pemerintah dikenal

dengan nama the Environmental Dispute Coordination Commission untuk tingkat

nasional dan the Environmental Dispute Council pada tingkat daerah. 50

2. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan merupakan

jalan terakhir setelah upaya-upaya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan

menemui jalan buntu atau tidak ditemukannya kesepakatan dalam menyelesaikan

sengketa lingkungan tersebut.

Ada beberapa hal yang terdapat dalam upaya penyelesaian sengketa

melalui jalur pengadilan menurut UUPLH. Dalam bidang keperdataan akan terkait

50
Kosnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta , 2002 , Hal. 403
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
74

dengan masalah ganti kerugian dan tanggung jawab perdata. Sedangkan dalam

bidang pidana akan terkait dengan pidana penjara dan denda. 51

Pasal 34 UUPLH menentukan :


(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
untuk membayar ganti rugi dan atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap
hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Dari pasal ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan

hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti

rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim

untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk :

1). Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai

dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;

2). Memulihkan fungsi lingkungan hidup;

3). Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.

Penjelasan ayat (2) dari pasal 34 UUPLH tentang pembebenan

pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah

pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi

lingkungan hidup. Dengan adanya ketentuan ini, maka penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatan berusaha agar secepat mungkin menyelesaikan tindakan tertentu

itu untuk menghindari diri dari pembayaran uang paksa tersebut.

51
Suhaidi, Perlindungan TerhadapLlingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber dari
Kapal: Konsekwensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Peraiaran Indonesia.
Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 262
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
75

Pasal 35 UUPLH menyatakan :

(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang
menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak
atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi
secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud dari ayat (1) jika
yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini :
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adannya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab
membayar ganti rugi

Penjelasan Pasal 35 ayat (1) menyatakan bahwa pengertian bertanggung

jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu

dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian.

Ketentuan ayat ini merupakan specialis dalam gugatan tentang perbuatan

melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat

dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini

dapat ditetapkan sampai batas tertentu.

Pasal 37 UUPLH memberikan pengaturan tentang gugatan perwakilan.

Dengan adanya ketentuan tentang gugatan perwakilan ini, maka yang dapat

mewakili masyarakat dalam jumlah besar ( class members) adalah kelompok kecil

(class representatives ) di dalam kelompok besar itu, bukan pihak luar. Gugatan

perwakilan ini dimana suatu kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili

masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
76

permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup.


52
Tujuan dengan adanya gugatan perwakilan ini adalah

1. Proses berpekara yang bersifat ekonomis (judicial economy)

Dengan gugatan perwakilan berarti mencegah pengulangan (repetition)

gugatan-gugatan serupa secara individual. Tidaklah ekonomis bagi pengadilan

apabila harus melayani gugatan-gugatan sejenis secara individual ( satu persatu).

Manfaat ekonomis ini juga ada pada diri tergugat, sebab dengan gugatan

perwakilan hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan

masyarakat korban.

2. Akses pada keadilan (access to justice )..

Apabila gugatan diajukan secara individual, maka hal tersebut

mengakibatkan beban bagi calon penggugat, seringkali beban semacam itu

menjadi hambatan bagi seseorang untuk memperjuangkan haknya di pengadilan.

Terlebih lagi apabila biaya gugatan yang kelak akan dikeluarkan tidak sebanding

dengan tuntutan yang akan diajukan. Melaui prosedur gugatan perwakilan,

kendala yang bersifat ekonomis ini dapat teratasi dengan cara para korban

menggabungkan diri bersama dengan class members lainnya dalam satu gugatan.

3. Perubahan sikap pelaku pelanggaran (behavior modification).

Dengan diterapkannya prosedur gugatan perwakilan berarti memberikan

akses yang lebih luas pada pencari keadilan ntuk mengajukan gugatan dengan cara

cost efficiency. Akses gugatan perwakilan ini dengan demikian berpeluang

52
Ibid, hlm. 428
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
77

mendorong perubahan sikap dari mereka yang berpotensi merugikan kepentingan

masyarakat luas.

Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat

berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain yang

sesuai dengan penjelasan pasal 38, yaitu :

1. Memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan

tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi

lingkungan hidup;

2. Menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena

mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;

3. Memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk

membuat memperbaiki unit pengolah limbah.

Tidak semua organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan

lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan berupa organisasi

tersebut harus berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasar

organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa

tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian

fungsi lingkungan hidup dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran

dasar. Dengan adanya persyaratan tersebut keberadaan organisasi lingkungan

hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan

hidup ke pengadilan, baik peradilan umum ataupun peradilan tata usaha negara,

tergantung kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam memeriksa dan

mengadili perkara yang dimaksud.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
78

Dari perumusan tersebut, tersurat kehendak awal UUPLH bahwa setiap

organisasi lingkungan berhak mengatasnamakan lingkungan, sebab organisasi

lingkungan otomatis bergerak di bidang lingkungan hidup. Ini berbeda dengan

LSM yang tidak seluruhnya bertujuan melestarikan fungsi lingkungan kecuali

LSM lingkungan.

Contoh kasus lingkungan hidup yang diselesaikan melalui pengadilan

adalah kasus pencemaran sungai belumai. Dari kasus ini masyarakat menuntut

pabrik-pabrik yang membuang limbahnya kesungai belumai sehingga

menyebabkan sungai belumai yang tadinya bersih mendadak menjadi kotor,

berbau, keruh dan warnanya berubah menjadi antara coklat, hitam kekuning-

kuningan, berminyak dan berlendir, dapat menimbulkan penyakit kulit (gatal-

gatal), dan ikan-ikan biasanya terdapat disungai banyak yang mati. Hal ini sangat

mengganggu kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang sangat bergantung

terhadap sungai tersebut.

Kasus tersebut diajukan ke pangadilan oleh masyarakat agar dapat dapat

pabrik-pabrik yang membuang limbahnya kesungai belumai untuk tidak

membuang lagi limbahnya kesungai dan mengganti kerugian masyarakat. Akan

tetapi putusan dari pengadilan bahwa pabrik-pabrik tersebut tidak bersalah karena

perusahaan tersebut telah memiliki UPL, alat bukti yang diajukan penelitiannya

tidak dilakukan secara seksama, teliti, dan tidak dilakukan oleh yang berwenang

dan air sungai belumai belum tercemar, masih dapat dipergunakan sesuai

peruntukkannya.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
79

C. Penyelesaian Sengketa Internasional terkait dengan Pencemaran Lintas

batas akibat kebakaran Hutan

Pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia

untuk saat ini memang belum menimbulkan sengketa antara negara-negara

ASEAN, terutama antara negara yang di dalam wilayahnya terjadi kebakaran

hutan dengan negara yang menderita akibat dampak dari kebakaran hutan dan

belum ada dasar hukum internasional yang kuat dan khusus mengatur tentang

pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan. Walaupun demikian Indonesia

tetap bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan yang terjadi di dalam wilayah

yurisdiksinya. Karena tanggung jawab negara dalam hukum internasional adalah

untuk mencegah terjadinya sengketa antar negara, disamping juga bertujuan

memberikan perlindungan hukum. Selain itu, prinsip tanggung jawab negara

merupakan salah satu prinsip yang penting dalam hukum internasional.

Banyaknya kasus yang dapat di jadikan acuan dalam menerapkan prinsip

tanggung jawab negara dapat dilihat dari di kawasan lain seperti Eropa dan

Amerika, berbagai persoalan lingkungan yang memiliki karakteristik lintas batas

negara, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber

kehidupan seperti sungai, danau dan lain sebagainya selalu di wujudkan dalam

suatu perjanjian yang didalamnya terdapat ketentuan hukum yang mengikat.

Dengan demikian apabila salah satu tidak memenuhi apa yang tertuang dalam

kesepakatan, maka pihak lainnya dapat meminta pertanggung jawab hukum atas

negara yang tegas.

Apabila dibandingkan dengan ASEAN, ASEAN juga mengeluarkan

kesepakatan yang menyinggung persoalan tanggung jawab negara dalam

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
80

hubungannya dengan pencemaran lintas batas sebagai akibat dari aktivitas negara

diwilayahnya yang berdampak terhadap negara lain yaitu terdapat dalam ASEAN

Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources, Kuala Lumpur,

1985.

Sebagaimana halnya dengan berbagai konvensi internasional yang

meletakkan dasar bagi diterapkannya prinsip tanggung jawab negara dalam upaya

perlindungan lingkungan hidup senantiasa muncul pada saat membicarakan

eksploitasi sumber daya alam dalam wilayah nasional suatu negara tetapi

berdampak terhadap negara lain, maka dalam ASEAN Agreement on the

Conservation of Nature and Natural Resources juga melatakkan dasar-dasar

prinsip tanggung jawab negara itu pada saat mengatur masalah dampak

lingkungan yang bersifat lintas batas.

Bila dihubungkan dengan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di

Indonesia, maka bentuk-bentuk perwujudan prinsip tanggung jawab negara dalam

ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources dapat

dikatakan belum dijalankan sebagaimana mestinya karena di lihat dari aspek

penegakan hukum dengan segala sanksinya, aspek kelembagaan yang tidak

permanen dan professional, tidak tersedianya peralatan dan teknologi pemadam

kebakaran hutan dan lahan yang memadai.

Jika sengketa lingkungan terjadi juga di antara negara-negara yang

berkaitan dengan dengan kebakaran hutan yang trjadi di suatu negara yang berasal

dari negara lain maka negara korban berhak meminta agar hal-hal yang

menyebabkan terjadinya pencemaran udara karena kebakaran hutan segera

dihentikan dan atau ditanggulangi dalam waktu yang wajar sesuai dengan kondisi

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
81

yang terdapat di negara yang menyebabkan pencemaran. Dan negara-negara

korban dapat juga menuntut kembali jika upaya-upaya yang dilakukan oleh negara

yang menyebabkan pencemaran sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam ASEAN pun terdapat pengaturan penyelesaian sengketa yang

termuat dalam the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) yang

ditandatangani di Bali, 24 Februari 1976. Bab IV TAC ( Pasal 13-17) memuat

pengaturan mengenai pnyelesaian sengketa secara damai. Berdasarkan Bab IV

TAC, terdapat 3 (tiga) mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa yang

dikenal negara-negara anggota ASEAN, meliputi: 53

1. Penghindaran timbulnya sengketa dan penyelesaian melalui negosiasi secara

langsung.

Pasal 13 TAC mensyaratkan negara-negara anggota untuk sebisa mungkin

dengan iktikad baik mencegah timbulnya sengketa diantara mereka. Namun

apabila sengketa tetap lahir dan tidak mungkin di cegah maka para pihak wajib

menahan diri untuk tidak menggunakan (ancaman) kekerasan. Pasal ini

selanjutnya mewajibkan para pihak untuk menyelesaikan melalui negosiasi secara

baik-baik (friendly negotiations) diantara mereka.

2. Penyelesaian sengketa melalui the High Council

Manakala negosiasi secara langsung oleh para pihak gagal, penyelesaian

sengketa masih dimungkinkan dilakukan oleh the High Council (pasala 14 TAC).

The Council terdiri dari setiap negara anggota ASEAN. Apabila sengketa timbul

maka the Council akan memberi rekomendasi mengenai cara-cara penyelesaian

sengketanya. The High Council juga diberi wewenang untuk memberikan jasa

53
Huala Adolf, Op.Cit, hlm1.29-131
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
82

baik, mediasi, penyelidikan atau konsiliasi, apabila para pihak menyetujuinya

(Pasal 15 dan 16 TAC).

3. Cara-cara penyelesaian sengketa berdasarkan pasal 33 ayat (1) piagam PBB.

Meskipun terdapat mekanisme di atas, TAC tidak meghalangi para pihak

untuk menempuh cara atau metode penyelesaian sengketa lainnya yang para pihak

sepakati sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB (Pasal 17

TAC). Dalam praktek, para pihak yang bersengketa lebih cenderung untuk

menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi langsung. Apabila cara negosiasi ini

gagal maka para pihak cenderung untuk menyelesaikannya secara hukum.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
83

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Beberapa permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian diatas maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia mempunyai dampak pada

lingkungannya. Sebaliknya, lingkungannya sendiri akan mempengaruhi

kegiatan manusia itu sendiri. Dalam hal ini, bukan berarti manusia harus

menghentikan setiap perubahan yang ada akan tetapi bagaimana manusia

menciptakan suatu keseimbangan yang dinamis dan memungkinkan manusia

terus melanjutkan pembagunan tanpa merusak lingkungan. Telah banyak

penemuan untuk memnfaatkan lingkungan sehingga lingkngan tetap terjaga.

Dengan demikian, perlindungan terhadap kekekalan lingkungan hidup

manusia secara global menjadi tujuan utama Konferensi Internasional

mengenai lingkungan hidup di Stockholm dalam tahun 1972 dan

Konferensi-konferensi lingkungan sesudahnya.

2. Perlindungan lingkungan dipandang sebagai sebuah kepentingan bersama

yang dapat diwujudkan jika terdapat kerjasama antar negara dalam lingkup

global maupun regional. Guna untuk mengatur masalah-masalah yang

berkaitan dengan kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang menimbulkan

dampak lingkungan yang bersifat lintas batas, di tingkat global sudah

ditetapkan dalam Konferensi Stockholm 1972. Sedangkan di tingkat

regional, ASEAN juga menghasilkan ASEAN Agreement on the

Conservation of Nature and Natural Resources, 1985. Rencana Aksi

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
84

Strategis Asean merupakan upaya menindaklanjuti Rekomendasi Agenda 21

yang mengharuskan adanya aksi prioritas yang berkaitan dengan

perlindungan udara dan perlindungan serta pengelolaan laut.

3. Dalam hukum internasional sudah ada ketentuan bahwa setiap negara

mempunyai tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan dalam

yurisdiksi suatu negara yang mempunyai dampak lingkungan terhadap

negara lain. Negara-negara yang berada dalam sistem ekologi yang

berdampingan harus bekerjasama menciptakan suatu upaya penyelesaian

sengketa lingkungan internasional apabila terjadi pencemaran yang bersifat

lintas batas. Hal ini sesuai dengan artikel 33 Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa mengenai pnyelesaian secara damai sengketa internasional.

B. SARAN

Setelah membahas permasalahan tersebut, dapat diambil sebuah masukan

dari saya untuk mengemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini.

1. Menyadari penting peranan dan fungsi ekologi hutan di Indonesia umumnya,

maka di perlukan rehabilitasi dan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang

efektif, efisien dan berkelanjutan dan dilandasi oleh peraturan perundang-

undangan.

2. Banyak peraturan di Indonesia yang menyangkut pengelolaan dan

pemakaian secara berkesinambungan, sayangnya Undang-Undang dari

peraturan itu kebanyakan tidak dilaksanakan. Oleh karenanya perlu upaya

penegakan hukum, meningkatkan kemampuan aparat dan kelembagaan

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
85

pemerintahan daerah, swasta dan masyarakat setempat untuk

mengembangkan sistem pengelolaan dan rehabilitasi hutan agar tidak terjadi

lagi kebakaran hutan.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
86

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar

Grafika, 2004.

Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Dalama

Hubungannya dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi

Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan), Tesis Pascasarjana

Universitas Padjadjaran, Bandung, 2000.

Arifin, Syamsul, Perkembangan Hukum Lingkungam di Indonesia, Universitas

Sumatera Utara Press, Medan, 1993.

Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar :

Yogyakarta, 2006.

Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku I: Umum, Binacipta,

Bandung, 1985.

Hamzah, Andi, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,

2005

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta , 2002.

Leviza, Jelly, Tanggung Jawab Hukum Bank Dunia dan IMF Atas Dampak

Negatif Kondisionalitas Pinjamannya di Negara-negara Berkembang,

Disertasi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2006.

Mauna, Boer, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2001.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
87

Mukono, H.J, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan

Saluran Pernapasan, Airlangga University Press, Surabaya, 1997.

Putra, Ida Bagus Wyasa, Hukum Lingkungan Internasional, Perspektif Bisnis

Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2002.

Silalahi, Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum

Lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1992.

Siregar, Arifin, dkk, Hukum Lingkungan Internasional, Kumpulan Materi

Penataran. Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 1997.

Siregar, Hasnil Basri, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional, Penerbit

Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan,

1998.

Soemarwoto, Otto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Penerbit

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

_______________, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Rineka Cipta,

Jakarta, 1995

Soejono, Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan, Rineka

Cipta, Jakarta, 1995.

Suhaidi, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dari Pencemaran yang

Bersumber dari Kapal: Konsekwensi Penerapan Hak Pelayaran

Internasional Melalui Perairan Indonesia, Jakarta, Pustaka Bangsa Press,

2004.

Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada

University Press, Yogyakarta, 1995.

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
88

Sunu, Pramudya, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT.

Gramedia, Jakarta, 2001.

Thohir, Kaslan A, Butir-Butir Tata Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Wardhana, Wisnu Arya, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset,

Yogyakarta, 2001.

Wijoyo, Suparto, Hukum Lingkungan: Mengenal Instrumen Hukum

Pengendalian Pencemaran Udara Di Indonesia, Surabaya, Airlangga

University Press, 2004,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kehutanan.

ARTIKEL/WEBSITE :

http://app.mfa.gov.sg/2006/press/view_press.asp?post_id=1887

http://www.haze-onlineor.id/news.php/ID= 0030702100607 . htm

http://www.adb.org/Documents/Books/AEO/2001/aeo2010.asp

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/13/0102.htm

http:// www.BBC.com/ indonesian/Ungkapan Pendapat Indonesia/ kirim asap

lagi.htm

http://www.cdm.or.id/id?q=kyoto

http://nanangsyah.blogspot.com/2007/09/bencana-kabut-asap.html

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
89

http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/kebkr_hut_riau_mak_2304

03

http://www.rsi.sg/ indonesian/wacanaindonesia/view/20070223211000/1/.html

http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan
Hukum Lingkungan Internasional, 2008.
USU Repository © 2009

Anda mungkin juga menyukai