PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di
sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan
proses berbuat melalui berbagai pengalaman (melihat, mengamati dan memahami sesuatu).
Dapat kita ketahui bahwa indikator belajar ditujukkan dengan perubahan dalam tingkah
laku. Dan untuk memantapkan fondasi pemahaman akan belajar, tentu kita perlu
mengetahui konsep dan teori belajar. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya
terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,
perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Pendidikan adalah Suatu usaha yang bersifat sadar dengan tujuan sistematis, terarah
pada perubahan tingkah laku menuju kedewasaan anak. Pendidikan juga merupakan proses
yang berfungsi untuk membimbing perkembangan diri sesuai dengan tugas perkembangan
dengan tugas yang dijalankan siswa itu. Keberhasilan pendidikan dapat diukur dengan
penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru di dalam kelas.
Namun, operasionalnya keberhasilan itu banyak pula ditentukan oleh manajemen
pendidikan di samping dipengaruhi oleh beberapa faktor pendidikan yang harus ada dan
juga terkait di dalamnya. Faktor tersebut adalah: (1) guru, (2) materi, dan (3) siswa. Faktor
guru merupakan faktor paling dominan dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru sebagai
perencana sekaligus sebagai pelaksana pembelajaran serta pemberi balikan untuk
memotivasi siswa dalam melaksanakan tugas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa posisi
guru dalam dunia pendidikan sangat penting. Berdasarkan fungsi dan perannya yang sangat
besar itu, maka idealnya seorang guru harus memiliki keprofesionalan dalam menjalankan
tugasnya.Jabatan guru merupakan pekerjaan profesi, oleh karena itu profesionalisme guru
sangatlah dibutuhkan dalam proses belajar mengajar.
Adapun makalah ini ditulis bertujuan untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
manajemen kelas yang diampu oleh Bapak Syafrilianto, M. Pd. Selain itu, penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui pengertian teori belajar, apa saja macam-macam teori belajar, pengertian
guru profesional, apa saja kriteria guru profesional, dan apa saja upaya peningkatan profesionalisme
guru.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI BELAJAR
Teori belajar dapat diartikan sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang
bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen berfungsi menjelaskan apa,
mengapa, dan bagaimana proses belajar terjadi pada si pelajar.2 Sebagai salah satu cabang ilmu
deskriptif, maka teori belajar . Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori
pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya,
tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya
memperoleh hasil optimal. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya
mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori
belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar.
Teori belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia
menurut pandangan john locke yaitu manusia merupakan organisme yang pasif. Locke
menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat
tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandagan ini muncul aliran belajar behavioristik-
elementeristik. Sedangkan menurut Leibnitz pandangan mengenai hakikat manusia adalah
organism yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada dasarnya
manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi. Titik
pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Dari pandangan ini muncul aliran belajar
yaitu belajar kognitif-holistik.3
1
Miterianifa. Strategi Pembelajaran Kimia. (Pekanbaru : Suska Pres. 2015.). Hal. 17.
2
Agus N. Cahyo. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. (Jogjakarta: DIVA Press. 2013).
Hal.20.
3
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 18
2
2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.4
1. Teori Behaviorisme
1. Thorndike
Salah satu penganut paham ini adalah Thornike. Ia menyatakan bahwa belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara periatiwa yang disebut
stimulus dan respon yang diberikan atas stimulus tersebut. Ia menyimpulkan bahwa
semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam
bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan
demikian, menurut pandangan ini, dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi
antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, teori Thondike ini disebut teori asosiasi.5
4
Slamet. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta. 2013). Hal 13.
5
Agus N. Cahyo. Log. Cit. Hal.27.
3
latihan), dan 3) The Law of Effect (hokum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini
merupakan prinsip yang menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa)
cenderung akan mendapatkan kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan.6
2. Pavlov
Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis
besar tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike ini
menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya
tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang diharapkan
muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah sebagai reinforc
ement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti pentingnya penciptaan kondisi
atau lingkungan yang diperkirakan dapat menimbulkan respons pada diri siswa.
3. E.R Guthrie
Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia
menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi :
“A combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence
tend to be followed by that movement” (Guthrie, 1952: 13). Secara sederhana dapat
diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau
mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan
diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama.7
4. John Watson
Pada tahun 1919, pakar psikologi berkebangsaan AS, J.B. Watson dalam
bukunya Psychology from the Standpoint of a Behaviorist mengkritisi metode
introspektif dalam pakar psikologi yaitu metode yang hanya memusatkan perhatian
pada perilaku yang ada atau berasal dari nilai-nilai dalam diri pakar psikologi itu
sendiri. Watson berprinsip hanya menggunakan eksperimen sebagai metode untuk
mempelajari kesadaran. Watson mempelajari penyesuaian organisme terhadap
lingkungannya, khususnya stimuli khusus yang menyebabkan organisme tersebut
memberikan respons. Kebanyakan dari karya-karya Watson adalah komparatif
yaitu membandingkan perilaku berbagai binatang. Karya-karyanya sangat dipengaruhi
karya Ivan Pavlov. Namun pendekatan Watson lebih menekankan pada peran stimuli
dalam menghasilkan respons karena pengkondisian, mengasimilasikan sebagian
besar atau seluruh fungsi dari refleks. Karena itulah, Watson dijuluki sebagai pakar
psikologi S – R (stimulus-response).
Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan asisten
risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita bernama
Albert. Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika balita
6
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 20
7
Ibid. Hal. 21
4
memegang tikus, Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras. Balita
menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut terhadap tikus.
Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut terhadap tikus.
Meskipun eksperimen Watson dan rekannya secara etika dipertanyakan,
hasilnya menunjukkan untuk pertamakalinya bahwa manusia dapat ‘belajar’ takut
terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun ketika stimuli tersebut
berasosiasi dengan pengalaman yang tidak menyenangkan, ternyata menjadi
menakutkan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa classical conditioning
mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan yang yang tidak
rasional dan berlebihan terhadap objek-objek tertentu atau situasi-situasi tertentu.
Pakar psikologi sekarang dapat memahami bahwa classical conditioning dapat
menjelaskan beberapa respons emosional seperti kebahagiaan, kesukaan, kemarahan,
dan kecemasan, yaitu karena orang tersebut mengalami stimuli khusus.8
5. B.F. Skinner
8
Fajar S. Teori Belajar. (UNS: Semarang). Diakses melalui http://fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04
/teori-belajar.pdf tanggal 01 Juni 2017 pukul 23.44 . Hal 4-7.
5
seseorang suatu perilaku yang telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan
dalam kesempatan lain namun situasinya sama.9
Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah
timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah
laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal
lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses
pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada
siswa.
2. Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
3. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai
dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
a. Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable)
b. Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
c. Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit
atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
d. Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam
ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam
hadiah (reward).
9
Fajar S. Op. Cit. . Hal 7-13.
6
Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk
memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku /
kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut:
Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori
behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah :
2. Teori Kognitivisme
Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek- aspek kognitif
dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkah laku sangat dipengaruhi
oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Teori-teori yang termasuk ke
dalam kelompok kognitif holistic di antaranya:
1. Teori Gestalt
Menurut teori ini belajar adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh
respon yang tepat untuk memn ecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting
bukan mengulangi hal yang dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Prinsip
belajar menurut Gestalt, antara lain:
a. Belajar berdasarkan keseluruhan
b. Belajar adalah suatu proses perkembangan
c. Siswa sebagai organisme keseluruhan
10
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 21-23
7
d. Terjadi transfer
e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman
f. Belajar harus dengan insight
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keninginan, dan tujuan
siswa
h. Belajar berlangsung terus menerus11
2. Jerome Bruner
2. Noam Chomsky
11
Slamet. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta. 2013). Hal 9-12..
8
memiliki “hardware” untuk bahasa sebagai hasil dari evolusi. Dengan menunjuk
fungsi vital disposisi biologis dalam perkembangan bahasa, teori Chomsky memukul
secara telak asumsi behavioris bahwa semua perilaku manusia dibentuk dan
dipertahankan melalui reinforcement (penguatan).
3. Teori Vygotsky
4. John Piaget
12
Fajar S. Op. Cit. . Hal 16-17.
9
Menurut piaget, pada saat manusia belajar telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaiotu
organisasi informasi dan adabtasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia
menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-sturktur pengetahuan yang sudah
disimpan atau sudah adasebelumnya dalam otak. Dengan proses organisasi ini, manusia dapat
memahami sebuah informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga
manusia dapat mengasimilasi atau mengakomodasi informasi atau pengetahuan tersebut.
Proses adabtasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menghubungkan atau
mengintegrasikan pengetahuan yang diterima manusia atau disebut asimilasi. Kedua,
mengubah struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan.13
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.14
13
Ibid.. Hal. 24
14
Agus N. Cahyo. Op. Cit. Hal.36.
10
Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis, pemikiran lebih
idealistik.
3. Teori Konstruktivisme
15
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 26.
16
Fajar S. Op. Cit. . Hal 30.
11
kemampuan mengetahui kapan informasi berganti (baru). Prinsip-prinsip konstruktivisme
sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005) adalah:
Aliran informasi dalam suatu organisasi merupakan elemen penting dalam hal
efektifitas secara organisasi. Aliran informasi dianalogikan sama dengan pipa minyak dalam
sebuah indusri. Menciptakan, menjaga, dan memanfaatkan aliran informasi hendaknya menjadi
kunci aktivitas organisasional. Aliran pengetahuan dapat diumpamakan
sebagai sebuah sungai yang berliku-liku melalui ekologi suatu organisasi. Di daerah
tertentu meluap dan di tempat lain airnya surut. Sehatnya ekologi belajar dari suatu organisasi
tergantung pada efektifnya pemeliharan aliran informasi.
12
memungkinkan pebelajar tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections)
yang mereka bentuk.17
Munculnya teori konstruktivisme secara eksplisit pada dasarnya adalah berkat Jean
Piaget, yang menegaskan perbedaan pendapatnya tentang mekanisme internalisasi
pengetahuan pada diri pembelajar. Ia berpendapat bahwa melalui proses akomodasi dan
asimilasi, individu mengkonstruksi pengetahuan baru dari pengalamannya. Asimilasi
terjadi ketika pengalaman baru dari individu cocok dengan representasi dunia nyata
dalam diri (internal) mereka. Mereka mengasimilasikan (menjadikannya sebagai bagian dari
dirinya) pengalaman baru itu dalam kerangka yang sudah ada. Asimilasi merupakan proses
membingkai kembali representasi mental seseorang dari dunia nyata supaya cocok dengan
pengalamannya yang baru. Akomodasi dapat dipahami sebagai suatu mekanisme bagaimana
mengubah suatu kegagalan menjadi keberhasilan melalui proses pembelajaran. Ketika kita
berharap bahwa dunia bekerja dengan cara sesuai keinginan kita, dan ternyata yang terjadi
adalah sebaliknya, maka kemungkinan besar kita mengalami kegagalan. Dengan
mengakomodasi pengalaman baru ini dan membingkai ulang model yang kita kehendaki,
kita memperoleh hal baru dari belajar tentang kegagalan.
Penting untuk dicatat bahwa konstruktivisme dengan sendirinya bukan merupakan
paedagogi tunggal yang istimewa. Kenyataannya, konstruktivisme menjelaskan bagaimana
berlangsungnya pembelajaran yang ideal, tanpa memandang apakah pembelajar
memanfaatkan pengalamannya untuk memahami materi ataukah digunakannya untuk
mencoba mendesain model pesawat terbang. Pada keduanya, teori konstruktivisme
menganggap yang penting adalah pembelajar mengkonstruksi pengetahuannya.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan
pendekatan paedagogi yang mempromosikan learning by doing.18
17
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 28
18
Fajar S. Op. Cit. . Hal 29.
13
2. Teori Skema
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau
skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan
bahwa pengetahuan kita tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita.
Dalam pembelajaran kita dapat menambahan skema yang ada sehingga dapat menjadi
lebih luas dan berkembang.19
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl Rogers dan Abraham Maslow.
Menurut Rogers, semua manusia yang lahir sudah membawa dorongan untuk meraih
sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten menurut diri
19
Agus N. Cahyo. Op. Cit. Hal.96
20
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 29
14
mereka sendiri. Rogers, seorang psikoterapis, mengembangkan person-centered therapy, suatu
pendekatan yang tidak bersifat menilai ataupun tidak memberi arahan yang membantu
klien mengklarifikasi dirinya tentang siapa dirinya sebagai suatu upaya fasilitasi proses
memperbaiki kondisinya. Hampir pada saat yang bersamaan, Maslow mengemukakan
teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya yang
bersifat hierarkhis. Pada bagian paling bawah dari hirarkhi ini adalah kebutuhan-kebutuhan
fisikal seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk. Di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta, dan kepercayaan diri yang berkaitan dengan
kebutuhan akan status dan pencapaian. Ketika berbagai kebutuhan ini terpenuhi, Maslow
yakin, orang akan meraih aktualisasi diri, suatu puncak pemenuhan kebutuhan dari
seseorang. Gagasan lain dari humanisme dapat diringkas sebagai berikut:
1. Setiap orang memiliki kapasitas untuk berkembang.
2. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.
3. Humanisme menekankan pentingnya kualitas hidup manusia.
4. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memperbaiki kehidupannya.
5. Persepsi pribadi seseorang terhadap dirinya sendiri lebih penting dari lingkungan
6. Setiap orang memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri.
7. Setiap orang seharusnya memberikan dukungan pada orang lain sehingga
semua memiliki citra diri yang positif serta pemahaman diri yang baik.
8. Carl Rogers menekankan pentingnya suasana lingkungan yang hangat dan bisa
menjadi terapi.
9. Abraham Maslow berpendapat bahwa potensi kita sesunggahnya tidak terbatas.
10. Terjadinya kebersamaan disebabkan adanya persepsi positif satu sama lain.
11. Rogers berpendapat bahwa seseorang akan tidak mempercayai hal-hal positif
dari dirinya dan rasa percaya dirinya rendah bila ada anggapan positif orang lain
namun bersyarat.
12. Konsep-diri adalah bagaimana seseorang mengenal potensinya, perilakunya,
dan kepribadiannya.
13. Realita adalah bagaimana sesungguhnya diri seseorang sedangkan idealisme adalah
bagaimana seseorang menginginkan dirinya menjadi apa.
14. Anggapan positif tanpa syarat, ketulusan dan empati membantu memperbaiki
hubungan seseorang dengan orang lain.
15. Seseorang akan bermanfaat bagi orang lain apabila terbuka terhadap pengalaman,
tidak terlalu mementingkan diri, peduli pada sekitarnya, dan memiliki hubungan
yang harmonis dengan orang lain.
16. Aktualisasi diri adalah dorongan untuk mengembangkan potensi secara penuh
sebagai manusia dari diri seseorang.21
21
Fajar S. Op. Cit. . Hal 20.
15
cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan
ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk):
1. Kecerdasan Bahasa
2. Kecerdasan Matematis/Logis
3. Kecerdasan Spasial
4. Kecerdasan Kinestetik
5. Kecerdasan Musikal
22
Miterianifa. Op. Cit. Hal. 31.
16
6. Kecerdasan Interpersonal
7. Kecerdasan Naturalis
Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa
merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan
proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh
guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan
antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali
karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa. 23
30 % pembelajaran langsung
30 % belajar kooperatif
30% belajar independent
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi
berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai
manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem
sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak
mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain
mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat
menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.24
23
Ibid Hal. 32.
24
Miterianifa. Strategi Pembelajaran Kimia. (Pekanbaru : Suska Pres. 2015.). Hal. 32.
17
melalui pengamatan berbeda dari classical dan operant conditioning karena tidak
membutuhkan pengalaman personal langsung dengan stimuli, penguatan kembali, maupun
hukuman. Belajar melalui pengamatan secara sederhana melibatkan pengamatan perilaku
orang lain, yang disebut model, dan kemudian meniru perilaku model tersebut.
Baik anak-anak maupun orang dewasa belajar banyak hal dari pengamatan dan imitasi
(peniruan) ini. Anak muda belajar bahasa, keterampilan sosial, kebiasaan, ketakutan, dan
banyak perilaku lain dengan mengamati orang tuanya atau anak yang lebih dewasa. Banyak
orang belajar akademik, atletik, dan keterampilan musik dengan mengamati dan kemudian
menirukan gueunya. Menurut psikolog Amerika Serikat kelahiran Kanada Albert Bandura,
pelopor dalam studi tentang belajar melalui pengamatan, tipe belajar ini memainkan
peran yang penting dalam perkembangan kepribadian anak. Bandura menemukan bukti
bahwa belajar sifat-sifat seperti keindustrian, keramahan, pengendalian diri, keagresivan,
dan ketidak sabaran sebagian dari meniru orang tua, anggota keluarga lain, dan teman-
temannya.
Menurut teori imitasi Bandura yang sangat berpengaruh, yang juga disebut teori
belajar sosial, empat faktor dibutuhkan oleh seseorang untuk belajar melalui
pengamatan dan kemudian menirunya: attention (memperhatikan), retention
(mengingat), reproduction (mereproduksi), dan motivation (dorongan). Pertama,
pembelajar harus menaruh perhatian pada detail-detail yang penting dari perilaku
model. Seorang wanita muda, melihat ayahnya memanggang roti tidak akan
berhasil menirukan perilaku ayahnya tersebut bila tidak menaruh perhatian pada
beberapa detail penting—bumbu, kuantitas, temperatur oven, durasi waktu
memanggang, dan sebagainya. Faktor kedua adalah retention—pembelajar harus
dapat mengingat atau menyimpan semua informasi dalam memorinya sampai
informasi itu berguna kelak. Jika seseorang lupa beberapa detail penting, ia akan
tidak dapat berhasil meniru suatu perilaku. Ketiga, pembelajar harus memiliki
keterampilan dan koordinasi fisik yang dibutuhkan dalam reproduction mereproduksi
perilaku tersebut.
Suatu alternatif dari teori Bandura adalah teori generalisasi imitasi. Teori
ini menyatakan bahwa orang akan meniru perilaku orang lain jika situasinya sama
dengan ketika peristiwa yang ditirunya diperkuat di masa lalu. Sebagai contoh, ketika
seorang anak muda meniru perilaku orang tuanya atau saudara tuanya, imitasi ini sering
diperkuat dengan senyuman, pujian, atau bentuk-bentuk persetujuan lain. Demikian
juga, ketika anak-anak menirukan perilaku teman-temannya, bintang olah raga,
atau selebritis, peniruan ini akan diperkuat—dengan persetujuan teman sebayanya,
jika tidak orang tuanya. Melalui proses generalisasi, anak tersebut akan memulai
meniru model-model tersebut pada kesempatan yang lain. Bila teori Bandura
18
menekankan proses berpikir dan motivasi peniru, teori generalisasi imitasi berpijak
pada dua prinsip dasar dari operant conditioning—penguatan dan generalisasi.25
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu
pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan
tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan demikian,
Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang
pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam
memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai
pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan
pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta
berhasil guna.29
Adapun mengenai kata Profesional , Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa
suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara
sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata prifesional
itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti
orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain,
pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka
pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
25
Fajar S. Teori Belajar. (UNS: Semarang). Diakses melalui http://fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04
/teori-belajar.pdf tanggal 01 Juni 2017 pukul 23.44 . Hal 41.
26
John M. Echols dan Hassan Shadili. Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), Cet.
Ke-23, Hal. 449.
27
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke- 3, Hal
105.
28
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru,. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007). Cet. Ke-1, Hal 45.
29
Ibid., Hal 46.
19
dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan yang maksimal.30
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian
dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan
seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru
yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga
ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru
yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang kaya di bidangnya.33
Berdasarkan yang telah dikemukakan diatas, seseorang yang profesional dapat dilihat
dari kualitas sikap pengetahuan yang dimiliki untuk menjalankan tugas-tugasnya, guru yang
profesional dituntut untuk harus memliki kompetensi yang layak untuk mengajar.Guru yang
30
Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2006. Cet. Ke- 20,
Hal. 14-15.
31
H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002). Cet. Ke-1, Hal.
86.
32
Arifin. Op. Cit. Hal. 105.
33
Kunandar. Op. Cit. Hal . 46-47.
20
profesional dapat melaksanaan tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi
maupun metode.Selain itu, juga ditujukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan
seluruh pengabdiannya.Guru yang professional hendaknya mampu memikul dan
melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,
masyarakat,bangsa, Negara, dan agamanya. Guru professional mempunyai tanggung jawab
pribadi sosial, intelektual, moral, dan spiritual.
1. Pendidik adalah induk jabatan profesional
Jabatan pendidik (guru) merupakan suatu jabatan yang strategis dalam menunjang
proses dan hasil kinerja pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
pendidik (guru) merupakan gerbang awal sekaligus sebagai representasi kondisi dan kinerja
pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa kinerja seorang pendidik akan banyak
memberikan pengaruh yang cukup bermakna bagi perwujudan kinerja pendidikan secara
efektif. Sehubungan dengan hal diatas, A Malik Fadjar, mantan Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan Nasional mengatakan: “al-thagirah ahammu’min al-maddah walakin al-mudaris
ahammu’ min al-thariqah”. Artinya : metode lebih utama dari materi, akan tetapi guru lebih
utama dari metode. Guru yang dimaksud adalah guru profesional.
Undang-undang republik indonesia No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,
menetapkan guru sebagai jabatan profesional secara resmi. Dalam bab 1 pasal 1 ayat (1) dan
ayat (4) dijelaskan sebagai berikut:
Dalam literatur kependidikan islam guru disebut dengan ustadz, mualim, murabbiy,
mursyid, mudarris, muaddib, dan muzakkiy. Sedangkan untuk guru profesional disebut ustadz
atau profesor. Seorang dikatakan profesional, bilamana dalam dirinya melekat sikap dedikatif
yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta
sikap continuous improvement yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbarui model-
model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya yang dilandasi oleh kesadaran yang
tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada
zamannya dimasa depan.34
34
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia. 2002). Hal. 126-132
21
menguasai kompetensi-kompetensi yang berlandaskan nilai-nilai ajaran islam (al-Qur’an dan
hadits).
Secara sederhana profesional guru dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Kewibawaan
2. Kompetensi keguruan, berupa : a. Kompetensi kepribadian, b. Kompetensi paedagogik,
c. Kompetensi sosial, dan d. Kompetensi profesional.
3. Kompetensi dalam penguasaan bahasa indonesia dan bahasa asing (arab dan inggris)
4. Kompetensi dalam penguasaan teknologi informasi
5. Nilai-nilai ajara islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits.
a. Kewibawaan
Kewibawaan berasal dari kata wibawa yang artinya pancara kelebihan seseorang atas
orang lain dalam suasana pengakuan dan penerimaan yang tulus dari orang lain itu.
Kewibawaan dapat diartikan sebagai suatu “kualitas pribadi” pada diri seseorang yang
membuat pihak lain menjadi tertarik, bersikap mempercayai, menghormati, secara sadar dan
suka cita, dan sekaligus akan mengikutinya.
Kewibawaan dalam hubungan profesionalitas pendidik adalah seberapa jauh seorang
pendidik (guru) menguasai kompetensi keguruan, maupun kompetensi pendukung lainnya.
Dalam hubungan dengan proses pembelajaran menurut Prayitno dkk, menyatakan bahwa
kewibawaan pendidik memasuki pribadi peserta didik, dan peserta didik “mengarahkan”
dirinya kepada pendidik. Disanalah terkembang pengakuan, penerimaan, dan pengakuan
peserta didik oleh pendidik di satu sisi, dan pendidik oleh peserta didik di satu sisi yang lain,
masing-masing menjadi subjek yang sangat berarti dan penuh makna.
b. Kompetensi keguruan
Kompetensi merupakan perilaku rasionak guru mencapai tujuan yang dipersyaratkan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukkan
oleh penampilan atau unjuk kinerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam
upaya mencapai suatu tujuan. Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional,
kompetensi paedagogik, dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
22
1) Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berhubungan dengan
pengembangan kepribadian sebagai seorang pendidik (guru). Diantara
kompetensi tersebut adalah:
a) Kemampuan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran islam
b) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar sesama umat
beragama
c) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem
nilai agama dan nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
d) Menghilangkan sifat tercela, dan menggantinya dengan sefai terpuji
(lakhalki dan tahalki)
e) Bersifat demokratis dan terbuka dari segala kritikan dan saran yang
bersifat positif dan konstruktif.
2) Kompetensi paedagogis
Kompetensi paedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik. Kompetensi tersebut diantaranya:
a) Memahami landasan kependidikan
b) Mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses
pembelajaran
c) Memahami, mengembangkan potensi peserta didik
d) Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang misalnya
maham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan konseling
e) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk
meningkatkan kinerja sebagai pendidik.
3) Kompetensi sosial
Kompetensi sosial merupakan kompetensi yang berhubungan dengan
kemampuan guru sebagai bagian dari anggota masyarakat. Kompetensi ini
diantarnya:
a) Kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan orang lain baik dengan
individu maupun dengan kelompok masyarakat
b) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap
lembaga kemasyarakatan
4) Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi ataun kemampuan yang
berhubungan dengan keahlian yang dimilikinya, diantaranya kemampuan
tersebut adalah:
a) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang
studi yang diajarkannya secara mendalam
b) Kemampuan dalam menguasai ilmu-ilmu lain secara generalis yang
berhubungan dengan keahliannya
c) Kemampuan dalam mengambangkan kurikulum mata pelajaran
23
c. Kompetensi dalam penguasaan bahasa
Seorang tenaga pendidik (guru) yang profesional harus mampu menguasai
bahasa asing (arab dan inggris), karena ia akan mendalami ilmun keislaman seperti
tafsir, hadits, fiqh, aqidah, tasawwuf, dan ilmu kalam maupun disiplin ilmu-ilmu
keislaman lainnya. Karena kenyataan empiris bahwa ilmu-ilmu tersebut ditulis
sekaligus dijelaskan dalam bahasa arab. Secara rasional sangat tidak memungkinkan
seeorang dapat menguasai disiplim ilmu-ilmu keisloaman seperti diatas tanpa memiliki
kemampuan yang utuh dalam bahasa arab. Begitu juga dengan ilmu lainnya yang
diperlukan dalam pengembangan profesi pendidik (guru) yang banyak ditulis dalam
bahasa inggris, seperti psikologi, management, sosiologi, antropologi, bimbingan
konseling, metodologi pembelajaran dan lain sebagainya.
Selain bahasa asing, penguasaan terhadap bahasa indonesia juga sangat
diperlukan bagi pendidik (guru) yang profesional. Karena dengan menggunakan bahasa
indonesia yang baik dan benar, maka materi pembelajaran akan mudah dipahami oleh
peserta didik, dan sekaligus dapat meningkatkan minat peserta didik terhadap materi
pembelajaran dari mata pelajaran yang diajarkan oleh pendidik tersebut.
35
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia. 2002). Hal. 126-132
24
1. Ahli (expert)
Keahlian yang dimaksudkan disini adalah dalam bidang pengetahuan yang diajarkan
dan ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru tidak hanya menguasai isi pengajaran yang
diajarkan, tetapi juga mampu menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan.
Pemahaman konsep dapat dilakukan bila guru juga memahami psikologi belajar. Psikologi
belajar membantu guru menguasai cara membimbing subyek belajar dalam memahami konsep
tentang apa yang diajarkan. Selain itu guru juga harus mampu menyampaikan pesan-pesa
pendidikan.
Jadi, guru harus menguasai prinsip-prinsip ilmu mendidik. Nampaknya, banyak guru
hanya ahli dalam mengejar tetapi kurang memperhatikan segi-segi mendidik. Pemahaman
seperti itu tidak akan bermanfaat bagi guru sebagai pendidik. Pengertian bertanggung jawab
menurut teori ilmu mendidik mengandung arti bahwa seorang mampu memberi tanggung
jawab terhadap diri sendiri, terhadap siswa, ornag tua, lingkungan sekitarnya, masyarakat,
bangsa dan negara, sesama manusia dan akhirnya pada tuhan yang maha pencipta. Dimensi-
dimensi tanggung jawab ini harus dikembangkan memalui seluruh pengalaman belajar
disekolah termasuk seluruh bidang studi yang diajarkan. Tanggung jawab juga dilihat dari sisi
lain dan punya aspek individu, sosial, etis, dan religius.
2. Memiliki rasa kesejawatan (etika profesi)
Salah satu tugas dan organisasi adalah menciptkan rasa kesejawatan sehingga ada rasa
aman dan perlindungn jabatan. Etika profesi ini dikembangkan melalui organisasi profesi
diciptakan rasa sejawat, semangat korps dikembangkan agar harkat dan martabat guru
dijunjung tinggi baik oleh korp guru maupun masyarakat pada umumnya.
Guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga pendidik yang mapu memberi dan
mengembangkan pengetahuan serta menumbuhkan apresiasi. Serta dapat membina karakter
peserta didik. Guru berfungsi sebagai pemberi inspirasi, menumbuhkan prakarsa, motivasi,
agar peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri.
Jadi, guru yang ahli mampu menciptakan situasi belajar yang mengandung makna relasi
interpersonal, sehingga peserta didik merasa menjadi manusia yang manusiawi dan merasa
punya jati diri. Guru dibentuk bukan hanya untuk memiliki seperangkat keterampilan khusus
saja, tetapi juga memiliki kiat mendidik serta sikap yang profesional.
3. Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab
Guru yang profesional disamping ahli dalam bidang nengajar dan mendidik, ia juga
memiliki otonomi dan tanggung jawab. Otonomi adalah suatu sikap yang profesional yang
disebut mandiri berdasarkan keahliannya. Guru yang profesional mempersiapkan diri
25
sematang-matangnya sebelum ia mengajar. Ia benar-benar menguasai materi yang akan
diajarkan dan bertanggung jawab atas segla tingkah lakunya.
Dalam undang-undang No. 8 tahun 1974 dan dijelaskan dalam Pidato Pembukaan
Kongres PGRI VIII, disebutkan bahwa ada sebanyak 10 ciri guru profesional, yaitu:
26
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat-
menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.
Karena jabatan guru merupakan pekerjaan profesi, maka seorang guru harus
profesional maka seorang guru harus profesional. Menyandang gelar profesional merupakan
kebanggaan tersendiri bagi para guru. Sementara profesional sendiri harus selalu diikuti dengan
konsekuensi yang sangat tinggi, semangat mendidik yang tak pernah padam, kompetensi yang
terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Selain kompetensi personal dan
kompetensi sosial harus melekat pada keseharian guru, satu kompetensi tertiunggi mengarah
pada keistimewaan guru adalah kompetensi profesi. Dalam hubungannya dengan tenaga
profesional kependidikan, tentunya kompetensi menunjuk pada performance atau perbuatan
yang bersifat rasional sesuai dengan alur profesinya dan memenuhi spesifikasi tertentu didalam
pelaksanaan tugas-tugas kependidikan. Diantara ciri-ciri guru yang profesional adalah guru
yang kompeten menguasai kompetensi tertentu.36
36
Ramayulis. Profesi dan Etika Keguruan. (Jakarta: Kalam Mulia. 2013). Hal,41-46.
27
dinyatakan lulus dan mendapat pengakuan berupa Sertifikat Kompetensi Pendidik dan telah
siap bekerja di lembaga pengguna (Dirjen Depdiknas, 2004).
Mencermati peran guru yang merupakan salah satu faktor bagi keberhasilan pendidikan
maka profesionalisme guru merupakan wacana yang sangat penting. Profesionalisme bukan
hanya sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap (attitude)
pada tatanan kematangan yang mempersyaratkan kemampuan dan keahlian serta berproses
secara terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme merupakan tanggung jawab
bersama antar LPTK, instansi yang berkecimpung di bidang pendidikan, PGRI dan
masyarakat.37
37
Nuraeni T, M.H. Profesionalisme Guru Indonesia di Era Globalisasi. Artikel E-Buletin Edisi Maret
2015 ISSN 2355-3189
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Belajar merupakan key term yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga
tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Di samping itu, peranan
penting belajar adalah sebagai bentuk mempertahankan kehidupan sekelompok umat
manusia di tengah persaingan antar bangsa lainnya yang lebih dulu maju karena belajar
Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling
berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar
2. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri profesional guru adalah
dapat membelajarkan siswanya tentang ilmu yang dikuasainya dengan baik, guru
masuk kedalam organisasi profesi keguruan untuk menjalin komunikasi terhadap
sesama guru dengan begitu dapat tukar fikiran cara mendidik anak dengan baik agar
mencapai karier yang lebih baik, mempunyai latar belakang yang baik terhadap
kependidikan keguruan yang guru memiliki peran sebagai pekerja yang profesional,
sebagai pekerja kemanusiaan, sebagai petugas kemasyarakatan, dan peran guru ini
sangat berpengaruh penting terhadap pengajaran sebab guru harus memiliki
kemampuan manajerial dan teknis, prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan hati
untuk melayani orang lain, guru harus memiliki kode etik yaitu norma-norma tertentu
sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat, guru
mempunyai otonomi dan rasa tanggung jawab, guru memiliki rasa pengabdian kepada
masyarakat dan guru harus bekerja dengan hati nurani agar apa yang ia berikan dapat
tersampaikan dengan baik yaitu mencerdaskan anak didik.
3.2 Saran
1. Untuk pendidik sebaiknya lebih memahami arti penting dan teori pokok dari belajar,
agar ada pendidik dapat mendampingi serta mebimbing secara efektif. Tenaga pendidik
hendaknya dapat memantau serta membimbing peserta didik selama fase belajar.
Diharapkan dengan tenaga pendidik memiliki kepemahaman yang baik mengenai
konsep dan teori belajar, maka akan semakin mempermudah peserta didik dalam
mencapai tujuan pendidikan
2. Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan,
pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah
profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Profesional (dari bahasa Inggris)
berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang yang digeluti. Menjadi profesional, berarti
menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam
melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas.
Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut
persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya
manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan
integritas yang dipadukan dengan skil atau keahliannya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Agus N. Cahyo. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. (Jogjakarta: DIVA Press.
2013).
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-
3.
H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002). Cet.
Ke-1.
John M. Echols dan Hassan Shadili. Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia, 1996),
Cet. Ke-23.
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru,. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007).
Cet. Ke-1.
Nuraeni T, M.H. Profesionalisme Guru Indonesia di Era Globalisasi. Artikel E-Buletin Edisi
Maret 2015 ISSN 2355-3189
Slamet. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta. 2013).
Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2006. Cet.
Ke- 20.
30