Anda di halaman 1dari 5

: Serba-Serbi Makna Kain Batik Untuk

Pernikahan Adat Jawa


Siapa yang tak mengenal batik? Motif yang menjadi kebanggaan Indonesia ini, memangpamornya sudah
mendunia. Keberagaman motif dan jenis batik Jawa yang ada saat ini, merupakan warisan budaya yang
diturunkan oleh para leluhur terdahulu.
Sejak dahulu, para leluhur mengenakan batik ini sebagai pakaian sehari-hari hingga pakaian kebesaran
seperti acara pernikahan adat jawa. Tidak hanya rakyat biasa, kain batik juga dikenakan oleh para
kesultanan dan anggota kerajaan di Keraton. Tidak heran jika batik menjadi bagian yang tak terpisahkan
dalam masyarakat Jawa.

Calon Pengantin Wajib Tahu: Serba-Serbi Makna Kain Batik Untuk


Pernikahan Adat Jawa

Acara pernikahan adat Jawa tidak bisa dilepaskan oleh kain batik yang dikenakan sebagai pelengkap gaun
atau kebaya pernikahan. Tetapi untuk sebuah pernikahan, kedua mempelai dianjurkan untuk menggunakan
kain batik bermotif yang diawali dengan kata “sida atau sido” yang berarti “jadi”. Mengapa? Karena
sebenarnya motif batik yang melekat pada kain-kain Jawa menyimpan cerita dan filosofi yang berbeda.
Jadi untuk kamu para calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan adat Jawa, wajib membaca
ulasan berikut. Sehingga kamu tidak asal pilih hanya berdasarkan keindahan coraknya saja.

1. Sido Mulyo
Kain batik Sido Mulyo berasal dari Banyumas dan memiliki pengaruh Keraton. Kain dengan motif ini
dapat dikenakan oleh kedua mempelai dalam pernikahan adat jawa, dengan makna agar kedua mempelai
hidup dalam kemuliaan, kebahagiaan serta limpahan rejeki.

2. Sido Luhur
Batik yang berasal dari daerah Keraton Surakarta ini dianjurkan digunakan oleh mempelai wanita di
malam pernikahannya. Sido Luhur ini sendiri memiliki makna keluhuran atau budi luhur yang dijunjung
tinggi dalam hidup.
Keluhuran disini bermakna secara materi maupun non materi. Keluhuran materi mengandung makna hidup
berkecukupan, mencukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai pekerjaan, jabatan,
pangkat / derajat maupun profesinya. Sedangkan keluhuran non materi antara lain terdiri dari keluhuran
budi, tindakan serta ucapan.
sumber : mantenhouse.com

3. Sido Asih
Kain batik asal keraton Surakata ini cocok digunakan mempelai wanita saat malam pesta pernikahan adat
jawa. Dengan makna yang baik bagi kedua mempelai, Sido Asih mengharapakan agar hidup rumah tangga
kedua mempelai selalu dipenuhi kasih sayang.

4. Sido Mukti
Sido mukti biasanya dikenakan oleh mempelai pria dan wanita saat menggelar pesta pernikahan adat jawa.
Makna dibalik corak kain batik ini adalah tercapainya mukti atau kemakmuran dalam kehidupan di dunia
maupun di akhirat. Selain itu kain ini juga melambangkan doa dan harapan akan masa depan yang baik.

5. Sido Wirasat
Motif batik ini memiliki makna akan sebuah nasehat yang selalu diberikan orang tua untuk menuntun
kedua mempelai dalam memasuki bahtera hidup berumahtangga. Pada kain batik Sido wirasat biasanya
disertai dengan paduan motif truntum.
Dilansir dari : rumahbatik.com

7SARES

Pernikahan adat Jawa © fotograferwedding.com

"Konsep pernikahan itu tentang welas asih," demikian kata perancang busana nusantara Era
Soekamto. Menurut Era yang juga mendalami batik, pernikahan dalam konsep Jawa adalah
hal yang sakral karena ada penyatuan makro dan mikro kosmos- ruh besar dan kecil, bukan
cuma menyatukan dua insan. Maka, kalau kita ingat-ingat lagi, pernikahan dalam adat Jawa
selalu punya makna filosofis di setiap pelaksanaannya bahkan sampai pada pemilihan busana.

Pernikahan adat Jawa identik sekali dengan kain batik. Motif batik, khususnya batik Jawa
pun punya arti tersendiri yang terkandung dalam setiap titik dan garis. Nah, dua elemen ini
yang lantas menjadi benang merah penyatuan dua ruh manusia yang menghadirkan cinta. Era
juga menjelaskan, batik sebagai medium komunikasi awalnya digunakan untuk
menyampaikan konsep transedental, pembuatnya melakukan meditasi dulu sebelum mulai
membatik sampai tingkat spiritualnya mumpuni.

Nah, setiap upacara pernikahan ala Jawa, motif batik yang dipakai pun berbeda-beda, begitu
pula batik yang dikenakan pengantin dan orang tua pengantin. Bagi kedua mempelai, motif
batik yang digunakan harus yang diawali dengan kata "sida atau sido" yang berarti "jadi".
Sementara itu motif batik yang dikenakan oleh orang tua adalah motif kain batik truntum. Di
balik itu semua, apa filosofinya?

Batik untuk mempelai pengantin

Motif-motif batik yang dikenakan oleh pengantin (foto: http://mantenhouse.com)

Sido Mulyo, digunakan oleh kedua mempelai pada saat pernikahan dengan makna agar kedua
mempelai hidup bahagia, sejahtera, mulia, dan dilimpahkan rejeki yang cukup.

Sido luhur, berasal dari Keraton Surakarta. Batik motif ini dianjurkan digunakan oleh
mempelai wanita di malam pernikahan. Keluhuran yang disampaikan dalam motif batik ini
bermakna dari segi materi dan non materi di mana kedua mempelai dapat hidup
berkecukupan dan keluhuran budi, tindakan, serta ucapan.

Sido Asih, batik ini juga dikenakan oleh mempelai wanita pada saat malam pesta pernikahan.
Makna di balik motif ini adalah agar hidup rumah tangga kedua mempelai senantiasa
dipenuhi kasih sayang.

Sido Mukti, biasanya dikenakan oleh mempelai pria dan wanita ketika pesta pernikahan.
Makna motif ini adalah agar tercapai kemakmuran dalam kehidupan kedua mempelai serta
masa depan yang baik.

Sido Wirasat, motif batik ini punya makna sebuah nasehat yang diberikan oleh orang tua
untuk menuntun kedua mempelai dalam memasuki bahtera hidup rumah tangga. Di motif ini
biasanya bersandingan juga dengan motif batik truntum.

Batik untuk orang tua pengantin


Motif batik yang dikenakan oleh orang tua pengantin (foto: http://mantenhouse.com)

Batik truntum, berasal dari kata tumaruntum yang artinya adalah menuntun. Kadang
dikaitkan juga dengan kata tentrem yang artinya tentramm. Orang tua pengantin
menggunakan batik motif ini agar orang tua mampu menuntun dan memberi contoh kepada
putra-putrinya dalam memasuki kehidupan rumah tangga. Kain motif truntum juga
melambangkan rasa cinta karena menurut ceritanya, kain motif truntum ini dibuat oleh
permaisuri Paku Buwono III, Ratu Kencono ketika sedang merindukan sang raja. Dari cerita
ini banyak yang mengatakan pula kalau batik truntum merupakan simbol cinta sang ratu
kepada raja.

Batik grompol, dalam bahasa Jawa artinya adalah bersatu. Kain batik motif ini biasanya
dipakai saat upacara pernikahan. Motif ini melambangkan harapan bahwa ketika sang putra-
putri sudah menjalani kehidupan berumah tangga, semua hal baik seperti rejeki, kebahagiaan,
kerukunan, dan ketentraman akan berkumpul menjadi satu dalam rumah keduanya. Selain itu,
motif ini juga menyampaikan bahwa pasangan baru dari ayah-ibu tersebut, sejauh apapun
mereka pergi meninggalkan orang tua, mereka akan tetap kembali dan mengingat
keluarganya.

Nah, di samping itu semua, ada beberapa motif batik yang tidak boleh dipakai untuk kegiatan
pernikahan, salah satunya adalah motif batik parang. Motif ini dulunya, pada masa Keraton
kuno memang hanya boleh digunakan oleh Raja dan keluarganya. Motif parang biasanya
digunakan pada upacara kerajaan dan menurut Era, motif parang sebetulnya digunakan untuk
upacara yang bersifat kepemimpinan.

Memang, menurut Era, kalaupun tidak mengenakan batik-batik tersebut sesuai dengan
faedahnya tentu tidak akan menimbulkan petaka bagi pernikahan. Namun, memang begitulah
batik yang punya ragam corak dengan berbagai filosofi yang berbeda-beda. Hal ini
menunjukkan bahwa batik adalah sebuah medium komunikasi yang sarat dengan pesan.

Anda mungkin juga menyukai