Anda di halaman 1dari 13

PENGERTIAN

Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Purwanto, 2001).

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. ( agung hidayat. 2009 )

ETIOLOGI

1. Secara pasti belum diketahui

2. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari

Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan oleh:

a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan,
fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.

c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.

PATOFISIOLOGI

Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses perkembangan embrionik
tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung
ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur
anoretal.

Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon antara 7-10 minggu
selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan
vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan
usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini mengakibatkan distensi
abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses
mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra
(rektourethralis).

KLASIFIKASI

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui
saluran fistula eksterna.Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina
atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.

2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.Pada
kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan
beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi yaitu :

a. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.

b. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada
pada posisi yang normal.

c. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya

4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat ( 2006 ), Suriadi dan Rita
Yuliani ( 2001 ), Fitri Purwanto ( 2001 ) adalah sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Medis

a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Untuk
anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti
perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong
rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat
atau scalpel.

b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B

c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca operasi.

d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat ( 2006 ), Suriadi dan Rita
Yuliani ( 2001 ), Fitri Purwanto ( 2001 ) adalah sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Medis

a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Untuk
anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti
perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong
rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat
atau scalpel.

b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B

c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca operasi.

d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

Penatalaksanaan Keperawatan

a. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output ) dan ukur TTV tiap 3 jam.

b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising usus, jumlah asupan
parental dan enteral.

c. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi, jaga kulit tetap kering.

d. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.

e. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan cara membersihkan
dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag
diganti segera setiap ada produksi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologist

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan
kantung rectum dari sfingternya.

3. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

1. Obstruksi

2. Perforasi

3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4. Komplikasi jangka panjang.

a. Eversi mukosa anal

b. Stenosis

5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6. Inkontinensia (akibat stenosis awal )

7. Prolaps mukosa anorektal.

8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

9. Sepsis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologist

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.


2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan
kantung rectum dari sfingternya.

3. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

1. Obstruksi

2. Perforasi

3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4. Komplikasi jangka panjang.

a. Eversi mukosa anal

b. Stenosis

5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6. Inkontinensia (akibat stenosis awal )

7. Prolaps mukosa anorektal.

8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)


9. Sepsis

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata klien

b. Riwayat keperawatan

c. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

d. Riwayat kesehatan masa lalu

2. Riwayat tumbuh kembang

a. BB lahir abnormal

b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami
trauma saat sakit

c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium

3. Pola nutrisi – Metabolik

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi.
Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.

4. Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan –
bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi

5. Pola Aktivitas dan Latihan

Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

6. Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

7. Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
8. Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi,
gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi

9. Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa
dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

10. Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi

11. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah
keuangan,

12. Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan
pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).

13. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus
melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi
lahir, tinja dalam urin dan vagina. Doengoes Merillyn, E. 2000

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa preoperasi:

1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.

3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

Diagnosa postoperasi:

1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan/ insisi luka.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap luka kolostomi.

4. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kolostomi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

L. FOKUS INTERVENSI

Perencanaan keperawatan pada diagnosa preoperasi:

1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

Tujuan: Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria hasil:

a. Penurunan distensi abdomen.

b. Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi:

a. Lakukan enema atau irigasi rektal.

b. Kaji bising usus dan abdomen.

c. Ukur lingkar abdomen.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

Tujuan: Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.

Kriteria hasil:

a. Output urin 1-2 ml/ Kg/ Jam.

b. Capillary refill 3-5 detik.

c. Turgor kulit baik.

d. Membran mukosa lembab.

Intervensi:

a. Pantau TTV.

b. Monitor intake-output cairan.

c. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV.


3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

Tujuan: Kecemasan orang tua dapat berkurang.

Kriteria hasil:

Klien tidak lemas.

Intervensi:

a. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan normal.

b. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua.

c. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi.

Perencanaan keperawatan pada diagnosa postoperasi:

1. Nyeri berhubungan dengan teruma pembedahan/ insisi luka.

Tujuan: Rasa nyeri teratasi/ berkurang.

Kriteria hasil:

a. Klien tampak tenang dan merasa nyaman.

b. Klien tidak meringis kesakitan.

Intervensi:

a. Kaji skala nyeri.

b. Kaji lokasi, waktu dan intensitas nyeri.

c. Berikan lingkungan yang tenang.

d. Atur posisi klien.

e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Kriteria hasil:
a. Penyembuhan luka tepat waktu.

b. Tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi:

a. Kaji area stoma.

b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma.

c. Tanyakan apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

d. Kosongkan kantong kolostomi setelah terisi ¼ atau ⅓ kantong.

e. Lakukan perawatan luka kolostomi.

3. Resiko infeksi berhubungan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap luka kolostomi.

Tujuan: Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil:

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi.

b. TTV normal.

c. Leukosit normal.

Intervensi:

a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

b. Pantau TTV.

c. Pantau hasil laboratorium.

d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.

e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

4. Perubahan eliminasi berhubungan kolostomi.

Tujuan: Gangguan pola eliminasi teratasi.

Kriteria hasil:

a. BAB normal.

b. Frekuensi buang air besar 1-2x/ hari.


Intervensi:

a. Kaji pola dan kebiasaan buang air besar.

b. Kaji faktor penyebab konstipasi/ diare.

c. Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum banyak dan mengandung tinggi serat jika
konstipasi.

d. Lakukan perawatan kolostomi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.

Kriteria hasil:

a. Menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan kolostomi dirumah.

Intervensi:

a. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat melakukan
perawatan.

b. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.

c. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal secara
tepat.

d. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.

e. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.

f. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,Agung . 2009. http//Askep Atresia Ani Pada Anak « Hidayat2's Blog.com yang diakses pada
tanggal 19 Mei 2012 pada pukul 09.45

Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana
Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Anak.Jakarta : Amarta
Jakarta.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester
(Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai