Anda di halaman 1dari 16

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru.(Cecily L.

Betz dkk,

2002). Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan hal yang umum selama masa kanak-

kanak tetapi lebih sering terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal (Donna L.

Wong, 2004 ). Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam

etiolgi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. (Dr.Rusepno Hassan dkk, 2007).

Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri

(stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus), atau virus (respiratory syncytial virus)

(Kathleen Morgan Speer, 2008). Peradangan pada paru yang tidak saja mengenai jaringan

paru tapi dapat juga mengenai bronkhioli (dr. taufan nugroho, 2011).

2. Etioligi

Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi,

pneumonia hypostatic, dan sindrom Loeffler. Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi

primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus, seperti morbilli atau varicella (Nursalam,

dkk,2008).

Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan

bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, dan Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih

besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae,

Haemophilus Influenzae, dan Staphylococcus Aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar

dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae

(Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).

Streptococcus Pneumoniae (pneumokokus) adalah penyebab yang paling sering dari

pneumonia bakteri, baik yang didapat dari masyarakat (kira-kira 75% dari semua kasus)

maupun dari rumah sakit. Staphylococcus Aureus (kokus gram positif) dan asil aerobik gram
negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, dan E. colli

menyebabkan sebagian besar pneumonia nosokomial (Price & Wilson, 2006).

3. Klasifikasi

a. Pembagian anatomis:

1) Pneumonia lobaris

Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh

infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan menggigil dan

pada bayi disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40C dan suhu ini biasanya tipe febris

kontinua. Nafas menjadi sesak, disertai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan

mulut dan nyeri pada dada (Dr Rusepno Hasan dkk, 2007)

Anak lebih suka tiduran pada dada yang sakit. Batuk mula-mula kering kemudian

menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang khas tampak setelah 1-2 hari. Pada

permulaan suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan.

(Ngastiyah, 2005)

2) Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi

dengan adanya napas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar

hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung

daripada luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan

dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah, nyaring halus atau sedang. Bila

sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar

keredupan dan suara pada suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada

stadium resolusi, ronki terdengar lagi. (Ngastiyah, 2005)


Bronchopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai

keadaan yang melemahkan daya tubuh. Sebagian infeksi primer biasanya hanya dijumpai

pada anak-anak dan orang tua. Beberapa keadaan yang dapat berkomplikasi

bronchopneumonia ialah: pertussis, morbilli, penyakit infeksi lain yang disertai demam,

infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyakit jantung, gizi buruk, alkoholisme menahun,

keadaan pasca bedah dan keadaan terminak sesudah penyakit lama. (dr. Sutisna Himawan,

1990)

3) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Bronkiolitis akut ialah suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi

atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan. Bronkiolitis akut

sebagian besar disebabkan oleh respiratory syncyal virus (50%). (Ngastiyah, 2005)

b. Pembagian pneumonia bakteri:

1) Pneumonia stafilokokus

Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong

pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan. Pada

umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1

tahun (Dr. Rusepno Hassan dkk, 2007)

2) Pneumonia streptokokus

Grup A Streptokokus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius

bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan pneumonia. Pneumonia

streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air

dan infeksi bakteri lain seperti pertusis, pneumonia pneumokokus. (Dr. Rusepno Hassan,

2007)

3) Pneumonia pneumokokus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe

1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada

anak ditemukan tipe 14,1,6,9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4

tahun dan mengurang dengan berkurangnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu

disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan

bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Dr. Rusepno Hassan,

2007).

Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan secara

sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose medis

dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk

menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat mendapatkan

penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:

a. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala:

1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu memuntahkan

semuanya, kejang atau anak letargis / tidak sadar.

2) Terdapat tarikan dinding dada dalam

3) Terdapat stridor (suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi)

b. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat adalah:

1) Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi napas 50x/menit atau lebih

2) Anak usia 12 bulan-5tahun apabila frekuensi napas 40x/menit atau lebih

c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat

berat.

(DR.Nursalam,M.Nurs dkk,2008).
4. Patogenesis

Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema masuk ke dalam

alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag akan membersihkan

debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke segala atau lobus yang sama,

atau mungkin ke bagian lain dari paru-paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui

saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro viscelaris. Karena jaringan

paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta aliran

darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi

perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat

oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnie. Pada keadaan yang berat bisa

terjadi gagal nafas (DR.Nursalam,M.Nurs dkk,2008).

Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari Pneumonia pneumococcus

merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumococcus umumnya mencapai alveoli lewat

percikan mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.

Setelah mencapai alveoli, maka Pneumococcus menimbulkan respon khas yang terdiri dari

empat tahap yang berurutan, yaitu:

a. Kongesti (4-12 jam pertama): eksudat serosa masuk krdalam alveoli melalui pembuluh

darah yang berdilatasi dan bocor

b. Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel

eritrosit, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.

c. Hepatisasi Kelabu (3-8 hari): paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami

konsolidasi didalam alveoli yang terserang

d. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali pada struktur semula (Price and Wilson,2006: 806).


5. Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga

sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam

kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.

Beberapa factor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah

imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang

kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik

invasif, etiologi nonifeksi yang relatif lebih sering, dan factor pathogenesis. Di samping itu,

kelompok usia pada anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit

berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya

infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,

keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala

infeksi ekstrapulmoner.

b. Gejala ganguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas cuping

hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis tanda klinis seperti pekak

perkusi,suara nafas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan

tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi

paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-

kadang keluhan gastrointestinal seperti mntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala

respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki,

dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivis, otitis media,
faringitis, dan laryngitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang

sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrate

alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Bila

terjadi epusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Gerakan

dada juga akan terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura

bertambah, sesak nafas semakin bertambah,tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan

berubah menjadi nyeri tumpul.

Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah

yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen data menyebar ke kuadran kanan bawah

dan menyerupai apendisitis.abdomen mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang

disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh

diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi

pneumonia (Nastiti N. Rahajoe dkk, 2008).

Tanda- tanda klinis utama termasuk hal-hal berikut ini:

a. Batuk

b. Dispnea

c. Takipnea

d. Sianosis

e. Melemahnya suara nafas

f. Retraksi dinding toraks

g. Napas cuping hidung

h. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)

i. Batuk paroksismal mirip pertusis (umumnya terjadi pada anak yang lebih kecil)

j. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit


(Cecily L. Betz dkk, 2002).

6. Pencegahan

a. Menghindarkan bayi/anak dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang

berpotensi penularan.

b. Menghindarkan bayi/anak dari kontak dengan penderita ISPA.

c. Membiasakan memberikan ASI.

d. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek terlebih jika disertai

suara serak, sesak nafas dan adanya retraksi.

e. Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke rumah

sakit jika kondisi anak memburuk.

f. Pemberian vaksinasi

g. Vaksin Pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumonia)

h. Vaksin Flu

i. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophillus influenzae type b)

(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/12/pengertianpneumonia.html)

B. Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pneumonia pada Balita

1. Umur Anak

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi

pengobatan (Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).

Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka

masih belum berkembang denga baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir
terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu (Price & Wilson,

2006).

Faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab atau etiologi pneumonia

(Ostapchuk, 2004).

a. Group B Strepptococcus dan gram negatif bakteri enterik merupakan penyebab yang paling

umum pada neonatal ( bayi berumur 0-28 hari) dan merupakan transmisi vertikal dari ibu

sewaktu persalinan.

b. Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri,

biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae (Correa, 1998)

c. Balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupkan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu

respiratory syncytial virus.

(Depkes RI, 2009).

2. Status Imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur

5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan

kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap

mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi

pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan

pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan

kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi dasar adalah imunisasi wajib yang sesuai Program Pengembangan

Imunisasi (PPI) yang terdiri dari BCG untuk mencegah penyakit tuberculosis, DPT untuk

mencegah penyakit diphteri, pertusis dan tetanus, imunisasi campak untuk mencegah

penyakit campak, imunisasi polio untuk mencegah penyakit polio, dan Hepatitis B untuk

mencegah penyakit Hepatitis B (Ranuh, 2005).


Imunisasi yang penting berkaitan dengan pneumonia antara lain imunisasi DPT,

campak, pneumokokus, dan Hib. Imunisasi DPT dan campak adalah imunisasi wajib yang

harus diberikan pada anak, sedangkan imunisasi pneumokokus dan Hib merupakan imunisasi

anjuran yang dapat diberikan pada anak karena memberikan kekebalan terhadap kuman

penyebab pneumonia.

Jenis-jenis imunisasi yang berhubungan dengan kejadian pneumonia adalah :

a. DPT

Imunisasi ini diberikan untuk mnimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan

terhadap penyakit diftia, tetanus dan pertusis (batuk rejan) yang salah satu gejala dari

penyakit pertusis adalah infeksi saluran pernafasan. Imunisasi ini diberikan lima kali pada

usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.

b. Vaksin Campak

Imunisasi ini bertujuan untuk mendapatkan kekebalan terhadp penyakitcampak secara aktif

dan komplikasi dari penyakit campak dapat menyebabkan pneumonia. Imunisasi ini

diberikan pada usia 9 bulan.

c. Hib

Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus Influenza type B

dan diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 15 bulan.

d. Pneumokokus

Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus Pneumonia dan

diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

(Depkes RI, 2009).


3. Status Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara

normal melalui proses digesti, absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolism dan

pengeluaran zat-zat sisa untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal

dari organ-organ serta menghasilkan energy (Supariasa dkk, 2002). Status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier).

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat

pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya

persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan

beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).

Ada empat bentuk nutrisi :

a. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode

tertentu

b. Specific defisiency: kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium,

Fe, dan lain-lain

c. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu

d. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya

LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low

Density Lipoprotein).

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut

Reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS (I

Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2002).


Tabel 2.1

Klasifikasi status gizi Balita berdasarkan WHO-NCHS

Indeks Status Gizi Ambang Batas


Berat badan menurut Gizi baik ≥ -2 SD s/d +2 SD

umur ( BB/U) Gizi kurang < -2 SD s/d ≥ -3 SD

Gizi buruk < -3 SD

Gizi lebih > + 2 SD


Tinggi badan menurut Normal ≥ -2 SD

umur (TB/U) Pendek ≥ -3 SD s/d < -2 SD


Berat badan menurut Normal ≥ -2 SD s/d +2 SD

tinggi badan (BB/TB) Kurus ≥ -3 SD s/d < -2 SD

Kurus sekali < -3 SD

Gemuk > + 2 SD

4. Pemberian ASI Ekslusif

WHO dan UNICEF mendefenisikan pemberian makan bayi yang optimal adalah

pemberian ASI ekslusif mulai dari saat lahir hingga 4-6 bulan dan makanan tambahan yang

sesuai diberikan ketika bayi sudah berumur 6 bulan. ASI merupakan makanan yang higienis,

murah, mudah diberikan, dan penelitian menunjukkan perkembangan kognitifnya lebih tinggi

dari pada bayi yang mendapat susu formula (Gibney, 2009)

ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi

juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah

pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu

faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).

Diagnosis
Diagnosis pneumonia kumoniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisis, foto toraks dan laboratorium. Gambaran klinis biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 o C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napasdan nyeri dada. Temuan pemeriksaan fisis
tergantung dari luas lesi di paru, pada auskultasi terdengar suara napasbronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika foto
toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di
bawah ini :
- batuk–batuk bertambah
- perubahan karakteristik dahak/purulen
- suhu tubuh > 38o C / riwayat demam
- pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
- leukosit > 10 000 atau < 4500

Penilaian derajat keparahan penyakit


Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penilaian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT) seperti tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Karakteristik penderita jumlah point

Faktor demografi
- Usia : laki-laki umur (tahun)
perempuan umur (tahun) – 10
- Perwatan di rumah +10
- Penyakit penyerta
Keganasan +30
Penyakit hati +20
Gagal jantung kongestif +10
Penyakit serebrovaskuler +10
Penyakit ginjal +10
Pemeriksaan fisis
- Perubahan status mental + 20
- Pernapasan > 30 kali/menit + 20
- Tekanan darah sistolik < 90 mmHg + 20
- Suhu tubuh < 35o atau > 40o C +15
- Nadi > 125 kali/menit +10
Hasil laboratorium / radiologi
- Analisa gas darah arteri : pH < 7,35 + 30
- BUN > 30 mg/dL + 20
- Natrium < 130 mEq/liter + 20
- Glukosa > 250 mg/dL +10
- Hematokrit < 30% + 10
- PO2 < 60 mmHg +10
-
Efusi pleura +10
PORT

Menurut American Thoracic Society (ATS) kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu
atau lebih kriteria dibawah ini.
Kriteria minor adalah sebagai berikut :
- Frekuensi napas > 30 x/menit
- PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik <90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


- Membutuhkan ventilasi mekanik
- Infiltart bertambah > 50%
- Membuthkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
- Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatamn > 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal membutuhkan dialisis
Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila dijumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini.
o frekwensi napas > 30 x/menit
o PaO2/FiO2 < 250 mmHg
o Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
o Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
o Tekanan sistolik < 90 mmHg
o Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna Napza (drug abuse)
Penderita yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) adalah penderita
yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi
mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu
(PaO2/FiO2 < 250 mmHg, foto toraks menunjukkan kelainan bilateral dan tekanan sistolik <
90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi perawatan Ruang
Rawat Intensif.

Penatalaksanaan
Beberapa kelompok studi membuat rekomendasi guideline penatalaksanaan CAP
seperti ATS mempublikasikan guideline tahun 1993 kemudian telah direvisi pada tahun 2001,
Infectious Diseases Society of America (IDSA) mempublikasikan guideline tahun 1998 telah
direvisi tahun 2000 dan pada tahun 2003. British Thoracic Sociaty (BTS) tahun 1993,
Canadian Infectius Diseases sociaty tahun 1993.
Penatalaksanaan penderita pneumonia komuniti perhatian terhadap klinis penderita
sangat diperlukan. Ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
resiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S Pneumoniae yang
resisten penisilin. Yang termasuk faktor modifikasi adalah :
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
- umur lebih dari 65 tahun
- memakai obat-obat golongan βlaktam selama tiga bulan terakhir
- pecandu alkohol
- penyakit gangguan kekebalan
- penyakit penyerta multiple
b. Bakteri enterik gram negatif
- penghuni rumah jompo
- mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru.
- mempunyai kelainan penyakit multiple
- riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
- bronkiektasis
- pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
- pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terkhir
- gizi kurang
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dapat dibagi 3 bagian yaitu : penderita rawat
jalan, penderita rawat inap di ruang rawat biasa, penderita rawat inap di ruang rawat intensif.
Penderita rawat jalan diberikan terapi suportif/simtomatik, istirahat di tempat tidur, minum
secukupnya untuk mengatasi dehidrasi, dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran,
pemberian antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam. Penderita rawat inap di ruang rawat
biasa terapi suportif yang diberikan : terapi oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi dan
koreksi dan elektrolit, obat simptomatik seperti antipiretik, mukolitik, antibiotik harus
diberikan kurang dari 8 jam. Penderita yang dirawat di ICU bila ada indikasi penderita
dipasang ventilator mekanik. Petunjuk terapi empiris menurut PDPI dapat dilihat pada tabel
2.

Anda mungkin juga menyukai