Anda di halaman 1dari 30

Identifikasi Forensik Pada Kasus Kematian Akibat Dugaan Keracunan

Kelompok A2

102013160 Jovei Kurniadi

102014088 Rio Josua Saputra

102014140 Try Satrio Wicaksono

102012402 Maria Aprilia Wekking

102013417 Putri Setiawati

102014034 Jessica Oswari

102014107 Dewi Dyanwahyuni Pps

102014137 Midellia Lintin

102014187 Galih Ayu Pratiwi

102014236 Shaliny A/P Aprulnathen

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510


Pendahuluan

Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang bekerja pada
tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksik dapat menyebabkan suatu
penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan mekanisme kerjanya
dalam tubuh manusia, racun dibagi menjadiyang bekerja lokal, sistemik, dan lokal sekaligus
sistemik. Racun yang bekerja local dapat bersifat korosif, irritant, atau anestetik. Racun yang
bekerja sistemik biasanyamempunyai afinitas terhadap salah satu sistem, contohnya
barbiturat, alkohol,digitalis, asam oksalat, dan karbon monoksida. Adapun racun yang
bekerja local maupun sistemik misalnya arsen, asam karbol, dan garam Pb.1
Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau, yang
dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat arang atau bahan
organik, baik dalam alur pengolahan hasil jadi industri, ataupun proses di alam lingkungan.
CO terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen.
Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom
karbon dan oksigen.

Prosedur Medikolegal

A. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP2


1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 134 KUHAP2
1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 179 KUHAP


1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. 1

B. Hak Menolak Menjadi Saksi/Ahli

Pasal 120 KUHAP2


1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah untuk mengucapkan janji di muka penyidik bahwa
is akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali
bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan
yang diminta.
Pasal 170 KUHAP
1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat serta martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

C. Bentuk Bantuan Dokter bagi Peradilan dan Manfaatnya

Pasal 180 KUHAP2


1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.

Pasal 183 KUHAP


Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.

Pasal 184 KUHAP


1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 185 KUHAP


1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di depan saksi
pengadilan.
2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah
terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
3) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila tidak
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi
itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat
membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi.
6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguh-
sungguh memperhatikan :
a. Penesuaiaan antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. Persesuaiaan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. Alasan yang mengkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang
tertentu;
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu tang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;
7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai dengan yang lain, tidak
merupakan alat bukti, namun apabila keterangan dari saksi yang disumpah dapat
dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. 1

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang
jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau
seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.
Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. 1

D. Sanksi bagi Pelanggar Kewajiban Dokter


Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambah sepertiga.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP2


Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak
dating secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak Sembilan ratus
rupiah. 1

E. Rahasia Kedokteran

Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran2


1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri. 2

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.

Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal
3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan
Pemerintah ini menentukan lain.

Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan


(Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak
atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan
pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut
dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. 2

Pasal 112 KUHP


Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-
keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau
dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 2

Pasal 322 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena


jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu. 2
Pasal 48 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (overmacht), tidak


dipidana.

Pasal 49 KUHP

1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
pada saat itu yang melawan hukum.
2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh
keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak
dipidana.

Pasal 50 KUHP2

Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak


dipidana.

Pasal 51 KUHP2

1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang


diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika
yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan
wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. 2

F. Bedah Mayat

Pasal 117 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan2


Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan
terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat
dibuktikan.
Pasal 118 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi.
2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya
identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 119 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapat
dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit.
2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian.
3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan
tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga terdekat pasien.
4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan
masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan diagnosis
dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.

Pasal 121 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter
sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
2) Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis
ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada
penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2

Pasal 122 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter
ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan
perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan.
3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan
bedah mayat forensik di wilayahnya.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan
Peraturan Menteri.

Aspek Hukum pada Kasus Kejahatan terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia

Pasal 89 KUHP

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

Pasal 338 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 339 KUHP

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau
untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan
hukum, diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua
puluh tahun.
Pasal 340 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun. 2

Pasal 344 KUHP

Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.

Pasal 345 KUHP

Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan
itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun kalua orang itu jadi bunuh diri.

Pasal 351 KUHP

1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352 KUHP

1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353 KUHP

1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
4 tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 354 KUHP2

1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun. 2

Pasal 355 KUHP

1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15 tahun.

Pasal 356 KUHP

Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:

1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, menurut undang-undang,
isterinya atau anaknya.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah.
3) Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum. 2

Pemeriksaan medis
Tanatologi

Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak). 3

Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ke tiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang
menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.

Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan
dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada
kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.

Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh beberapa
saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.

Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irriversible kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.

Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati
otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat
(rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera. 3

Tanda Tidak Pasti kematian

Tanda kematian yang tidak pasti adalah: (1) pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari
10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).; (2) Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit,
nadi karotis tidak teraba.; (3) Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.; (4)
Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dan otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran
daerah-daerah yang tartekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang
terlentang.; (5) Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap. 3

Tanda Pasti Kematian

Untuk melihat tanda pasti kematian seseorang, maka akan dapat ditemukan lebam mayat,
kaku mayat, penurunan suhu tubuh, pembusukan, adiposera, dan mummifikasi. 3

1. Lebam mayat
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
Tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk warna merah ungu pada
bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekann alas keras. Lebam
mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini,
lebam maya masih hilang memucat pada penekana dan dapat berpindah jika posisi
mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama
setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 2 jam, darah masih tetap cukup cair
sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di
tempat terendah yang baru.

2. Kaku mayat
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mai klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil)
kearah dalam (sentripetal). Teori lama menyembutkan bahwa kaku mayat ini menjalar
kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertankan
selama 12 jam dan kemudian menghlang dalam urutan yang sama. Faktro-faktor yang
mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh
yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-oto kecil dan suhu lingkung tinggi.

3. Penurunan Suhu Tubuh


Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu
benda ke benda yang lebih dingin, melalul cara radiasi, konduksi, evaporasi dan
konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau
seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan
kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian.
4. Pembusukan
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan
kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel
pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Pembusukan baru
tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah,
yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak
dekat dinding perut.
5. Adiposera
Adiposera (lilin mayat) adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca
mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena
menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin.
6. Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna
gelap, berkeriput dan tidam membusuk karena kuman tidak berkembang pada
lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,
aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).
Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal. 3

Toksikologi

Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejala-
gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan dan fisiologik yang
dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.

Berdasarkan sumber, dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan:
opium (dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger), berasal
dari hewan: bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut, mineral: arsen, timah hitam, atau sintetik:
heroin. Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat
di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga; misalnya
deterjen, desinfektan, insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri
dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam
makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta
‘racun’ dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedatif, dll.

Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi, misalnya racun
yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun yang
mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, yang
membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus
diubah menjadi nitrit). Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada
racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya perangsangan,
peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat
menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam dan basa
kuat: H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol, lisol, dan senyawa logam.

Racun yang bekerja sistemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem
misalnya barbiturate, alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap
jantung, CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal
dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang
diabsorpsi akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat. Tetra-etil lead yang masih terdapat
dalam campuran bensin selain mempunyai efek iritasi, jika diserap dapat menimbulkan
hemolisis akut.

Faktor mempengaruhi terjadinya keracunan, antara lain cara masuk, umur, kondisi tubuh,
kebiasaan, alergi, takaran, dan waktu pemberian. Keracunan paling cepat terjadi jika
masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain, berturut-turut ialah intravena,
intramuscular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat ialah melalui kulit yang
sehat. Untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya
pada barbiturat. Bayi premature lebih rentan terhadap obat karena ekskresi melalui ginjal
belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup. Penderita penyakit ginjal
umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung,
absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi
atau kosong. 3,4

Kriteria Diagnostic

Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan
racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang
bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan
racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta
terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai
dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-
benar kontak dengan racun.

Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah: keterangan


tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. 5

Berbagai Macam Zat Penyebab Keracunan


Keracunan Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) merupakan racun yang tertua dalam sejarah manusia. Sejak
dikenal cara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh asap yang mengandung CO.
Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak merangsang selaput lendir, dan
bersifat sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Sumber gas CO berasal
dari hasil pembakaran tidak sempurna dari karbon dan bahan-bahan organik yang
mengandung karbon. Sumber terpenting adalah motor yang menggunakanm bensin sebagai
bahan bakar, karena campuran bahan yang terbakar mengandung bahan bakar lebih banyak
dari udara sehingga gas yang dikeluarkan mengandung 3-7% CO. Sumber lain gas CO adalah
gas arang batu yang mengandung sekitar 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es
gas dan cerobong asap yang bekerja tidak baik. Gas alam jarang sekali mengandung CO,
akan tetapi pembakaran yang tidak sempurna tetap akan menghasilkan CO. Pada kebakaran
juga dapat terbentuk gas CO.
Farmakokinetik
CO hanya diserap ,melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin (Hb)
secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan
mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun yang
kumulatif dan ikatannya dengan Hb tidaklah tetap (reversibel). Setelah CO dilepaskan oleh
Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Absorpsi atau ekskresi CO ditentukan oleh
kadar CO dalam udara lingkungan, kadar COHb sebelum pemaparan, lamanya pemaparan
dan ventilasi paru. 5

Farmakodinamik
CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam
mengikat protein heme yaitu Hb, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a, a3) dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom
a3. Dengan diikatnya Hb, menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah
berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2 dan mengakibatkan terhambatnya disosiasi
Oksi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Konsentrasi CO dalam udara
lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala ataru
kematian.5

Tanda dan Gejala Keracunan


Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam darah. Berikut adalah
tabel yang menunjukkan kadar COHb beserta dengan gejala-gejala yang ditimbulkan.

Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik karena garam sianida dalam
takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat
seperti bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh nazi. Kematian akibat CN biasanya
terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan. Akan tetapi, dapat juga terjadi pada
kecelakaan di laboratorium, pada fumigasi pertanian dan gudang-gudang kapal. Sumber CN
dapat berupa hidrogen sianida (HCN) merupakan cairan jernih yang bersifat asam, larut
dalam air, alkohol, dan eter. Garam sianida yang dipakai dalam pengerasan besi dan baja,
dalam proses penyepuhan emas dan perak serta dalam fotografi. Sianida juga didapat dari
biji tumbuh-tumbuhan genus Prunus, singkong liar, umbi-umbian liar, temulawak, cherry
liar, plum, aprikot, amigdalin liar, jetberry bush, dan sebagainya. 5

Farmakokinetik
Garam sianida cepat diabsorpsi melalui saluran pencernaan. Sianogen dan uap HCN
diabsorpsi melalui pernafasan. HCN cair akan cepat diabsorpsi melalui kulit tetapi gas HCN
lambat. CN dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan kulit. Setelah
diabsorbsi, masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai CN bebas dan tidak berikatan dengan
hemoglobin, kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN
dalam tubuh menginaktifkan beberapa enzim oksidatif jaringan, terutama sitokrom oksidase
dengan mengikat bagian ferric-heme group dan oksigen yang dibawa oleh darah.
Selain itu CN juga secara refleks merangsang pernapasan dengan bekerja pada ujung
saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan bertambah cepat dan menyebabkan
gas racun yang diinhalasi makin banyak. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel
tidak dapat berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke dalam
jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Takaran toksik peroral adalah 60-90 mg
sedangkan takaran toksik untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Kadar gas CN dalam udara
lingkungan dan lama inhalasi menentukan kecepatan timbul gejala keracunan dan kematian.

Tanda dan Gejala Keracunan


Gas CN cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam
beberapa menit. Korban mengeluh terasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas,
hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobia, tinitus, pusing dan kelelahan.
Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari mulut, nadi cepat dan lemah,
pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak teratur, pupil dilatasi, dan refleks melambat.
Kemudian mayat berwarna merah terang dan bau amandel. 5

Keracunan Arsen
Arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan
tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus peracunan dengan arsen di masa sekarang ini.
Disamping itu keracunan arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam
industri dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi
dengan arsen. Sumber arsen dapat ditemukan pada industri dan pertanian terdapat dalam
bahan yang digunakan untuk penyemprotan buah-buahan, insektisida, fungisida, rodentisida,
pembasmi tanaman liar, dan pembunuhan lalat. Kadang-kadang juga didapatkan dalam cat
dan kosmetika. Arsen juga terdapat dalam tanah, air minum yang terkontaminasi, bir,
kerang, tembakau, dan obat-obatan.

Farmakokinetik
Arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan melalui kulit. Setelah
diabsorpsi melalui mukosa usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit, dan
tulang. Ekskresi terjadi dengan lambat melalui feses dan urin sehingga dapat terakumulasi di
dalam tubuh.

Farmakodinamik
Arsen menghambat sistim enzim sulfhidiril dalam sel sehingga metabolisme sel
dihambat. Pada orang dewasa kadar normal dalam urin 100 ug/L, rambut 0,5 mg/kg, dan
kuku 0,5 mg/kg. Kadar dalam rambut pada keracunan 0,75 mg/kg dan pada kuku 1 mg/kg
atau lebih.

Pemeriksaan kedokteran forensic

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang sampai saat
sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.

Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan


setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi
ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya
lebam mayat yang tidak biasa (cherry pink colour pada keracunan CO; merah terang pada
keracunan CN; kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, anilin, fenasetin dan kina); luka bekas
suntikan sepanjang bena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan morfin); bau
amandel (keracunan CN) atau bau kutu busuk (keracunan malation) serta bila pada autopsi
tak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy). 5
Traumatologi

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Trauma atau
kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari trauma atau
kecelakaan adalah luka, perdarahan dan atau skar atau hambatan dalam fungsi organ. Agen
penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain kekuatan mekanik, aksi
suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti
seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga
klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma. 5

Tempat Kejadian Perkara (TKP )

Tempat kejadian perkara ( TKP ) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat
terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian.
Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai
korban, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan dan kasus kematian mendadak ( dengan
kecurigaan).Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan : apa yang
terjadi, siapa yang tersangkut, dimana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan
apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut ? Pemeriksaan kedokteran forensik
di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP, yaitu
menjaga agar tidak mengubah TKP. Semua benda bukti yang ditemukan agar dikirim ke
laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai dengan prosedur. Bila korban masih
hidup maka tindakan yang paling utama dan pertama bagi dokter adalah menyelamatkan
koban dengan tetap menjaga keutuhan TKP. Pada kasus yang terjadi, korban didapatkan
dalam keadaan telah mati, maka tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara
kematian, menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.Bila perlu dokter
dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran riwayat medis
korban.1 Pada kasus ini, kedua mayat ditemukan berbaring di atas tempat tidurnya dengan
posisi terlentang. Tidak ada tanda-tanda perkelahian berupa luka dan segala sesuatu yang
berada di dalam ruangan tersebut masih tertata rapi seberti biasanya. Kedua korban
ditemukan dengan kamar terkunci dari dalam, yang menunjukan bahwa perkara kematian
yang terjadi berlangsung ketika kedua korban sudah berniat untuk beristirahat didalam
kamar.6

Interpretasi Temuan

Interpretasi Hasil Temuan


Berdasarkan kasus yang dibahas di atas ditemukan pasutri meninggal dalam ruangan
tertutup dan terkunci dan tidak ada tanda perlawanan. Semua tampak rapi menurut
keterangan anak korban dan ketua RT yang menemukan jenazah kedua korban. Dari
pemeriksaan awal tidak ditemukan tanda-tanda memar pada korban dan diketahui bahwa
korban merupakan orang yang cukup sukses. Diketahui bahwa anak korban telah
menghubungi pihak asuransi terkait kejadian tersebut.
Informasi yang didapatkan pada kasus diatas belum dapat membantu untuk
menentukan waktu kematian, penyebab kematian, dan kurangnya informasi dari TKP.
Dengan informasi yang didapat dapat disimpulkan 2 jenis kemungkinan penyebab
kematian korban yakni keracunan dan sudden death. Oleh karena itu pemeriksaan fisik dan
informasi dari TKP sangat diperlukan seperti identitas korban, pekerjaan, riwayat sosial
(apakah ada masalah), keadaan finansial korban, apakah ada masalah dengan keluarga,
teman, ataupun rekan bisnis, riwayat penyakit korban dan gaya hidup korban. Pemeriksaan
jenazah korban pada TKP sangat diperlukan untuk mengetahui perkiraan waktu kematian
korban, pengecekan ciri fisik yang muncul pada jenazah pasien seperti tanda-tanda
kekerasan, lebam mayat, perubahan pupil, warna kulit seperti bibir, dan pengecekan sampel
darah, rambut, kuku, air liur, urin dan bila ada feses. Benda-benda disekitar pasien seperti
gelas minum, obat-obatan, insektisida dan tidak menutup kemungkinan apabila ini
pembunuhan berencana yang sangat rapi, meracuni dengan gas CO sangatlah mungkin baik
menggunakan kompresor AC yang selalu diletakkan di luar rumah sehingga apabila
diletakkan genset di samping kompresor AC udara CO dapat masuk ke dalam ruangan dan
dapat meracuni. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dari korban di mana
pada saat sebelum tidur terjadi pemadaman sehingga korban menghidupkan genset dan
diletakkan di dalam rumah (akibat berbagai pertimbangan korban, hujan, takut dicuri, dll)
dengan berbagai pertimbangan dan udara CO dapat masuk ke kamar korban dan
meracuninya.
Anak korban yang telah menghubungi pihak asuransi membuat 2 asumsi yakni
anak korban memiliki niat untuk membereskan semua hutang-hutang orang tuanya
apabila ada atau memiliki niat membunuh. Anak korban sangat dekat dengan ayahnya
yang terlihat pada saat keterangan yang diberikan bahwa ayahnya biasa lari pagi tetapi
pada suatu pagi tidak melakukan kegiatannya. Pada kasus ini, kemungkinan disebabkan
oleh karena terjadi sudden death, hanya saja kejadian sudden death yang dialami oleh
dua orang akibat penyakit secara bersamaan sangatlah jarang ditemukan. Namun, tidak
menutup kemungkinan untuk kasus ini dapat juga disebabkan oleh keracunan. Apabila
kasus ini adalah keracunan, sang anak memiliki kesempatan yang sangat besar untuk
meletakkan racun baik dalam bentuk sianida di minuman korban atau bisa juga dalam
bentuk obat-obatan yang diberikan
Visum et Repertum

Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.9

Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu: 7

1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan


2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et
Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri
adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah
untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter
yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter
spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum. 7

Format Visum et Repertum


Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:

Visum et Repertum terbagi dalam 5 bagian: 7

1. Pembukaan: Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan, Tidak dikenakan materai,
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi: Identitas penyidik
(peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu Letnan Dua, Identitas
korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti, Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa,
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik), Identitas saat/waktu dan tempat
pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi: Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa, Semua
pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan diketahui
langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan
pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis (poin 3), Ilmu kedokteran forensik,
Tanggung jawab medis
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN no.
350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran
tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.
Contoh Visum et Repertum pada Korban I (Suami):

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Nomor : 78910-SK.III/2345/2-96 Jakarta, 14 Desember 2017

Lamp : Satu sampul tersegel

Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan

Atas jenazah Tn.A

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertanda tangan di bawah ini, Doni, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Ukrida
Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta
Selatan No.Pol : B/456/VR/XII/96/Serse tertanggal 12 Desember 2017, maka pada tanggal
empat belas Desember tahun dua ribu tujuh belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit
Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah
yang menurut surat permintaan tersebut adalah :

Nama : Tn.A

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur :

Kebangsaan :
Agama :

Pekerjaan : Pengusaha Perkayuan

Alamat :

Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai
lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.

Hasil Pemeriksaan :

1. Si pengusaha dan isterinya ditemukan tiduran di tempat tidurnya dan dalam


keadaan mati di dalam kamar yang terkunci di dalam.
2. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruangan tersebut.
3. Tidak ditemukan luka-luka
4. Tidak ada barang yang hilang

Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda perkelahian, dan tidak
ditemukan adanya luka. Karena data temuan hasil dari kasus tersebut tidak ada, maka untuk
interpretasinya dapat digolongkan dalam kematian mendadak.
Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.

Dokter yang memeriksa,

dr. Doni, SpF


Contoh Visum et Repertum pada Korban II (Istri):

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Nomor : 78910-SK.III/2345/2-96 Jakarta, 14


Desember 2017

Lamp : Satu sampul tersegel

Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan

Atas jenazah Ny.A

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertanda tangan di bawah ini, Sajid, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Ukrida
Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta
Selatan No.Pol : B/456/VR/XII/96/Serse tertanggal 12 Desember 2016, maka pada tanggal
empat belas Desember tahun dua ribu tujuh belas, pukul sembilan Waktu Indonesia bagian
Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat
permintaan tersebut adalah :

Nama : Ny.A

Jenis kelamin : Perempuan

Umur :

Kebangsaan :

Agama :
Pekerjaan :

Alamat :

Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai
lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.

Hasil Pemeriksaan :

1. Si isteri dan suaminya ditemukan tiduran di tempat tidurnya dan dalam keadaan
mati di dalam kamar yang terkunci di dalam.
2. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruangan tersebut.
3. Tidak ditemukan luka-luka
4. Tidak ada barang yang hilang

Kesimpulan
Pada mayat perempuan ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda perkelahian, dan tidak
ditemukan adanya luka. Karena data temuan hasil dari kasus tersebut tidak ada, maka untuk
interpretasinya dapat digolongkan dalam kematian mendadak.
Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.

Dokter yang memeriksa,

dr. Doni, SpF


Daftar Pustaka

1. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran


Forensik FKUI; 1994.p.1-25.
2. Budi S, et all. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI; 2007.p.49-51.
3. Ilmu Kedokteran Forensik. Keracunan karbon monoksida. 1st ed. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI; 1997.p.87-94.
4. Ilmu Kedokteran Forensik. Tanatologi. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI; 1997.p.25-36.
5. Budi S. Indonesian Journal Legal and Forensic Sciences. Peran ilmu forensik dalam
kasus-kasus asuransi. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.p.17-20.
6. Ilmu Kedokteran Forensik. Identifikasi forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Forensik FKUI;
1997.p.204-6.
7. Teknik Autopsi Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 2000.p.1-
45.

Anda mungkin juga menyukai