Kelompok A2
Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang bekerja pada
tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksik dapat menyebabkan suatu
penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan mekanisme kerjanya
dalam tubuh manusia, racun dibagi menjadiyang bekerja lokal, sistemik, dan lokal sekaligus
sistemik. Racun yang bekerja local dapat bersifat korosif, irritant, atau anestetik. Racun yang
bekerja sistemik biasanyamempunyai afinitas terhadap salah satu sistem, contohnya
barbiturat, alkohol,digitalis, asam oksalat, dan karbon monoksida. Adapun racun yang
bekerja local maupun sistemik misalnya arsen, asam karbol, dan garam Pb.1
Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau, yang
dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat arang atau bahan
organik, baik dalam alur pengolahan hasil jadi industri, ataupun proses di alam lingkungan.
CO terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen.
Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom
karbon dan oksigen.
Prosedur Medikolegal
Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau
seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.
Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. 1
E. Rahasia Kedokteran
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal
3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan
Pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak
atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan
pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut
dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. 2
Pasal 49 KUHP
1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
pada saat itu yang melawan hukum.
2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh
keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak
dipidana.
Pasal 50 KUHP2
Pasal 51 KUHP2
F. Bedah Mayat
Aspek Hukum pada Kasus Kejahatan terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau
untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan
hukum, diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua
puluh tahun.
Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun. 2
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan
itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun kalua orang itu jadi bunuh diri.
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353 KUHP
1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
4 tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.
1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun. 2
1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15 tahun.
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, menurut undang-undang,
isterinya atau anaknya.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah.
3) Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum. 2
Pemeriksaan medis
Tanatologi
Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak). 3
Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ke tiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang
menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.
Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan
dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada
kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh beberapa
saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irriversible kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati
otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat
(rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera. 3
Tanda kematian yang tidak pasti adalah: (1) pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari
10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).; (2) Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit,
nadi karotis tidak teraba.; (3) Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.; (4)
Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dan otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran
daerah-daerah yang tartekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang
terlentang.; (5) Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap. 3
Untuk melihat tanda pasti kematian seseorang, maka akan dapat ditemukan lebam mayat,
kaku mayat, penurunan suhu tubuh, pembusukan, adiposera, dan mummifikasi. 3
1. Lebam mayat
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
Tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk warna merah ungu pada
bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekann alas keras. Lebam
mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini,
lebam maya masih hilang memucat pada penekana dan dapat berpindah jika posisi
mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama
setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 2 jam, darah masih tetap cukup cair
sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di
tempat terendah yang baru.
2. Kaku mayat
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mai klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil)
kearah dalam (sentripetal). Teori lama menyembutkan bahwa kaku mayat ini menjalar
kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertankan
selama 12 jam dan kemudian menghlang dalam urutan yang sama. Faktro-faktor yang
mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh
yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-oto kecil dan suhu lingkung tinggi.
Toksikologi
Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejala-
gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan dan fisiologik yang
dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.
Berdasarkan sumber, dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan:
opium (dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger), berasal
dari hewan: bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut, mineral: arsen, timah hitam, atau sintetik:
heroin. Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat
di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga; misalnya
deterjen, desinfektan, insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri
dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam
makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta
‘racun’ dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedatif, dll.
Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi, misalnya racun
yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun yang
mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, yang
membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus
diubah menjadi nitrit). Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada
racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya perangsangan,
peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat
menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam dan basa
kuat: H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol, lisol, dan senyawa logam.
Racun yang bekerja sistemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem
misalnya barbiturate, alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap
jantung, CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal
dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang
diabsorpsi akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat. Tetra-etil lead yang masih terdapat
dalam campuran bensin selain mempunyai efek iritasi, jika diserap dapat menimbulkan
hemolisis akut.
Faktor mempengaruhi terjadinya keracunan, antara lain cara masuk, umur, kondisi tubuh,
kebiasaan, alergi, takaran, dan waktu pemberian. Keracunan paling cepat terjadi jika
masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain, berturut-turut ialah intravena,
intramuscular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat ialah melalui kulit yang
sehat. Untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya
pada barbiturat. Bayi premature lebih rentan terhadap obat karena ekskresi melalui ginjal
belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup. Penderita penyakit ginjal
umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung,
absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi
atau kosong. 3,4
Kriteria Diagnostic
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan
racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang
bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan
racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta
terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai
dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-
benar kontak dengan racun.
Farmakodinamik
CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam
mengikat protein heme yaitu Hb, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a, a3) dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom
a3. Dengan diikatnya Hb, menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah
berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2 dan mengakibatkan terhambatnya disosiasi
Oksi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Konsentrasi CO dalam udara
lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala ataru
kematian.5
Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik karena garam sianida dalam
takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat
seperti bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh nazi. Kematian akibat CN biasanya
terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan. Akan tetapi, dapat juga terjadi pada
kecelakaan di laboratorium, pada fumigasi pertanian dan gudang-gudang kapal. Sumber CN
dapat berupa hidrogen sianida (HCN) merupakan cairan jernih yang bersifat asam, larut
dalam air, alkohol, dan eter. Garam sianida yang dipakai dalam pengerasan besi dan baja,
dalam proses penyepuhan emas dan perak serta dalam fotografi. Sianida juga didapat dari
biji tumbuh-tumbuhan genus Prunus, singkong liar, umbi-umbian liar, temulawak, cherry
liar, plum, aprikot, amigdalin liar, jetberry bush, dan sebagainya. 5
Farmakokinetik
Garam sianida cepat diabsorpsi melalui saluran pencernaan. Sianogen dan uap HCN
diabsorpsi melalui pernafasan. HCN cair akan cepat diabsorpsi melalui kulit tetapi gas HCN
lambat. CN dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan kulit. Setelah
diabsorbsi, masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai CN bebas dan tidak berikatan dengan
hemoglobin, kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN
dalam tubuh menginaktifkan beberapa enzim oksidatif jaringan, terutama sitokrom oksidase
dengan mengikat bagian ferric-heme group dan oksigen yang dibawa oleh darah.
Selain itu CN juga secara refleks merangsang pernapasan dengan bekerja pada ujung
saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan bertambah cepat dan menyebabkan
gas racun yang diinhalasi makin banyak. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel
tidak dapat berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke dalam
jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Takaran toksik peroral adalah 60-90 mg
sedangkan takaran toksik untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Kadar gas CN dalam udara
lingkungan dan lama inhalasi menentukan kecepatan timbul gejala keracunan dan kematian.
Keracunan Arsen
Arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan
tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus peracunan dengan arsen di masa sekarang ini.
Disamping itu keracunan arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam
industri dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi
dengan arsen. Sumber arsen dapat ditemukan pada industri dan pertanian terdapat dalam
bahan yang digunakan untuk penyemprotan buah-buahan, insektisida, fungisida, rodentisida,
pembasmi tanaman liar, dan pembunuhan lalat. Kadang-kadang juga didapatkan dalam cat
dan kosmetika. Arsen juga terdapat dalam tanah, air minum yang terkontaminasi, bir,
kerang, tembakau, dan obat-obatan.
Farmakokinetik
Arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan melalui kulit. Setelah
diabsorpsi melalui mukosa usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit, dan
tulang. Ekskresi terjadi dengan lambat melalui feses dan urin sehingga dapat terakumulasi di
dalam tubuh.
Farmakodinamik
Arsen menghambat sistim enzim sulfhidiril dalam sel sehingga metabolisme sel
dihambat. Pada orang dewasa kadar normal dalam urin 100 ug/L, rambut 0,5 mg/kg, dan
kuku 0,5 mg/kg. Kadar dalam rambut pada keracunan 0,75 mg/kg dan pada kuku 1 mg/kg
atau lebih.
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang sampai saat
sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Trauma atau
kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari trauma atau
kecelakaan adalah luka, perdarahan dan atau skar atau hambatan dalam fungsi organ. Agen
penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain kekuatan mekanik, aksi
suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti
seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga
klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma. 5
Tempat kejadian perkara ( TKP ) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat
terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian.
Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai
korban, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan dan kasus kematian mendadak ( dengan
kecurigaan).Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan : apa yang
terjadi, siapa yang tersangkut, dimana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan
apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut ? Pemeriksaan kedokteran forensik
di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP, yaitu
menjaga agar tidak mengubah TKP. Semua benda bukti yang ditemukan agar dikirim ke
laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai dengan prosedur. Bila korban masih
hidup maka tindakan yang paling utama dan pertama bagi dokter adalah menyelamatkan
koban dengan tetap menjaga keutuhan TKP. Pada kasus yang terjadi, korban didapatkan
dalam keadaan telah mati, maka tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara
kematian, menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.Bila perlu dokter
dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran riwayat medis
korban.1 Pada kasus ini, kedua mayat ditemukan berbaring di atas tempat tidurnya dengan
posisi terlentang. Tidak ada tanda-tanda perkelahian berupa luka dan segala sesuatu yang
berada di dalam ruangan tersebut masih tertata rapi seberti biasanya. Kedua korban
ditemukan dengan kamar terkunci dari dalam, yang menunjukan bahwa perkara kematian
yang terjadi berlangsung ketika kedua korban sudah berniat untuk beristirahat didalam
kamar.6
Interpretasi Temuan
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.9
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu: 7
1. Pembukaan: Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan, Tidak dikenakan materai,
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi: Identitas penyidik
(peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu Letnan Dua, Identitas
korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti, Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa,
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik), Identitas saat/waktu dan tempat
pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi: Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa, Semua
pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan diketahui
langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan
pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis (poin 3), Ilmu kedokteran forensik,
Tanggung jawab medis
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN no.
350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran
tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.
Contoh Visum et Repertum pada Korban I (Suami):
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, Doni, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Ukrida
Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta
Selatan No.Pol : B/456/VR/XII/96/Serse tertanggal 12 Desember 2017, maka pada tanggal
empat belas Desember tahun dua ribu tujuh belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit
Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah
yang menurut surat permintaan tersebut adalah :
Nama : Tn.A
Umur :
Kebangsaan :
Agama :
Alamat :
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai
lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.
Hasil Pemeriksaan :
Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda perkelahian, dan tidak
ditemukan adanya luka. Karena data temuan hasil dari kasus tersebut tidak ada, maka untuk
interpretasinya dapat digolongkan dalam kematian mendadak.
Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, Sajid, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Ukrida
Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta
Selatan No.Pol : B/456/VR/XII/96/Serse tertanggal 12 Desember 2016, maka pada tanggal
empat belas Desember tahun dua ribu tujuh belas, pukul sembilan Waktu Indonesia bagian
Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat
permintaan tersebut adalah :
Nama : Ny.A
Umur :
Kebangsaan :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai
lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.
Hasil Pemeriksaan :
1. Si isteri dan suaminya ditemukan tiduran di tempat tidurnya dan dalam keadaan
mati di dalam kamar yang terkunci di dalam.
2. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruangan tersebut.
3. Tidak ditemukan luka-luka
4. Tidak ada barang yang hilang
Kesimpulan
Pada mayat perempuan ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda perkelahian, dan tidak
ditemukan adanya luka. Karena data temuan hasil dari kasus tersebut tidak ada, maka untuk
interpretasinya dapat digolongkan dalam kematian mendadak.
Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.