Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

SEORANG BAYI ATERM DENGAN DISTRES PERNAPASAN


DAN NEONATAL INFEKSI

Disusun oleh:

Rahim

030.12.218

Pembimbing :

Dr. Arifiyah, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 06 NOVEMBER – 13 JANUARI 2018


LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus dengan judul

Seorang Bayi Aterm Dengan Distres Pernapasan dan Neonatus Infeksi

Telah diterima dan disetujui oleh pembiming, dr. Arifiyah, Sp. A

sebagai syarat untuk menyelesaikan kepanitraaan klinik Ilmu Kesehatan Anak

di RSUD Kardinah

Periode 06 November – 13 Januari 2018

` Tegal, Desember 2017

dr. Arifiyah, Sp. A


iii
BAB I

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Rahim Pembimbing : dr. Arifiyah, Sp.A.

NIM : 030.12.218 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien Ayah Ibu

Nama By. Ny. S Tn. P Ny. S

Umur 1 hari 25 tahun 24 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Alamat Margadana, rt/rw 05/07 Tegal

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Pedagang IRT

Penghasilan - - -

Total penghasilan ± 4.000.000

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS (NPBI)

No. RM 899200

1
II. ANAMNESIS

Data anamnesis diperoleh secara alloanamnesis kepada ibu pasien (Ny. S, 24 tahun)
pada tanggal 15 Desember 2017 di bangsal Perina RSU Kardinah pada pukul 11.00 WIB

Keluhan Utama
Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang wanita hamil datang ke puskesmas pada tanggal 10 Desember 2017 pagi
dengan diagnosa G2P0A1, hamil 39 minggu dengan keluhan kencang-kencang sejak
semalam. Terdapat rembesan lendir, namun tidak terdapat rembesan cairan ketuban. Pada
pukul 1 siang, wanita tersebut melahirkan seorang bayi laki laki secara spontan, tanpa
penyulit. Kondisi bayi bugar, langsung menangis, gerak aktif, berat lahir 3000 gram, panjang
badan 48 cm, langsung minum ASI. Air ketuban ibu berwarna jernih.
Besoknya sekitar jam 9 pagi, pasien mengalami sesak napas. Napas bayi menjadi
cepat dan tidak teratur. Pasien langsung dibawa ke RSUD Kardinah oleh orang tua untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


Belum dapat dievaluasi

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, batuk-batuk lama, penyakit
jantung bawaan, diabetes melitus

Riwayat Lingkungan Rumah


Pasien tinggal di rumah milik orang tua ibu pasien . Rumah tersebut berukuran ± 14 x
5 m2, memiliki 2 kamar tidur dengan 1 kamar mandi dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai
ubin, berdinding tembok. Di rumah tersebut tinggal kedua orang tua pasien, nenek pasien, dan
pasien. Rumah rajin dibersihkan setiap hari dari mulai disapu sampai membersihkan debu-
debu ruangan. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada
siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap. Jarak septic tank
dengan wc ± 10 m.
2
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan pencahayaan baik.

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien berprofesi sebagai pedagang dengan penghasilan ± Rp 4.000.000,- per


bulan. Ibu pasien berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Penghasilan tersebut menanggung
hidup 4 orang, kedua orang tua pasien, nenek pasien dan pasien sendiri.

Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.

Riwayat Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien berusia 24 tahun saat mengandung pasien. Ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilannya secara teratur di puskesmas, posyandu, atau rumah sakit. Ibu pasien 2x
mendapatkan suntikan TT. Riwayat darah tinggi, perdarahan, kencing manis, kejang saat
kehamilan, infeksi saat kehamilan, ketuban pecah dini, riwayat minum obat tanpa resep
dokter dan jamu-jamuan selama hamil disangkal. Selama hamil ibu makan 3x sehari berupa
nasi, lauk pauk, sayur dan buah-buahan.

Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal cukup baik.

Riwayat Persalinan

o Tempat kelahiran : Puskesmas


o Penolong persalinan : Bidan
o Cara persalinan : Pervaginam, secara spontan
o Masa gestasi : 39 minggu, G2P0A1
o Air ketuban : Jernih
o Berat badan lahir : 3000 gram
o Panjang badan lahir : 48 cm
o Lingkar kepala : 38 cm
o Lingkar dada : Tidak ingat
o Langsung menangis : Menangis dan gerak aktif
o Nilai APGAR :-
o Kelainan bawaan : tidak ada
o Penyulit/ komplikasi : tidak ada
Kesan: Neonatus aterm, lahir secara Spontan , bayi dalam keadaan bugar

3
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan belum dapat dievaluasi

Corak Reproduksi Ibu


Ibu P1A1, Pasien merupakan anak kedua berjenis kelamin perempuan, anak pertama
keguguran saat usia kandungan 6 bulan.

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien mengaku saat ini tidak menggunakan kontrasepsi

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat lahir 3000 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 38 cm, lingkar dada –
Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik dan sesuai usia.

Riwayat Makan dan Minum Anak


Belum dapat dievaluasi

Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)


BCG - - - - - - -
DTP/ DT - - - - - - -
POLIO - - - - - - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B - - - - - - -

Kesan : Pasien belum diimunisasi

4
Silsilah Keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan tanggal 15 Desember 2017 di ruang Perina, pukul 11.00

A. Kesan Umum
Tampak sesak
Menangis : kuat Pucat : tidak ada
Gerak : aktif Sianosis : tidak ada
Retraksi : ada, minimal Ikterik : tidak ada
B. Tanda Vital
 Nadi : 106 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
 Laju nafas : 68 x/menit, reguler.
 Suhu : 35,9˚C
C. Data Antropometri
 Berat badan : 2915 gram
 Panjang badan : 48 cm
D. Status Generalis
 Kepala : mesosefali, ubun ubun besar teraba datar dan tidak tegang,
Molase (-)

5
 Rambut : rambut warna hitam, tipis, penyebaran merata, tidak mudah
dicabut.
 Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), oedem
palpebra (-), mata cekung (-), perdarahan (-)
 Hidung : bentuk normal, simetris, septum deviasi (-), sekret (-/-),
nafas cuping hidung (-), epistaksis (-/-)
 Telinga : normotia, secret (-/-), recoil (segera/segera)
 Mulut : bibir pucat (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
 Leher : pendek, simetris, pergerakan lemah
 Kulit : tidak tampak pucat, kuning, maupun sianosis
 Thorax :
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi
subcostal (+) minimal, sela iga (-)
 Palpasi : tidak ada hemitoraks yang tertinggal.
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
 Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V, 1 cm dari midklavikula sinistra
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: Bunyi jantung I, II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
 Inspeksi : tampak buncit, tali pusat (+)
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Palpasi : Supel, distensi (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak
teraba membesar.
 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
 Vertebra : spinda bifida (-), menigokel (-)
 Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anorektal : anus (+)
 Ekstremitas :

6
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

 Refleks primitive
Refleks hisap :+
Refleks rooting :+
Refleks moro : tidak dilakukan
Refleks palmar grasp :+
Refleks plantar grasp :+

E. Pemeriksaan Khusus

 Maturitas bayi
Berat bayi lahir : 3000 gram
Usia kehamilan : 39 minggu
Kesan : neonatus aterm, BBL normal
Ballard
Score

7
Maturitas Poin Maturitas fisik Poin
neuromuskular
Posture 1 Kulit 1
Square window 3 Lanugo 4
Arm recoil 3 Plantar surface 4
Popliteal angle 5 Payudara 3
Scarf sign 4 Mata/telinga 3
Heal to ear 4 Kelamin 4
Score : maturitas neuromuscular + maturitas fisik = 20 + 19 = 39 poin  usia
±38 minggu

Kurva Lubchenco

Kesan : maturitas bayi cukup bulan, sesuai untuk masa kehamilan

8
 Derajat Distres Pernapasan
Downe Score

Hasil : 4  distress respirasi sedang

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 11/12/2017 Pukul 13:34 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin L 14,5 g/dL 15,2 – 23,6
Leukosit 10,8 103/uL 13,0 – 38,0
Hematokrit L 42,6 % 44 – 72
Trombosit L 224 103/uL 229 – 553
Eritrosit L 3,9 106/uL 4,3 – 6,3
RDW H 16,9 % 11,5 – 14,5
MCV 108,7 U 98 – 122

MCH 37 Pcg 33 – 41
MCHC 34 g/dl 31 – 35

9
GDS 44 mg/dl 40 - 60

CRP Pos 96 mg/dl Negative


Elektrolit
Natrium 135 Mmol/L
Kalium 4,07
klorida 106

Pemeriksaan Radiologi: Foto Babygram

Kesan : Baby gram tidak tampak kelainan

VI. RESUME

Seorang wanita hamil datang ke Puskesmas pada tanggal 10 Desember 2017 pagi
dengan diagnosa G2P0A1, hamil 39 minggu dengan keluhan kencang-kencang sejak
semalam. Terdapat rembesan lendir darah, namun tidak terdapat rembesan cairan ketuban.
Pada pukul 1 siang, wanita tersebut melahirkan seorang bayi laki laki secara spontan, tanpa

10
penyulit. Kondisi bayi bugar, langsung menangis, gerak aktif, langsung minum ASI, berat
lahir 3000 gram, panjang badan 48 cm. Air ketuban ibu berwarna jernih.
Besoknya sekitar jam 9 pagi, pasien mengalami sesak napas. Napas bayi menjadi
cepat dan tidak teratur. Pasien langsung dibawa ke RSUD Kardinah oleh orang tua untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Setelah sampai di ruang perina RSUD Kardinah, dilakukan beberapa pemeriksaan,
yaitu pemeriksaan fisik, maturitas bayi, Downe score, serta pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan maturitas bayi didapatkan bahwa maturitasnya sesuai dengan usianya,
pemeriksaan Downe score menghasilkan nilai 4 yang berarti derajat distress respirasi sedang.

VII. MASALAH

1 Distres Respirasi
2 Neonatal Infeksi

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Gangguan jalan
 Faktor intrapulmonal
napas
 Faktor ekstrapulmonal
 Factor metabolik

Neonatal infeksi
 Anterpartum
 Durantepartum
 Post partum

IX. DIAGNOSIS KERJA

 Distres Respirasi
 Neonatal Infeksi
 Neonatal aterm

11
X. PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa

• Rawat intensif, observasi KU dan monitor tanda vital.


• Hangatkan bayi.
• Oksigenasi, pasang O2 CPAP PEEP 7, Fio2 35-40 %.
• Diet 8x 2-5 ml ASI/PASI
• Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi yang mungkin
Medikamentosa:

• IVFD D10% 11 ml/jam


- NaCL 3% (2meq) 22 ml
Dalam 500 ml D10%
- KCL ots (1meq) 5,5 ml
• Inj. Pycin 200mg/12jam
• Inj. Ca gluconas 1,5 ml/12jam
• Inj. Sibital 7,5 mg/12jam iv

XI. PEMERIKSAAN ANJURAN

 Pemeriksaan darah rutin ulang


 Pemeriksaan elektrolit
 Pemeriksaan CRP
 Pemeriksaan GDS
 Pemeriksaan IT Ratio

XII. PROGNOSA

Quo ad vitam : Dubia Ad bonam


Quo ad fungctionam : Dubia Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam

12
XIII. Perjalanan Penyakit (R. Dahlia)

12 Desember 2017 pkl. 08.00 13 Desember 2017 pkl 06.15


Tgl
Hari Perawatan ke-1 Hari Perawatan ke-2

S BBL 2 hari. Demam (-), kejang (-), tampak BBL 3 hari. Demam (-), kejang (-), sesak (-),
sesak (+), BAB/BAK (+), R. hisap (-), ASI BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (-),
(-), biru/kuning/pucat (-) biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, tampak sesak, KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
menangis dan gerak aktif (+), retraksi (+) menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-)
TTV : HR 140x/m, RR 66x/m, S 36,6 0C, TTV : HR 116x/m, RR 64x/m, S 36,7 0C,
SpO2 96% SpO2 93%
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : dbn Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (+), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-
(-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) /-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
Eks : AH +/+, CRT < 2” Eks : AH +/+, CRT < 2”
BB : 3000 g BB : 2875 g
Terpasang CPAP, PEEP 7, FiO2 40% Terpasang CPAP, PEEP 6, FiO2 35%
A 1. Distres Respirasi 1. Distres Respirasi (perbaikan)
2. N. Infeksi 2. Neonatal infeksi
3. N. Aterm 3. N. aterm
4. N. Seizure 4. N. Seizure
5. HIE
p 1. O2 CPAP 1. O2 CPAP ↓ PEEP 6 FiO2 30-35%
2. IVFD D10% 11 ml/jam 2. Terapi lanjut
a. NaCL 3% (2meq) 22 ml 3. Pycin H.3
b. KCL otsu (1 meq) 5,5 ml 4. Diet 8x 20-25 ml ASI/PASI
3. Inj. Pycin 200mg/12jam (H.2)
4. Inj. Ca gluconas 1,5ml/12jam
5. Inj. Sibital 7,5 mg/12jam

13
14 Desember 2017 pkl. 8.00 15 Desember 2017 pkl 09.00
Tgl
Hari Perawatan ke-3 Hari Perawatan ke-4

S BBL 4 hari. Demam (-), kejang (-), tampak BBL 5 hari. Demam (-), kejang (-), tampak
sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+),
(-), biru/kuning/pucat (-) biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, sesak (-), menangis KU : tampak sakit sedang, menangis dan gerak
dan gerak aktif (+), retraksi (-) aktif (+), retraksi (-)
TTV : HR 120x/m, RR 49x/m, S 36,5 0C, TTV : HR 141x/m, RR 64x/m, S 364 0C,
SpO2 100% SpO2 96%
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : dbn Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (- Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh
/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
Eks : AH +/+, CRT < 2” Eks : AH +/+, CRT < 2”
BB : 2405 g BB : 2915 g
Terpasang CPAP, PEEP 5, FiO2 30% Terpasang CPAP, PEEP 5, FiO2 30%
A 1. Distres Respirasi 1. Distres Respirasi
2. Neonatal infeksi 2. Neonatal infeksi
3. N. Aterm 3. N. aterm
4. N. seizure 4. N. Seizure
p 1. O2 CPAP ↓ PEEP 5 FiO2 25-30% 1. O2 CPAP
2. Terapi lanjt 2. Inf D10% + Na +CL 15 tpm
3. Inj. Phenobarbital/sibital 7,5mg/24jam 3. Inj. Pycin stop → inj. Cefotaxime
4. Diet 8x30-35ml ASI/PASI 150mg/12jm (H.1) + inj gentamicin
15mg/24jm (H.1)
4. Terapi lain lanjut
5. Inj sibital stop

14
6. Diet ASI/PASI 8 x 20-30ml (naik bertahap)

18 Desember 2017 pkl. 8.00 19 desember 2017 pkl 7.00


Tgl
Hari Perawatan ke-7 Hari Perawatan ke-8

S BBL 8 hari. Demam (-), kejang (-), tampak BBL 9 hari. Demam (-), kejang (-), tampak
sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+), sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+),
biru/kuning/pucat (-) biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, sesak (-), menangis KU : tampak sakit sedang, menangis dan gerak
dan gerak aktif (+), retraksi (-) aktif (+), retraksi (-)
TTV : HR 108x/m, RR 56x/m, S 36,1 0C, TTV : HR 104x/m, RR 52x/m, S 36,7 0C,
SpO2 95% SpO2 -
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : dbn Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (- Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh
/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
Eks : AH +/+, CRT < 2” Eks : AH +/+, CRT < 2”
BB : 2960 g BB : 2955 g
Terpasang O2
A 1. Distres Respirasi 1. Distres Respirasi
2. Neonatal infeksi 2. Neonatal infeksi
3. N. Aterm 3. N. aterm

15
4. N. seizure
p 1. O2 lowflow 0,5 L/m 1. O2 off, evaluasi
2. Terapi lanjut 2. Terapi lanjut (H.5)
3. Cefo + genta (H.4) 3. Cek CRP ulang
4. Latihan menetek 4. Rencana pulang
5. Cek CRP

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Distres Respirasi
Definisi

Gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui
PDA (Stark 1986). 1
Respiratory Distress Syndrome (RDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan
surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005). 1
ARDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispnea, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi.
Terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi
perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan
adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah
terjadinya kolaps paru 2

Epidemiologi
Sindrom distres pernapasan, juga dikenal sebagai penyakit membran hyaline, terjadi
hampir secara eksklusif pada bayi prematur. Kejadian dan tingkat keparahan sindrom
gangguan pernafasan berhubungan terbalik dengan usia gestasi bayi yang baru lahir.2
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome ) pada anak merupakan
penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian
neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi
prematur, insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-
80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu. (Yuliani, 2001).1

17
Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual
sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.3,4
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini.
Pada bayi prematur, sindrom distres pernafasan berkembang karena sintesis dan sekresi
surfaktan yang terganggu yang menyebabkan atelektasis, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(V / Q), dan hipoventilasi dengan hipoksemia resultan dan hiperkarbia. Analisa gas darah
menunjukkan asidosis pernapasan dan metabolik yang menyebabkan vasokonstriksi paru,
yang mengakibatkan integritas endotel dan epitel terganggu dengan kebocoran eksudat
protein dan pembentukan selaput hialin (oleh karena itu namanya). 2
Defisiensi relatif surfaktan menurunkan kepatuhan terhadap paru (lihat gambar di
bawah) dan kapasitas residu fungsional, dengan peningkatan ruang mati. Mismatch V / Q
yang dihasilkan besar dan shunt kanan-ke-kiri mungkin melibatkan sebanyak 80% dari curah
jantung.2

Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.5

18
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi
untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli
menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. 5
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang
berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).5

Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan.5
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada
bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu : pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru. Ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram

19
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat. 5

Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :5
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga kepatenan jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
o Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
o Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang, potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau
menajemen lanjut: 4
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir
tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama
terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik. 5
20
Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat
diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.5 Jika ada tanda
berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar
sepsis.
o Suhu aksiler > 39˚C
o Air ketuban bercampur mekonium
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>
18 jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai
ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Jika suhu normal, pantau bayi.
Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada tanda-tanda
kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai
menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O2 secara bertahap . Pasang pipa lambung,
berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum. 5
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali
tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi
tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan. 5

Gangguan nafas berat


Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan
ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar
sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu cara alternatif pemberian minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada
perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit. 5
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
21
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat
dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan )

2.2. Neonatal Infeksi


Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi dini)
dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si ibu
saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang diperoleh dari
lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain. 1

Infeksi awitan dini Infeksi awitan lambat

(Early Onset ) (Late Onset )


Terjadi dalam 72 jam pertama setelah lahir Terjadi lebih dari 72 jam setelah lahir

Sumber infeksi : Traktus genitalia maternal Sumber infeksi : Nosokomial atau


masyarakat
Presentasi klinis: Distres respirasi dan
pneumonia Presentasi klinis : Septikemia, pneumonia
atau meningitis
Faktor risiko predisposisi :
Faktor risiko predisposisi :
 BBLR (<2.500 gram) atau prematur
 Demam pada ibu dengan bukti infeksi  BBLR
bakterial dalam 2 minggu sebelum persalinan
 Prematuritas
 Ketuban keruh bercampur mekoneum dan
atau bau Sepsis didapat dari Rumah Sakit : Perawatan
 Ketuban pecah dini > 24 jam di ruang intensif, pemakaiaan ventilator
 Pemeriksaan dalam vagina selama persalinan mekanik, prosedur invasif, pemberian cairan
yang tidak bersih parenteral, penggunaan cairan untuk
 Partus lama mengatasi syok
 Asfiksia neonatorum
Adanya ketuban keruh bercampur mekoneum Sepsis didapat dari masyarakat : higiene
atau 3 kriteria di atas, indikasi untuk memulai buruk, perawatan tali pusat tidak bersih,
pemberian antibiotik. Bayi dengan 2 faktor pemakaian botol susu, pemberian makan
risiko harus dilakukan pemeriksaan skrining dini
sepsis dan diobati sesuai hasil kultur.

22
Epidemiologi

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mendapatkan angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000
bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Beberapa penyebab kematian bayi
disebabkan berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian
minum. Penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematuritas dan berat
badan lahir rendah/low birth weight (LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%. Sedangkan
penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1% (termasuk
tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.1

Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat intrapartum


saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat sumber infeksi dari
luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi
asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah dini. Kelompok virus yang sering
menjadi penyebab termasuk herpes simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B
yaitu virus yang jarang ditularkan secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman
termasuk Streptokokus grup B Gram negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama Escheria
coli), gonokokus dan klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu
yang terinfeksi secara langsung misalnya ibu yang mendrita tuberkulosis (meskipun dapat
ditularkan intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas kesehatan lain, atau
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi bakterial sistemik dapat terjadi kurang dari 1%,
penyakit virus 6%-8% dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri nosokomial 2%-25%
dari bayi yang dirawat di NICU. 5

Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada umumnya
disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan infeksi awitan lambat terjadi
sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama pasca persalinan dan akibat kolonisasi
nosokomial. Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada tahun
6

1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang
berkembang. Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi akibat paparan dengan kuman dan
sumber dari lingkungan pada saat pasca persalinan

23
Patogenesis

Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar
rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadap kuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari
orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.

Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :

1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui
batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi
umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini
ialah :

a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic


inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.
Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Mikroorganisme
dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah
lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam ), mempunyai
peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi
walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi
vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia
kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga
melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral
trush ”.

24
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi
dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.

Diagnosis

Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan dengan
pemeriksaan fisik serta laboratorium.

Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah
laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi
tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital tertentu, namun tiba-tiba
tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa kelainan tersebut disebabkan
infeksi.

Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang
tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat perhatian yaitu 6,9:

 Bayi malas minum


 Bayi tertidur
 Tampak gelisah
 Pernafasan cepat
 Berat badan turun drastis
 Terjadi muntah dan diare
 Panas badan dengan pola bervariasi
 Aktivitas bayi menurun
 Pada pemeriksaan dapat ditemui: bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura, dan kejang-kejang
 Terjadi edema dan sklerema

25
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu
“Bell Squash Score” dan “Gupte Score”: 10-1

 Bell Squash Score:


1. Partus tindakan
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4  Observasi NI; > 4  NI
 Gupte Score:
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
Hasil: 3-5  screening NI; > 5  NI

Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis, dan


pemeriksaan penunjang (laboratorium). Salah satu panduan yang digunakan untuk
mendiagnosis infeksi neonatal bahkan yang berlanjut menjadi sepsis tertera pada tabel
dibawah ini.

Kategori A Kategori B
• Kesulitan bernapas (misalnya, apnea, napas • Tremor
lebih dari 30 kali per menit, retraksi dinding • Letargi atau lunglai
dada, grunting pada waktu ekspirasi, • Mengantuk atau aktivitas berkurang
sianosis sentral) • Iritabel atau rewel

26
• Kejang • Muntah (menyokong kecurigaan sepsis)
• Tidak sadar • Perut kembung (menyokong kecurigaan
• Suhu tubuh tidak normal (tidak normal sepsis)
sejak lahir dan tidak memberi respons • Tanda klinis mulai tampak sesudah hari ke
terhadap terapi atau suhu tidak stabil empat (menyokong kecurigaan sepsis)
sesudah pengukuran suhu normal selama • Air ketuban bercampur meconium
tiga kali atau lebih, menyokong diagnosis • Malas minum sebelumnya minum dengan
sepsis) baik (menyokong kecurigaan sepsis)
• Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong kecurigaan sepsis)
• Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong kecurigaan sepsis)

Identifikasi faktor resiko infeksi harus menjadi perhatian khusus sehingga dapat
diberikan tatalaksana efektif seawal mungkin dengan harapan menurunkan mortalitas dan
memperbaiki morbiditas akibat sepsis. Pengelompokan faktor-faktor resiko sepsis menjadi
faktor resiko mayor dan minor merupakan salah satu langkah awal pendekatan diagnosis
sepsis neonatorum. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi,
harus tetap mendapatkan perhatian khusus. Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua
faktor risiko minor maka diagnosis sepsis harus dilakukan secara proaktif dengan
memperhatikan gejala klinis serta dilakukan pemeriksaan penunjang sesegera mungkin.
Adapun masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :

Kriteria mayor :

 Ketuban pecah >24 jam


 Denyut jantung janin yang menetap >160 kali per-menit
 Ibu demam ; saat intrapartum suhu >38C
 Korioamnionitis
 Ketuban berbau
Kriteria minor :

 Ketuban pecah antara 12-24 jam


 Jumlah leukosit maternal >15.000 sel/mL
 Ibu demam; saat intrapartum suhu > 37,5 C

27
 Apgar score rendah (menit ke-1 <5, menit ke- 5 menit <7)
 Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram
 Usia gestasi < 37 minggu
 Kehamilan ganda
 Keputihan pada ibu yang tidak diobati.
 Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati

Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
 Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
 Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk
sepsis awitan lambat
 Rasio I:T ( >0,18 )
 Trombositopenia (<100,000/mm3)
 C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
 ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu pertama
(nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)
 Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
 Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB) atau
ditemukan bakteri
 Pemeriksaan fibonektin
 Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor, interleukin-6,
dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen GBS & ECK 1
dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan countercurrent
immunoelectrophoresis.
 Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.
 Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
 Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda infeksi
yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.

28
 Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan
penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak

Analisis pada sistem hematologi sesaat setelah bayi lahir berperan sebagai indikator
diagnosis sepsis. Narasima dkk (2011) melakukan penelitian mengenai signifikansi
Hematological scoring system (HSS) pada diagnosis sepsis awitan dini pada bayi baru lahir.
Berdasarkan jumlah dari total HSS diklasifikasikan menjadi tidak ada sepsis apabila total skor
 2, probable sepsis jika skor 3-4 dan diagnosis sepsis atau infeksi apabila skor  5. Jumlah
PMN total mempunyai nilai sensitivitas (89,47%) paling tinggi diantara parameter hematologi
yang lain sedangkan rasio PMN total dan jumlah trombosit mempunyai nilai spesifisitas yang
sama sebesar 75% dalam membantu diagnosis sepsis awitan dini. Dengan mempertimbangkan
nilai sentivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa rasio I:T rasio merupakan tes yang paling terpercaya dalam mendiagnosis
sepsis. 11

Penyakit Infeksi pada Neonatus

Adapun beberapa penyakit infeksi yang dapat dialami oleh BBL yaitu :

A). INFEKSI BERAT

1.Sepsis neonatorum
Sepsis neonatorum atau meningitis sering didahului oleh keadaan hamil dan
persalinan sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik. Faktor resiko :
- Persalinan (partus) lama atau terlantar
- Persalinan dengan tindakan operasi vaginal
- Infeksi/febris pada ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD, lebih dari 24 jam
- Prematuritas & BBLR
- Gawat janin atau depresi neonatus

29
Tanda & gejala :
- Bayi tdk mau/tdk bisa menetek
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, & sangat lemah
- hipotermia/hipertermia, tetapi dpt normal
- Bayi gelisah& menangis
- Bayi kesulitan napas
- Dapat disertai kejang, pucat, atau icterus

Prinsip pengobatan:
- Metabolisme tbh dipertahankan kebutuhan nutrisi dipenuhi
- Pengobatan antibiotika scr IV
- Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x peberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x pemberian
- Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah & uji resistensi
- Fungsi lumbal & biakan cairan serebrospinalis & uji resistensi
- Tindakan & pengobatan lain diberikan atas indikasi

2. Meningitis pada Neonatus


Biasanya didahului oleh sepsis. Gejala :
- Mula -mula seperti sepsis kemudian disertai kejang,
- UUB menonjol, kaku kuduk
Pengobatan :
- Sama dgn pengobatan sepsis, hanya berbeda dalam lama pengobatan, yaitu 21
hari

3. Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang
septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex
menelan dan batuk yang belum sempurna. Gejala :
- Sering tidur atau letargia
- Berat badan turun drastic
- Kurang minum

30
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban pecah lama, keruh, bau
Pengobatan :
- Resusitasi pada bayi baru lahir
- Pertahankan suhu tbh
- Beri antibiotika spektrum luas_ampisilin+gentamisin
-
B). INFEKSI RINGAN

1. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat
bayi lewat jalan lahir14. Gejala :
- Konjungtiva hiperemis, edema palpebra, ada pus, mengeluarkan sekret kental
kehijauan/kekuningan
- Stadium lanjut_korne terserang_buta
- Diagnosis ditegakkan dgn pemeriksaan sekret mata
Tindakan :
- Bayi harus diisolasi
- Cuci mata bayi dengan larutan garam fisiologis sampai lendir hilang, keringkan
dengan kasa steril
- Beri tetes mata/salep antibiotika setiap 15 menit pd jam pertama_setiap 1 jam
selama 24 jam_3x sehari selama 3 hr sampai mata normal
- Beri antibiotika IM pada bagian depan lateral paha (penisilin kristalin) atau
ampisilin per oral
- Obati orang tua bayi dari gonorrhoeae

2. Infeksi Umbilikus (Omfalitis)


Merupakan infeksi pd pangkal umbilikus yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus. Gejala :
- Terdapat radang & mengeluarkan nanah, merah & ada edema
- Pada keadaan berat dapat menjalar ke hepar
- Pada keadaan kronik terjadi granuloma

31
Pengobatan :
- Berikan salep yag mengandung neomisin&basitrasin, serta salep gentamisin
- Bila terdapat granulomadiberi Argentinitras 3%

3. Monialisis
- Disebabkan jamur Candida albicans
- Tidak menimbulkan gejala
- Pada kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan antibiotika /
kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan jamur yang
kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan pada akhirnya
mengakibatkan kematian.

4. Stomatitis
Merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir, dan mukosa
mulut.

Pengobatan :
- Lokal dapat diberikan gentian violet 0,5% dioleskan pada lidah dan mukosa mulut
- Obat lain seperti nistatin dgn dosis 3x 100.000 unit/hr
- Dapat juga diberi ampoterisin (fungilin) selama 1 minggu

Prinsip Umum Pencegahan Infeksi

Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu
dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah
penyebaran infeksi : 15

o Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.


o Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan
infeksi.
o Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
o Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
o Gunakan teknik aseptik.
o Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan
atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
32
o Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
o Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi


Berikan perawatan rutin bayi baru lahir :

o Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi stabil, gunakan
kain katun yang direndam dalam air hangat untuk membersihkan darah dan cairan
tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari kulit bayi, kemudian keringkan kulit. Tunda
memandikan bayi kecil ( kurang dari 2,5 kg pada saat lahir atau sebelum usia gestasi
37 minggu ) sampai minimal hari kedua kehidupan.
o Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok bayi, atau
sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang direndam dalam air hangat
bersabun, kemudian keringkan area tersebut secara cermat.

Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar untuk
meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan putting

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto. 2007;h:146.


2. Definisi ARDS. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/976034-
overview#showall. Accessed on 5 Sept 17
3. Jon Palmer. Prematurity, Dysmaturity, Postmaturity. Neonatology. New Bolton
Center ; University of Pennsylvania. November 16 2005
4. Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto. 2007;h:146.
5. Kitterman J.Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1. Ed
20.Jakarta:EGC.2006;h:297-300
6. Piazza AJ,Stoll BJ.Digestive System Disorder.D:Kliegman RM,et all.Nelson
Textbook of Pediatric.Ed 18.Philadelphia.Saunders Elsevier.2007;h:755-756
7. William J C, 2010. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp. Diunduh
dari: http://www.merck.com tanggal 03 Juli 2010.
8. Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed
4.Australia:Blackwell Publishing.2008;h:254-257
9. Claud EC,Caplan M.Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Walker WA,et
all.PediatricGastrointestinalDisease.Massachuset:McGrawHill.2004;h:873-877
10. Caplan M.Neonatal Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Martin RJ,Fanaroff AA,Walsh
MC.Fanarof and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine Diseases of the Fetus and
Infant.Ed 8.Philadelphia:Mosby Elsevier:2006 ;h1403-1410

34

Anda mungkin juga menyukai