Disusun oleh:
Rahim
030.12.218
Pembimbing :
di RSUD Kardinah
I. IDENTITAS PASIEN
Penghasilan - - -
No. RM 899200
1
II. ANAMNESIS
Data anamnesis diperoleh secara alloanamnesis kepada ibu pasien (Ny. S, 24 tahun)
pada tanggal 15 Desember 2017 di bangsal Perina RSU Kardinah pada pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama
Sesak napas
Seorang wanita hamil datang ke puskesmas pada tanggal 10 Desember 2017 pagi
dengan diagnosa G2P0A1, hamil 39 minggu dengan keluhan kencang-kencang sejak
semalam. Terdapat rembesan lendir, namun tidak terdapat rembesan cairan ketuban. Pada
pukul 1 siang, wanita tersebut melahirkan seorang bayi laki laki secara spontan, tanpa
penyulit. Kondisi bayi bugar, langsung menangis, gerak aktif, berat lahir 3000 gram, panjang
badan 48 cm, langsung minum ASI. Air ketuban ibu berwarna jernih.
Besoknya sekitar jam 9 pagi, pasien mengalami sesak napas. Napas bayi menjadi
cepat dan tidak teratur. Pasien langsung dibawa ke RSUD Kardinah oleh orang tua untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Riwayat Persalinan
3
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan belum dapat dievaluasi
Riwayat Imunisasi
4
Silsilah Keluarga
A. Kesan Umum
Tampak sesak
Menangis : kuat Pucat : tidak ada
Gerak : aktif Sianosis : tidak ada
Retraksi : ada, minimal Ikterik : tidak ada
B. Tanda Vital
Nadi : 106 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Laju nafas : 68 x/menit, reguler.
Suhu : 35,9˚C
C. Data Antropometri
Berat badan : 2915 gram
Panjang badan : 48 cm
D. Status Generalis
Kepala : mesosefali, ubun ubun besar teraba datar dan tidak tegang,
Molase (-)
5
Rambut : rambut warna hitam, tipis, penyebaran merata, tidak mudah
dicabut.
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), oedem
palpebra (-), mata cekung (-), perdarahan (-)
Hidung : bentuk normal, simetris, septum deviasi (-), sekret (-/-),
nafas cuping hidung (-), epistaksis (-/-)
Telinga : normotia, secret (-/-), recoil (segera/segera)
Mulut : bibir pucat (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Leher : pendek, simetris, pergerakan lemah
Kulit : tidak tampak pucat, kuning, maupun sianosis
Thorax :
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi
subcostal (+) minimal, sela iga (-)
Palpasi : tidak ada hemitoraks yang tertinggal.
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V, 1 cm dari midklavikula sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I, II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : tampak buncit, tali pusat (+)
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Supel, distensi (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak
teraba membesar.
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Vertebra : spinda bifida (-), menigokel (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anorektal : anus (+)
Ekstremitas :
6
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
Refleks primitive
Refleks hisap :+
Refleks rooting :+
Refleks moro : tidak dilakukan
Refleks palmar grasp :+
Refleks plantar grasp :+
E. Pemeriksaan Khusus
Maturitas bayi
Berat bayi lahir : 3000 gram
Usia kehamilan : 39 minggu
Kesan : neonatus aterm, BBL normal
Ballard
Score
7
Maturitas Poin Maturitas fisik Poin
neuromuskular
Posture 1 Kulit 1
Square window 3 Lanugo 4
Arm recoil 3 Plantar surface 4
Popliteal angle 5 Payudara 3
Scarf sign 4 Mata/telinga 3
Heal to ear 4 Kelamin 4
Score : maturitas neuromuscular + maturitas fisik = 20 + 19 = 39 poin usia
±38 minggu
Kurva Lubchenco
8
Derajat Distres Pernapasan
Downe Score
F. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin L 14,5 g/dL 15,2 – 23,6
Leukosit 10,8 103/uL 13,0 – 38,0
Hematokrit L 42,6 % 44 – 72
Trombosit L 224 103/uL 229 – 553
Eritrosit L 3,9 106/uL 4,3 – 6,3
RDW H 16,9 % 11,5 – 14,5
MCV 108,7 U 98 – 122
MCH 37 Pcg 33 – 41
MCHC 34 g/dl 31 – 35
9
GDS 44 mg/dl 40 - 60
VI. RESUME
Seorang wanita hamil datang ke Puskesmas pada tanggal 10 Desember 2017 pagi
dengan diagnosa G2P0A1, hamil 39 minggu dengan keluhan kencang-kencang sejak
semalam. Terdapat rembesan lendir darah, namun tidak terdapat rembesan cairan ketuban.
Pada pukul 1 siang, wanita tersebut melahirkan seorang bayi laki laki secara spontan, tanpa
10
penyulit. Kondisi bayi bugar, langsung menangis, gerak aktif, langsung minum ASI, berat
lahir 3000 gram, panjang badan 48 cm. Air ketuban ibu berwarna jernih.
Besoknya sekitar jam 9 pagi, pasien mengalami sesak napas. Napas bayi menjadi
cepat dan tidak teratur. Pasien langsung dibawa ke RSUD Kardinah oleh orang tua untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Setelah sampai di ruang perina RSUD Kardinah, dilakukan beberapa pemeriksaan,
yaitu pemeriksaan fisik, maturitas bayi, Downe score, serta pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan maturitas bayi didapatkan bahwa maturitasnya sesuai dengan usianya,
pemeriksaan Downe score menghasilkan nilai 4 yang berarti derajat distress respirasi sedang.
VII. MASALAH
1 Distres Respirasi
2 Neonatal Infeksi
Gangguan jalan
Faktor intrapulmonal
napas
Faktor ekstrapulmonal
Factor metabolik
Neonatal infeksi
Anterpartum
Durantepartum
Post partum
Distres Respirasi
Neonatal Infeksi
Neonatal aterm
11
X. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
XII. PROGNOSA
12
XIII. Perjalanan Penyakit (R. Dahlia)
S BBL 2 hari. Demam (-), kejang (-), tampak BBL 3 hari. Demam (-), kejang (-), sesak (-),
sesak (+), BAB/BAK (+), R. hisap (-), ASI BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (-),
(-), biru/kuning/pucat (-) biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, tampak sesak, KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
menangis dan gerak aktif (+), retraksi (+) menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-)
TTV : HR 140x/m, RR 66x/m, S 36,6 0C, TTV : HR 116x/m, RR 64x/m, S 36,7 0C,
SpO2 96% SpO2 93%
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : dbn Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (+), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-
(-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) /-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
Eks : AH +/+, CRT < 2” Eks : AH +/+, CRT < 2”
BB : 3000 g BB : 2875 g
Terpasang CPAP, PEEP 7, FiO2 40% Terpasang CPAP, PEEP 6, FiO2 35%
A 1. Distres Respirasi 1. Distres Respirasi (perbaikan)
2. N. Infeksi 2. Neonatal infeksi
3. N. Aterm 3. N. aterm
4. N. Seizure 4. N. Seizure
5. HIE
p 1. O2 CPAP 1. O2 CPAP ↓ PEEP 6 FiO2 30-35%
2. IVFD D10% 11 ml/jam 2. Terapi lanjut
a. NaCL 3% (2meq) 22 ml 3. Pycin H.3
b. KCL otsu (1 meq) 5,5 ml 4. Diet 8x 20-25 ml ASI/PASI
3. Inj. Pycin 200mg/12jam (H.2)
4. Inj. Ca gluconas 1,5ml/12jam
5. Inj. Sibital 7,5 mg/12jam
13
14 Desember 2017 pkl. 8.00 15 Desember 2017 pkl 09.00
Tgl
Hari Perawatan ke-3 Hari Perawatan ke-4
S BBL 4 hari. Demam (-), kejang (-), tampak BBL 5 hari. Demam (-), kejang (-), tampak
sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+),
(-), biru/kuning/pucat (-) biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, sesak (-), menangis KU : tampak sakit sedang, menangis dan gerak
dan gerak aktif (+), retraksi (-) aktif (+), retraksi (-)
TTV : HR 120x/m, RR 49x/m, S 36,5 0C, TTV : HR 141x/m, RR 64x/m, S 364 0C,
SpO2 100% SpO2 96%
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : dbn Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (- Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh
/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
Eks : AH +/+, CRT < 2” Eks : AH +/+, CRT < 2”
BB : 2405 g BB : 2915 g
Terpasang CPAP, PEEP 5, FiO2 30% Terpasang CPAP, PEEP 5, FiO2 30%
A 1. Distres Respirasi 1. Distres Respirasi
2. Neonatal infeksi 2. Neonatal infeksi
3. N. Aterm 3. N. aterm
4. N. seizure 4. N. Seizure
p 1. O2 CPAP ↓ PEEP 5 FiO2 25-30% 1. O2 CPAP
2. Terapi lanjt 2. Inf D10% + Na +CL 15 tpm
3. Inj. Phenobarbital/sibital 7,5mg/24jam 3. Inj. Pycin stop → inj. Cefotaxime
4. Diet 8x30-35ml ASI/PASI 150mg/12jm (H.1) + inj gentamicin
15mg/24jm (H.1)
4. Terapi lain lanjut
5. Inj sibital stop
14
6. Diet ASI/PASI 8 x 20-30ml (naik bertahap)
S BBL 8 hari. Demam (-), kejang (-), tampak BBL 9 hari. Demam (-), kejang (-), tampak
sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+), sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+),
biru/kuning/pucat (-) biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, sesak (-), menangis KU : tampak sakit sedang, menangis dan gerak
dan gerak aktif (+), retraksi (-) aktif (+), retraksi (-)
TTV : HR 108x/m, RR 56x/m, S 36,1 0C, TTV : HR 104x/m, RR 52x/m, S 36,7 0C,
SpO2 95% SpO2 -
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : dbn Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (- Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Wh
/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
Eks : AH +/+, CRT < 2” Eks : AH +/+, CRT < 2”
BB : 2960 g BB : 2955 g
Terpasang O2
A 1. Distres Respirasi 1. Distres Respirasi
2. Neonatal infeksi 2. Neonatal infeksi
3. N. Aterm 3. N. aterm
15
4. N. seizure
p 1. O2 lowflow 0,5 L/m 1. O2 off, evaluasi
2. Terapi lanjut 2. Terapi lanjut (H.5)
3. Cefo + genta (H.4) 3. Cek CRP ulang
4. Latihan menetek 4. Rencana pulang
5. Cek CRP
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Distres Respirasi
Definisi
Gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui
PDA (Stark 1986). 1
Respiratory Distress Syndrome (RDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan
surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005). 1
ARDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispnea, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi.
Terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi
perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan
adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah
terjadinya kolaps paru 2
Epidemiologi
Sindrom distres pernapasan, juga dikenal sebagai penyakit membran hyaline, terjadi
hampir secara eksklusif pada bayi prematur. Kejadian dan tingkat keparahan sindrom
gangguan pernafasan berhubungan terbalik dengan usia gestasi bayi yang baru lahir.2
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome ) pada anak merupakan
penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian
neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi
prematur, insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-
80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu. (Yuliani, 2001).1
17
Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual
sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.3,4
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini.
Pada bayi prematur, sindrom distres pernafasan berkembang karena sintesis dan sekresi
surfaktan yang terganggu yang menyebabkan atelektasis, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(V / Q), dan hipoventilasi dengan hipoksemia resultan dan hiperkarbia. Analisa gas darah
menunjukkan asidosis pernapasan dan metabolik yang menyebabkan vasokonstriksi paru,
yang mengakibatkan integritas endotel dan epitel terganggu dengan kebocoran eksudat
protein dan pembentukan selaput hialin (oleh karena itu namanya). 2
Defisiensi relatif surfaktan menurunkan kepatuhan terhadap paru (lihat gambar di
bawah) dan kapasitas residu fungsional, dengan peningkatan ruang mati. Mismatch V / Q
yang dihasilkan besar dan shunt kanan-ke-kiri mungkin melibatkan sebanyak 80% dari curah
jantung.2
Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.5
18
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi
untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli
menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. 5
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang
berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).5
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan.5
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada
bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu : pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru. Ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
19
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat. 5
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :5
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
22
Epidemiologi
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mendapatkan angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000
bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Beberapa penyebab kematian bayi
disebabkan berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian
minum. Penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematuritas dan berat
badan lahir rendah/low birth weight (LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%. Sedangkan
penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1% (termasuk
tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.1
Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada umumnya
disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan infeksi awitan lambat terjadi
sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama pasca persalinan dan akibat kolonisasi
nosokomial. Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada tahun
6
1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang
berkembang. Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi akibat paparan dengan kuman dan
sumber dari lingkungan pada saat pasca persalinan
23
Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar
rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadap kuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari
orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui
batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi
umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini
ialah :
24
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi
dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan dengan
pemeriksaan fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah
laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi
tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital tertentu, namun tiba-tiba
tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa kelainan tersebut disebabkan
infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang
tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat perhatian yaitu 6,9:
25
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu
“Bell Squash Score” dan “Gupte Score”: 10-1
Kategori A Kategori B
• Kesulitan bernapas (misalnya, apnea, napas • Tremor
lebih dari 30 kali per menit, retraksi dinding • Letargi atau lunglai
dada, grunting pada waktu ekspirasi, • Mengantuk atau aktivitas berkurang
sianosis sentral) • Iritabel atau rewel
26
• Kejang • Muntah (menyokong kecurigaan sepsis)
• Tidak sadar • Perut kembung (menyokong kecurigaan
• Suhu tubuh tidak normal (tidak normal sepsis)
sejak lahir dan tidak memberi respons • Tanda klinis mulai tampak sesudah hari ke
terhadap terapi atau suhu tidak stabil empat (menyokong kecurigaan sepsis)
sesudah pengukuran suhu normal selama • Air ketuban bercampur meconium
tiga kali atau lebih, menyokong diagnosis • Malas minum sebelumnya minum dengan
sepsis) baik (menyokong kecurigaan sepsis)
• Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong kecurigaan sepsis)
• Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong kecurigaan sepsis)
Identifikasi faktor resiko infeksi harus menjadi perhatian khusus sehingga dapat
diberikan tatalaksana efektif seawal mungkin dengan harapan menurunkan mortalitas dan
memperbaiki morbiditas akibat sepsis. Pengelompokan faktor-faktor resiko sepsis menjadi
faktor resiko mayor dan minor merupakan salah satu langkah awal pendekatan diagnosis
sepsis neonatorum. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi,
harus tetap mendapatkan perhatian khusus. Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua
faktor risiko minor maka diagnosis sepsis harus dilakukan secara proaktif dengan
memperhatikan gejala klinis serta dilakukan pemeriksaan penunjang sesegera mungkin.
Adapun masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :
Kriteria mayor :
27
Apgar score rendah (menit ke-1 <5, menit ke- 5 menit <7)
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram
Usia gestasi < 37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan pada ibu yang tidak diobati.
Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk
sepsis awitan lambat
Rasio I:T ( >0,18 )
Trombositopenia (<100,000/mm3)
C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu pertama
(nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)
Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB) atau
ditemukan bakteri
Pemeriksaan fibonektin
Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor, interleukin-6,
dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen GBS & ECK 1
dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan countercurrent
immunoelectrophoresis.
Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.
Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda infeksi
yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.
28
Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan
penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak
Analisis pada sistem hematologi sesaat setelah bayi lahir berperan sebagai indikator
diagnosis sepsis. Narasima dkk (2011) melakukan penelitian mengenai signifikansi
Hematological scoring system (HSS) pada diagnosis sepsis awitan dini pada bayi baru lahir.
Berdasarkan jumlah dari total HSS diklasifikasikan menjadi tidak ada sepsis apabila total skor
2, probable sepsis jika skor 3-4 dan diagnosis sepsis atau infeksi apabila skor 5. Jumlah
PMN total mempunyai nilai sensitivitas (89,47%) paling tinggi diantara parameter hematologi
yang lain sedangkan rasio PMN total dan jumlah trombosit mempunyai nilai spesifisitas yang
sama sebesar 75% dalam membantu diagnosis sepsis awitan dini. Dengan mempertimbangkan
nilai sentivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa rasio I:T rasio merupakan tes yang paling terpercaya dalam mendiagnosis
sepsis. 11
Adapun beberapa penyakit infeksi yang dapat dialami oleh BBL yaitu :
1.Sepsis neonatorum
Sepsis neonatorum atau meningitis sering didahului oleh keadaan hamil dan
persalinan sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik. Faktor resiko :
- Persalinan (partus) lama atau terlantar
- Persalinan dengan tindakan operasi vaginal
- Infeksi/febris pada ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD, lebih dari 24 jam
- Prematuritas & BBLR
- Gawat janin atau depresi neonatus
29
Tanda & gejala :
- Bayi tdk mau/tdk bisa menetek
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, & sangat lemah
- hipotermia/hipertermia, tetapi dpt normal
- Bayi gelisah& menangis
- Bayi kesulitan napas
- Dapat disertai kejang, pucat, atau icterus
Prinsip pengobatan:
- Metabolisme tbh dipertahankan kebutuhan nutrisi dipenuhi
- Pengobatan antibiotika scr IV
- Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x peberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x pemberian
- Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah & uji resistensi
- Fungsi lumbal & biakan cairan serebrospinalis & uji resistensi
- Tindakan & pengobatan lain diberikan atas indikasi
3. Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang
septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex
menelan dan batuk yang belum sempurna. Gejala :
- Sering tidur atau letargia
- Berat badan turun drastic
- Kurang minum
30
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban pecah lama, keruh, bau
Pengobatan :
- Resusitasi pada bayi baru lahir
- Pertahankan suhu tbh
- Beri antibiotika spektrum luas_ampisilin+gentamisin
-
B). INFEKSI RINGAN
1. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat
bayi lewat jalan lahir14. Gejala :
- Konjungtiva hiperemis, edema palpebra, ada pus, mengeluarkan sekret kental
kehijauan/kekuningan
- Stadium lanjut_korne terserang_buta
- Diagnosis ditegakkan dgn pemeriksaan sekret mata
Tindakan :
- Bayi harus diisolasi
- Cuci mata bayi dengan larutan garam fisiologis sampai lendir hilang, keringkan
dengan kasa steril
- Beri tetes mata/salep antibiotika setiap 15 menit pd jam pertama_setiap 1 jam
selama 24 jam_3x sehari selama 3 hr sampai mata normal
- Beri antibiotika IM pada bagian depan lateral paha (penisilin kristalin) atau
ampisilin per oral
- Obati orang tua bayi dari gonorrhoeae
31
Pengobatan :
- Berikan salep yag mengandung neomisin&basitrasin, serta salep gentamisin
- Bila terdapat granulomadiberi Argentinitras 3%
3. Monialisis
- Disebabkan jamur Candida albicans
- Tidak menimbulkan gejala
- Pada kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan antibiotika /
kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan jamur yang
kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan pada akhirnya
mengakibatkan kematian.
4. Stomatitis
Merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir, dan mukosa
mulut.
Pengobatan :
- Lokal dapat diberikan gentian violet 0,5% dioleskan pada lidah dan mukosa mulut
- Obat lain seperti nistatin dgn dosis 3x 100.000 unit/hr
- Dapat juga diberi ampoterisin (fungilin) selama 1 minggu
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu
dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah
penyebaran infeksi : 15
o Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi stabil, gunakan
kain katun yang direndam dalam air hangat untuk membersihkan darah dan cairan
tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari kulit bayi, kemudian keringkan kulit. Tunda
memandikan bayi kecil ( kurang dari 2,5 kg pada saat lahir atau sebelum usia gestasi
37 minggu ) sampai minimal hari kedua kehidupan.
o Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok bayi, atau
sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang direndam dalam air hangat
bersabun, kemudian keringkan area tersebut secara cermat.
Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar untuk
meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan putting
33
DAFTAR PUSTAKA
34