Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

World Health Organization tahun 2007 memperkirakan jumlah anak

berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun .

Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah anak

berkebutuhan khusus di Indonesia sebesar 24, 45% dari total jumlah anak usia 0-18

tahun. Gambaran hasil survei cepat di beberapa SLB dari Kementerian Kesehatan

2010 bahwa karakteristik jenis kecacatan sebagian besar adalah tunanetra,

tunarungu/ tunawicara dan sebagian kecil gangguan belajar. Perilaku anak

berkebutuhan khusus seperti kebiasaan gosok gigi 2 kali sehari kurang lebih 70% dan

50-75% melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain (Kemenkes RI, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Jain dkk (2008) di India bahwa prevalensi

karies gigi sangat tinggi pada remaja dengan gangguan pendengaran. Roe dkk (2001)

dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas karies yang tinggi pada anak

berkebutuhan khusus terjadi karena mereka mengalami kesulitan dalam menjaga oral

hygiene, rendahnya kemampuan untuk menggerakkan otot, lemahnya otot, serta

minimnya mereka menggerakan otot mulut yang berpengaruh terhadap prosedur rutin

dalam membersihkan gigi. Penyebab utama terjadi karies gigi pada orang

berkebutuhan khusus adalah karena mereka kurang dapat menghilangkan plak secara

optimal (Ahmad dkk, 2009).

1
2

Anak tunarungu mempunyai gigi dan gingiva layaknya anak normal, namun

pola makan, keterbatasan fisik, kurangnya kebiasaan membersihkan gigi, sikap orang

tua, pengobatan serta penyedia layanan kesehatan berkontribusi terhadap buruknya

kesehatan gigi dan mulut anak tunarungu (Kote,2005). Anak tunarungu memiliki

keterbatasan perbendaharaan kata yang dikuasainya serta keterbatasan dalam

menangkap suara, sehingga mengalami hambatan dalam komunikasi dengan

lingkungan di masyarakat (Wicaksaningsih,2008).

Pendengaran anak tunarungu kurang berfungsi sehingga ia mengalihkan

pengamatannya melalui mata, maka anak tunarungu disebut dengan “insan pemata”.

Dengan mata anak tunarungu dapat melihat bahasa lisan dan oral sehingga dapat

melihat ekspresi wajah dari lawan bicara, untuk menangkap makna yang disampaikan

oleh lawan bicaranya melalui gerak bibir (Permanarian, 1996). Menurut (Piaget,

1970, cit Nurhayati dkk,2011) perkembangan anak usia Sekolah Dasar terbagi

menjadi 2 bagian yaitu kelas rendah dan kelas tinggi, kelas rendah anak usia SD dari

kelas I- III dan kelas tinggi anak usia SD kelas IV –V. Usia SD kelas rendah sudah

dapat mengklasifikasikan pengamatan namun masih harus lebih banyak

menggunakan objek yang konkret (alat peraga) berbeda dengan kelas tinggi siswa

sudah mampu menggeneralisasikan dari berbagai kategori.

Penyuluhan atau Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu

proses yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan yang bertujuan untuk

menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup.

Salah satu contoh pendidikan kesehatan yang sering dilakukan dimasyarakat adalah
3

penyuluhan (Notoatmodjo, 2007). Penyuluhan kesehatan gigi bertujuan untuk

meningkatkan pemberdayaan perorangan dan masyarakat guna tercapainya tingkat

kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang (Hariyani dkk, 2008). penyuluhan

harus dibuat semenarik mungkin, atraktif, tanpa mengurangi isinya (Notoatmodjo,

2007).

Film animasi mampu memperkaya pengalaman dan kompetensi siswa pada

beragam materi ajar (Harrison dan Hummell, 2010). Menurut Hegarty (2004) film

animasi mampu menyediakan tampilan-tampilan visual yang lebih kuat dari berbagai

fenomena dan informasi-informasi abstrak yang sangat berperan untuk meningkatkan

kualitas proses dan hasil belajar. Pemanfaatan film animasi dalam pembelajaran

adalah untuk meningkatan minat, pemahaman, dam keterampilan bekerja dalam

kelompok (Bogiages dan Hitt, 2008).

Menurut Ali (2011) film animasi sangat penting untuk mempelajari

keterampilan motorik karena memberikan kesempatan bagi pelajar untuk melihat

kinerja keterampilan yang menyebabkan kecepatan berpikir. Menurut Barak (2010)

film animasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berpengaruh positif pada

motivasi belajar siswa. Menurut Lowe (2004) film animasi memiliki keterbatasan

yaitu memunculkan inefisiensi ketika tidak dirancang dengan benar serta tidak

diaplikasikan dengan metode yang tepat dalam kegiatan belajar. Film animasi

memakan waktu dan biaya produksinya yang relatif mahal.


4

Guna memaksimalkan pemanfaatan indera dan meningkatkan pengetahuan

kesehatan gigi dan mulut pada siswa, diperlukan penyuluhan kesehatan gigi dengan

metode yang dapat menarik minat serta memaksimalkan penggunaan indera siswa

(Herijulianti,dkk, 2002). Mata adalah indera yang paling dominan bagi anak

tunarungu (Suparno, 2007). Maka sangat penting sekali menentukan metode

penyuluhan kesehatan gigi yang sifatnya visual diperuntukan bagi anak tunarungu

yang cenderung menggunakan indera penglihatnnya untuk menerima suatu informasi

dan mempelajari suatu hal baru.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah : Bagaimanakah pengaruh

penyuluhan kesehatan gigi metode film animasi pada anak tunarungu terhadap

peningkatan pengetahuan karies gigi?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh penyuluhan kesehatan gigi metode film animasi

pada anak tunarungu terhadap peningkatan pengetahuan tentang karies gigi belum

pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu pernah dilakukan adalah

“Comperation Between Conventional Health Promotion and Use Of Cartoon

Animation In Delivering Oral Health Education” oleh Sinor (2011). Perbedaan

dengan penelitian ini adalah subyek yang diteliti adalah anak tunarungu dan hanya

menggunakan metode film animasi saja.


5

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyuluhan

kesehatan gigi metode film animasi pada anak tunarungu terhadap peningkatan

pengetahuan karies gigi.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kedokteran Gigi Anak

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dibidang

kedokteran gigi anak mengenai penyuluhan melalui metode film animasi

terhadap anak tunarungu.

2. Bagi Keperawatan Gigi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah untuk

keperawatan gigi mengenai alternatif metode penyuluhan kesehatan gigi dan

mulut untuk anak tunarungu.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

sumber informasi tentang metode penyuluhan kesehatan gigi melalui film

animasi untuk anak tunarungu

Anda mungkin juga menyukai