Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF,


RENAL, DAN KARDIOVASKULER

“GAGAL GINJAL AKUT”

KELOMPOK 2 (A):

LONA SEPTIANA 20144054 A

KRISDA SEPTYANI P 20144060 A

SITI FATIMAH 20144071 A

RISKY HERDINA P 20144074 A

YETI NORITA R 20144078 A

PROGDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinis yang di tandai dengan
fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasannya dalam beberapa hari) yang
menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerolus yang menurun
dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5% mg/dl/hari
dan at kadar nitrogen urea darah sebanyak 10% mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF
(Acute Renal Failure) biasanya disertai oleh oliguria (keluaran urine <400 ml/hari )
(Wilson, 2012).
Prevelensi menurut (WHO) memperkirakan bahwa prevalansi gagal ginjal akut
lebih dari 356. Angka kejadian 1 tahun pada tahun 2010-2011 di wilayah Indonesia,
orang yang mengalami GGA (Gagal Ginjal Akut), mortalitas lebih tinggi pada pasien
lanjut usia dan pasien dengan kegagalan multi organ. Di Indonesia kebanyakan pasien
yang melewati episode GGA (Gagal Ginjal Akut) dapat sembuh dengan fungsi ginjal
semula dan dapat melanjutkan hidup seperti biasanya. namun 50% kasus memiliki
gangguan fungsi ginjal sublinis atau dapat di temukan bekas luka residual pada biopsi
ginjal. sekitar 50% pasien tidak pernah kembali fungsi ginjalnya dan membutuhkan
fungsi ginjal jangka panjang dengan dialysis atau transplantasi. Sebagai tambahan 5%
kasus mengalami penurunan GFR (Glomerulus Filtrasion Rate) progresif, setlah melalui
fase awal penyembuhan kemungkinan akibat stress hemodynamic dan scleroris
glomerulus yang tersisa.(Elfridia, 2011). 2

Penderita gagal ginjal di Indonesia yaitu sekitar 104 ribu orang. Setelah suatu
trauma, atau yang lebih jarang, adanya embolisasi Kristal kolestrol pada pembuluh darah
ginjal. Berdasarakan data yang diambil dari rekap medik di ruang pavilion dahlia RSUD
Kabupaten Jombang angka k ejadian gagal ginjal akut pada tahun 2012 terjadi sebanyak
30% kejadian. Sedangkan angka kejadian gagal ginjal akut pada tahun 2013 terjadi
sebanyak 40% kejadian, dan sampai bulan desember pada tahun 2014 angka kejadian
gagal ginjal akut meningkat menjadi sebanyak 45% (45.%) kejadian. Jumlah keseluruhan
dari sampai desember 2014 yaitu 45 kasus.
BAB II

ISI

A. Pengertian Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure/AFR) secara luas didefinisikan sebagai
penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi hingga
beberapa jam hingga beberapa minggu, disertai dengan terjadinya akumulasi produk
buangan, termasuk urea dan kretinin.
B. Patofisiologi

Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa ATN mengakibatkan deskuamasi sel tubulus
nektronik dan bahan protein lainnya,yang kemudian membentuk silinder silinder dan
menyumbat lumen tubulus. Obstruksi tubulus dapat merupakan factor penting pada ARF
yang disebabkan oleh logam berat , etilen glikol,atau iskemia berkepanjangan. Meskipun
demikian terdapat bukti bermakna pada distribusi aliran darah intrarenal dari kortek ke
medulla selama hipotensi akut dan memanjang.hal ini dapat dilihat kembali pada ginjal
normal, kira-kira 90%darah didistribusi ke korteks dan 10 % menuju kemedula.dengan
demikian ginjal dapat memekatkan urine dan menjalankan fungsinya.
Iskemia atau nefrotoksin. Kerusakan sel tubulus Penurunan aliran darah ginjal kerusakan
glomerulus. Fase awal penurunan aliran darah glomerulus. Fase rumatan peningkatan
hantaran obstruksi kebocoran penurunan ultrafiltra NaCl kemakula densa tubulus nitrat si
glomerulus GB 49-1.
Penurunan GPR : Kontruksi ateriol aferen merupakan dasar vaskuler dari
penurunan nyata GPR. Iskimia ginjal dapat mengaktivasi system rennin angiotensin dan
memperberat iskemia kortek setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar rennin tertinggi
ditemukan pada kortek luar ginjal, tempat terjadinya iskemia paling berat selama
berlangsungnya ARF pada hewan maupun manusia. Iskemia akut yang berat atau
berkepanjangan dapat menghabat sintesis prostaglandin ginjal tersebut. Penghambat
prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan RBF pada orang normal dan
dapat menyebabkan ATN.
Unpan balik tubuloglomeruulus merupakan suatu phenomena saat aliran
kenepron distal diregulasi oleh reseptor dalam macula densa tubulus distal, yang terletak
berdekatan dengan ujung glomerulus apabila peningkatan aliran fitrat tubulus ke arah
distal tidak mencukupi,kapasitas reabsorbsi tubulus distal dan duktus koligentes dapat
melimpah dan menyebabkan terjadinya deplesi volume cairan ekstra sel.
Gambar 49-1 melukiskan sekema kombinasi berbagai factor yang terlibat dalam
pathogenesis ARF.kejadian awal umum nya adalah gangguan iskemia atau nefrotoksin
yang merusak tubulus atau glomeruli ,atau menurunkan aliran darah ginjal. Gagal gonjal
akut kemudian menetap melalui beberapa mekanisme yang dapat terjadi atau tidak , dan
merupakan akibat cedera awal.

C. Manifestasi Klinik

1. Sulit dikenali dan tergantung pada kondisi pasien. Pasien rawat jalan biasanya tidak
mengalami kondisi akut, sedangkan pasien rawat inap umumnya mengalami ARF
setelah kejadian katastrofik.
2. Gejala pada pasien rawat jalan umumnya berupa perubahan pada kebiasaan urinasi,
berat badan, atau nyeri di sisi tubuh.
3. Gejala termasuk endema, urine berwarna atau berbusa, penurunan volume urine, dan
terjadi hipotensi ortostatik.

D. Diagnosis

1. Melalui riwayat medis dan riwayat penggunaan obat, pemeriksaan fisik, dan penilaian
pada hasil laboratorium.
2. Scr dan kadar nitrogen urea darah (Blood Urea Nitrogen/BUN) tidak dapat di jadikan
parameter tunggal karena tidak menggambarkan fungsi ginjal sebenarnya.
3. Urinalisasi dapat digunakan untuk memperjelas penyebab ARB.
4. Pemeriksaan berkelanjutan terdapat urin dan senyawa kimia serum serta perhitungan
fraksi ekskresi natrium dapat menentukan etiologi ARF.

E. Tujuan Terapi

Tujuan utama terapi adalah untuk mencegh ARF. Apabila terjadi ARF. Tujuan terapi
adalah untuk menghindari atau meminimalisasikan kerusakan ginjal yang lebih lanjut
yang dapat menghambat pemulihan dan untuk menyediakan fungsi penunjang sampai
fungsi ginjal kembali normal.
F. Algorithma pengobatan hipertensi pada pasien CKD dapat dilihat pada alur
algorithma di bawah ini (Gambar 1).

G. Kasus

G.B., wanita 53 tahun dengan HT, coronary artery disease, peripheral vascular
disease, dan Diabetes. Diterapi menggunakan HCT 25 mg setiap hari, atorvastatin 10 mg
setiap hari, aspirin 81 mg setiap hari, dan insulin NPH 30 U sc setiap pagi dan 15 U sc
setiap malam. Pada minggu terakhir, pasien mengunjungi klinik dan melakukan
pemeriksaan TD, dimana hasilnya 187/96 dan 193/95 mmHg dengan jarak pemeriksaan
20 menit. Dari hasil tersebut dokter menghentikan HCT dan menggantinya dengan
lisinopril 5mg setiap hari. Pasien kembali lagi ke klinik 1 minggu kemudian untuk
kontrol. Pasien mengeluhkan pusing, jumlah urin yang menurun dalam minggu kemarin,
pembengkakan pada kedua pergelangan kaki. Hasil pemeriksaan lab:

• TD 98/43 mmHg
• BUN 62 mg/d
• SCr 6,1 mg/Dl

Bagaimana tata laksana terapi untuk pasien Acute Kidney Injury diatas?

Analisis SOAP

1. Subyektif

- Data diri pasien

• Nama : Ny. G.B


• Umur : 53 tahun

- Riwayat penyakit

HT, coronary artery disease, peripheral vascular disease, dan Diabetes

- Riwayat obat

• Terapi awal :HCT 25 mg setiap hari, atorvastatin 10 mg setiap hari, aspirin 81 mg


setiap hari, dan insulin NPH 30 U sc setiap pagi dan 15 U sc setiap malam.
• Minggu terakhir : dokter menghentikan HCT dan menggantinya dengan lisinopril
5mg setiap hari.

- Keluhan 1 minggu kemudian :

• Pasien mengeluhkan pusing, jumlah urin yang menurun dalam minggu kemarin,
pembengkakan pada kedua pergelangan kaki

2. Objektif

Pemeriksaan minggu terakhir:


TD, dimana hasilnya 187/96 dan 193/95 mmHg dengan jarak pemeriksaan 20 menit

Hasil pemeriksaan lab 1 minggu kemudian:

• TD 98/43 mmHg
• BUN 62 mg/d
• SCr 6,1 mg/Dl

3. Assessment
PROBLEM SUBYEKTIF OBYEKTIF TERAPI PROBLEM PROBLEM
MEDIK TERKAIT MEDIK
OBAT /
DRP

Hipertensi - HCT25 mg Terapi Hipertensi


setiap hari dan kurang
aspirin 81 mg adekuat
setiap hari
Diabetes militus - insulin NPH 30 - Diabetes
U sc setiap militus
pagi dan 15 U
sc setiap
malam
coronary artery - atorvastatin 10 - coronary
disease, mg setiap hari artery disease,
peripheral peripheral
vascular disease vascular
disease
Hipertensi - TD : 187/96 lisinopril 5mg Terapi obat Hipertensi
mmHg, 20 setiap hari dan tidak tepat
menit aspirin 81 mg
Dan ROTD
kemudian setiap hari
193/95 mmHg

Hipotensi pusing TD 98/43 Terapi obat - Hipotensi


mmHg
belum
diberikan
Gagal ginjal akut jumlah urin yang BUN 62 mg/d Terapi obat - Gagal ginjal
SCr 6,1 mg/Dl
menurun dalam belum akut
minggu kemarin, diberikan
pembengkakan
pada kedua
pergelangan kaki

4. PLAN

a. Farmakologi

• Terapi cairan infus RL sebelum pemberian furosemid


• Pengobatan dengan Furosemid (diuretik loop) dosis 40 mg satu kali sehari
• Penggunaan aspirin dihentikan
• insulin NPH 30 U sc setiap pagi dan 15 U sc setiap malam tetap dilanjutkan
• Atorvastatin 10 mg setiap hari tetap dilanjutkan

b. Non farmakologi

• Penggunaan obat yang dapat meningkatkan gagal ginjal dihentikan (aspirin)


• Diet garam
• Pasien harus menerima bimbingan mengenai asupan cairan yang optimal sehari-
hari (sekitar 2L/hari untuk menghindari dehidrasi)

5. Monitoring

• Pengawasan terhadap kondisi pasien penting untuk dilakukan


• Konsentrasi obat perlu dimonitor secara teratur karena pasien ARF dapat dengan
cepat mengalami perubahan status volume, perubahan fungsi renal, dan RRT.

6. Konseling

• Olahraga ringan secara teratur


• Harus patuh minum obat secara teratur walaupun tidak timbul gejala
• Menerapkan gaya hidup sehat

Aturan pemkaian obat

• Pengobatan dengan Furosemid (diuretik loop) dosis 40 mg satu kali sehari (pada pagi
hari)
• Insulin NPH 30 U sc setiap pagi dan 15 U sc setiap malam
• Atorvastatin diminum 1 kali sehari 10 mg (pada malam hari)

7. Pembahasan

Ny. GB menderita penyakit gagal ginjal akut sebagai akibat dari penggunaan
obat anti hipertensi yang digunakan. Karena penyakit hipertensi mempunyai faktor
resiko terhadap penyakit gagal ginjal baik akut maupun kronik. Pemakaian obat
aspirin dihentikan karena dapat meningkatkan/memperparah penyakit gagal ginjal.
Pengobatan hipertensi dengan lisinopril juga dihentikan karena pasien mengalami
efek samping penggunaan obat hipertensi yaitu hipotensi. Hipotensi yang diderita
pasien dapat diatasi dengan pemberian cairan infus RL agar pasien tidak dehidrasi.
Setelah itu pasien bisa mengkonsumsi obat furosemide untuk mengatasi hipertensi
dan pembengkakan pada kedua pergelangan kaki akibat dari penumpukan cairan.
Penggunaan obat insulin NPH 30 U sc setiap pagi dan 15 U sc setiap malam dan
Atorvastatin 10 mg setiap hari tetap dilanjutkan karena pasien masih menderita
penyakit diabetes dan kolesterol.
BAB III

KESIMPULAN

Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure/AFR) secara luas didefinisikan sebagai
penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi hingga
beberapa jam hingga beberapa minggu, disertai dengan terjadinya akumulasi produk
buangan, termasuk urea dan kretinin.

Terapi farmakologi dan non farmakologi dari kasus diatas adalah sebagai berikut :

1. Farmakologi

• Terapi cairan infus RL sebelum pemberian furosemid


• Pengobatan dengan Furosemid (diuretik loop) dosis 40 mg satu kali sehari
• Penggunaan aspirin dihentikan
• insulin NPH 30 U sc setiap pagi dan 15 U sc setiap malam tetap dilanjutkan
• Atorvastatin 10 mg setiap hari tetap dilanjutkan

2. Non farmakologi

• Penggunaan obat yang dapat meningkatkan gagal ginjal dihentikan (aspirin)


• Diet garam
• Pasien harus menerima bimbingan mengenai asupan cairan yang optimal sehari-
hari (sekitar 2L/hari untuk menghindari dehidrasi)

Pasien menderita gagal ginjal akut sebagai akibat dari pemakaian obat
antihipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Elin yulinah Dkk. 2008. ISO farmakoterapi . PT. ISFI Penerbit : Jakarta Pusat.

Anderton,J.L,dkk. 1992. Nefrologi. Jakarta : Hipokrates Price,SA. 1995 .Patofisiologi.


Jakarta : EGC
American Diabetes Association. 2004. Hypertension Management in adults with diabetes
(position statement). Diabetes Care (Suppl 1): S65-S67.

Anda mungkin juga menyukai