Anda di halaman 1dari 10

Organisasi Pemerintah dan Swasta Terkait

Penanggulangan Bencana

A. Organisasi Pemerintah Terkait Penanggulangan Bencana


1. Sistem Komando Tanggap Darurat
Sistem Komando Tanggap Darurat bencana adalah suatu sistem
penanganan darurat bencana yang digunakan untuk mensinergikan dan
mengintegrasikan pemanfaatan semua sumber daya yang ada, baik itu sumber daya
manusia, peralatan maupun dana atau anggaran.
Sistem Komando Tanggap Darurat ini biasanya merupakan organisasi satu
komando. Mata rantai dan garis komando serta tanggung jawabnya jelas. Biasanya
semua pemangku kepentingan akan dikoordinasikan dalam satu organisasi ini
berdasarkan satu kesatuan komando. Organisasi ini dapat dibentuk di semua
tingkatan wilayah, baik di tingkat pusat/nasional, provinsi maupun kabupaten /
kota.
Pembentukan sistem komando tanggap darurat biasanya dilakukan pada
saat keadaan darurat yang meliputi:
a. Tahap siaga darurat. Pembentukan sistem komando pada tahap ini biasanya
dilakukan untuk jenis bencana yang terjadi secara berangsur-angsur, seperti banjir
atau gunung meletus. Pada tahap siaga darurat ini, pusat pengendali operasi
biasanya berada pada wilayah yang bersangkutan (provinsi / kabupaten / kota).
b. Tahap tanggap darurat. Pembentukan sistem komando pada tahap ini biasanya
dilakukan untuk jenis bencana yang terjadi secara tiba-tiba, misalnya gempa bumi,
tsunami dan tanah longsor.
c. Transisi dari tahap tanggap darurat ke tahap pemulihan.

Pembetukan sistem komando untuk bencana yang terjadi secara tiba-tiba biasanya
dilakukan setelah melalui empat tahap di bawah ini:

1) Informasi tentang kejadian awal bencana. Informasi ini bisa didapatkan dari
berbagai sumber,
2) Penugasan Tim Reaksi Cepat. Dari informasi tentang kejadian awal
bencana, kemudian Pemerintah atau instansi terkait biasanya langsung
menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk segera melakukan tugas
pengkajian ke lokasi bencana secara cepat dan tepat serta memberikan
dukungan dalam kegiatan tanggap darurat. Hasil kajian TRC akan menjadi
bahan masukan dan pertimbangan kepada Pemerintah atau instansi terkait
untuk menentukan langkah selanjutnya atau untuk menetapkan status atau
tingkat bencana.
3) Penetapan status atau tingkat bencana. Berdasarkan usulan sesuai point 2 di
atas, maka Pemerintah akan menetapkan status atau tingkat bencana. Pada
tahap ini juga terkadang Pemerintah akan menunjukkan atau menugaskan
seorang pejabat sebagai Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai
dengan status atau tingkat bencana (skala nasional atau skala daerah).
4) Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana. Pemerintah dalam hal
ini Presiden / Gubernur / Bupati / Walikota akan mengeluarkan Surat
Keputusan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana dan segera
mengaktifkannya. Mobilisasi semua sumber daya juga biasanya dilakukan
pada tahap ini.

B. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)


BNPB adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai
tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta
melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan
setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat,
dan pemulihan.
BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Sebelumnya badan ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005, menggantikan
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang
dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001
Pembentukan badan penanngulangan bencana daerah atau BNPBD di bawah
BNPB secara langsung. BNPBD di bentuk berdasarkan ketentuan pasal 45 ayat (1)
peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah
diamanatkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi sebagai
pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan tugas pemerintahan umumnya,
pemerintah daerah dapat membentuk lembaga lain sebagai bagian dari perangkat
daerah.
i. Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak PB)
Merupakan wadah organisasi non structural yang mengkoordinasikan dan
mengendalikan pelaksanaan penanggulangan bencana yang terjadi di Propinsi yang
diketuai oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Ketua BAKORNAS PB (Wakil
Presiden);

ii. Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB)


wadah organisasi non structural yang melaksanakan upaya penanggulangan
bencana baik sebelum, pada saat maupun sesudah bencana terjadi,yang diketuai oleh
Bupati dan bertanggung jawab kepada Gubernur selaku ketua Satkorlak PB

iii. Unit Operasi (NITOP) PB Kecamatan


Wadah organisasi non structural yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
penanggulangan bencana dan kedaruratan di wilayah dengan berpedoman kepada
kebijakan yang telah ditetapkan oleh Satlak PB yang meliputi tahap sebelum pada saat
maupun sesudah terjadi bencana
iv. Satuan Linmas PB (Sat Linmas PB) Desa/Kelurahan
Wadah organisasi Non Struktural yang mempunyai tugas mengkoordinasi dan
mengendalikan masyarakat dalam penanggulangan bencana dan kedaruratan mulai tahap
sebelum, pada saat dan sesudah bencana serta bertanggung jawab kepada ketua Satlak PB
dan Nitop PB
v. Organisasi Swasta Terkait Penanggulangan Bencana
Setiap perusahaan swasta harus dapat berpartisipasi dalam penanggulangan bencana
terutama di daerah dimana perusahaan itu berdiri. Upaya penanggulangan bencana dari
pemerintah swasta berupa pembentukan Tim Reaksi Cepat di perusahaan masing-masing
Tim Reaksi Cepat (TRC) adalah Tim yang dibentuk untuk penanggulangan bencana
yang berada di bawah kendali Satlak PB Kabupaten dan bertanggung jawab kepada Bupati
selaku Ketua Satlak PB Kabupaten ataupun yang mewakilinya
Pada umunya disaat bencana datang semua organisasi tersebut bekerja sama tanpa
membedakan organisasi yang menaunginya. Meskipun begitu tim reaksi cepat dari
perusahaan swasta tetap harus membuat suatu laporan atau pertanggung jawaban yang harus
diberikan sebagai dokumentasi, dan hal tersebut menjadi bukti kerjasama yang telah
dibentuk dari organisasi pemerintahan dan swasta.

PENYELENGGARAAN
PENANGGULANGAN BENCANA

Tahapan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi

1. Prabencana

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada


masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga berwenang;

Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi resiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap
darurat

a. Pencegahan dan Mitigasi

Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang

dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta


mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi

dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu

mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain

adalah:

 Penyusunan peraturan perundang-undangan


 Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
 Pembuatan pedoman/standar/prosedur
 Pembuatan brosur/leaflet/poster
 Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
 Pengkajian / analisis risiko bencana
 Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
 Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
 Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
 Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif

antara lain:

 Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan


memasuki daerah rawan bencana dsb.
 Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan
ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang
berkaitan dengan pencegahan bencana.
 Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
 Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang
lebih aman.
 Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
 Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi
jika terjadi bencana.
 Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.

2. Saat tanggap darurat;

a. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian

harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya

kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan

terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:

 Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsurpendukungnya.


 Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
 Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
 Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
 Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
 Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)
 Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
 Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
b. Tanggap Darurat

Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau

pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa

bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap

darurat meliputi:

 pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian,


dan sumber daya;
 penentuan status keadaan darurat bencana;
 penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
 pemenuhan kebutuhan dasar;
 perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
 pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

3. Pasca bencana.

a. Penyelamatan dan Evakuasi

Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan memberikan pelayanan


kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah
melalui upaya:

1. Pencarian dan penyelamatan korban;

2. Pertolongan darurat;

3. Evakuasi korban
b. Pemulihan

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya

yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan

kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke

kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan

masyarakat dapat berjalan kembali.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

 perbaikan lingkungan daerah bencana;


 perbaikan prasarana dan sarana umum;
 pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
 pemulihan sosial psikologis;
 pelayanan kesehatan;
 rekonsiliasi dan resolusi konflik;
 pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
 pemulihan keamanan dan ketertiban;
 pemulihan fungsi pemerintahan; dan
 pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun

kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih

baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan

melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari

berbagai ahli dan sektor terkait.

 pembangunan kembali prasarana dan sarana;


 pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
 pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
 penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana;
 partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat;
 peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
 peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
 peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

vi. Tujuan Organisasi terkait Penanggulan Bencana

Sebagaimana amanat yang terkandung dari Undang-Undang Dasar 1945, bahwa


Negara Republik Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk
perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang
berlandaskan pancasila, telah dituangkan dalam undang-undang Nomor 24 tahun2007
tentang penanggulangan bencana. Melakukan persiapan dan tanggap dalam penanggulangan
bencana tersebut dilakukan agar sebisa mungkin untuk mengurangi adanya korban yang
diakibatkan oleh bencana

vii.Fungsi Organisasi terkait Penanggulan Bencana

 Menentukan status dan tingkatan keadaan darurat bencana sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
 Mengerahkan seluruh potensi/sumberdaya yang ada pada suatu daerah diwilayahnya
untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana.
 Menjalin kerjasama dengan daerahh lain atau pihak lain guna mendukung
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
 Mengatur dan mengawasi penggunaan tekhnologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman yang berisiko menimbulkan bencana
 Mencegah dan mengendalikan penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang
melebihi kemampuan alam pada wilayah kewenangannya.
 Melakukan persiapan pra bencana, pengendalian atas pengumpulan dan penyaluran
bantuan berupa uang atau jasa yang diperuntukan untuk penanggulangan bencana di
wilayahnya, termasuk pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayahnya.
 Menyusun perencanaan, pedoman dan prosedur yang berkaitan dengan penyelenggaraan
penanggulangan bencana di wilayahnya.

Anda mungkin juga menyukai