Anda di halaman 1dari 6

askep atresia ani

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
memuat bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi
fisik, mental dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial. Kondisi
dinamis dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.
Dimana dalam upaya meningkatkan kesadaran dan kemampuan menjaga kesehatan secara
optimal dibutuhkan dorongan individu agar mampu secara mandiri atau kelompok untuk
mencapai tujuan hidup sehat (Kusnanto, 2004: 57).
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup
pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu,
keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya
adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan
klienss secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan
kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem
tersebut adalah sistem persepsi sensori (Handayani, 2008).
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah
anomaly congenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan
dismorfikongenital diartikan berupa cacat fisik saja. Salah satu masalah cacat fisik seperti
Atresia ani. Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutup nya lubang badan normal atau organ tubular secara congenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya
saluran atau rongga tubuh, hal ini bias terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran
tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubang nya dubur. Atresia ani memiliki
nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Lemone Pand Burke (2000), Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforate dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari
peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:


1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embroilogik didaerah usus, rectum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.

4. Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim
terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang
ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu
dengan uretra pars bulbaris.
5. Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya
kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan
fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rekto vagina. Sedangkan pada laki-laki
dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum.
Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika.
Fistula tidak dapat dilalui jika mekonium jika berukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat
mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena
itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat
disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum
dan sinus urogenital. (Mansjoer A, 2000).

Sebagai profesi keperawatan, peran perawat dalam menangani kasus gagal ginjalakut
harus secara konfrehensif untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut yang dapat dilakukan
berdasarkan standar praktek keperawatan diantaranya menganjurkan posisi tidur pasien tirah
baring, pemasangan kateterisasi (apabila dianjurkan), memberikan nutrisi peroral ataupun
parenteral dengan kriteria menyiapkan lingkungan. (Hidayat Alimul, 2009: 21-27).
Bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbul komplikasi yang
mambahayakan pada bayi, komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara
lain: Asidosishiperkioremia, Infeksisalurankemih yang bias berkepanjangan, Kerusakan
uretra (akibat prosedur bedah). Komplikasi jangka panjang seperti Eversimukosa anal,
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut di anastomosis), Masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training, Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi),
Prolaps mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi). (Caroline, E.J.2002).
Insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi Atresia
Ani di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensibervariasidari
0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiranhidup. Insidensitertinggiterdapat di Finlandiayaitu 1
kasusdalam 2500 kelahiranhidup.Kejadian di AmerikaSerikat 600 anak lahir dengan atresia
ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000
kelahiran. (Ranjan L. Fernando, 2001).
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90%.didapatkan data kasus atresia ani di
Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam kurun waktu tahun 2007-
2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien dengan kasus atresia ani, Menyikapi
kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis
mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia
ani. (WHO, 2001).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar.
Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar antara 5-25%.
Penelitian dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi
tergantung pada tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( soemoharjo, 2008).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimana Cara Pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada An. D dengan atresia ani.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang Asuhan keperawatan pada klien
dengan atresia ani.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan yang tepat pada klien dengan atresia ani di
ruang Perinatologi
b. Mahasiswa mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan atresia ani di ruang
Perinatologi
c. Mahasiswa mengetahui perencanaan keperawatan pada klien dengan atresia ani di ruang
Perinatologi
d. Mahasiswa mengetahui Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan atresia ani di
ruang Perinatologi
e. Mahasiswa mengetahui Evaluasi keperawatan pada klien dengan atresia ani di ruang
Perinatologi

Definisi
Importa anus (atresia ani) adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal
usus ( anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun
tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Harjono, RM.2000.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada
seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Brunner
and Suddarth.2002.
Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
5. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
6. Membran anus yang menetap
7. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam- macam jarak dari
peritoneum
8. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Schwartz,2000.

C. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Brunner and Suddarth.2002.

D. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
6. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
7. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
8. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.

9. Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim

terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang

ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu

dengan uretra pars bulbaris.

10. Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya
kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan
fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki
dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum.
Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika.
Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat
mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena
itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat
disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum
dan sinus urogenital.
Mansjoer, A.2002.

E. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan,
Berkaitan dengan sindrom down, Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Terdapat tiga macam letak atresia ani :
1. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak
antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai
dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2. Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
3. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius. Prince A
Sylvia.2006.

Anda mungkin juga menyukai