di
Kepaniteraan Klinik 2
Rotasi 21 Agustus s/d 17 September 2017
Oleh
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Dr. Florentia Sustini, dr. MS. Dr. Margarita M Maramis, dr., SpKJ(K)
NIP 19530507 198103 2 001 NIP. 19820329 201504 1 001
Puskesmas Tegalsari
Kepala,
H. Muhammad Fathoni, dr
NIP. 19731108 200212 1 005
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan Work with
Communities ini dengan sebaik-baiknya. Kedokteran komunitas ini merupakan
salah satu kegiatan dalam pelaksanaan Kepaniteraan Community Medicine periode
21 Agustus s/d 17 September 2017, yang dapat menjadi bekal pengalaman bagi
kami dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan di masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari bantuan serta peran serta semua
pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami. Untuk itu, pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
iii
5. Masyarakat Kecamatan Tegalsari terutama masyarakat di Desa
Tegalsari yang telah menerima dan menyambut baik kegiatan kami.
6. Seluruh staf BKKM yang telah membantu dan mendukung kami
dalam melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan WWC kami.
6. Seluruh staf Puskesmas Tegalsari yang telah memberikan pengarahan
dan bantuan demi kelancaran penelitian kami.
7. Seluruh tenaga paramedis dan tenaga non-medis Puskesmas Tegalsari
yang telah memberikan kesempatan belajar serta kepercayaan kepada
kami.
9. Seluruh rekan sejawat Dokter Muda dalam kepaniteraan klinik di
BKKM Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya periode
21 Agustus s/d 17 September 2017.
10. Semua pihak yang telah ikut berperan dalam kelancaran Kepaniteraan
Community Medicine dan pembuatan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan yang kami buat masih jauh
dari sempurna sehingga saran, kritik, ide pikiran serta bantuan dari berbagai pihak
sangat kami harapkan demi meningkatkan manfaat dari laporan yang kami buat.
Semoga laporan kami bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi Dokter
Muda lain serta Puskesmas Tegalsari pada khususnya.
iv
DAFTAR ISI
v
2.3.1 Daftar Masalah ...............................................................................................31
2.3.2 Prioritas Masalah ............................................................................................32
2.3.2 Penyebab Maslaah ..........................................................................................32
2.4 Diagnosis Komunitas .....................................................................................33
2.5 Rencana Program Terapi Komunitas .............................................................33
BAB 3 TERAPI KOMUNITAS ..............................................................................36
3.1 Deskripsi Program dan Hasil Terapi Komunitas ............................................36
3.2 Hasil Kegiatan Program Terapi Komunitas ...................................................40
3.2.1 Program yang Sudah Dikerjakan ....................................................................40
BAB 4 EVALUASI ...................................................................................................46
4.1 Metode dan Kegiatan Evaluasi .......................................................................46
4.2 Hasil Evaluasi .................................................................................................46
4.2.1 Pengenalan Medan .........................................................................................46
4.2.2 Diagnosis Komunitas .....................................................................................48
4.2.3 Terapi Komunitas ...........................................................................................51
BAB 5 DISKUSI .......................................................................................................62
BAB 6 KESIMPULAN ............................................................................................66
BAB 7 SARAN ..........................................................................................................68
BAB 8 PENUTUP.....................................................................................................69
Daftar Pustaka ..........................................................................................................72
Lampiran ..................................................................................................................73
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENGENALAN MEDAN
(Information Building)
1
Data Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi ganggunan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk
usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Prevalensi gangguan jiwa berat provinsi Jawa Timur mencapai 2,2
per 1.000 penduduk, sedangkan prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk umur ≥15 tahun adalah 6.5% (Riskesdas, 2013). Berdasar data dari
Bappeda Jawa Timur (2014), Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mencatat
sedikitnya 731 warga penderita gangguan jiwa di 26 kabupaten/kota masih
dipasung. Angka tersebut membuat Jawa Timur sebagai provinsi terbanyak
orang dipasung dibanding provinsi lain di Indonesia.
Data di Puskesmas Tegalsari menunjukkan sebanyak 55 warganya
menderita gangguan jiwa berat, atau sekitar 1: 1000 populasi dan masih ada
pemasungan di masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah dan
besarnya stigma di masyarakat diperkirakan menjadi hambatan bagi majunya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa. Oleh karena itu,
diperlukan suatu upaya untuk mengetahui penyebab masalah kesehatan jiwa di
Desa Tegalsari agar dapat diselesaikan dengan intervensi yang tepat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menjalankan pelayanan kesehatan paripurna mengenai upaya
promotif dan preventif terhadap kejadian gangguan jiwa dan penyakit-penyakit
terkait dengan memanfaatkan ilmu-ilmu kedokteran secara multidisiplin pada
masyarakat di daerah tertentu dengan tinggal bersama masyarakat guna
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Selain itu mampu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan melakukan kedokteran
komunitas di lapangan dengan menggunakan sumber daya setempat dan
menggerakkan peran serta masyarakat, serta menjalankan pelayanan kesehatan
2
dengan menggunakan konsep kedokteran keluarga dan upaya kesehatan
berbasis masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengenalan medan di wilayah Desa Tegalsari, Kecamatan
Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi.
2. Menentukan diagnosis komunitas di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari,
Kabupaten Banyuwangi dengan cara mengidentifikasi masalah, pemecahan
masalah, pengembangan solusi, pembentukan model, dan pengembangan
program.
3. Menjalankan terapi komunitas di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari,
Kabupaten Banyuwangi.
4. Menyusun evaluasi program terapi komunitas yang diselenggarakan di
Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi.
1.3 Kepustakaan
1.3.1 Kesehatan Jiwa
Tujuan dari upaya kesehatan jiwa adalah untuk menjamin setiap orang
dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan
3
yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat
mengganggu kesehatan jiwa. Menjamin setiap orang dapat mengembangkan
berbagai potensi kecerdasan. Memberikan pelindungan dan menjamin
pelayanan kesehatan jiwa bagi ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi
manusia. Memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif,
dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif bagi ODMK dan ODGJ. Menjamin ketersediaan dan
keterjangkauan sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa. Meningkatkan
mutu upaya kesehatan jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk
dapat memperoleh haknya sebagai warga negara Indonesia.
a. Promotif
4
fasilitas pelayanan kesehatan, media massa, lembaga keagamaan
dan tempat ibadah dan lembaga permasyarakatan dan rumah
tahanan.
Upaya promotif di lingkungan keluarga dilakukan dalam
bentuk pola asuh dan pola komunikasi dalam keluarga yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.
Upaya promotif di lingkungan lembaga pendidikan dilaksanakan
dalam bentuk menciptakan suasana belajar-mengajar yang
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan
keterampilan hidup terkait Kesehatan Jiwa bagi peserta didik
sesuai dengan tahap perkembangannya.
Upaya promotif di lingkungan tempat kerja dilaksanakan
dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai
Kesehatan Jiwa, serta menciptakan tempat kerja yang kondusif
untuk perkembangan jiwa yang sehat agar tercapai kinerja yang
optimal. Upaya promotif di lingkungan masyarakat dilaksanakan
dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai
Kesehatan Jiwa, serta menciptakan lingkungan masyarakat yang
kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.
Upaya promotif di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi
mengenai Kesehatan Jiwa dengan sasaran kelompok pasien,
kelompok keluarga, atau masyarakat di sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan. Upaya promotif di media massa dalam bentuk
penyebarluasan informasi bagi masyarakat mengenai Kesehatan
Jiwa, pencegahan, dan penanganan gangguan jiwa di masyarakat
dan fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa. Pemahaman
yang positif mengenai gangguan jiwa dan ODGJ dengan tidak
membuat program pemberitaan, penyiaran, artikel, dan/atau materi
yang mengarah pada stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODGJ;
5
dan pemberitaan, penyiaran, program, artikel, dan/atau materi yang
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan Kesehatan Jiwa.
Upaya promotif di lingkungan lembaga keagamaan dan tempat
ibadah dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan
edukasi mengenai Kesehatan Jiwa yang diintegrasikan dalam
kegiatan keagamaan. Upaya promotif di lingkungan lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan dilaksanakan dalam bentuk
peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga binaan
pemasyarakatan tentang Kesehatan Jiwa, pelatihan kemampuan
adaptasi dalam masyarakat dan menciptakan suasana kehidupan
yang kondusif untuk Kesehatan Jiwa warga binaan
pemasyarakatan.
b. Preventif
6
kondusif bagi perkembangan Kesehatan Jiwa, memberikan
komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan
gangguan jiwa dan menyediakan dukungan psikososial dan
Kesehatan Jiwa di lingkungan lembaga. Upaya preventif di
lingkungan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk menciptakan
lingkungan masyarakat yang kondusif, memberikan komunikasi,
informasi, dan edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa dan
menyediakan konseling bagi masyarakat yang membutuhkan.
c. Kuratif
d. Rehabilitatif
7
mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di
masyarakat. Hal ini meliputi rehabilitasi psikiatrik dan/atau
psikososial dan rehabilitasi sosial.
8
(Maramis, 2009). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan
badan ataupun gangguan jiwa. Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab
gangguan jiwa dapat dibedakan atas:
a. Faktor Biologis / alamiah
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami
gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan
faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang
berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang
bertubuh gemuk/endoform cenderung menderita psikosa
manik depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung
menjadi skizofrenia.
3) Termperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai
masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki
kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan Cedera Tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker,
dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung
dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri.
b. Ansietas / ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang
tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
9
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian
kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras
akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki
kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
d. Faktor Sosio Kultural
1. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan berbagai
tingkat kepribadian diorganisasi yang mengurangi kemampuan individu untuk
bekerja secara efektif dan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gejala
klinis skizofrenia sering bingung, depresi, menarik diri atau cemas. Hal ini
berdampak pada keinginan dan kemampuan untuk meakukan tindakan oral
hygiene. Skizofrenia mempunyai macam-macam jenisnya, menurut Maramis
(2004) jenis-jenis skizofrenia meliputi:
a) Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala
primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder.
Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
b) Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
10
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada
permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau
menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan
atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada
orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”,
“pelacur” atau “penjahat”.
c) Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis
(2004) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja
atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses
berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan
psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini.
Waham dan halusinasi banyak sekali.
d) Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali
antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres
emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
e) Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia terdapat
menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala
mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi
mungkin juga timbul lagi serangan.
2. Demensia
Demensia diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan kejiwaan,
demensia terkait dengan hilangnya fungsi otak. Demensia melibatkan masalah
progresif dengan memori, perilaku, belajar, dan komunikasi yang
mengganggu fungsi sehari-hari dan kualitas hidup. Ada dua jenis demensia,
yaitu :
a. Kerusakan kognitif reversibel
Sering dikaitkan dengan obat-obatan, resep atau lainnya, endokrin,
kekurangan gizi, tumor, dan infeksi.
11
b. Kerusakan kognitif ireversibel
Alzheimer dan vaskular demensia merupakan kerusakan kognitif
ireversibel yang paling umum. Alzheimer memiliki resiko meliputi usia,
genetika, kerusakan otak, sindroma down. Demensia vaskular melibatkan
kerusakan kognitif yang permanen akibat penyakit serebrovaskuler.
Tingkat keparahan dan durasi gangguan tergantung pada penyakit
serebrovaskular dan respon individu terhadap pengobatan.
Tanda dan gejala gangguan jiwa secara umum menurut Yosep (2009)
adalah sebagai berikut:
12
tidak ada hanya muncul dari dalam individu sebagai bentuk
kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut
halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
3. Gangguan kemauan klien memiliki kemauan yang lemah (abulia)
susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali
bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor,
bau, dan acak-acakan.
4. Ganggaun emosi klien merasa senang, gembira yang berlebihan
(Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai
raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung Karno tetapi dilain
waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya
(depresi) samapai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
5. Gangguan psikomotor Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan
yang berlebihan naik keatas genting berlari, berjalan maju
mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh
atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau
melakukan gerakan aneh
13
3. Nafsu makan berkurang
Seseorang yang sedang terganggu kesehatan mentalnya akan
mempengaruhi pula dalam nafsu makan. Keadaan mental dan emosi
nampak ditandai dengan:
a) Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk
akal) meskipun telah dibuktikkan secara obyektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
b) Halusinasi yaitu pengelaman panca indera tanpa ada rangsangan
misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.
c) Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya,
misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
e) Tidak atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan
serba malas dan selalu terlihat sedih.
1.3.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo dalam
Wawan, 2011).
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan tentang sakit dan penyakit
meliputi: penyebab penyakit, gejala atau tanda – tanda penyakit, bagaimana
cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara
penularannya, bagaimana cara pencegahannya.
14
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang cukup didalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
a) Faktor Internal
1) Pendidikan
2) Pekerjaan
3) Umur
4) Informasi
5) Pengalaman
6) Sosial ekonomi
15
b) Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
2) Kultur (Sosial, Budaya, Agama)
1.3.4 Sikap
Menurut Azwar (2011), sikap adalah perasaan mendukung atau memihak
(favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable)
pada objek psikologis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap merupakan
perasaan yang muncul karena stimulus, kecenderungan untuk berespon positif atau
negatif terhadap objek, organisme atau situasi tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Menurut Notoatmodjo
(2007), tingkatan sikap terbagi menjadi empat yaitu: a) Menerima / Receiving; b)
Merespon / Responding; c) Menghargai/Valuing; d) Bertanggung jawab /Responsible
16
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
f) Pengaruh faktor emosional
1.3.5 Stigma
Stigma merupakan kumpulan dari sikap, keyakinan, pikiran, dan perilaku
negatif yang berpengaruh pada individu atau masyarakat umum untuk takut,
menolak, menghindar, berprasangka, dan membedakan seseorang. Stigma
tersebut juga dapat menimbulkan kekuatan negatif dalam keseluruhan aspek
jaringan dan hubungan social pada kualitas hidup, hubungan dengan keluarga,
kontak sosial dalam masyarakat, dan perubahan harga diri pasien gangguan
jiwa (Corrigan, et al. 2009).
Stigma yang terus tumbuh di masyarakat dapat merugikan dan
memperburuk bagi yang terkena label sosial ini. Individu yang terkena stigma
di masyarakat sulit untuk berinteraksi sosial bahkan dalam kasus terburuk
dapat menyebabkan individu melakukan tindakan bunuh diri (Girma et al,
2013). Selain itu penolakan untuk mencari pengobatan, penurunan kualitas
hidup, kesempatan kerja yang lebih sedikit, penurunan peluang untuk
mendapatkan pemukiman, penurunan kualitas dalam perawatan kesehatan,
dan penurunan harga diri (Covarrubias & Han, 2011). Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Mestdagh (2013) stigma tidak hanya berdampak pada
klien gangguan jiwa, pada masyarakat yang ada sekitar pun ikut terkena,
mereka merasa ketakutan kalau ada klien gangguan jiwa di lingkungan
masyarakatnya karena mereka berpikir klien gangguan jiwa suka mengamuk
dan mencelakai orang lain. Semua itu merupakan konsekuensi dari stigma
gangguan jiwa.
Stigma terhadap gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan konsekuensi
negatif terhadap pe nderitanya, tetapi juga anggota keluarganya. Beban stigma
gangguan jiwa membuat penderita dan keluarganya memilih untuk
menyembunyikan kondisinya daripada mencari pertolongan bahkan stigma
membuat pihak keluarga juga tak memahami karakter anggota keluarga yang
17
mengalami gangguan jiwa. Keluarga jadi bersikap apatis dan sering mengelak
bila diajak konsultasi ke psikiater. Rasa malu yang sering menghantui benak
keluarga. Padahal dukungan keluarga sangat penting untuk upaya
penyembuhan penderita gangguan jiwa. (Syaharia,2008).
1.4 Metode
1.4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain
penelitian cross sectional. Penelitian ini akan mengetahui hubungan antara
pengetahuan dan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa berat di Desa
Tegalsari, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi.
18
No Variabel Definisi Intrumen Metode Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1. Pengetahu Tingkat Kuisioner Survei Rentang Rasio
an tentang pengetahuan/ berisi 10 nilai : 1-10
gangguan tingkat pertanyaan
jiwa berat kognitif pilihan ganda
responden yang
perihal dimodifikasi
gangguan dari KAST
jiwa berat
2. Sikap Sikap negatif/ Kuisioner Survei Rentang Rasio
terhadap stigma yang berisi 20 nilai : 1-5
orang ditunjukkan pertanyaan
dengan masyarakat likert score
gangguan pada orang yang
jiwa berat dengan dimodifikasi
gangguan dari CAMI
jiwa berat
19
terhadap orang dengan gangguan jiwa berat menggunakan kuisioner yang
dimodofikasi dari CAMI (Community Attitude toward the Mentally Ill).
1.9 Hasil
1.9.1 Karakteristik Responden
20
Tabel 1.2 Karakteristik responden penelitian di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari,
Kabupaten Banyuwangi
Variabel n(%)
Usia
< 20 34 (22,4)
20 - 29 34,4 49 (32,2)
30 – 39 23 (15,1)
40 – 49 25 (16,4)
≥50 21 (13,8)
Jenis Kelamin
Laki-laki 78 (51,3)
Perempuan 74 (48,7)
Pendidikan Terakhir
SD 10 (6,6)
SMP 49 (32,2)
SMA 45 (29,6)
D3/S1 45 (29,6)
S2 3 (2,0)
Pernah melihat ODGJ berat
Ya 129 (84,9)
Tidak 34,4 23 (15,1)
Pernah takut dengan ODGJ berat
Ya 129 (84,9)
Tidak 23 (15,1)
Pernah mendengar tentang gangguan jiwa berat di radio/tv/media sosial dalam 1
tahun terakhir
Ya 95 (62.5)
Tidak 57 (37,5)
Pernah bekerja/hidup/belajar bersama ODGJ berat
Ya 24 (15,8)
Tidak 128 (84,2)
21
Tidak 149 (98,0)
Gangguan jiwa berat dapat disembuhkan
Ya 132 (86,8)
Tidak 20 (13,2)
Gangguan jiwa berat hanya dapat disembuhkan dengan pengobatan tradisional
Ya 32 (21,1)
Tidak 120 (78,9)
Gangguan jiwa berat hanya dapat disembuhkan dengan pengobatan modern
Ya 36 (23,7)
Tidak 116 (76,3)
Gangguan jiwa berat dapat disembuhkan dengan menggabungkan pengobatan
tradisional dan modern
Ya 110 (72,4)
Tidak 42 (27,6)
Total 152 (100)
Karakteristik data tingkat pengetahuan tentang gangguan jiwa berat dan sikap
masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa berat didapatkan dari jawaban
kuisioner penelitian seperti yang di tersaji dalam tabel 1.3 berikut.
Tabel 1.3 Karakteristik data pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap orang
dengan gangguan jiwa berat di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari,
Kabupaten Banyuwangi
22
Tabel 1.4 Distribusi jawaban kuisioner sikap negatif responden
n (%)
No. Pernyataan Sangat
Tidak Biasa Sangat
tidak Stigma
stigma saja stigma
stigma
Ketika seseorang
menunjukkan tanda-tanda
1 1 9 75 66
1. gangguan jiwa berat, dia
(0,7) (0,7) (5,9) (49,3) (43,4)
seharusnya dibawa ke rumah
sakit
Orang dengan gangguan jiwa
berat seharusnya 21 73 16 32 10
2.
dijauhkan/dibuang dari (13,8) (48) (10,5) (21,1) (6,6)
komunitas/ masyarakatnya
Gangguan jiwa berat adalah
2 25 11 96 18
3. jenis penyakit biasa seperti
(1,3) (16,4) (7,2) (63,2) (11,8)
penyakit yang lainnya
Orang dengan gangguan jiwa
berat tidak lebih berbahaya 3 56 40 47 6
4.
daripada apa yang (2) (36,8) (26,3) (30,9) (3,9)
dipersepsikan orang
Ada suatu hal pada orang
dengan masalah kejiwaan yang 4 8 15 106 19
5.
membuat mereka mudah (2,6) (5,3) (9,9) (69,7) (12,5)
dibedakan dari orang normal
Wanita akan tampak bodoh
bila menikahi lelaki yang
4 65 41 30 12
6. menderita gangguan jiwa berat
(2,6) (42,8) (27) (19,7) (7,9)
meskipun dia telah pulih
kembali
Masyarakat tidak perlu
7 34 27 70 14
7. dilindungi dari orang dengan
(4,6) (22,4) (17,8) (46,1) (9,2)
masalah kejiwaan
Tidak ada seorang pun yang
berhak melarang orang dengan 11 76 28 28 9
8.
gangguan jiwa berat keluar (7,2) (50) (18,4) (18,4) (5,9)
dari lingkungannya
23
Saya tidak ingin tinggal
bersebelahan dengan tetangga 11 42 45 39 15
10.
yang mengalami gangguan (7,2) (27,6) (29,6) (25,7) (9,9)
jiwa berat
Orang dengan masalah
kejiwaan berat seharusnya
37 78 17 16 4
11. tidak diperlakukan sebagai
(24,3) (51,8) (11,2) (10,5) (2,6)
orang buangan di lingkungan
masyarakat
Orang dengan masalah
kejiwaan berat seharusnya
29 65 14 33 11
12. dimotivasi untuk memikul
(19,1) (42,8) (9,2) (21,7) (7,2)
tanggung jawab dalam
kehidupan normal
Cara yang paling tepat untuk
merawat orang dengan
gangguan jiwa berat adalah 24 76 15 27 10
13.
dengan menyembunyikan (15,8) (50) (9,9) (17,8) (6,6)
mereka dalan ruangan yang
tertutup
Orang dengan riwayat
gangguan jiwa berat 4 29 19 58 42
14.
seharusnya dilarang untuk (2,6) (19,1) (12,5) (38,2) (27,6)
bekerja di kantor public
Orang dengan masalah
19 82 20 29 2
16. kejiwaan boleh dilanggar hak-
(12,5) (53,9) (13,2) (19,1) (1,3)
hak individunya
Salah satu dari penyebab dari
gangguan jiwa berat adalah 3 38 28 72 11
17.
kurangnya disiplin dan (2) (25) (18,4) (47,4) (7,2)
kemauan diri
Orang dewasa dengan
gangguan jiwa berat 4 24 23 81 20
18.
seharusnya tidak diberi (2,6) (15,8) (15,1) (53,3) (13,2)
tanggung jawab
Hampir setiap orang bisa 9 66 29 37 11
19.
terkena gangguan jiwa berat (5,9) (43,4) (19,1) (24,3) (7,2)
Kebanyakan wanita yang
pernah menjadi pasien di
5 28 42 64 13
20. rumah sakit jiwa bisa
(3,3) (18,4) (27,6) (42,1) (8,6)
dipercaya sebagai pengasuh
bayi
24
1.9.3 Uji Korelasi antara Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Masyarakat
terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Sebelum melakukan uji korelasi, kelompok data pengetahuan dan sikap diuji
normalitas data. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (α=0,05).
Tabel 1.5 Uji Normalitas pada Kelompok Data Penelitian
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok Data
Statistic Df Sig.
Pengetahuan .180 152 0,00
Sikap .125 152 0,00
Berdasarkan tabel 1.6, didapatkan nilai p = 0,034 (p< 0.05), maka H0 ditolak
dan H1 diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan tentang gangguan jiwa berat dengan sikap masyarakat terhadap orang
dengan gangguan jiwa berat di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten
Banyuwangi.
25
1.10 Pembahasan
26
pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa, maka semakin positif sikap
masyarakat kepada penderita gangguan jiwa.
1.11 Kesimpulan
1. Hasil survey pengenalan medan di Desa Tegalsari, didapatkan rerata nilai
pengetahuan tentang gangguan jiwa berat sebesar 4,68 dari rentang nilai 0
hingga 10. Serta rerata nilai sikap masyarakat terhadap orang dengan
gangguan jiwa berat sebesar 3,13 dari rentang nilai 1 hingga 5.
2. Hasil analisis data menggunakan Uji Korelasi Spearman, didapatkan nilai
signifikansi p = 0,034, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan tentang gangguan jiwa berat dengan sikap masyarakat terhadap
orang dengan gangguan jiwa berat pada masyarakat di Desa Tegalsari,
Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi.
27
BAB 2
DIAGNOSA KOMUNITAS
2.1 Kegiatan
Pengambilan keputusan diagnosis komunitas dilakukan secara terbuka dengan
lokakarya yang menggunakan metode Nominal Group Technique (NGT) Delbecq dan
diskusi pleno. Hasil pengenalan medan dipresentasikan dan didiskusikan untuk
merumuskan suatu diagnosis komunitas. Data pada tahap information building terdiri
dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan penulis dari hasil survei pada
warga Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi berupa data
dasar responden, tingkat stigma, dan pengetahuan berdasarkan kuisioner Knowledge
About Schizophrenia Test (KAST) dan Community Attitude toward Mental Illness
(CAMI).
28
2.2 Kerangka Operasional Lokakarya
Pengenalan medan
Hasil Survei
Diagnosis Komunitas
(NGT Delbecq)
Skoring masalah
1. Stigma di masyarakat
2. Kurang pengetahuan tentang
gangguan jiwa
Penentuan prioritas 3. Kurang tenaga kesehatan
penyebab masalah
4. Kurang kepedulian keluarga
dan lingkungan
Skoring solusi
Diskusi Pleno
Rencana Terapi
Komunitas
30
perangkat desa dan kecamatan Tegalsari yang lain, Perwakilan dari BKKM,
Pembimbing Akademik, serta Dokter Muda Community Medicine periode 21 Agustus
– 17 September 2017. Hasil MoU tersebut merupakan komitmen bersama dalam
menanggulangi masalah gangguan jiwa berat di Desa Tegalsari, Kecamatan
Tegalsari.
31
hingga 10. Serta rerata nilai sikap masyarakat terhadap orang dengan
gangguan jiwa berat sebesar 3,13 dari rentang nilai 1 hingga 5.
2. Hasil analisis data menggunakan Uji Korelasi Spearman, didapatkan nilai
signifikansi p = 0,034, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan tentang gangguan jiwa berat dengan sikap masyarakat terhadap
orang dengan gangguan jiwa berat pada masyarakat di Desa Tegalsari,
Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi.
32
2.4 Diagnosis Komunitas
Tingginya masalah kesehatan jiwa di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari,
Kabupaten Banyuwangi disebabkan karena stigma masyarakat terhadap gangguan
jiwa yang masih buruk. Selain itu penyebab lainnya yakni kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gangguan jiwa juga berkontribusi, sehingga menimbulkan mitos-
mitos dan berbagai prasangka buruk di masyarakat. Kurangnya tenaga kesehatan
untuk menjangkau pasien dengan gangguan jiwa juga meningkatkan angka kejadian
gangguan jiwa yang mungkin belum terdeteksi di masyarakat. Masalah yang terakhir
ialah kurangnya kepedulian keluarga dan lingkungan sekitar pasien gangguan jiwa
sehingga tidak terurusnya pasien-pasien tersebut.
Waktu dan
No. Nama Program Koordinator Kegiatan
Tempat
1. Pembentukan - Mahasiswa Pembentukan kader Balai Desa
Kader Kesehatan kepaniteraan kesehatan jiwa Tegalsari,
Jiwa Community dimulai dengan 6
Medicine penyuluhan dan September
- Perwakilan pelatihan kader oleh 2017
Puskesmas pembicara mengenai
Tegalsari pengenalan terhadap
(Penanggung kesehatan jiwa.
jawab Kesehatan Kader mendapatkan
Jiwa) materi kesehatan
- PJ Kepala Desa jiwa dari sudut
Tegalsari pandang medis dan
sudut pandang
agama, selain itu
juga mendapatkan
33
motivasi dari tokoh
agama setempat.
Dilakukan simulasi
kegiatan Kader
Kesehatan Jiwa
untuk memberikan
kader gambaran
tanggung jawab yang
akan dilakukan.
Kader dilantik
dengan pemberian
sertifikat oleh PJ
Kepala Desa
Tegalsari.
2. Mitra Jiwa - Mahasiswa Tokoh masyarakat Balai Desa
kepaniteraan dan tokoh agama di Tegalsari,
Community Desa Tegalsari 6
Medicine diberikan September
- Perwakilan penyuluhan dan 2017
Puskesmas pengenalan terhadap
Tegalsari kesehatan jiwa dari
(Penanggung sudut pandang medis
jawab Kesehatan dan sudut agama,
Jiwa) serta pengenalan
- PJ Kepala Desa terhadap stigma dan
Tegalsari bagaimana
- Da’i Pondok menghapuskannya
Pesantren dari masyaarakat.
Tsamrotul Roudlo Selain itu peserta
diajak untuk
memecahkan mitos
seputar kesehatan
jiwa.
Simulasi mengenai
deteksi dan
identifikasi ODGJ
juga diberikan
kepada tokoh
masyarakat dan
tokoh agama di Desa
Tegalsari
3. Buku Pedoman - Mahasiswa Pembuatan Buku Balai Desa
dan Modul Kepaniteraan Pedoman dan Modul Tegalsari, 6
Kurikulum Community Kurikulum Pelatihan September
34
Pelatihan Kader Medicine Kader Kesehatan 2017
Kesehatan Jiwa - Penanggungjawab Jiwa Tegalsari. Buku
Kesehatan Jiwa Pedoman Kader akan
Puskesmas diserahkan kepada
Tegalsari masing-masing kader
sebagai panduan
dalam melakukan
tanggung jawabnya
sehari-hari. Modul
Kurikulum Pelatihan
Kader akan diberikan
kepada pihak
Puskesmas untuk
dapat meneruskan
pelatihan kader
kesehatan jiwa
4. Proposal Bantuan - Mahasiswa Melakukan advokasi Balai Desa
Dana Operasional Kepaniteraan kepada Camat Tegalsari,
Kader Kesehatan Community Tegalsari dan Kepala Kantor
Jiwa Medicine Desa Tegalsari untuk Kecamatan
menerbitkan SK Tegalsari,
terkait pembentukan September
Kader Kesehatan 2017
Jiwa dan
memberikan bantuan
dana operasional
untuk menunjang
kegiatan kader
5. Jiwa Muda Peduli - Mahasiswa Memberikan Pondok
Jiwa Kepaniteraan penyuluhan kepada Pesantren
Community pelajar di Pondok Mamba’ul
Medicine Pesantren Mamba’ul Huda,
- Pondok Pesantren Huda mengenai 8
Mamba’ul Huda pengenalan terhadap September
kesehatan jiwa dan 2017
penghapusan stigma
terhadap orang
dengan gangguan
jiwa
35
BAB 3
TERAPI KOMUNITAS / PROGRAM IMPLEMENTATION
36
Tujuan Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
terhadap kejadian gangguan jiwa di Desa Tegalsari
Sasaran Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari
Waktu, tempat Rabu, 6 September 2017; Balai Desa Tegalsari
Metode Kader Kesehatan Jiwa merupakan perwakilan dari
masing-masing posyandu balita yang dinilai paling
berkomitmen oleh Kepala Desa dan Koordinator
Kader Desa Tegalsari. Didapatkan calon Kader
Kesehatan Jiwa sejumlah 11 orang.
Kader Kesehatan Jiwa yang terbentuk kemudian
dilakukan pelatihan perdana mengenai pengenalan
terhadap kesehatan jiwa. Kader mendapatkan
materi kesehatan jiwa dari sudut pandang medis
dan sudut pandang agama, selain itu juga
mendapatkan motivasi dari tokoh agama setempat.
Dilakukan simulasi kegiatan Kader Kesehatan Jiwa
untuk memberikan kader gambaran tanggung jawab
yang akan dilakukan.
Kader dilantik dengan pemberian sertifikat oleh
Kepala Desa Tegalsari.
Fasilitator -Penanggung Jawab Kesehatan Jiwa Puskesmas
Tegalsari
-DM FK UNAIR
-Kepala Puskesmas Tegalsari
-Tokoh Agama Desa Tegalsari
Indikator keberhasilan 1. Seluruh kader peserta mengikuti pelatihan
hingga selesai
2. Terbentuknya Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari
38
Metode 1. Penyusunan materi Buku Pedoman dan
Modul Kurikulum Pelatihan Kader
Kesehatan Jiwa Tegalsari
2. Pembuatan desain Buku Pedoman Kader
Kesehatan Jiwa Tegalsari
3. Pencetakan Buku Pedoman dan Modul
Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa
Tegalsari
4. Penyerahan Buku Pedoman dan Modul
Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa
Tegalsari
Fasilitator Dokter Muda FK UNAIR Surabaya
Indikator keberhasilan 1. Seluruh Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari
memiliki Buku Pedoman Kader
2. Penanggung Jawab Kesehatan Jiwa
Puskesmas Tegalsari memiliki Modul
Kurikulum Pelatihan Kader
39
5. Jiwa Muda Peduli Jiwa
Perencanaan
PIC Achmad Badruz Zaman
Jenis kegiatan Penyuluhan
Deskripsi kegiatan Memberikan penyuluhan kepada pelajar di Pondok
Pesantren Mamba’ul Huda mengenai pengenalan
terhadap kesehatan jiwa dan penghapusan stigma
terhadap orang dengan gangguan jiwa
Tujuan Membuka wawasan generasi muda masyarakat
Tegalsari sehingga dapat berkontribusi dalam
upaya penghapusan stigma terhadap gangguan jiwa
di masyarakat
Sasaran -Pelajar Pondok Pesantren Mamba’ul Huda
Waktu, tempat Waktu : 8 September 2017
Tempat : Pondok Pesantren Mamba’ul Huda,
Krasak, Tegalsari
Metode Pelajar Pondok Pesantren Mamba’ul Huda
diberikan penyuluhan dan pengenalan terhadap
kesehatan jiwa serta pengenalan terhadap stigma
dan bagaimana menghapuskannya dari
masyaarakat.
Fasilitator Dokter Muda FK UNAIR Surabaya
Indikator keberhasilan - Minimal 75% dari seluruh peserta penyuluhan
mengikuti acara hingga selesai
- Peserta aktif berpartisipasi dalam acara
40
Pelatihan perdana dilaksanakan di Balai Desa Tegalsari pada hari Rabu,
tanggal 6 September 2017. Pelatihan perdana Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan program Mitra Jiwa. Pelatihan ini
bertema “Pengenalan Terhadap Kesehatan Jiwa dan Stigma”. Acara secara garis besar
menjadi 3 sesi materi dan sesi pelantikan kader. Acara dibuka dengan pembukaan,
kata sambutan dari Ketua Kelompok DM Community Medicine Tegalsari, Achmad
Badruz Zaman dan PJ Kepala Desa Tegalsari, Bonahar. Dilanjutkan dengan pretest
oleh peserta. Acara dipandu oleh perwakilan DM FK Unair, Aulia Rachim.
Sesi pertama bertema “Ilmu Kesehatan Jiwa dari Sudut Pandang Medis dan
Peran Masyarakat di Dalamnya”. Materi disampaikan oleh H. Muhammad Fathoni,
dr. selaku Kepala Puskesmas Tegalsari. Isi materi terdiri dari masalah kesehatan jiwa
di Tegalsari, pemahaman kesehatan jiwa secara luas, cara masyarakat mengenali
ODGJ, apa yang masyarakat sebaiknya lakukan dan tidak lakukan kepada ODGJ,
pemahaman stigma, dan bagaimana menghapuskan stigma.
Sesi kedua bertema “Ilmu Kesehatan Jiwa dan Stigma dari Sudut Pandang
Agama Islam”. Materi disampaikan oleh Gus Munir, salah seorang tokoh agama yang
terpandang di Desa Tegalsari. Isi materi terdiri dari konsep kesehatan jiwa dalam
agama Islam, cara menjaga kesehatan jiwa dalam agama Islam, ajaran Islam dalam
menyikapi ODGJ dan keluarganya, stigma terhadap ODGJ dan dampaknya dari sudut
pandang agama Islam dan manfaat menjadi penggiat sosial dari sudut pandang agama
Islam.
Sesi ketiga merupakan pelatihan dan simulasi untuk Kader Kesehatan Jiwa
Tegalsari. Sesi dipimpin oleh Hafid Algristian, dr., SpKJ. Pokok bahasan dari
pelatihan dan simulasi yang diberikan adalah seputar penghapusan stigma, mengenal
gangguan jiwa, mengenal terapi untuk gangguan jiwa, memahami tim dan alur
rujukan, dan praktek komunikasi rujukan. Antusiasme peserta tampak dari aktifnya
peserta dalam diskusi dan banyaknya pertanyaan yang diajukan, serta banyak peserta
yang membagikan pengalamannya.
41
Sesi berikutnya dilanjutkan dengan pelantikan Kader Kesehatan Jiwa
Tegalsari yang terbentuk. Difasilitasi oleh PJ Kepala Desa Tegalsari, Bapak Bonahar
dan DM FK Unair. Kader yang ditunjuk menjadi Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari
diberikan sertifikat. Sertifikat juga diberikan kepada seluruh pembicara.
42
Tegalsari, Bonahar. Dilanjutkan dengan pretest oleh peserta. Acara dipandu oleh
perwakilan DM FK Unair, Aulia Rachim.
Sesi pertama bertema “Ilmu Kesehatan Jiwa dari Sudut Pandang Medis dan
Peran Masyarakat di Dalamnya”. Materi disampaikan oleh H. Muhammad Fathoni,
dr. selaku Kepala Puskesmas Tegalsari. Isi materi terdiri dari masalah kesehatan jiwa
di Tegalsari, pemahaman kesehatan jiwa secara luas, cara masyarakat mengenali
ODGJ, apa yang masyarakat sebaiknya lakukan dan tidak lakukan kepada ODGJ,
pemahaman stigma, dan bagaimana menghapuskan stigma.
Sesi kedua bertema “Ilmu Kesehatan Jiwa dan Stigma dari Sudut Pandang
Agama Islam”. Materi disampaikan oleh Gus Munir. Isi materi terdiri dari konsep
kesehatan jiwa dalam agama Islam, cara menjaga kesehatan jiwa dalam agama Islam,
ajaran Islam dalam menyikapi ODGJ dan keluarganya, stigma terhadap ODGJ dan
dampaknya dari sudut pandang agama Islam dan manfaat menjadi penggiat sosial dari
sudut pandang agama Islam.
Sesi ketiga merupakan simulasi deteksi dan identifikasi masalah ODGJ. Sesi
dipimpin oleh Hafid Algristian, dr., SpKJ. Pokok bahasan dari simulasi yang
diberikan adalah seputar penghapusan stigma, mengenal gangguan jiwa, cara
mengenali ODGJ dan mengidentifikasi tanda-tanda bahaya. Antusiasme peserta
tampak dari aktifnya peserta dalam diskusi dan banyaknya pertanyaan yang diajukan,
serta banyak peserta yang membagikan pengalamannya.
43
3. Buku Pedoman & Modul Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa
Tegalsari
Buku Pedoman Kader Kesehatan Jiwa dibuat untuk menjadi panduan bagi
Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari dalam menjalankan tanggung jawabnya sehari-hari.
Berisi pengetahuan dasar tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa berat,
pengetahuan dan cara pendampingan pasien gangguan jiwa dan keluarganya, serta
petunjuk teknis dalam melaksanakan berbagai prosedur tugasnya. Buku Pedoman
Kader diberikan kepada masing-masing Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari dan
Penanggung Jawab Kesehatan Jiwa Puskesmas Tegalsari.
44
terbentuk, untuk kemudian juga diberikan bantuan dana operasional dari Alokasi
Dana Desa. Salinan dari proposal tersebut juga diserahkan kepada Penanggung Jawab
Kesehatan Jiwa Puskesmas Tegalsari untuk kemudian dapat digunakan sesuai
kebutuhannya. Harapannya, dengan pemberian penghargaan yang pantas kepada
kader, motivasi dan kinerja mereka akan terangkat dan keberlangsungan program
Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari dapat terjamin.
Sesi materi diawali dengan pemutaran video tentang seorang pelajar yang
mengalami gangguan jiwa. Kemudian peserta diajak mendiskusikan kira-kira apa
yang terjadi pada pelajar di video tersebut. Dilanjutkan dengan pemberian materi
tentang pengenalan terhadap kesehatan jiwa secara luas dan stigma serta bagaimana
cara menghapuskannya dari masyarakat. Selanjutnya sesi materi diakhiri dengan
video tentang akibat dari stigma. Kemudian dibuka sesi tanya jawab. Peserta sangat
antusias bertanya, terutama tentang kehidupannya sehari-hari di lingkungan pondok
pesantren.
45
BAB 4
EVALUASI
46
Petugas Puskesmas berperan dalam pencarian data awal mengenai
gambaran kejadian Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan
faktor-faktor yang berhubungan. Gambaran kejadian kejadian
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di wilayah kerja puskesmas
sesuai persebaran per desa dan dusun kemudian menuntun dokter
muda untuk menentukan daerah yang akan disurvei, yaitu Desa
Tegalsari.
Kepala Puskesmas Tegalsari:
Kepala Puskesmas Tegalsari menjadi pengarah dokter muda untuk
melakukan survei di masyarakat, yaitu dengan menentukan daerah
tempat sampel penelitian akan diambil
Kepala Kecamatan Tegalsari:
Kepala Kecamatan Tegalsari memberikan dorongan pada Kepala
Desa Tegalsari untuk memfasilitasi Dokter Muda dalam
melaksanakan kegiatan pengenalan medan.
Kepala Desa / PJ Kepala Desa Tegalsari”
Kepala Desa Tegalsari memberikan izin kepada Dokter Muda untuk
melaksanakan kegiatan work with community bertemakan kesehatan
jiwa di Desa Tegalsari dan menghubungkan dengan perangkat desa
yang menangani orang dengan gangguan jiwa di Desa Tegalsari.
Masyarakat di Desa Tegalsari yang menjadi sampel penelitian:
Masyarakat di Desa Tegalsari yang menjadi kriteria inklusi adalah
yang bertempat tinggal di Desa Tegalsari dan berusia lebih dari 15
tahun. Masyarakat di Desa Tegalsari dapat menerima kedatangan
dokter muda dan menjawab kuesioner yang diberikan oleh dokter
muda. Jumlah responden yang didapatkan sebanyak 152 orang,
melebihi target awal yaitu 80 responden.
b. Money
Sumber dana berasal dari swadana dokter muda dan pihak BKKM.
47
c. Material
Material yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kuesioner, alat
tulis, dan alat transportasi berupa mobil sebanyak dua buah.
2. Proses
a. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah telah cukup dilakukan dengan baik di
bagian latar belakang penelitian. Kecukupan perumusan penelitian juga
telah cukup dilakukan di bagian tujuan, manfaat, dan metode penelitian.
b. Efektivitas
Efektivitas tujuan penelitian didapatkan sebesar 100%, karena 4 tujuan
khusus penelitian dapat dicapai semua. Efektivitas subjek penelitian
adalah sebesar 190% karena total sampel yang didapatkan yaitu 152
sampel dari 80 sampel yang direncanakan.
3. Output
a. Kualitatif
Kegiatan pengenalan medan terlaksana dengan baik mulai dari perencanaan
hingga penulisan hasil laporan penelitian.
48
menyetujui sebuah nota kesepahaman atau Memorandum of
Understanding (MoU).
Masyarakat dan stakeholders terkait
Masyarakat dan stakeholders terkait sangat menerima Dokter Muda
dan aktif berpartisipasi sepanjang acara. Banyak usulan yang
dikemukakan oleh peserta, baik solusi yang mungkin dilakukan
maupun yang sulit untuk dilakukan. Tingkat partisipasi lokakarya
adalah 91% yaitu dihadiri 50 undangan dari 55 undangan yang
tersebar. Kendala yang muncul pada acara ini adalah proses focus
group discussion (FGD) tidak dapat dilaksanakan karena teknis acara
yang tidak memungkinkan untuk dilakukan FGD. Lokakarya
dilaksanakan setelah Rapat Lintas Sektor Kecamatan Tegalsari yang
dipimpin oleh kepala kecamatan dan mengundang pimpinan-pimpinan
instansi di seluruh Kecamatan Tegalsari. Kegiatan rapat yang telah
menyita banyak waktu membuat Dokter Muda tidak mungkin
memaksakan untuk melaksanakan FGD di forum tersebut.
b. Money
Dana yang digunakan pada acara diagnosis komunitas ini
menggunakan dana bantuan dari BKKM sebesar Rp 750.000,00. Dana
tersebut digunakan untuk penyediaan konsumsi dan alat tulis kantor.
c. Material
Material yang digunakan antara lain Balai Desa Tegalsari, sound
system, LCD proyektor, screen, laptop, meja kursi, perlengkapan
lokakarya peralatan diskusi: kertas flip chart, spidol, kertas delbeq,
map, dan alat tulis. Sound system, meja dan kursi telah disediakan oleh
perangkat Desa Tegalsari. Secara umum tidak ada penyulit apapun dari
sisi material sehingga keseluruhan rangkaian Lokakarya dapat
terlaksana dengan baik.
49
2. Proses
a. Relevansi
Acara diagnosis komunitas ini dibuat untuk menentukan titik temu
antara health need dari penelitian yang telah dilakukan dokter muda
dan health demand dari masyarakat. Acara ini dibuat dari
masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, agar masyarakat
mampu peka menyadari masalah yang terjadi di sekitarnya dan
menemukan solusi secara mandiri.
b. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah telah cukup dilakukan dengan baik di
bagian subbab kegiatan. Kecukupan perumusan kegiatan juga telah
cukup dilakukan di bagian tujuan lokakarya, lokasi dan waktu,
kepesertaan, kerangka operasional, dan susunan acara.
c. Efektivitas
Efektivitas tujuan penelitian didapatkan sebesar 100%, karena tujuan
lokakarya dapat dicapai semua. Efektivitas peserta lokakarya adalah
91% karena peserta yang hadir berjumlah 50 orang dari 55 orang
yang diundang.
3. Output
a. Kualitatif
Kegiatan pengenalan medan terlaksana dengan baik mulai dari
perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan.
b. Kuantitatif
Terpilih 3 solusi dari dari hasil diskusi lintas sektor bersama para
perangkat kecamatan, perangkat desa, dan perwakilan instansi. Tiga
kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam sebuah nota kesepahaman
(MoU) yang ditandatangani oleh Kepala Desa Tegalsari, Kepala
Puskesmas Tegalsari, dan Ketua Dokter Muda.
50
4.2.3 Terapi Komunitas
Relevansi terapi komunitas
Tabel 4.1 Matriks evaluasi relevansi terapi komunitas
Rencana Program Program Kesehatan yang
Hasil Survei
Terapi Komunitas Dilaksanakan
Besarnya stigma dan Kader Kesehatan Jiwa Penyuluhan dan Pelatihan
kurangnya pengetahuan Tegalsari Kader Kesehatan Jiwa di Desa
masyarakat tentang Tegalsari
ODGJ
Mitra Jiwa Tegalsari Penyuluhan Kesehatan Jiwa
pada Tokoh Agama di Desa
Tegalsari
Jiwa Muda Peduli Jiwa Penyuluhan Kesehatan Jiwa di
Ponpes Mamba’ul Huda, Desa
Tegalsari
Pembuatan dan pembagian
Buku Pedoman & Buku Pedoman Kader
Modul Kurikulum Kesehatan Jiwa Tegalsari
Pelatihan Kader “Peduli Jiwa” kepada Kader
Kesehatan Jiwa Kesehatan Jiwa
51
Kurang kepedulian dan Kader Kesehatan Jiwa Penyuluhan dan Pelatihan
dukungan kepada Tegalsari Kader Kesehatan Jiwa di Desa
keluarga dari Tegalsari
lingkungan sekitar
Mitra Jiwa Tegalsari Penyuluhan Kesehatan Jiwa
pada Tokoh Agama di Desa
Tegalsari
Jiwa Muda Peduli Jiwa Penyuluhan Kesehatan Jiwa di
Ponpes Mamba’ul Huda, Desa
Tegalsari
Matriks evaluasi relevansi antara hasil survei, diagnosa komunitas, dan terapi
komunitas, menunjukkan bahwa terdapat relevansi antara hasil survei, diagnosis
komunitas, dan rencana terapi komunitas yang dilakukan. Evaluasi dilakukan jangka
pendek yaitu pada akhir masa tugas Dokter Muda di Puskesmas Tegalsari dan
evaluasi jangka panjang dilakukan setiap enam bulan sampai dua tahun setelah
berakhirnya masa tugas Dokter Muda.
52
kesehatan jiwa, pembuatan sertifikat penghargaan, dan penyediaan
konsumsi untuk para peserta pelatihan. Kegiatan ini merupakan kegiatan
permulaan untuk membangkitkan geliat masyarakat untuk aktif dalam
kepedulian terhadap kesehatan jiwa, oleh karena itu Dokter Muda
memfasilitasi untuk memulainya dan di kesempatan yang akan datang
diharapkan masyarakat dapat benar-benar menyelenggarakan kegiatan
untuk kesehatan jiwa dengan daya, dana, dan upaya dari masyarakat
sendiri.
c. Method
Dokter muda memfasilitasi masyarakat untuk memberdayakan
masyarakatnya sendiri dengan mengadakan pelatihan dari masyarakat
dan untuk masyarakat didukung oleh pakar kesehatan jiwa. Pelatihan
berupa ceramah dari tokoh kesehatan, tokoh agama, dan pakar kesehatan
jiwa dilanjutkan dengan simulasi kader kesehatan jiwa menghadapi
kasus warga yang mengalami gangguan jiwa dan diskusi peserta dalam
kelompok (focus group discussion) yang difasilitasi oleh Dokter Muda.
2. Proses
a. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah yang menjadi dasar program ini telah
cukup dilakukan dengan baik di bagian relevansi. Kecukupan
perumusan kegiatan juga telah cukup dilakukan di bagian bab terapi
komunitas.
b. Kemajuan program (progress)
Kader, tokoh agama, dan unsur-unsur masyarakat lebih memahami
tentang masalah kesehatan jiwa dan pada akhir kegiatan dapat terbentuk
Kader Kesehatan Jiwa Desa Tegalsari.
53
c. Efektivitas
Efektivitas pada kegiatan ini dinilai dengan antusiasme dan kemampuan
peserta pelatihan mengikuti materi, ditandai dengan jumlah penanya dan
respon peserta dalam focus group discussion.
3. Output
a. Kuantitatif
Terbentuk Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari yang berjumlah 11 orang kader
yang tersebar di berbagai penjuru Desa Tegalsari.
b. Keberhasilan
Indikator keberhasilan program ini yaitu seluruh kader peserta mengikuti
pelatihan hingga selesai dan terbentuknya Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari
tercapai seluruhnya sehingga keberhasilannya adalah 100%.
c. Relevansi
Sesuai dengan matriks evaluasi relevansi yang telah ditulis, terdapat
relevansi antara masalah yang ada dengan kegiatan yang dilakukan.
54
menggait lima tokoh agama yang mewakili lima kelompok besar
pengajian yang tersebar di berbagai penjuru Desa Tegalsari. Mitra Jiwa
selanjutnya dibekali informasi tentang kesehatan jiwa dan berdiskusi
dengan Dokter Muda terkait permasalahan mengenai kesehatan jiwa di
Desa Tegalsari agar nantinya tokoh agama dapat menyampaikan
informasi dengan benar kepada masyarakat.
2. Proses
a. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah yang menjadi dasar program ini telah
cukup dilakukan dengan baik di bagian relevansi. Kecukupan
perumusan kegiatan juga telah cukup dilakukan di bagian bab terapi
komunitas.
b. Kemajuan program (progress)
Meningkatnya jumlah tokoh agama yang memiliki persepsi yang benar
terkait kesehatan jiwa.
c. Efektivitas
Tokoh agama dapat menerima informasi dari Dokter Muda dan
bersedia menyebarluaskan informasi tersebut ke peserta pengajian
yang dipimpin.
3. Output
a. Kuantitatif
Tokoh agama/dai yang berhasil digait menjadi Mitra Jiwa berjumlah 18
orang yang terdiri dari 5 dai yang memimpin kelompok besar pengajian
dengan jumlah jamaah tiap dai minimal 250 orang, serta 13 dai yang
memimpin kelompok kecil pengajian dengan jumlah jamaah berkisar
antara 50 – 100 orang tiap kelompok.
55
b. Kualitatif
Tokoh agama/dai telah mengetahui tentang kesehatan jiwa dan telah
mendapatkan pola pikir yang sejalan dengan pola pikir dari dunia medis
dibuktikan pada saat tokoh agama menyampaikan materi pada kegiatan
Penyuluhan dan Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa serta pada program Jiwa
Muda Peduli Jiwa. Respon dari para peserta yang diberi penyuluhan
adalah sangat menyambut dan menerima informasi dari Mitra Jiwa
dengan sangat baik.
c. Keberhasilan
Semua dai yang hadir pada penyuluhan ini mengikuti rangkaian acara
sampai selesai dan dai mampu memberikan informasi yang benar kepada
jamaahnya setelah mendapat penyuluhan ini, sehingga indikator
keberhasilan program tercapai seluruhnya atau 100%
d. Relevansi
Sesuai dengan matriks evaluasi relevansi yang telah ditulis, terdapat
relevansi antara masalah yang ada dengan kegiatan yang dilakukan.
4.2.3.3 Hasil Evaluasi Buku Pedoman dan Modul Kurikulum Pelatihan Kader
Kesehatan Jiwa Tegalsari
1. Input
a. Man
Sumber daya manusia yang digunakan pada kegiatan ini adalah Dokter
Muda dalam penyusunan Buku Pedoman dan Modul Kurikulum
Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari serta kader kesehatan jiwa
sebagai akseptor atau orang yang menerima produk berupa Buku
Pedoman, dan pihak puskesmas sebagai penerima Modul Kurikulum.
b. Money
Kegiatan ini memakan biaya untuk percetakan dan penggandaan buku
dan modul.
56
c. Method
Dokter Muda mempelajari referensi-referensi dari berbagai sumber
yang relevan dan valid untuk menyusun dan mendesain buku pedoman
yang fokus pada konsep-konsep dasar dalam memahami dan
menangani masalah kejiwaan di masyarakat dan membuat konsep
pelatihan yang bersifat serial dan berkesinambungan yang sejalan
dengan konsep dasar maupun pengembangannya, untuk meningkatkan
ketrampilan kader dalam menghadapi masalah kejiwaan di masyarakat.
2. Proses
a. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah yang menjadi dasar program ini telah
cukup dilakukan dengan baik di bagian relevansi. Kecukupan
perumusan kegiatan juga telah cukup dilakukan di bagian bab terapi
komunitas.
b. Kemajuan program (progress)
Buku pedoman dan modul kurikulum pelatihan dapat terselesaikan
sebelum pemberian terapi komunitas berupa Penyuluhan dan Pelatihan
Kader Kesehatan Jiwa.
3. Output
a. Kuantitatif
Buku Pedoman Kader Kesehatan Jiwa telah berhasil dicetak dan
diperbanyak sejumlah 50 eksemplar dan telah dibagikan kepada kader
sebanyak 11 buah, masyarakat peserta penyuluhan dan pelatihan kader
sebanyak 16 buah, perangkat Desa Tegalsari sebanyak 10 buah,
pemegang program kesehatan jiwa 1 buah, dan sisanya sebanyak 12
eksemplar diberikan kepada pihak Puskesmas Tegalsari. Sedangkan
modul kurikulum pelatihan kader telah dicetak sebanyak tiga eksemplar
57
yaitu untuk pemegang program kesehatan jiwa (community mental health
nursing) dan untuk dokter di Puskemas Tegalsari.
b. Kualitatif
Modul Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa telah
diujiterapkan pada Pelatihan Perdana Kader Kesehatan Jiwa dan dapat
diterima dengan baik oleh peserta pelatihan. Kader Kesehatan Jiwa dapat
memahami dan memanfaatkan buku pedoman setelah mengikuti pelatihan
perdana sehingga diharapkan kader dan peserta pelatihan dapat memiliki
pola pikir dan persepsi yang benar dalam menghadapi masalah kejiwaan
di masyarakat dan tidak lagi memiliki stigma pada ODGJ serta dapat
menyebarluaskan informasi yang didapat ke masyarakat yang lebih luas.
Pihak Puskesmas sudah mendapatkan softcopy dari buku dan
modul tersebut untuk dapat digandakan, dievaluasi/disempurnakan bila
dipandang perlu.
c. Keberhasilan
Seluruh Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari sudah memiliki Buku
Pedoman Kader dan Penanggung Jawab Kesehatan Jiwa Puskesmas
Tegalsari sudah memiliki Modul Kurikulum Pelatihan Kader sehingga
seluruh indikator keberhasilan program ini telah tercapai dengan
keberhasilan 100%.
d. Relevansi
Sesuai dengan matriks evaluasi relevansi yang telah ditulis,
terdapat relevansi antara masalah yang ada dengan kegiatan yang
dilakukan
58
4.2.3.4 Hasil Evaluasi Proposal Permohonan Bantuan Dana Operasional Kader
Kesehatan Jiwa Tegalsari
1. Input
a. Man
Sumber daya manusia yang digunakan pada kegiatan ini adalah Dokter
Muda dalam penyusunan proposal dan pihak perangkat Desa Tegalsari
yang menerima proposal tersebut.
b. Money
Kegiatan ini hanya memakan biaya untuk pencetakan proposal.
c. Method
Dokter Muda menyusun rencana program Kader Kesehatan Jiwa dan
memperkirakan teknis serta kebutuhan dana operasional yang
dibutuhkan untuk melaksanakan program ini dalam sebuah proposal.
2. Proses
a. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah yang menjadi dasar program ini telah
cukup dilakukan dengan baik di bagian relevansi. Kecukupan
perumusan kegiatan juga telah cukup dilakukan di bagian bab terapi
komunitas.
b. Kemajuan program (progress)
Proposal telah diterima oleh Kepala Puskesmas Tegalsari untuk
selanjutnya dapat disesuaikan lagi bila diperlukan dan dapat diajukan
kepada pihak desa maupun kecamatan agar dapat masuk ke dalam
anggaran desa atau anggaran kecamatan. Proposal juga telah diterima
oleh PJ Kepala Desa Tegalsari dan Kepala Kecamatan Tegalsari untuk
memberi gambaran teknis dan operasional kader kesehatan jiwa yang
ingin diwujudkan di Desa Tegalsari maupun lima desa lainnya di
Kecamatan Tegalsari.
59
3. Output
a. Kualitatif
Baik PJ Kepala Desa Tegalsari maupun Kepala Kecamatan Tegalsari
menerima proposal ini dengan sangat baik dan berencana untuk
mengajukan proposal tersebut pada PAK (perubahan anggaran
keuangan) pada bulan September/Oktober 2017.
b. Keberhasilan
Keberhasilan program ini ditentukan dari berjalannya progam Kader
Kesehatan Jiwa dengan bantuan operasional seperti yang diajukan
pada proposal ini. Pada akhir masa tugas Dokter Muda di Puskesmas
Tegalsari, proposal sudah diketahui dan diterima oleh pihak Desa
Tegalsari dan Kecamatan Tegalsari namun masih membutuhkan
proses selanjutnya di internal desa/kecamatan untuk merealisasikan
tujuan proposal ini. Dengan demikian keberhasilan program ini
adalah 50% karena masih diperlukan pemantauan hasil PAK dan
hasil penetapan Anggaran Dana Desa (ADD) untuk mengetahui
keberhasilan program ini.
c. Relevansi
Sesuai dengan matriks evaluasi relevansi yang telah ditulis, terdapat
relevansi antara masalah yang ada dengan kegiatan yang dilakukan
60
c. Method
Dokter Muda menyampaikan tentang kesehatan jiwa secara umum dan
tentang stigma dengan bantuan media powerpoint.
2. Proses
a. Adequacy (kecukupan)
Kecukupan penjabaran masalah yang menjadi dasar program ini telah
cukup dilakukan dengan baik di bagian relevansi. Kecukupan
perumusan kegiatan juga telah cukup dilakukan di bagian bab terapi
komunitas.
b. Efektivitas
Santriwan dan santriwati dapat menerima informasi dari Dokter Muda
dan bersedia untuk tidak menstigma ODGJ serta bersedia untuk
menyebarluaskan pemahaman yang benar kepada orang di sekitarnya.
Santriwan dan santriwati mengikuti penyuluhan dengan sangat
antusias dan aktif bertanya.
3. Output
a. Kualitatif
Santriwan dan santriwati secara umum sudah familiar dengan temas
kesehatan jiwa dan setelah mendapat penyuluhan, para santriwan dan
santriwati semakin memahami tentang kesehatan jiwa dan berkurang
dalam hal stigma. Sesuai dengan matriks evaluasi relevansi yang telah
ditulis, terdapat relevansi antara masalah yang ada dengan kegiatan
yang dilakukan.
b. Keberhasilan
Dua poin indikator keberhasilan program ini yaitu minimal 75% dari
seluruh peserta penyuluhan mengikuti acara hingga selesai dan peserta
aktif berpartisipasi dalam acara tercapai seluruhnya sehingga
keberhasilan program ini adalah 100%.
61
4.2.4 Evaluasi Jangka Panjang
Setelah Dokter Muda menyelesaikan masa tugasnya di Puskesmas Tegalsari,
diharapkan program-program yang telah dirintis selama work with community dapat
terjaga keberlangsungannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem evaluasi jangka
panjang secara berkala untuk program terapi komunitas, yaitu program Kader
Kesehatan Jiwa, Proposal Permohonan Bantuan Dana Operasional Kader Kesehatan
Jiwa, dan Modul Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa. Evaluasi jangka
panjang dilaksanakan tiap tiga bulan sekali untuk jangka waktu 2 tahun. Adapun
poin-poin evaluasinya adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2 Evaluasi Jangka Panjang Terapi Komunitas
Program Pihak yang
Pihak yang Poin evaluasi / indikator
No Terapi melakukan
dievaluasi evaluas
Komunitas evaluasi
1 Kader Kepala Kader -Jumlah ODGJ di wilayah
Kesehatan Puskesmas Kesehatan kerja kader
Jiwa atau Jiwa -Jumlah ODGJ yang
PJ Program didampingi oleh kader
Kesehatan -Jumlah kasus
Jiwa kekambuhan ODGJ yang
(CMHN) ditangani kader
-Jumlah ODGJ yang
dibebaskan dari pasung
-Jumlah penyuluhan yang
dilakukan kader
2 Proposal Kepala Kepala Desa -Proposal telah disetujui
Permohonan Puskesmas Tegalsari dan secara resmi
Bantuan Kepala -Telah terbit SK untuk
Dana Kecamatan Kader Kesehatan Jiwa
Operasional Tegalsari -Kader Kesehatan Jiwa
Kader mendapat bantuan
Kesehatan operasional dari desa
Jiwa
3 Modul Kepala Kepala -Jumlah pelatihan kader
Kurikulum Puskesmas Puskesmas yang dilaksanakan
Pelatihan atau atau -Kesesuaian modul dengan
Kader PJ Program PJ Program kondisi di lapangan untuk
Kesehatan Kesehatan Kesehatan melaksanakan pelatihan
Jiwa Jiwa Jiwa berkala
(CMHN) (CMHN)
62
BAB 5
DISKUSI
63
menyelesaikan masalah tingginya Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) serta masih
adanya stigma di masyarakat terhadap ODGJ Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari,
Kabupaten Banyuwangi. Program tersebut antara lain:
1. Merintis pembentukan dan memberikan pelatihan perdana Kader
Kesehatan Jiwa di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari.
2. Menjalin kerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama di Desa
Tegalsari, Kecamatan Tegalsari sebagai Tim Jangkau dalam upaya
peningkatan kesehatan jiwa.
3. Pembuatan Buku Pedoman Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari dan Modul
Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari sebagai panduan
penyelenggaraan
4. Melakukan advokasi dan pengajuan proposal kepada perangkat
Kecamatan Tegalsari dan perangkat Desa Tegalsari untuk menerbitkan
SK bagi Kader Kesehatan Jiwa yang terbentuk dan pemberian bantuan
dana operasional.
5. Penyuluhan pada siswa dan siswi Pondok Pesantren Mamba’ul Huda
tentang kesehatan jiwa dan penghapusan stigma ODGJ
Pelatihan perdana Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan program Mitra Jiwa yang dilaksanakan di Balai Desa Tegalsari
pada hari Rabu, 6 September 2017. Pelatihan ini bertema “Pengenalan Terhadap
Kesehatan Jiwa dan Stigma”. Acara secara garis besar menjadi 3 sesi materi dan sesi
pelantikan kader. Materi pertama berisi materi mengenai masalah kesehatan jiwa di
Tegalsari, pemahaman kesehatan jiwa, apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak
dilakukan kepada ODGJ, pemahaman dan bagaimana menghapuskan stigma. Materi
kedua berisi tentang konsep kesehatan jiwa dalam agama Islam, cara menjaga
kesehatan jiwa dalam agama Islam, ajaran Islam dalam menyikapi ODGJ dan
keluarganya, stigma terhadap ODGJ dan dampaknya dari sudut pandang agama Islam
dan manfaat menjadi penggiat sosial dari sudut pandang agama Islam. Materi ketiga
merupakan pelatihan dan simulasi untuk Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari. Pokok
bahasan terdiri atas penghapusan stigma, mengenal gangguan jiwa, mengenal terapi
64
untuk gangguan jiwa, memahami tim dan alur rujukan, dan praktek komunikasi
rujukan. Sesi dilanjutkan dengan pelantikan Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari yang
terbentuk.
Pengajuan proposal kepada Kepala Desa Tegalsari dan Camat Tegalasri telah
dibuat dan diserahkan untuk ditindaklanjuti. Isi dari proposal yang diajukan adalah
permohonan penerbitan SK untuk Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari yang telah
terbentuk, untuk kemudian juga diberikan bantuan dana operasional dari Alokasi
Dana Desa. Salinan dari proposal tersebut juga diserahkan kepada Penanggung Jawab
65
Kesehatan Jiwa Puskesmas Tegalsari untuk kemudian dapat digunakan sesuai
kebutuhannya.
66
BAB 6
KESIMPULAN
67
5. Evaluasi kegiatan terapi komunitas telah dilakukan. Berdasarkan indikator
keberhasilan, empat dari lima program berhasil terwujud seluruhnya atau angka
keberhasilannya 100%. Adapun satu program yang masih memerlukan tindak
lanjut adalah program Proposal Permohonan Bantuan Dana Operasional Kader
Kesehatan Jiwa Tegalsari yang masih menunggu tindak lanjut dari pihak
Desa/Kecamatan untuk merealisasikan bantuan dana operasional bagi kader
kesehatan jiwa.
68
BAB 7
SARAN
69
BAB 8
PENUTUP
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa, atas
rahmat dan berkat-Nya sehingga kegiatan kedokteran komunitas di wilayah kerja
Puskesmas Tegalsari, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi dapat
terselenggara dengan baik.
Dalam bab sebelumnya, pengenalan medan telah dilakukan di Desa Tegalsari,
Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan tersebut menghasilkan
permasalahan yaitu tingginya masalah kesehatan jiwa di Desa Tegalsari, Kecamatan
Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi yang disebabkan karena beberapa faktor
diantaranya (1) stigma masyarakat tentang gangguan jiwa berat masih buruk, (2)
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa berat, (3) kurangnya
tenaga kesehatan untuk menangani pasien gangguan jiwa berat, dan (4) kurangnya
kepedulian keluarga dan lingkungan sekitar akan pasien gangguan jiwa berat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya diagnosa
komunitas dalam kegiatan lokakarya dan menghasilkan 5 program sebagai solusi,
diantara lain:
1. Merintis pembentukan dan memberikan pelatihan perdana Kader
Kesehatan Jiwa di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalsari.
2. Menjalin kerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama di Desa
Tegalsari, Kecamatan Tegalsari sebagai tim jangkau dalam upaya
peningkatan kesehatan jiwa.
3. Pembuatan Buku Pedoman Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari dan Modul
Kurikulum Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa Tegalsari sebagai panduan
penyelenggaraan Kader Kesehatan Jiwa.
4. Melakukan advokasi dan pengajuan proposal kepada perangkat
Kecamatan Tegalsari dan perangkat Desa Tegalsari untuk menerbitkan
SK bagi Kader Kesehatan Jiwa yang terbentuk dan pemberian bantuan
dana operasional.
70
5. Meningkatkan pemahaman tentang masalah kesehatan jiwa dan
menghapuskan stigma pada ODGJ sejak usia muda dengan memberikan
penyuluhan pada remaja pada kegiatan Jiwa Muda Peduli Jiwa.
71
DAFTAR PUSTAKA
Barbato, A., WHO Nations for Mental Health Initiative and World Health
Organization. (1997). Schizophrenia and Public Health. Geneva: WHO.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. (2014). Rencana Aksi Kegiatan Tahun
2015 – 2019 Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Jiwa. [pdf]. Jakarta. Diakses dari:
simp2p.kemkes.go.id/files/download/07151afc5ac8b83
Taylor, S. and Dear, M. (1981). Scaling Community Attitudes Toward the Mentally
Ill. Schizophrenia Bulletin, 7(2), pp.225-240.
72
LAMPIRAN 1: Community Attitude toward Mentally Ill (CAMI)
KUISIONER PENGETAHUAN GANGGUAN JIWA BERAT
Nama : Suku :
Jenis kelamin : Pendidikan terakhir :
Status pernikahan : Pekerjaan :
Agama :
BAGIAN 1
Lingkari jawaban yang paling menggambarkan reaksi anda terhadap tiap pernyataan.
Jawablah setiap pernyataan berdasarkan reaksi pertama anda. Beberapa pernyataan
mungkin ada yang hampir sama.
1. Ketika seseorang menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa berat, dia seharusnya dibawa ke
rumah sakit
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
2. Orang dengan gangguan jiwa berat seharusnya dijauhkan/dibuang dari komunitas/
masyarakatnya
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
3. Gangguan jiwa berat adalah jenis penyakit biasa seperti penyakit yang lainnya
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
4. Orang dengan gangguan jiwa berat tidak lebih berbahaya daripada apa yang dipersepsikan
orang
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
5. Ada suatu hal pada orang dengan masalah kejiwaan yang membuat mereka mudah
dibedakan dari orang normal
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
6. Wanita akan tampak bodoh bila menikahi lelaki yang menderita gangguan jiwa berat
meskipun dia telah pulih kembali
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
7. Masyarakat tidak perlu dilindungi dari orang dengan masalah kejiwaan
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
8. Tidak ada seorang pun yang berhak melarang orang dengan gangguan jiwa berat keluar dari
lingkungannya
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
73
9. Orang dengan masalah kejiwaan berat memerlukan kontrol dan disiplin seperti anak kecil
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
10. Saya tidak ingin tinggal bersebelahan dengan tetangga yang mengalami gangguan jiwa berat
Sangat setuju Setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
11. Orang dengan masalah kejiwaan berat seharusnya tidak diperlakukan sebagai orang
buangan di lingkungan masyarakat
Sangat setuju Setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
12. Orang dengan masalah kejiwaan berat seharusnya dimotivasi untuk memikul tanggung
jawab dalam kehidupan normal
Sangat setuju Setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
13. Cara yang paling tepat untuk merawat orang dengan gangguan jiwa berat adalah dengan
menyembunyikan mereka dalan ruangan yang tertutup
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
14. Orang dengan riwayat gangguan jiwa berat seharusnya dilarang untuk bekerja di kantor
publik
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
15. Rumah sakit jiwa adalah merupakan sarana yang ketinggalan jaman untuk merawat orang
dengan gangguan jiwa berat
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
16. Orang dengan masalah kejiwaan boleh dilanggar hak-hak individunya
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
17. Salah satu dari penyebab dari gangguan jiwa berat adalah kurangnya disiplin dan kemauan
diri
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
18. Orang dewasa dengan gangguan jiwa berat seharusnya tidak diberi tanggung jawab
Sangat setuju Setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
19. Hampir setiap orang bisa terkena gangguan jiwa berat
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
20. Kebanyakan wanita yang pernah menjadi pasien di rumah sakit jiwa bisa dipercaya sebagai
pengasuh bayi
Sangat setuju setuju biasa saja tidak setuju sangat tidak setuju
2
LAMPIRAN 2: Knowledge about Schizoprhenia Test (KAST)
BAGIAN 2
Pilihah satu jawaban yang benar
1. Skizofrenia/Gangguan Jiwa Berat kemungkinan besar disebabkan oleh:
a. Masalah otak
b. Penggunaan obat-obatan
c. Makhluk halus
d. Polusi
e. Stres
5. Seseorang percaya/yakin dia sedang diikuti atau diintai oleh polisi/orang tak
dikenal. Gejala ini disebut:
a. Khayalan
b. Delusi/Waham
c. Halusinasi
d. Fobia
e. Kekhawatiran
3
b. Mingguan
c. Bulanan
d. Tahunan
e. Tidak usah sama sekali
7. Terapi terbaik untuk ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) berat:
a. Minum obat
b. Operasi
c. Relaksasi/bersantai
d. Diet ketat
e. Vitamin
10. Setelah masuk RS, ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) berat akan mengalami
perbaikan bila:
a. Pengawasan ketat keluarga
b. Makan lebih banyak
c. Konsultasi rutin dengan ahli agama
d. Konsultasi rutin dengan Dokter jiwa
e. Mendapatkan perkerjaan dan memiliki anak
BAGIAN 3
Centangah (√) pernyataan yang benar menurut Anda! Jawaban boleh lebih dari 1
1. Apakah anda pernah mengalami hal di bawah ini?
Ya Tidak
Pernah melihat ODGJ berat O O
Pernah takut dengan ODGJ berat O O
Pernah mendengar tentang gangguan jiwa berat di O O
radio/tv/media sosial dalam 1 tahun terakhir
Pernah bekerja/hidup/belajar/bersama ODGJ berat O O
Pernah mendengar ceramah tentang gangguan O O
4
jiwa berat di tempat ibadah
Pernah memiliki keluarga/kerabat yang ODGJ O O
berat
Pernah dilukai oleh ODGJ berat O O
Pernah memiliki gangguan jiwa berat O O
Ya Tidak
Gangguan jiwa berat dapat disembuhkan O O
Gangguan jiwa berat hanya dapat disembuhkan O O
dengan pengobatan tradisional
Gangguan jiwa berat hanya dapat disembuhkan O O
dengan pengobatan modern
Gangguan jiwa berat dapat disembuhkan dengan O O
menggabungkan pengobatan tradisonal dan
modern
5
Distribusi frekuensi jawaban benar dan salah tiap pertanyaan kuisioner
Soal n(%)
1. Skizofrenia/Gangguan Jiwa Berat kemungkinan besar disebabkan oleh
Benar 16 (10,52)
Salah 34,4 136 (89,48)
2. Gejala umum dari skizofrenia/gangguan jiwa berat
Benar 47 (30,92)
Salah 34,4 105 (69,08)
3. Dengan pengobatan, harapan/perubahan yang dapat terjadi pada ODGJ (Orang
Dengan Gangguan Jiwa) berat adalah
Benar 51 (33,55)
Salah 34,4 101 (66,45)
4. Sumber informasi terbaik mendapatkan info tentang skizofrenia/gangguan jiwa berat
Benar 66 (43,42)
Salah 34,4 86 (56,58)
5. Seseorang percaya/yakin dia sedang diikuti atau diintai oleh polisi/orang tak dikenal.
Gejala ini disebut
Benar 27 (17,76)
Salah 34,4 125 (82,24)
6. Lama pengobatan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) berat
Benar 83 (54,61)
Salah 34,4 69 (54,39)
7. Terapi terbaik untuk ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) berat
Benar 82 (53,95)
Salah 34,4 70 (46,05)
8. ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) berat mengalami perbaikan ketika
Benar 112 (73,68)
Salah 34,4 40 (26,32)
9. Gangguan jiwa berat umumnya muncul usia
Benar 103 (67,76)
Salah 34,4 49 (32,24)
10. Setelah masuk RS, ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) berat akan mengalami
perbaikan bila
Benar 124 (81,58)
Salah 34,4 28 (18,42)
Total 152 (100)