Pemberian Anestesi
11.
Obat Anestesi Intravena dan Inhalasi
Owais Saifee dan Ken Solt
b. Sistem Kardiovaskuler
1. Sangat bergantung dosis yang akan
menurunkan preload dan afterload dan
depresi kontraktilitas mengarah kepada
penurunan tekanan arterial dan cardiac
output.
2. Frekuensi jantung hanya terpengaruh secara
minimal dan reflek baroreseptor menumpul
c. Sistem Respirasi
1) Obat ini akan mempengaruhi frekuensi napas
dan volume tidal.
2) Response ventilasi terhadap hypercarbia
hilang.
c. Gangguan lemak
Propofol merupakan cairan emulsi lemak dan perlu
diperhatikan pada pasien dengan gangguan
metabolisme lemak (hiperlipidemia dan pankreatitis)
d. Myoklonus
Dapat terjadi pada dosis induksi propofol dan muncul
bersamaan dengan relaksasi otot.
e. Sindrom infus propofol
Adalah kejadian yang jarang dan seringkali fatal yang
dapat menyebabkan pasien menjadi kritis (biasanya
anak-anak) biasanya pada infus propofol dengan dosis
tinggi. Gejala yang timbul berupa rhabdomyolisis,
asidosis metabolik, gagal jantung, dan gagal ginjal.
B. Barbiturates
Barbiturat untuk anestesia termasuk thiopental dan
methohexital. Obat-obat ini seperti propofol memiliki
onset yang cepat dalam menurunkan kesadaran (30-45
detik) diikuti dengan bangun yang cepat. Barbiturate
sangat bersifat basa (pH>10) dan biasanya sediaannya
dalam bentuk solusio (1%-2,5%) untuk penggunaan IV.
1. Cara kerja
Barbiturat menempati reseptor yang mirip dengan
reseptor GABA di susunan saraf pusat dan menambah
penghambatan dari reseptor GABA.
2. Farmakokinetik
a. Metabolik hepatik
Methohexital (waktu paro 4 jam) memiliki klirens yang
lebih tinggi dari thiopental (waktu paro 12 jam).
183 BAGIAN II. Pemberian Anestesi
3. Farmakodinamik
a. SSP
1). Menyebabkan penurunan kesadaran (tiopental EC 50 :
15,6 mg/ml) dan dapat mensupresi respon nyeri pada
konsentrasi yang lebih tinggi. Thiopental dapat
menyebabkan hiperalgesia pada konsentrasi
subhipnotik (kaitan secara klinis belum jelas)
2). Menghasilkan vasokonstriksi serebral dan
penurunan metabolisme serebral yang sangat berkaitan
dengan dosis dimana terjadi penurunan aliran serebral
dan tekanan intrakranial.
3). Pada dosis yang tinggi, thiopental akan
menghasilkan elekroensefalogram yang isoelektrik,
namun methohexital dapat menyebabkan kejang.
b. Sistem kardiovaskuler
Dapat menyebabkan venodilatasi dan depresi
kontraksi miokard, sehingga terjadi penurunan tekanan
darah dan penurunan cardiac output terutama pada
pasien dengan gangguan preload.
c. Sistem respirasi
Menyebabkan penurunan frekuensi napas dan volume
tidal. Apnea dapat terjadi 30-90 detik setelah dosis
induksi.
4. Dosis dan pemakaian lihat tabel 1.1
Kurangi dosis pada orang sakit , orang tua, dan pasien
dengan kondisi hipovolemi.
Hal 178
2. Farmakokinetik
a. Penurunan kesadaran terjadi
setelah 30-60 detik setelah
induksi IV dilakukan. Efek
diterminasi setelah 15-20
menit. Pemberian IM memiliki
onset yang lebih lambat yaitu
sekitar 5 menit dengan efek
tertinggi sekitar 15 menit.
b. Di metabolisme dengan cepat
oleh hati menjadi metabolit
11. Anestesi Intravena dan Inhalasi 184
b. Sistem kardiovaskular
1) Menghasilkan vasodilatasi sistemik dan kardiak
output. Nadi biasanya tidak berubah
2) Perubahan hemodinamik biasanya terlihat pada
pasien yang memiliki sedikit keterbalikan
kardiovaskular jika dimasukan secara cepat dalam
dosis banyakatau jika diberikan bersama opioid.
c. Sistem pernafasan
1) Menghasilkan dosis tergantung sedang yang
menurunkan rasio Napas dan volume tidal
2) Depresi napas terjadi jika dimasukkan bersama
opioid pada pasien dengan penyakit paru, atau pada
pasien yang rentan.
4. Dosis dan cara masuk. Lihat table 11.1 untuk midazolam
A ) Tambahan dosis IV diazepam (2,5 mg) atau lorazepam (o,25
mg)dapat digunakan untuk sedasi. Dosis oral yang sesuai adalah 5 – 10 mg
diazepam atau 2-4 mg lorazepam.
5.Efek merugikan
a. interaksi obat. Masuknya benzodiazepine pada pasien yang menerima
antikonvulsan valproate dapat menyebabkan episode psikotik
b. kehamilan dan persalinan
1) dapat dihubungkan dengan kelainan lahir ( labio atau palate
skizis) bila obat diberikan pada trimester pertama
2) melewati plasentadan dapat menbyebabkan depresi
neonates
3) Nyeri suntukan dan thrombophlebitis superficial dapat
terjadi dengan obat diazepam dan lorazepam
6. Flumazenil. Adalah agonis konmpetitif untuk reseptor benzodiazepine
di SSP
a. pembalik dari efek sedative oleh benzodiazepine yang terjadi dalam 2
menit; efek puncak kira-kira dalam waktu 10 menit. Flumazenil tidaklah
seutuhnya antagonis efek depresi napas dari benzodiazepine.
b. Flumazenil bekerja lebih cepat daripada benzodiazepinsebagai
antagonisnya. Pemberian ulangan penting karena durasi kerja yang
singkat.
c. Metabolisme menjadi metabolit inaktif di hati.
d. Dosis ; 0,3 mg IV setiap 30-60 detik (sampai dosis maksimum 5 mg)
e. kontraindikasi flumazenil pasien dengan overdosis trisiklik
antidepresan dan yang mendapat benzodiazepine sebagai terapi control
kejang atau adapeningkatan tekanan intra kranial. Digunakan dengan
berhati-hati pada pasien yang memiliki pengobatan lama dengan
benzodiazepine karena bias terjadi efek “withdrawal”
185 BAGIAN II. Pemberian Anestesi
a. Sistem kardiovaskular
1) Peningkatan laju frekuensi jantung disebabkan oleh
mediasi sentral katekolamin endogen.
2) Sering digunakan untuk pasien dengan gangguan
hemodinamik, atau bagi siapun yang mengharuskan
memiliki frekuensi jantung, preloada dan afterload
yang tinggi.
3) Dapat bertindak sebagai depresan miokardium jika
digunakan pada pasien dengan stimulasi sistem
saraf simpatis yang maksimal atau pada pasien
dengan blokade otonom.
b. Sistem respirasi
1). Biasanya mendepresi sistem pernapasan dan volume
tidal
2). Mengurangi bronkospasme dengan efek
simpatomimetik.
3). Refleks proteksi laringeal dapat dipertahankan
damun aspirasi masih dapat mungkin
terjadi.
4. Dosis dan pemakaian lihat tabel 1.1
a. Ketamin mungkin dapat digunakan untuk induksi IM
pada pasien dengan jalur IV yang sulit (contoh: anak-
anak). Ketamin larut dalam air karena itu dapat
digunakan IV ataupun IM
b. Konsentrasi 10 % dapat digunakan hanya pada IM
5. Efek merugikan
a. Sekresi oral
Disebabkan oleh ketamin. Pengguanaan antisialagogue
(glikopyrolate) dapat membantu.
d. Gangguan emosional
Pengguanaan ketamin dapat menyebabkan agitasi dan
kegelisahan, halusinasi dan mimpi yang tidak
menyenangkan dapat muncul postoperatif. Faktor
resiko yang dapat menglami hal ini adalah peningkatan
usia, wanita, dan dosis lebih dari 2 mg/kg. Angka
kejadian ( lebih dari 30%) dapat dikurangi dengan
golongan benzodiazepin (midazolam) atau propofol.
Pemberian pilihan ketamin perlu diperhatikan
terutama pada pasien psikiatrik.
e. Tonus otot
Dapat menyebabkan pergerakan mioklonik yang
random, terutama sebagai respons dari stimulasi
f. Peningkatan tekanan intrakranial
11. Anestesi Intravena dan Inhalasi 186
E. ETOMIDATE
Merupakan jenis hipnosis imidazole yang tidak terkait
dengan jenis anestetik lain. Sediaan berupa solusi 35 %
propylene glicol. Obata ini sering dipakai sebagai agen
induksi untuk general anestesi.
1. Cara kerja
Menghambat kerja GABA di SSP
2. Farmakokinetik
a. Memiliki klirens yang tinggi di hati dan esterase
sirkulasi untuk menginaktifkan metabolit.
b. Waktu untuk onset mulai terjai penurunan
kesadaran mirip dengan propofol. Efek yang
diberikan secara bolus diterminasi oleh
redistribusi.
3. Farmakodinamik
a. CNS
1. Tidak ada kemampuan analgesik sehingga seringkali
harus diberikan tambahan opioid.
2. Penurunan aliran darah serebral, metabolisme, dan
tekanan intrakranial namun perfusi otak masih
dapat terpelihara.
b. Sistem kardiovaskuler
Obat ini menyebabkan sedikit perubahan pada
frekuensi jantung, tekanan darah, dan cardiac output.
Obat ini tidak mempengaruhi saraf simpatis ataupun
fungsi baroreseptor dan tidak efektif menekan respons
hemodinamik terhadap nyeri. Etomidate biasanya
menjadi pilihan induksi anestesi pada pasien dengan
gangguan hemodinamik.
c. Sistem pernapasan.
Menyebabkan penurunan frekuensi napas yang
tergantung dengan dosis obat dan volume tidal, apneu
sementara dapat terjadi. Efek etomidate menyebabkan
depresi napas lebih rendah dibanding propofol ataupun
barbiturat.
4. Dosis dan pemakaian Lihat tabel 1.1
5. Efek yang merugikan
a. Myoklonus dapat muncul setelah
pemberian, biasanya respons dari suatu
rangsangan.
b. Mual dan muntah lebih sering muncul
pada saat postoperatif dibanding dengan
obat anestetik lain.
187 BAGIAN II. Pemberian Anestesi
a.
Data farmakokinetik ditampilkan pada Tabel 11.2 dan
CSHT (context sensitive half-time) untuk alfentanil,
sufentanil, dan remifentanil dapat dilihat pada Gambar
11.1.
Tabel 11.2 Dosis, waktu untuk mencapai efek puncak, dan durasi
analgesi untuk agonis dan agonis-antagonis opioid intravena a
Opioid Dosis (mg)b Puncak (min) Durasi (jam)c
Morfin
10
30-60 3-4
Meperidin 5-7 2-3
80
Hidromorfon 15-30 2-3
1,5
Oksimorfon 15-30 3-4
1,1
Metadon 15-30 3-4
10
Fentanil 3-5 0,5-1
0,1
Sufentanil 3-5 0,5-1
0,01
Alfentanil 1,5-2 0,2-0,3
0,75
Remifentanil 1,5-2 0,1-0,2
0,1
Pentazokin 15-30 2-3
60
Butorfanol 15-30 2-3
2
Nalbufin 15-30 3-4
10
Buprenorfin <30 5-6
0,3
a
Data untuk derivat fentanil berasal dari penelitian intraoperatif; sisanya dari penelitian nyeri
postoperatif.
b
Perkiraan dosis analgesi ekuivalen (lihat teks).
c
Durasi rerata dari dosis tunggal pertama.
c. Sistem respirasi
f. Sistem gastrointestinal
11. Anestesi Intravena dan Inhalasi 190
b. Farmakokinetik
c. Farmakodinamik
191 BAGIAN II. Pemberian Anestesi
e. Efek samping
A. Cara kerja
B. Farmakokinetik
1. Nitrit oksida
Tekanan MAC (%
Koefisien Partisi
Uap a
hanya
(mmHg, Gas Darah Darah Otak dengan
Anestesi 20oC) (37oC) (37oC) O2)
Halotan 243 2,3 2,0 0,74
Enfluran 175 1,8 1,4 1,68
Isofluran 239 1,4 1,6 1,15
Desfluran 664 0,42 1,3 6,0
Sevofluran 157 0,69 1,7 2,05
Nitrit oksida 39.000 0,47 1,1 104
MAC, minimum alveolar concentration menghambat pergerakan pada respon terhadap insisi kulit
50% pasien.
a
Partisi koefisien gas darah berbading terbalik dengan tingkat induksi.
C. Eliminasi
C. Farmakodinamik
1. Nitrous oxide
a. SSP
(1) menghasilkan analgesia
(2) Konsentrasi yang lebih besar dari 60% dapat menghasilkan
amnesia, meskipun tidak maksimal.
(3) Karena MAC nya tinggi (104%), biasanya dikombinasikan
dengan anestesi lain untuk mencapai anestesi bedah.
b. sistem kardiovaskular
(1) menekan ringan jantung dan stimulan sistem saraf
simpatik ringan.
(2) Denyut jantung dan tekanan darah biasanya tidak berubah.
(3) Dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah paru pada
orang dewasa
c. Sistem pernapasan. Nitrous oxide ini adalah depresan
pernafasan ringan, meskipun kurang begitu besar daripada
anestesi volatil.
2. Anestesi volatil
a. SSP
(1) Menghasilkan ketidaksadaran dan amnesia pada
konsentrasi terinspirasi relatif rendah (25% MAC).
(2) Menghasilkan efek tergantung dosis umum depresi SSP dan
depresi aktivitas elektroensefalografik yang termasuk
penurunan ekstrem
(3) Menghasilkan penurunan amplitudo dan peningkatan
latensi potensial sel yang membangkitkan somatosensori.
(4) peningkatan CBF (halotan> enfluran> isoflurane,
sevofluran atau desflurane)
(5) Penurunan tingkat metabolisme serebral (isoflurane,
desflurane, atau sevoflurane> enfluran> halotan).
(6) autoregulasi dari CBF, penurunan tingkat metabolisme otak
195 BAGIAN II. Pemberian Anestesi
C. Sistem pernapasan
(1) Menghasilkan dosis tergantung depresi pernafasan dengan
penurunan volume tidal, peningkatan laju pernapasan dan
peningkatan tekanan CO2 arteri.
(2) Menghasilkan iritasi saluran napas (desfluran> isoflurane>
enflurane.halothane> sevofluran) dan selama tingkat ringan
anestesi, mungkin endapan batuk, spasme laring, atau
bronkospasme, terutama pada pasien yang merokok atau
memiliki asma. Semakin rendah pada halotan dan sevoflurane
dan dapat membuat mereka lebih cocok sebagai agen induksi
inhalasi.
(3) dosis equipotent volatile agen dimiliki efek bronkodilator
yang sama dengan pengecualian desfluran, yang memiliki
aktivitas bronchoconstricting ringan.
D. Sistem otot
(1) Menghasilkan penurunan dosis tergantung pada otot,
sering meningkatkan kondisi bedah.
(2) Dapat memicu hipertermia ganas pada pasien yang rentan
E. Hati. Dapat menyebabkan penurunan perfusi hepatik
(halotan> enfluran> isoflurane, desflurane, atau sevofluran).
Jarang, pasien dapat mengalami hepatitis sekunder akibat
paparan agen volatile, terutama agen halotan ("hepatitis
halotan")
F. sistem ginjal. Penurunan aliran darah ginjal baik melalui
penurunan tekanan darah arteri rata-rata atau peningkatan
resistensi pembuluh darah ginjal.
11. Anestesi Intravena dan Inhalasi 196