Anda di halaman 1dari 26

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

A. Pengertian
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau dalam Bahasa
Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif yaitu
gangguan pemusatan pikiran dalam bentuk yang jernih dan gambling,
ketidakmampuan mengabaikan objek-objek lain agar seseorang sanggup menangani
objek tertentu secara efektif. (DSM-III-R, 1987).(Townsend, Mary C. 1998)
Gangguan hiperkinetik atau biasa disebut dengan hiperaktif adalah suatu
gangguan yang terjadi pada anak dan dapat timbul pada masa perkembangan dini
(sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama ketidakmampuan memusatkan perhatian
dan impulsive. (Prabowo, 2014)
Sebelumnya pernah ada istilah ADD (Attention Deficit Disorder) yang berarti
gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkah hyper-activity/hiper-aktif
penulisan istilahnya manjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD,AD-HD, ada pula
yang menulis ADD/H. Penulisan istilah itu, maksudnya adalah sama. Definisi ADHD
secara umum yaitu menjelaskan kodisi anak-anak yang memperlihatkan sintom-
sintom (cirri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
B. Ciri-Ciri Utama ADHD
1. Rentan perhatian yang kurang dengan gejala-gejala:
a. Gerakan yang kacau
b. Cepat lupa
c. Mudah bingung
d. Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan
bermain
2. Impulsivitas yang berlebihan dengan gejala-gejala:

a. Emosi gelisah
b. Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
c. Mengganggu anak lain
d. Selalu bergerak
3. Adanya hiperaktivitas.
4. Beberapa masalah perilaku yang muncul di sekolah:
a. Aktivitas motorik yang berlebihan
b. Menjawab tanpa ditanya
c. Menghindari tugas
d. Kurang perhatian
e. Tidak menyelesaikan tugas secara tuntas
f. Bingung terhadap arahan
g. Disorganisasi aktivitasTulisan yang jelek
h. Masalah-masalah sosial
C. Faktor Penyebab ADHD
ADHD tidak dapat diidentifikasi secara fisik dengan laboratorium. ADHD
hanya dapat dilihat dari perilaku yang sangat kentara pada diri anak ADHD. Karena
ADHD adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa pola perilaku
yang sulit dibedakan di antara anak-anak yang kelak suatu hari ditemukan perbedaan
beserta penyebabnya.
Perasaan frustrasi dan perasaan tidak berdaya dapat menyerang secara bertubi-
tubi pada diri anak ADHD. Sebagaimana David berkata,”Aku tidak punya teman.
Oleh karena itu, aku tidak dapat bermain seperti mereka dan jika mereka
memanggilku ‘Dope Freak’ atau ‘David Dopey’ aku menangis. Aku tidak tahu harus
melakukan apa”. (D.M. Ross dan Ross, 1982)
Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 dalam Kongres Amerika Serikat yang
disiapkan oleh Inter-Agency Committee of Learning Disabilities menerangkan, bahwa
sebab-sebab ADHD ada kaitannya dengan gangguan fungsi neurologis khususnya
gangguan di dalam biokimia otak yang mencakup aspek neurologis dari
neurotransmitter. Namun para peneliti kurang mengerti dengan jelas mekanisme
khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini. Ternyata, neurotransmitter dapat
mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat aktivitas anak.
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi belum ada satu
pun penyebab pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada. Berbagai
virus, zat-zat kimia yang berbahaya dijumpai di lingkungan sekitar, baik di rumah
maupun di luar rumah dalam bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari salah satu
orang tua atau genetik kedua orang tua, masalah selama kehamilan ibu, dan pada saat
kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan otak
berperan penting sebagai penyebab ADHD.
1. Faktor genetika
Beberapa bukti penelitian menyatakan, bahwa factor genetika adalah factor
pentingdalam memunculkan perilaku ADHD (Kuntsi dan Stevenson, 2000;
Tannock, 1998).
1) ADHD terjadi dalam keluarga

Satu per tiga dari anggota keluarga anak ADHD memiliki gangguan (Farone,dkk. 2000;
Smalley, dkk. 2000). Jadi, jika orang tua mengidap ADHD, anak-anak memiliki resiko
ADHD sebesar 60% (Biederman, dkk. 1995).

2) Studi pada anak adopsi

Angka ADHD mendekati tiga kali lebih banyak terjadi pada keturunan langsung dari pada
keturunan adopsi (Sprich, Biederan, Crawford, Munday, dan France, 2000).

3) Studi pada anak kembar

Pada anak kembar, jika salah satu anak, yaitu 70-80% mengidap ADHD maka saudaranya
juga mengidap ADHD (Levy dan Hay, 2001; Thapar, 2003).

4) Studi gen khusus

Analisis molekul genetika menyatakan, bahwa gen-gen tertentu dapat menyebabkan


ADHD pada anak (Faraone, dkk, 1992). Utamanya adalah gen-gen dalam system
dopaminergik dan adrenergic dengan dua alasan yaitu struktur otak pada anak ADHD penuh
dengan innervasi dopamin dan terapi medis yang meredakan simtom-simtom ADHD.

Secara umum, berdasarkan beberapa penemuan dari sisi keluarga, adopsi, anak kembar, dan
gen-gen tertentu, bahwa ADHD adalah penyakit keturunan, meskipun mekanismenya yang
lebih tepat belum diketahui (Levydan Hay, 2001)
b. Faktor neurobiologist
ADHD sangat sulit dipahami, namun begitu diduga ada factor langsung maupun tidak
langsung dari keadaan neurobiologist (Barkley, 2003; Faraone dan Biederman, 1998). Factor
tidak langsung adalah bukti yang tidak mengikutsertakan factor langsung dari otak atau
fungsinya dan berasal dari keterkaitan antara peristiwa atau kondisi yang berhubungan
dengan status neurologis atau simtom-simtom ADHD, di antaranya adalah:

1) Petistiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.


2) Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
3) Gangguan bahasa dan pembelajaran.
4) Tanda-tanda ketidakmatangan neurologis, seperti berperilaku aneh, lemah
keseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.
5) Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-obatan
yang dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat berpengaruh terhadap
system jaringan otak sentral.
6) Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang dihubungkan
dengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989; Grattal dan Eslinger,
1991).
7) Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan
pada fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul, 1992).

Perbedaan dalam tingkat aliran darah yang menuju bagian otak prefrontal dan jalur-jalur yang
menghubungkan daerah ini dengan system limbic, memperlihatkan aliran darah yang lemah
pada bagian-bagian ini (Hendren, De Becker, dan Pandina, 2000). Adapun perbedaan yang
lain yaitu ketidaknormalan otak dan penemuan-penemuan neurofisiologis dan neurochemical.

c. Diet, alergi, dan zat timah


Terlalu banyak kontroversi mengenai kemungkinan bahwa reaksi karena alergi dan diet
adalah penyebab ADHD. Penghubungan ini tidak banyak diterima oleh banyak kalangan
(McGee, Stanton, dan Sears, 1993). Sebuah pandangan yang popular pada tahun 70 dan 80-
an, bahwa zat tambahan pada makanan menyebabkan anak hiperaktif dan inatentif. Namun
penelitian tidak mendukung aturan zat tambahan makanan sebagai penyebab utama ADHD
(Onners, 1980; Kavale dan Fornass, 1983). Diet dapat membantu sekelompok kecil anak
ADHD. Sebagian besar dari mereka berusia sangat muda dan sebagian dari mereka elergi
terhadap makanan tertentu (Arnold, 1999).

Pemburu vs Teori petani adalah hipotesis yang diajukan oleh penulis Thom Hartmann tentang
asal-usul ADHD. Teori ini mengusulkan hiperaktif yang mungkin merupakan perilaku
adaptif pada manusia pra-modern dan bahwa mereka dengan ADHD mempertahankan
beberapa karakteristik yang lebih tua “pemburu” yang berhubungan dengan masyarakat
manusia purba pra-pertanian. Menurut teori ini, individu dengan ADHD mungkin lebih mahir
mencari dan mencari dan kurang mahir tinggal menempatkan dan mengelola tugas-tugas
kompleks dari waktu ke waktu. Bukti lebih lanjut menunjukkan hiperaktif mungkin evolusi
bermanfaat adalah mengajukan pada tahun 2006 dalam sebuah studi yang menemukan
mungkin membawa manfaat spesifik untuk bentuk tertentu dari masyarakat kuno. Dalam
masyarakat, orang dengan ADHD yang diduga telah lebih mahir dalam tugas yang
melibatkan risiko atau persaingan

Twin studi sampai saat ini telah menyarankan bahwa sekitar 9% sampai 20% dari varians
dalam perilaku hiperaktif-impulsif-leha atau gejala ADHD dapat dikaitkan dengan nonshared
lingkungan (nongenetic) faktor. Lingkungan faktor terlibat termasuk alkohol dan paparan
asap tembakau selama kehamilan dan paparan lingkungan untuk memimpin dalam kehidupan
yang sangat awal. Hubungan merokok dengan ADHD bisa disebabkan oleh nikotin
menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen) untuk janin dalam rahim. Bisa juga bahwa
wanita dengan ADHD lebih mungkin untuk merokok dan oleh karena itu, karena komponen
genetik yang kuat ADHD, lebih cenderung memiliki anak-anak dengan ADHD. Komplikasi
selama kehamilan dan kelahiran-termasuk. prematur lahir mungkin juga memainkan peran.
ADHD pasien telah diamati memiliki lebih tinggi daripada tingkat rata-rata cedera kepala.
Namun, bukti saat ini tidak menunjukkan bahwa cedera kepala adalah penyebab ADHD pada
pasien yang diamati. Infeksi selama kehamilan, saat lahir, dan pada anak usia dini terkait
dengan peningkatan risiko mengembangkan ADHD. Ini termasuk berbagai virus (campak,
varicella, rubella, Enterovirus) dan infeksi bakteri streptokokus.

Sebuah studi 2007 menghubungkan klorpirifos insektisida organofosfat, yang digunakan pada
beberapa buah-buahan dan sayuran, dengan keterlambatan dalam belajar tarif, dikurangi
koordinasi fisik, dan masalah perilaku pada anak, terutama ADHD.
Sebuah studi 2010 menemukan bahwa paparan pestisida sangat terkait dengan peningkatan
risiko ADHD pada anak-anak. Peneliti menganalisis tingkat residu organofosfat di urin lebih
dari 1.100 anak usia 8 sampai 15 tahun, dan menemukan bahwa mereka dengan tingkat
tertinggi dialkyl fosfat, yang merupakan hasil pecahan dari pestisida organofosfat, juga
memiliki insiden tertinggi ADHD . Secara keseluruhan, mereka menemukan kenaikan 35%
pada kemungkinan mengembangkan ADHD dengan setiap kenaikan 10-kali lipat konsentrasi
urin residu pestisida. Efeknya terlihat bahkan pada akhir rendah paparan: anak-anak yang
punya tingkat, terdeteksi di atas rata-rata dari metabolit pestisida dalam air seni mereka dua
kali lebih mungkin seperti yang dilakukan dengan tingkat tidak terdeteksi untuk merekam
gejala ADHD.

Zat timah dalam tingkat rendah yang ditemukan pada debu, minyak, dan cat di daerah-daerah
yang terdapat gasoline dan cat bertimah yang sekali pakai langsung dibuang dapat dikaitkan
dengan simtom-simtom ADHD diruang kelas (Fergusson, Horwood, dan Lynskey, 1993).
Namun sebagian besar anak ADHD adalah lemah (Kahn, Kelly, dan Walker, 1995).
Kesimpulannya meskipun diet, elergi, dan zat timah telah mendapat perhatian sebagai
penyebab ADHD, tetapi jika disebutkan sebagai penyebab utama ADHD belumlah terbukti.

d. Faktor kultural dan psikososial


1) Pemanjaan-pemanjaan bisa juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu
manis, membujuk-bujuk makan dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja akan
memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
2) Kurang disiplin dan pengawasan
3) Anak yang kurang pengawasan/ disiplin cenderung akan melakukan sesuatu dengan
sesuka hatinya. Hal ini dikarenakan perilakunya kurang dibatasi.
4) Orientasi kesenangan
Anak dengan kepribadian berorientasi pada kesenangan, pada umumnya akan memiliki ciri-
ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau
mendengarkan atau menyesuaikan diri.(Prabowo, 2014)
1. Tanda Dan Gelaja
Simptomatologi (data subjektif dan objektif) DSM-III-R. Mengidentifikasi tanda-
tanda dan gejala-gejala ADHD berikut:
a. Seringkali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya menggeliat-geliat.
b. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan.
c. Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing.
d. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau keadaan
didalam suatu kelompok.
e. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang belum selesai disampaikan.
f. Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orangtua.
g. Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas-
aktivitas bermain.
h. Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya.
i. Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang.
j. Senang berbicara dengan berlebihan.
k. Sering menyela atau mengganggu orang lain.
l. Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan
kepadanya.
m. Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan-
kegiatan di sekolah atau dirumah.
n. Sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibatnya (mis, berlari-lari di jalan
raya tanpa melihat-lihat).(Townsend, Mary C. 1998)
2. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi.
Sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Diagnostic and statistic of mental disorders, edisi keempat
(DSM IV) menggarisbawahi gejala perilaku spesifik yang dapat diobservasi pada ketiga area
ini. Gangguan yang paling sering dijumpai adalah kurang konsentrasi dan perilaku hiperaktif.
Impulsif. Meskipun begitu, beberapa anak menunjukkan satu pola predominan, yaitu
hiperaktif-impulsif atau kurang konsentrasi.
Meskipun gejala kedua gangguan ini sudah ada sebelum umur 7 tahun, diagnosis
umumnya belum ditegakkan sampai anak itu masuk sekolah., saat perilaku tersebut
mengganggu fungsi akademik dan sosial anak. Pada saat itu anak memasuki masa remaja,
gejala yang dapat diobservasi menjadi kurang jelas.
Keresahan dan kegugupan mengganti aktivitas berlebihan yang ada pada masa kanak-kanak.
Remaja dengan gangguan ini sulit menuruti dan mengikuti aturan dan harapan mengenai
perilaku yang biasanya dijumpai di kalangan pendidikan dan pekerjaan. Konflik dengan
atasan juga dijumpai. Gejala dapat berlangsung terus sampai masa dewasa. Individu demikian
dapat digambarkan sebagai seseorang yang “maju terus”.
Selalu sibuk dan tidak dapat “ duduk diam “. Anak dengan gangguan ini dapat menunjukkan
kurangnya koordinasi sensorimotorik., kecerobohan, atau masalah dengan orientasi
ruang/tempat. Kesulitan dijumpai di sekolah dan di rumah. Suka mengacau, ledakan
kemarahan, dan aktivitas motorik tanpa tujuan sering menjengkelkan sesama kelompok
sebaya dan keluarga. Akibatnya, masalah sekunder seperti pertentangan, gangguan alam
perasaan dan kecemasan, serta masalah komunikasi sering terjadi. Proses pembelajaran dapat
terhambat karena ketidakmampuan yang kronis untuk menyelesaikan tugas-tugas
pendidikannya.
Meskipun tidak ada faktor etiologi tunggal yang menimbulkan gangguan perilaku yang
kompleks ini, riwayat medis menunnjukkan insidens gangguan ini lebih tinggi pada anak-
anak yang dianiaya atau ditelantarkan, terpejan obat prenatal, berat badan lahir rendah,
keracunan timah, ensefalitis, dan retardasi mental. (Betz, Cecily L.2002)

Penatalaksanaan
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas penggunaan
psikostimulan, modifikasi perilaku orang tua, dan konseling keluarga. Orangtua mungkin
mengungkapkan kekhawatirannya tentang penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat
harus dijelaskan pada orang tua., termasuk pencegah3ean skolastik dan gangguan sosial yang
terus menerus karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Rating scale conners dapat
digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.

Psikostimulan- metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat (Brnzedrine), dan


dekstroamfetamin sulfat (Dexadrine) dapat memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi
anak dengan meningkatkan efek paradoksial pada kebanyakan anak dan sebagian orang
dewasa yang menderita gangguan ini.
(Betz, Cecily L.2002)
2.1.6.1.Penanganan anak hiperaktif
Penanganan anak hiperaktif harus disesuaikan dengan gejala yang muncul, dan
perlu ditelusuri terlebih dahulufaktor penyebabnya, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
penanganan. Karena jika anak hiperaktif ditangani dengan cara yang salah, justru
memperburuk keadaan anak hiperaktif. Ada beberapa jenis yang bisa diterapkan padaanak
hiperaktif, (Ferinand, 2007) sebagai berikut:
1. Terapi psikofarmakologis (terapi obat-obatan)
Terapi farmakologi anak dengan hiperaktif dapat diberikan stimulan yang dipercaya
meningkatkan produksi dopamine dan norepinephrine, yaitu neurotransmiter otak yang
penting untuk kemampuan memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku. Ritalin adalah
salah satu obat stimulan yang paling banyak diresepkan. Namun dengan terapi ini tidak bisa
selamanya diberikan kepada anak karena efek dari obat-obatan stimulan tersebut jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, akan mengakibatkan anak ketagihan dengan obat
tersebut, karena obat-obat tersebut fungsinya untuk menenangkan (obat penenang), dan jika
dosisnya berlebihan maka anak akan ketagihan secara terus menerus.

2. Terapi sosial kejiwaan (psikososial)


Ranagen (2005) mengemukakan salah satu bentuk penanganan untuk anak hiperaktif adalah
dengan modifikasi perilaku.
a. Biarkan anak mengetahui apa yang diharapkan sebelumnya. Anak dan orang dewasa perlu
saling berbagi pemahaman tentang perilaku apa yang dapat diterima, apa yang tidak dapat
diterima dan apa konsekuensi dari tiap macam perilaku.
b. Pastikan bahwa semua penguatan atau hadiah adalah bermakna. Hadiah harus berupa
sesuatu yang benar-benar diinginkan anak. Selain itu hadiah haruslah kecil dan sering
diberikan.
c. Modifikasi perilaku harus dilakukan secara kontinue, penguatan juga harus konsisten, hal
ini tidak akan berhasil jika jarang dilakukan, dan jika perilakunya tidak sama antara ibu dan
ayahnya.
(Prabowo, 2014)

KB 2.2.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ATTENTION DEFICYT


HIPERAKTIVITY DISORDER (ADHD)
1. pengkajian
Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau usia antara
lain:
1. Neonatus (0-28 hari)

a. Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?

b. Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?

c. Bagaimana kemampuan menghisap ?

d. Kapan mulai mengangkat kepala ?

e. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk mengikuti garis
tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau tangan) ?

f. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap suara atau bel) ?

g. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan mulai menatap
muka untuk mengenali seseorang ?

2. Masa bayi /Infant (28 – 1 tahun)

1. Bayi usia 1-4 bulan.

a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya mengangkat kepala saat tengkurap,
mencoba duduk sebentar dengan ditopang, dapat duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk
dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, komtrol kepala sempurna, mengangkat
kepala sambil berbaring terlentang, berguling dari terlentang ke miring, posisi lengan dan
tungkai kurang fleksi danm berusaha untuk merangkan) ?

b. Bagaimanan kemampuan motorik halus anak (misalnya memegang suatu objek, mengikuti
objek dari satu sisi ke sisi lain, mencoba memegang benda dan memaksukkan dalam mulut,
memegang benda tetapi terlepas, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan
kedua tangan, menagan benda di tangan walaupun hanya sebentar)?
c. Bagimana kemampuan berbahasan anak (kemampuan bersuara dan tersenyum, dapat
berbunyi huruf hidup, berceloteh, mulai mampu mengucapkan kata ooh/ahh, tertawa dan
berteriak, mengoceh spontan atau berekasi dengan mengoceh) ?

d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : mengamati tangannya,


tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum, mengenal ibunya dengan
penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak, tersenyum pada wajah manusia, walaupun
tidur dalams ehari lebih sedikit dari waktu terhaga, membentuk siklus tidur bangun, menangis
menjadi sesuatu yang berbeda, membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal,
senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya, diam saja apabila ada orang asing) ?

2. Bayi Umur 4-8 bulan

a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat telungkup pada alas dan
sudah mulau mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya dan
pada bulan keempat sudah mulai mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri , sudah mulai
mampu duduk dengan kepala tegak, sudah mampu membalik badan, bangkit dengan kepala
tegak, menumpu beban pada kaki dan dada terangkat dan menumpu pada lengan, berayun ke
depan dan kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap dan dapat dudu dengan
bantuan selama waktu singkat) ?

b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : sudah mulai mengamati benda,
mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yangs
edang dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda
di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan,
memindahkan obajek dari satu tangan ke tangan yang lain) ?

c. Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya : menirukan bunyi atau kata-kata,


menolek ke arah suara dan menoleh ke arah sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan
vokalisasi semakin banyak, menggunakan kata yang terdiri dari dua suku kata dan dapat
membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba)?

d. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya merasa terpaksa jika ada orang
asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan kehadiran orang asing, mudah frustasi dan
memukul-mukul dengan lengan dan kaki jika sedang kesal)?
3. Bayi Umur 8-12 bulan

a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya duduk tanpa pegangan, berdiri
dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri) ?

b. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya mencari dan meraih benda kecil, bila
diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya dan mampu memegang
dengan jari dan ibu jari, membenturkannya dan mampy menaruh benda atau kubus
ketempatnya)?

c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mulai mengatakan papa mama yang
belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik, dapat mengucapkan 1-2
kata)?

d. Bagaimana perkembangan kemampuan adaptasi sosial anak (misalnya kemampuan


bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan
kegiatan orang lain, main-main bola atau lainnya dengan orang) ?

3. Masa Toddler

a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu melanhkah dan berjalan
tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang, mampu berlari-lari kecil,
menendang bolan dan mulai melompat)?

b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : mencoba menyusun atau


membuat menara pada kubus)?

c. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya : memiliki sepuluh perbendaharaan


kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif terhadap orang lain sangat tinggi,
mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu
menunjukkan lambaian anggota badan) ?

d. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya: membantu kegiatan di


rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju) ?

4. Masa Prasekolah (Preschool)


a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: kemampuan untuk berdiri
dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari
kaki, menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan dengan bantuan) ?

b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : kemampuan menggoyangkan


jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang dan
menggambar orang, melepas objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan
tangan, menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke dalam wadah,
makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan menggunakan sendok dengan bantuan,
makan dengan jari, membuat coretan diatas kertas)?

c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu menyebutkan empat


gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung
atau mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan, mengertio beberapa kata sifat dan
sebagainya, menggunakan bunyi yntum mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas,
menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti larangan, berespons terhadap panggilan dan
orang-orang anggota keluarga dekat)?

d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain dengan permainan


sederhana, menagis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,
menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga) ?

5. Masa school age

a. Bagaimana kemampuan kemandirian anak dilingkungan luar rumah ?

b. Bagaimana kemampuan anak mengatasi masalah yang dialami disekolah ?

c. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (menyesuaikan dengan lingkungan


sekolah)?

d. Bagaimana kepercayaan diri anak saat berada di sekolah ?

e. Bagaimana rasa tanggung jawab anak dalam mengerjakan tugas di sekolah?

f. Bagaimana kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan teman sekolah ?

g. Bagaimana ketrampilan membaca dan menulis anak ?

h. Bagaimana kemampua anak dalam belajar di sekolah ?


6. Masa adolensence

a. Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang dialami secara mandiri ?

b. Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan bentuk dan
fungsi tubuh yang dialami ?

c. Bagaimana kematangan identitas seksual ?

d. Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya sebagai remaja ?

e. Bagaiman kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang tua di rumah (misalnya
membersihkan rumah,memasak) ?

Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity
Disorder (ADHD) antara lain :

1. Pengkajian riwayat penyakit

a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah saat bayi
atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia todler atau masuk sekolah
atau day care.

b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama, seperti
sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang
membahayakan di rumah.

c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi perilaku
anak.

d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan anak atau
mengubah perilaku anak dans emua itu sebagian besar tidak berhasil.

2. Penampilan umum dan perilaku motorik

a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-goyang saat
mencoba melakukannya.

b. Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda lain dengan sedikit
tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.

c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu
percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan gagal
memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang lain. Anak
dapat tampak imatur atau terlambat tahap perkembangannya

3. Mood dan Afek

a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper tantrum.

b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.

c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki sedikit
kontrol terhadap perilaku tersebut.

d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan

4. Proses dan isi pikir

Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mengkaji anak
berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap perkembangan

5. Sensorium dan proses intelektual

a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi seperti
halusinasi.

b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi tergangguan secara


nyata.

c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3 menit pada
bentuk gangguan yang lebih ringan.

d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak tahu,
karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti
memikirkan sesuati.

e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang mampu
menyelesaikan tugas

6. Penilaian dan daya tilik diri


a. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan sering kali
tidak berpikir sebelum bertindak

b. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif, seperti berlari
ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.

c. Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak kecil.

d. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika dibandingkan
dengan anak seusianya.

e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali bahwa
perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.

f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di sekolah",
tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan perilaku mereka sendiri.

7. Konsep diri

a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara umum harga diri
anak yang mengalami ADHD adalah rendah.

b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai banyak teman, dan
mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya merasa terkucil
sana merasa diri mereka buruk.

c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai orang yang
buruk dan bodoh

8. Peran dan hubungan

a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademik maupun sosial.

b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan perselisihan
dengan saudara kandung dan orang tua.

c. Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan berperilaku
buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan diterapi.

d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang terbatas
pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua
atau merusak barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.

f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau babysister
mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD yang meningkatkan
penolakan anak.

9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri

Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu
untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah penenangan
untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan
perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.

(http://kadeksantya.blogspot.com/2012/05/contoh-askep-anak-hiperaktif.html)

2. diagnosa keperawatan
1) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan proses pikir.
2) Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi bahaya.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
4) Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi /koping idividu
tidak efektif.
5) Ketidakefektifankoping individu berhubungan dengankelainan fungsi darisystem keluarga
dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan penelantaran anak.
(Nurhayati, 2015)

3. intervensi

Dx 1 : kerusakan interaksi social berhubungan dengan perubahan proses pikir.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan interaksi sosial berjalan baik.
KH:
1. Interaksi dengan teman.
2. Interaksi dengan tetangga
3. Interaksi dengan keluarga
4. Ikut serta dalam aktivitas luang
5. Ikut serta dalam aktivitas sukarela
Intervensi:
1. Anjurkan klien dalam membangun hubungan teman, keluarga.
R/ membangun hubungan dengan teman dan keluarga dapat memberikan stimulus pada anak
untuk berinteraksi.
2. Anjurkan beraktivitas sosial dan komunitas
R/ aktivitas sosial dan komunitas dapat membentuk perilaku anak yang positif.
3. Anjurkan penggunaan komunikasi verbal
R/ penggunaan komunikasi verbal mengajarkan anak untuk berkomunikasi dengan baik.
4. Berikan tanggapan positif ketika klien bergaul dengan yang lain
R/ tanggapan positif pada anak dapat menimbulkan rasa percaya diri anak dalam bergaul
dengan orang lain.
5. Anjurkan merencanakan kelompok kecil untuk aktivitas tertentu
R/ kelompok kecil dapat memberikan stimulus pada anak dalam berinteraksi dengan baik.
(http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-anak-dengan_8226.html)

Dx2 : Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi bahaya.


Tujuan : Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain dan dapat mendeteksi bahaya.
KH :

1. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu melakukan agresi.

2. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya.

3. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi dari perilaku


maladaptif diri sendiri.

Intervensi:

1. Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-hari dan
interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan

R/ Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan pengamatan


yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain

2. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh diri

R/ Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, " atau "Tak lama ibu saya
tidak perlu lagi menyusahkan diri karena saxa" atau perilaku-perilaku non verbal seperti
memnbagi-bagikan barang-barang yang disenangi, alam perasaan berubah. Kebanyakan anak
yang mencoba untuk bunuh diri telah menyampaikan maksudnya, baik secara verbal atau
nonverbal.

3. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang menyatakan persetujuannya untuk
tidak mencelakaka diri sendiri dan menyetujui untuk mencari staf pada keadaan dimana
pemikiran kearah tersebut timbul

R/ Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan seseorang yang dipercaya
memberikan suatu derajat perasaan lega pada anak. Suatu perjanjian membuat permasalahan
menjadi terbuka dan menempatkan beberapa tanggung jawab bagi keselamatan dengan anak.
Suatu sikap menerima anak sebagai seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.

4. Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima perasaan-perasaan
tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah menyimpan suatu : buku catatan
kemarahan" dimana catatan yang dialami dalam 24 jam disimpan.

R/ Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon perilaku dan persepsia nak
terhadap situasi juga harus dicatat. Diskusikan asupan data dengan anak, anjurkan juga
respons-respons perilaku alternatif yang diidentifikasi sebagai maladaptif.

5. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan anak

R/ Keselamatan fisik anak adalah prioritas dari keperawatan.

6. Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau dapatkan pesanaan jika
diperlukan. Pantau kefektifan obat-obatan dan efek –sfek samping yang merugikan

R/ Obat-obatan antiansietas (misalnya diazepam, klordiazepoksida, alprazolam) memberikan


perasaan terbebas dari efek-efek imobilisasi dari ansietas dan memudahkan kerjasama anak
dengan terapi.

Dx3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif


Tujuan : Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jamn setiap
malam.
KH:
1. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
2. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
3. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam tanpa
terbangun

Intervensi :

1. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur

R/ Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan

2. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan dengan rasa takut dan
ansietas-ansietas tertentu

R/ Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur anak sehingfga perlu
diidentifikasi penyebabnya

3. Duduk dengan anak sampai dia tertidur

R/ kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

4. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein dihilangkan dari diet anak

R/ Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur

5. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok punggung, latihan gerak
relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan mandi air hangat)

R/ Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa tidur

6. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini

R/ Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari istirahat dan
aktivitas

7. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari dan dalam
keadaan ketakutan

R/ Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

Dx4: Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi /koping idividu
tidak efektif.
Tujuan :Anak memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat pulang,
ditandai dengan
KH:
1. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa takut yang
ektrim terhadap kegagalan.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis

R/ Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-
aktivitas di mana kemungkinan untuk sukse adalah mungkin dan kesuksesan ini dapat
meningkatkan harga diri anak

2. Sampai kan perhartian tanpa syarat bagi pasien

R/ Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai makhluk hidup yang
berguna dapat meningkatkan harga diri

3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada aktivitas-aktivitas
kelompok

R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia berharga bagi
waktu anda

4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari diri anak

R/ Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan rencana-rencana untuk merubah
karakteristik yang dilihatnya sebagai hal yang negatif.

5. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu mekanisme sikap defensif

R/ Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan pengembangan dari
perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif. Penguatan positif membantu meningkatkan
harga diri dan meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh pasien.

6. Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam menghadapi rasa takut terhadap
kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan melaksanakan tugas-tugas baru dan
berikan pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dengan penguatan positif bagi usaha-
usaha yang dilakukan

R/ Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri

7. Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang mendekati pencapaian
tugas

R/ Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku ketika pendekatan yang
beturut-turut akan perilaku yang diinginkan, dikuatkan secara positid. Hal ini memungkinkan
untuk memberikan penghargaan kepada klien saat ia menunjukkan harapan yang sebenarnya
secara bertahap.

(http://blogger-ardi30.blogspot.com/2013/04/askep-anak-dengan-attention-
deficyt.html)

Dx5: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengankelainan fungsi dari system


keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan penelantaran anak.
Tujuan : Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai dengan
umur dan dapat diterima sosial.
KH:
1. Anak mampu penundaan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaksa untuk
menipulasi orang lain.
2. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima secara
sosial.
3. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif yang
dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia rencanakan
untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa frustasi.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis.
R/ Penting untuk anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-aktivitas di
mana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin. Sukses meningkatkan harga.
2. Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak.
R/ Komunikasi dari pada penerimaan Anda terhadapnya sebagai makhluk hidup yang
berguna dapat meningkatkan harga.
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok.
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa ia berharga untuk
waktu anda.
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positis dari dan dalam
mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang
melihatnya sebagai negatif.
R/ Identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu mengembangkan aspek positif
sehingga memiliki koping individu yang efektif.
5. Bantu anak mengurangi penyangkalan sebagai suatu mekanisme bersikap
membela.
R/ Penguatan ypositif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan penggunaan
perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh anak.
6. Beri pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dan penguatan positif untuk
usaha-usaha yang dilakukan.
R/ Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri.

(http://blogger-ardi30.blogspot.com/2013/04/askep-anak-dengan-attention-
deficyt.html)
5. implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri
dari tindakan mandiri, saling ketergantungan / kolaborasi, dan tindakan rujukan /
ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.

6. evaluasi
1. Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi bahaya
dapat teratasi dengan criteria hasil :
a. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu melakukan
agresi.
b. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya.

c. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi dari perilaku


maladaptif diri sendiri.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif dapat teratasi dengan
criteria hasil :
a. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
b. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
c. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam tanpa
terbangun
3. Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi /koping idividu
tidak efektif dapat teratasi dengan criteria hasil:
a. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
b. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa takut yang
ektrim terhadap kegagalan.
3. Perlakuan dan Penanggulangan

a. Perlakuan pokok
1) Terapi medis: Mengendalikan simtom-simtom ADHD
2) Pelatihan manajemen orang tua: mengendalikan perilaku anak yang merusak di
rumah, mengurangi konflik antara anak dan orang tua, serta meningkatkan pro-sosial
dan perilaku regulasi diri
3) Intervensi pendidikan: mengendalikan perilaku yang merusak di kelas, meningkatkan
kemampuan akademis, serta mengajarkan perilaku pro-sosial dan regulasi diri

b. Perlakuan intensif
Program-program bulanan: melakukan penyesuaian di rumah dan keberhasilan ke depan di
sekolah dengan mengomindasikan perlakuan tambahan dan pokok dalam program yang
intensi

c.Perlakuan tambahan
1) Konseling keluarga: coping terhadap stress keluarga dan individu yang berkaitan
dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri
2) Kelompok pendukung: menghubungkan orang tua dengan orang tua anak ADHD
lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan umum dan
member dukungan moral
3) Konseling individu: memberi dukungan di mana anak dapat membahas permasalahan
dan curahan hati pribadinya

d. Dari orang tua


Jika orang tua mencurigai adanya gangguan ADHD pada anak-anaknya, hal yang harus
dilakukan orang tua adalah sebagai berikut.
1) Berkonsultasi dengan ahli jwa (psikiater), psikolog, ahli syaraf anak, atau dokter
spesialis anak-anak guna meminta saran terbaik.
2) Bersabar ketika anak mengalami ADHD, dan diperlukan waktu yang cukup lama
untuk memperoleh kemajuan bagi anak.
3) Bersikap jeli, kreatif, dan tanggap.
4) Yakinlah bahwa anak masih memiliki kelebihan.
5) Berikan dukungan pada kekuatan anak, kemampuannya, serta bangkitkan perasaan
dalam diri anak bahwa dia berharga bagi keluarga dan lingkungan sekitar.
6) Ingatlah, bahwa dalam beberapa kasus, rasa gagal, frustrasi, rendah hati, dan tekanan
kejiwaan yang biasa dialami anak dapat menimbulkan masalah yang lebih besar
dibandingkan kelainan atau gangguan itu sendiri.
7) Dapatkan informasi lebih akurat yang berkaitan dengan gangguan ini dari
perpustakaan, internet, atau sumber-sumber lainnya.
8) Bicara atau tukar pikiran dengan keluarga lain yang memiliki anak ADHD.
9) Berjumpa dan bergabung dengan organisasi atau perkumpulan yang anggotanya
terdiri dari keluarga yang mempunyai masalah yang sama.

e. Dari sekolah
1) Tempatkan siswa di dekat guru, masukkan mereka sabagai bagian dari kelas biasa.
2) Tempatkan siswa di depan dengan membelakangi kelas agar siswa-siswa lainnya
tidak tampak.
3) Kelilingi siswa ADHD dengan model peran yang baik.
4) Hindari rangsangan yang mengalihkan perhatian.
5) Anak ADHD tidak menghadapi perubahan dengan baik. Jadi, hindari peralihan,
perubahan jadwal, relokasi fisik (meja atau kursi yang dipindah sembarangan), atau
gangguan teman.
6) Kreatif dan tenang
7) Memberikan petunjuk yang jelas
8) Sederhanakan petunjuk-petunjuk yang kompleks
9) Pastikan bahwa siswa ADHD memahami apa yang mereka lakukan sebelum mereka
memulai tugas
10) Membantu anak ADHD agar merasa nyaman dengan meminta bantuan
11) Anak ADHD membutuhkan lebih banyak bantuan untuk waktu yang lebih
lamadibandingkan anak rata-rata. Setelah itu, secara bertahap kurangi bantuan.
12) Buatkan buku catatan tugas sehari-hari
13) Memberikan tugas satu per satu

Anda mungkin juga menyukai