Bab Vii Perenc. Detail
Bab Vii Perenc. Detail
BAB
Perencanaan Detail
VII
7.1. UMUM
Kondisi eksisting system saluran drainase yang ada yang telah dikembangkan
telah mempunyai trase saluran dan bangunan, ada yang telah bersifat permanent
atau masih berupa saluran tanah. Sehubungan dengan kondisi eksisting yang ada
maka untuk merencanakan perencanaan detail perlu dilakukan kajian terlebih dulu
terhadap kapasitas saluran – saluran yang ada dengan criteria perencanaan apakah
sudah dapat menampung atau mengalirkan debit aliran dengan periode ulang 25
tahun dan kondisi lingkungan yang ada sekarang. Jika kapasitas tidak mencukupi
maka perlu dibuat saluran atau bangunan baru yang sejajar agar dapat
mengalirkan seperti kapasitas yang direncanakan. Jika tidak memumgkinkan
untuk penambahan maka dapat dilakukan dengan menambah kedalaman saluran.
Contoh perhitungan dimensi saluran pada Saluran Primer dari TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) Sei-Carang TPI Timur :
Luas Cathment = 30 ha (asumsi)
Intensitas Hujan = 179,8 mm / jam
Koefisien Limpasan = 0,38
Debit yang dialirkan
Q = F x C x I xA
Q = 0,00278 x 0,38 x 147,986 x 20
Q = 5,7 m³ / dt
Talud (m) = 0
Debit yang dialirkan = 5,7 m³ / dt
Kemiringan saluran = 0,005
Koef. Manning = 0,012
Q = 1 / n . R⅔ . S½
Q = 1 / n . (A/P)⅔ . S½
Q = 1 / 0,012 (B.h / (B + 2h))⅔ (0,005)½
Q = 1 / 0,012 (2h2 / ( 2h + 2h ))⅔ ( 0,005 ) ½
Q = 1 / 0,012 ( h / 2 ) 3 ( 0,005 ) ½
5,7 m³ / dt = 1 / 0,012 ( h / 2 )3 (0,005)½
5.7
0,125h3 = 5,892321
h = (7,74)1 / 3
H = 2,20 m
h =1,9 m
B = 4,00 M
Pada saluran yang sudah ada setelah dilakukan kajian inventarisasi, di tindak
lanjuti dengan kajian terhadap desain profil dan penampang melintang dengan
mengacu pada aspek hidraulis, stabilitas lereng dan kondisi tanggul. Criteria
umum hidraulis saluran drainase baik saluran intern maupun ekstern adalah:
a. Pemilihan trase pada daerah cekungan dan jika memungkinkan mengikuti
saluran pembuang yang ada.
b. Pemerikasaan kemiringan rencana trase saluran, dimana parameter sediment
VR akan makin kecil kearah hilir.
c. Kemiringan talud (H:V) diambil 1,0 untuk saluran dengan kedalaman
kurang dari 1,0 m dan 1,5 untuk saluran dengan kedalaman 1,0 sampai 2,0 m
d. Koefisien Strikler diambil 30.
e. Lebar dasar minimum diambil 0,30 m.
f. Perbandingan kedalaman dan lebar (n=b/h) diambil antara 1 sampai 3.
g. Kecepatan dasar ijin adalah 0,60 m/det. Potongan saluran pembuang
direncanakan dengan persamaan aliran berikut:
V = k . R 2/3 . I 1/2
Dengan:
V = kecepatan aliran (m/dtk)
k = koefisien strickler (m 1/3 /dtk)
R = Jari-jari hidraulis
I = kemiringan energi
h. kecepatan maksimum aliran dalam saluran harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya erosi akibat kecepatan air yang besar.
- saluran tanah alam V = 0,70 m/dtk.
- saluan pasangan batu V = 2,00 m/dtk.
- saluran pasangan beton V = 2,00 m/dtk.
i. Tinggi jagaan minimum untuk saluran dengan pasangan adalah:
untuk saluran dengan pasangan:
Tabel 7.1. Tinggi Jagaan Saluran untuk setiap Besaran Debit
DEBIT (m3/Dtk) Tinggi Jagaan (m)
koefisien pemasukan adalah 0,50 untuk penampang inlet segi empat dan 0,05
jika penampang pemasukan inlet berbentuk lingkaran. Jika penampang keluaran
berupa aliran tenggelam, maka kehilangan tinggi akan berkurang. Debit yang
masuk dianggap sebagai orifice adalah:
Q = Cd . A √ (2 g h)
Gaya-gaya yang bekerja pada suatu bangunan pelintas adalah gaya tranversal
dan gaya horizontal. Bila panjang dari bangunan pelintas kurang dari 15 meter,
maka perhitungan terhadap gaya-gaya arah longitudinal boleh diabaikan, sehingga
dalam perhitungan selanjutnya cukup mempertimbangkan gaya arah transversal
(samping).
Metode yang bisa dipakai dalam perhitungan desain struktur tersebut antara
lain metode Cross, metode distribusi pembebanan Kani, metode slope Deflection
dan sebagainya. Diantara ketiga metode tersebut yang paling sederhana adalah
metode Slope Deflection, sehingga dalam analisa kali ini menggunakan metode
tersebut.
Ada 2 (dua) macam bangunan pelintas yang bisa dipakai dalam perencanaan
kali ini berikut dengan kriteria-kriterianya, yaitu box culvert dan gorong-gorong,
dimana uraian gaya-gaya yang bekerja adalah sebagai berikut:
1. Box Culvert
Beban yang bekerja pada box culvert adalah:
Tekanan tanah vertikal (berasal dari atas box)
Tekanan tanah mendatar (berasal dari timbunan samping box)
Beban hidup di atas box.
Gaya-gaya reaksi.
Kombinasi pembebanan tergantung pada tebal lapis tanah penutup di atas
box, apakah lebih tinggi atau lebih rendah dari 3,50 m.
a) Box Culvert dengan tebal tanah penutup ≤ 3,50 m.
Kombinasi Pembebanan (U/tebal tanah penutup ”h’1” < 3,50 m)
Notasi pada gambar kombinsi pembebanan di atas dapat diterangkan
sebagai berikut:
Pvdl : Tekanan tanah vertikal yang bekerja pada bidang
permukaan di atas box (ton/m2) : γs . hl.
Phd : Tekanan tanah mendatar bekerja pada bagian samping
box (ton/m2) : Rv . γs . h.
Pvl : Beban vertikal karena beban hidup, dihitung dengan
mengambil nilai berikut yang sesuai dengan ketebalan
tanah penutup.
Bila ketebalan tanah penutup kurang 3,50 m.
P l+1
2. Gorong-gorong
Beban yang bekerja pada gorong-gorong adalah:
- Tekanan tanah vertikal (berasal dari atas gorong-gorong yang dapat
berubah-ubah sesuai metode pembangunannya)
- Beban hidup dan berat sendiri
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memulai suatu
perencanaan gorong-gorong adalah:
a) Momen Lentur yang Diijinkan (M ra) : Momen lentur maksimum yang
bekerja pada pipa didapat dengan persamaan berikut:
7.7.1. Saluran U
(g) Beban lainnya, seperti daya apung (uplift) dan tekanan air tanah (bila
ada), maka beban tersebut harus dipertimbangkan.
(h) Setelah perhitungan pembebanan selesai dilakukan, maka dapat
dilanjutkan dengan perhitungan stabilitas, antara lain:
Stabilitas terhadap guling
Stablitas terhadap geser
Stabilitas terhadap daya dukung tanah pondasi.
(i) Selanjutnya menentukan dimensi saluran beserta penulangannya
(untuk material beton) dengan menggunakan standard SK-SNI 1991.
Analisa airan tak seragam (non uniform flow) ini dikembangkan oleh
“Henderson” dan penyederhanaan persamaan yang dikembangkan oleh “William
A Miller” dan “JA Cunge”.
Α Q2 1 1 n2 Q2 dx 1 1
H2 = H1 + ------ ----- ---- ---------- -------- ---- ------
2g A12 A22 2 A12 R1 4/3 A22 R2 4/3
Dimana:
H1 = Tinggi muka air pada potongan A1 (m)
H2 = Tinggi muka air pada potongan A2 (m)
V1 = Kecepatan aliran pada potongan A1 (m/dtk)
V2 = kecepatan aliran pada potongan A2 (m/dtk)
Dengan:
Q = Debit banjir rencana (m3/dtk)
V = kecepatan aliran air sungai (m/dtk)
n = Angka kekasaran Manning
R = Jari-jari hidrulis (m)
I = Kemiringan dasar sungai rencana
A= luas penampang basah sungai (m2)
(a)
hL
HW
TW
>1,2D D
(b)
HW
H hL
>1,2D D
TW
(c)
HW
hL
T
W
>1,2D D
L
Sedangkan kehilangan di permasukan merupakan fungsi dari kecepatan aliran
didalam gorong-gorong, dan dapat dihitung dengan persamaan Manning sebagai
berikut (Water Resaources Engineering, Linsey / Franzini, 1964) :
hL = KeV² / (2g) + n²V²L / (2,22 R¾) + V² / (2g)
hL = (ke + 1 + 29 n² L / (R¾)) V² / (2g)
Koefisien pemasukan adalah 0,5 untuk penampang inlet segi empat dan 0,05
jika pemasukan inlet berbentuk lingkaran. Jika penampang keluarab berupa aliran
tenggelam, maka kehilangan tinggi akan berkurang. Debit yang masuk dianggap
sebagai office adalah :
Q = Cd. A √ (2gh)
h = (1 / Cd²) (Q² / (2gA²))