Anda di halaman 1dari 9

3.

2 KATARAK
3.2.1 DEFINISI
Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa atau penurunan progresif
kejernihan lensa. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air
terjun. Katarak disebut bular dalam bahasa Indonesia, yaitu kondisi dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa yang keruh (Ilyas &Yulianti, 2013;
Harper& Shock, 2009; Corwin, 2001).
Katarak dapat terjadi akibat kondisi hidrasi atau penambahan cairan pada
lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Kekeruhan lensa biasanya
mengenai kedua mata dan ditunjukkan dengan lensa yang berwarna putih keabuan
sehingga akan menyebabkan ketajaman penglihatan berkurang (Ilyas & Yulianti,
2013; Corwin, 2001).

3.2.2 ETIOLOGI
Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa.
Beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain (AAO, 2011; Ilyas
& Yulianti, 2013):
1. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, galaktosemi, hipokalsemi, wilson
disease, distrofi miotonik
2. Obat-obatan seperti kortikosteroid, klorpromazin, fenotiazin, miotikum,
amiodaron, dan statin
3. Trauma seperti kontusio, perforasi, radiasi, kimia, benda asing, metalosis, dan
elektrik
4. Defisiensi nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid
5. Rokok dan alkohol
6. Penyakit mata yang mendahului seperti uveitis dan glaukoma
7. Penyakit kulit seperti dermatitis atopik
8. Infeksi selama masa kehamilan seperti pada katarak kongenital

3.2.3 KLASIFIKASI
3.2.3.1 Klasifikasi berdasarkan usia
Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara lain (Ilyas &
Yulianti, 2013):
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau segera
setelah bayi lahir dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak kongenital adalah kekeruhan
lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu
dan janin. Katarak kongenital biasanya tampak sebagai katarak putih yang padat
dan besar yang disebut dengan leukokoria. Penyebab katarak kongenital dapat
diketahui dengan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela dan
riwayat pemakaian obat selama kehamilan (Ilyas& Yulianti, 2013; Harper &
Shock, 2009).

2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
memiliki penyulit berupa penyakit sistemik atau metabolik seperti diabetes melitus,
kondisi hipokalasemi seperti tetani, defisiensi gizi, kondisi distrofi miotonik, dan
kondisi trauma (Ilyas & Yulianti, 2013).
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut > 50
tahun. Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan selama bertahun-tahun.
Kekeruhan pada katarak senilis dapat terjadi pada bagian nukleus, kortikal, atau
subkapsular posterior.

3.2.3.2 Klasifikasi berdasarkan morfologi


1. Katarak kapsular: meliputi kapsul
i. Katarak kaspular anterior
ii. Katarak kapsular posterior
2. Katarak subkapsular: mengenai bagian superfisial dari korteks (dibawah kapsul)
i. Katarak subkapsular anterior
ii. Katarak subkapsular posterior
3. Katarak kortikal: meliputi sebagian besar dari korteks
4. Katarak supranuklear: meliputi bagian dalam korteks (diluar nukelus)
5. Katarak nuklear: meliputi nukelus dari lensa
i. Katarak polaris: meliputi kapsul dan bagian superfisial dari korteks pada
daerah polar Katarak polaris anterior
ii. Katarak polaris posterior

3.2.3.3 Klasifikasi berdasarkan etiologi


1. Katarak Traumatik
Trauma yang dapat menyebabkan katarak meliputi trauma tumpul atau kontusio,
perforasi atau penetrasi, trauma radiasi, elektrik, metalosis, dan benda asing.
2. Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan penyakit
intraokular lain. Adanya penyakit intraokular sebelumnya akan menyebabkan
perubahan sirkulasi yang akan menghambat nutrisi dari lensa. Terdapat beberapa
kondisi yang yang dapat menyebabkan katarak komplikata antara lain (Khurana,
2005): Inflamasi, kondisi degenerative, pengelupasan retina, glaukoma primer dan
sekunder, tumor intraokular
3. Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan sistemik seperti
diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia,
dan sindroma Lowe, Werner, dan Down.
4. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid, fenotiazin,
miotikum, amiodaron, dan statin. Penggunaan kortikosteroid secara topikal,
sistemik, subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya katarak,
terutama katarak subkortikal posterior.
5. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah ekstraksi katarak
ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah dilakukan operasi. Gambaran yang akan
timbul berupa mutiara Elschnig dan cincin Soemmering.
3.3.3 Gejala Klinis
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :
1. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya
mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang
hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau
kondisi serupa di malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan
besar kekeruhannya, biasanya dijumpai pada tipe katarak posterior
subkapsular.
2. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,
menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa sehingga
menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang berbeda.
3. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa.
4. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang
5. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat
sasaran.
Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan
setelah dilakukan pemeriksaan. Pada katarak kupuliform (opasitas sentral)
gejala lebih buruk ketika siang hari dan membaik ketika malam hari. Pada
katarak kuneiform (opasitas perifer) gejala lebih buruk ketika malam hari.
6. Myopic shift
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri
kekuatan lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang.
Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya
penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif
lensa nuklear sklerotik yang menguat, sehingga kacamata baca atau bifokal
tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut ”second sight”. Akan tetapi,
seiring dengan penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut
akhirnya hilang.

3.3.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS


Gejala yang dapat ditemukan pada pasien katarak adalah adanya penurunan
ketajaman penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak senilis. Pada katarak
subkapsular posterior penurunan ketajaman penglihatan pada penglihatan dekat
lebih berat dibandingkan dengan penglihatan jauh karena adanya akomodasi miosis.
Katarak sklerosis nuklear akan menimbulkan gejala penurunan ketajaman
penglihatan jauh, dan penglihatan dekat yang baik. Katarak kortikal pada umumnya
tidak menimbulkan gejala hingga katarak mencapat aksis penglihatan. Pasien juga
dapat mengeluhkan gejala silau (AOA, 2010).
Pemeriksaan rutin yang diperlukan adalah pemeriksaan visus, menggunakan
kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik menggunakan pinhole dan
pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan. Pemeriksaan slit lamp
dilakukan untuk melihat segmen anterior. Tekanan intraokuler (TIO) diukur dengan
menggunakan tonometer non-contact, aplanasi atau Schiotz. Jika TIO dalam batas
normal maka dapat diberikan midriatikum, sehingga dapat menilai derajat katarak
pasien. Pemeriksaan penunjang USG dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kelainan mata selain katarak. Jika akan dilakukan tindakan pembedahan maka
dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biometri untuk mengukur kekuatan lensa
intraokular yang akan diimplantasi untuk pasien, dan retinometri untuk mengetahui
prognosis ketajaman penglihatan setelah operasi (INASCRS, 2011).
3.3.5 Penatalaksanaan
Tindakan non-bedah:
 Pengobatan dari penyebab katarak: Penyebab katarak harus dicari, karena apabila
penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati seringkali memberhentikan progresi
dari penyakit tersebut, contohnya adalah:
o Kontrol gula darah pada pasien DM
o Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
o Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
 Memperlambat progresi: penggunaan yodium, kalsium, kalium, vitamin E dan
aspirin dihubungkan dengan perlambatan dari kataraktogenesis.
 Meningkatkan penglihatan pada katarak insipien dan imatur dengan:
o Refraksi
o Pencahayaan: Pada opasitas sentral menggunakan penerangan yang terang. Pada
opasitas perifer menggunakan penerangan yang sedikit redup.
o Pengunaan kacamata hitam ketika beraktifitas diluar ruangan pada pasien dengan
opasitas sentral
o Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.

Evaluasi Preoperatif
 Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah pasien memiliki penyakit diabetes
mellitus, hipertensi dan masalah jantung, PPOK dan daerah potensi infeksi seperti
periodontitis dan infeksi saluran kemih. Gula darah harus terkontrol dan hipertensi
tidak boleh diatas 160/100 mmHg
 Pemeriksaan fungsi retina:
o Persepsi sinar: apakah operasi tersebut akan menguntungkan dengan melihat
apakah fungsi retina masih baik atau tidak.
o RAPD: apabila positif maka kemungkinan ada lesi nervus optikus
o Persepsi warna
o Pemeriksaan diskriminasi dua sinar
o Pemeriksaan objektif seperti elektroretinogram, EOG dan VOR.
 Mencari sumber infeksi lokalis: infeksi konjungktiva, meibomitis,blefaritis dan
infeksi sakus lakrimalis harus disingkirkan. Dilakukan uji anel untuk melihat
patensi sakus lakrimalis apabila pasien memiliki riwayat mata berair. Apabila
terdapat penyakit dakriosistitis, maka harus dilakukan dakriosistektomi ato
dakriosistorinostomi.
 Evaluasi segmen anterior: apakah ada tanda-tanda uveitis seperti keratic
precipitate, efek Tyndall dan harus diobati sebelum operasi katarak
 Pengukuran TIO: tekanan intraokuler yang tinggi merupakan prioritas pengobatan
sebelum ekstraksi katarak

Indikasi operasi katarak ialah:


 Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering. Operasi katarak
dilakukan ketika cacat visus menjadi menyebabkan gangguan signifikan pada
kehidupan sehari-hari pasien.
 Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan, operasi
dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
o Glaukoma lens-induced
o Endoftalmitis fakoanafilaktik
o Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina yang terapinya
terganggu karena adanya kekeruhan lensa.
 Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak agar pupil kembali menjadi hitam.

Tindakan Operatif:
 Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)
Pada teknik ini, keseluruhan lensa katarak dan kapsulnya diangkat. Zonula yang
lemah dan terdegenerasi merupakan syarat dari operasi ini. Karena hal ini, teknik
ini tidak bisa dilakukan pada pasien yang muda karena zonula yang kuat. Pada
usia 40-50 tahun, digunakan enzim alphachymotrypsin yang melemahkan zonula.
Indikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
 Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian besar dari kapsula anterior dan epitel, nukleus dan korteks
diangkat; kapsula posterior ditinggalkan sebagai penyangga lensa implant.
Indikasi: Operasi katarak pada anak-anak dan dewasa.
Kontraindikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
 Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan pada prosedur
SICS yaitu 5,5 – 7 mm. Kondisi ideal untuk dilakukan tindakan SICS adalah
kondisi kornea yang jernih, ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang
cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh. Keuntungan dari metode SICS
adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma yang minimal
 Fakoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus
yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2.5-3 mm, dan kemudian dimasukan lensa
intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang didapat ialah pemulihan visus
lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan inflamasi
pasca bedah minimal.
 Lensa Tanam Intraokuler
Implantasi lensa intraokular merupakan metode pilihan untuk koreksi afakia.
Biasanya bahan lensa intraokuler terbuat dari polymethylmethacrylate (PMMA).
Pembagian besar dari lensa intraokular berdasarkan metodi fiksasi pada mata
ialah:
 IOL COA: Lensa di depan iris dan disangga oleh sudut dari COA.
 Lensa yang disangga iris: lensa dijahit kepada iris, memiliki tingkat
komplikasi yang tinggi.
 Lensa Bilik Mata Belakang: Lensa diletakan di belakang iris, disangga oleh
sulkus siliaris atau kapsula posterior lensa.
Penyulit yang mungkin timbul setelah operasi katarak :
 Peradangan pada hari pertama post-operasi, dapat dicegah dengan pemberian
antibiotika lokal dan sistemik
 Prolaps iris melewati lubang diantara sayatan atau tempat jahitan
 Jika prolaps iris dibiarkan, maka sekitar hari ke 4-5 dapat menyebabkan coa
dangkal, kemudian dapat timbul ablasi retina, akibat badan siliar kedepan

3.3.5 KOMPLIKASI
Komplikasi katarak yang sering timbul adalah glaukoma, melalui proses
fakomorfik, fakolitik dan fakoanafilaktik. Glaukoma fakomorfik terjadi pada katarak
senilis imatur. Intumesensi lensa menyebabkan iris terdorong ke depan sehingga sudut
COA menjadi sempit. Aliran aqueous humor menjadi tidak lancar sedangkan produksi
tetap berjalan, menyebabkan tekanan intraokular akan meningkat dan menyebabkan
glaukoma (AAO, 2011).
Glaukoma fakolitik terjadi pada katarak matur, dimana substansi lensa dengan
berat molekul kecil akan keluar melalui kapsul lensa yang meregang dan menumpuk di
sudut COA dan menghambat absorpsi aqueous humor. Substansi lensa juga dapat
memicu makrofag dan serbukan fagosit sehingga dapat terjadi uveitis (AAO, 2011).
Glaukoma fakoanafilaktik terjadi pada katarak hipermatur atau katarak
Morgagni, dimana substansi lensa dalam jumlah banyak dan dengan berat molekul
yang besar akan memicu reaksi inflamasi granulomatosa yang berat. Glaukoma
fakoanafilaktik biasanya terjadi bersama uveitis (lens induced uveitis) (AAO, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

American Association of Ophtalmology. 2014. Lens and Catharact: Basic and Clinical
Science Course. Singapore: LEO framework.

American Optometric Association. 2014. Optometric Clinical Practice Guideline: Care of


The Adult Patient with Cataract. St.Louis: AOA.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


2008. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Nasional 2007. Available
at:https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%20200
7.pdf (Diakses pada 2 Mei 2015).

Brown NP. 2001. Mechanisms of Cataract Formation. Available at:


http://www.optometry.co.uk/uploads/articles/232fd150ab01c6cd7514ac1d1e306ac7_b
rown20010406.pdf (Diakses pada 2 Mei 2015)

Gurung R, Hennig A. 2008. Small Incision Cataract Surgery: Tips for Avoiding Surgical
Complications. Community Eye Health 21 (65): pp 4-5.

Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP: Oftalmologi Umum
Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU. Jakarta: EGC.

Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery. 2011. Panduan Penatalaksanaan


Medis: Katarak pada Penderita Dewasa. Available at:
http://www.inascrs.org/old/doc/PPM_1_katarak_rev03.pdf (Diakses pada 12 April
2016)

Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Khurana AK. 2005. Ophtalmology. New Delhi: New Age Publishers.

Youngson R. 2005. Antioxidants: Vitamin C and E For Health. England: Sheldon Press.

Anda mungkin juga menyukai