Anda di halaman 1dari 17

Tinjauan Pustaka

Skrining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat


(IVA)
Maria Lorensia
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2051. Email: marialorensia31@gmail.com

Pendahuluan

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak diderita perempuan di Indonesia.


Menurut data 83% penderita kanker serviks terdapat di negara-negara sedang berkembang.
510.000 orang wanita didiagnosa terkena kanker serviks, 280.000 orang di antaranya
meninggal dunia. Tingginya kasus di negara berkembang ini antara lain disebabkan oleh
terbatasnya akses skrining dan pengobatan sehingga mayoritas penderita yang datang berobat
sudah dalam kondisi kritis dan penyakitnya sudah dalam stadium lanjut. Padahal diketahui
bahwa penyakit kanker serviks ini dapat dicegah melalui skrining dan vaksinasi. Vaksinasi
dapat dilakukan pada perempuan yang belum pernah berhubungan seksual, sedangkan
skrining sebaiknya dilakukan pada perempuan yang sudah pernah berhubungan seksual. 1

Di beberapa negara maju, skrining kanker serviks dengan paps smear secara luas
terbukti mampu menurunkan angka kejadian kanker serviks invasive hingga 90% dan
menurunkan mortalitas hingga 70-80%. Penyelenggaraan skrining kanker serviks dengan
paps smear adalah sesuatu yang sudah ideal, walaupun diketahui mempunyai keterbatasan
juga. Penyelenggaraan paps smear secara luas apalagi nasional sangat sulit dilaksanakan di
Indonesia. Hal ini disebabkan terkendala oleh fakto belum tersedianya sumber daya,
khususnya spesialis Patologi Anatomi dan skriner sitologi sebagai pemeriksa sitologi disemua
ibu kota. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya upaya pemecahan masalah dengan
metode skrining lain yang lebih mampu dilaksanakan, murah, dan dimungkinkan dilakukan
di Indonesia. Salah satu metode alternatif tersebut adalah inspeksi visual dengan pulasan
asam asetat (IVA). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan melihat secara
langsung perubahan pada serviks setelah dioleskan asam asetat (cuka) 3-5% pada leher rahim
lalu mengamati perubahannya, dimana lesi prakanker dapat terdeteksi bila terlihat bercak
putih pada leher rahim. 2

1
Kanker Serviks

1. Definisi

Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim. Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah
secara tidak terkendali. Kanker serviks dapat berasal dari sel-sel dileher rahim tetapi
dapat pula tumbuh dari sel-sek mulut rahim atau keduanya. 1,3

2. Insiden dan Epidemiologi

Karsinoma serviks merupakan kanker nomor tiga terbanyak dan salah satu
penyebab kematian terbanyak yang ditemukan pada perempuan. Berdasarkan laporan
tahun 2008, didapatkan 529.828 kasus baru dan 275.128 kematian di seluruh dunia.
Meski demikian, 40 tahun belakangan ini laju mortalitas kanker serviks semakin menurun
akibat pengadaan skrining dengan paps smear. 4

3. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papiloma Virus).
HPV merupakan virus dengan DNA berantai ganda yang terdiri atas tiga jenis yaitu,
kutaneotropik, mukosotropik, dan tipe yang ditemukan pada mukosa dan kutan.
Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease).
Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan,
walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus
HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 31, 33, 39, 45, 51, 52, 56,
58, 59, 68, dll dimana HPV tipe 16 dan 18 yang paling banyak ditemukan sekitar 70%
kasus. Onkoprotein yang dihasilkan oleh HPV 16, yaitu protein E7 yang berikatan dengan
gen supresor tumor Rb sehingga menyebabkan inaktivasi dari gen tersebut. Sedangkan
HPV 18 menghasilkan protein E6 yang dapat menginaktivasi gen supresor tumor p53.
Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi
intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT) yang merupakan lesi
prakanker. 2,4
Faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah hubungan seksual pada usia dini,
berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan individu
dengan resiko tinggi, riwayat keganasan serviks dalam keluarga, merokok, kondisi

2
imunosupresan, penggunaan kortikosteroid, melahirkan banyak anak, defisiensi asam
folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol. Beberapa faktor lain yang
memungkinkan infeksi HPV berisiko menjadi kanker leher rahim adalah: faktor HPV
(tipe virus, jumlah virus), faktor host/ penjamu (status imunitas, gaya hidup, dan aktifitas
seksual), faktor eksogen (merokok, ko-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya,
penggunaan jangka panjang kontrasepsi oral). 4,5

4. Pengendalian Kanker Serviks


Ada beberapa komponen pengendalian kanker leher rahim menurut WHO 2002,
yaitu: 6,7
a. Usaha Pencegahan
Pencegahan dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasikan
pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk mengurangi kerentanan individu
terhadap efek dari penyebab kanker. Selain faktor resiko, ada faktor protektif yang
akan mengurangi kemungkinan seseorang terserang kanker. Pendekatan pencegahan
ini memberikan peluang paling besar dan sangat cost-effective dalam pengendalian
kanker tetapi membutuhkan waktu lama. Memberikan edukasi tentang perilaku gaya
sehat, mempromosikan anti rokok termasuk menurunkan resiko terpajan asap rokok,
perilaku seksual aman, serta pemberiaan vaksin HPV, merupakan contoh-contoh
kegiatan pencegahan. 6,7
b. Deteksi dini
Kegiatan deteksi dini adalah menyediakan metode pemeriksaan yang murah.
terjangkau, aman, dan mampu laksana untuk membedakan masyarakat yang beresiko
terkena kanker atau bukan. Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan
(screening) dan edukasi tentang penemuan dini (early diagnosis). 6,7
Skrining adalah upaya pemeriksaan atau test yang sederhana dan mudah
dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat, yang bertujuan untuk mengetahui
masyarakat yang sakit atau beresiko terkena penyakit di antara masyarakat yang
sehat. Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker,
supaya skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran
dan efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas. Sebagai contoh:
pemeriksaan sitologi untuk memeriksa lesi prakanker leher rahim dan mamografi
telah dilaksanakan negara-negara maju, tetapi negara berkembang memakai Inspeksi

3
visual dengan aplikasi Asam Asetat (IVA) sebagai cara untuk pemeriksaan lesi
prakanker leher rahim. 6,7
Kemudian penemuan dini (early diagnosis) adalah upaya pemeriksaan pada
masyarakat yang telah merasakan adanya gejala. Oleh karena itu edukasi untuk
meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker di antara
petugas kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum merupakan
kunci utama keberhasilannya. Program atau kegiatan deteksi dini yang dilakukan pada
masyarakat hanya akan berhasil apabila kegiatannya dihubungkan dengan pengobatan
yang adekuat, terjangkau, aman, dan mampu laksana, serta mencakup 80% populasi
perempuan yang beresiko. 6,7
c. Diagnosis dan terapi
Diagnosis kanker lahir rahim membutuhkan kombinasi antara kajian klinis dan
investigasi diagnostik. Sekali diagnosis ditegakkan harus dapat ditentukan stadiumnya
agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan melakukan terapi yang tepat. Tujuan
dari pengobatan adalah menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup, dan
meningkatkan kualitas hidup. Prinsip pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan
stadium awal dan yang lebih berpotensi untuk sembuh. Protokol pengobatan
disesuaikan dengan kemampuan dari setiap negara, tetapi tetap mempertahankan
faktor keamaan dan efektivitas. 6,7
d. Pelayanan paliatif
Hampir di seluruh dunia, pasien kanker terdiagnosa pada stadium lanjut.
Untuk kasus seperti ini pengobatan yang realistik adalah mengurangi nyeri dan
pelayanan paliatif. Diyakini, pelayanan paliatif yang baik dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien kanker. 6,7

5. Pencegahan Kanker Serviks


Selain dari segi kebiasaan, perilaku seksual, dan pola makanan, pencegahan
primer untuk kanker serviks dapat dilakukan dengan vaksinasi HPV. Pencegahan dengan
vaksinasi lebih baik diberikan sebelum terjadinya pajanan terhadap HPV, yakni sebelum
berhubungan seksual. Vaksinasi dapat memberikan perlindungan setidaknya selama 4,5
tahun setelah dilakukan 3 kali injeksi dalam rentang waktu 6 bulan. Vaksinasi yang
sekarang tersedia hanya mampu untuk mencegah infeksi HPV 16, 18, 6, dan 11 sehingga
pap smear yang berkala tetap harus dilakukan. 4

4
Pencegahan sekunder adalah penemuan dini, diagnosis dini dan terapi dini
terhadap kanker leher rahim. Pencegahan sekunder termasuk skrining dan deteksi dini,
seperti pap smear, inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), tes HPV DNA dan
kolposkopi. 6
a. Uji Pap (Pap Smear)
Pemeriksaan uji Pap (pap smear) adalah pengamatan sel-sel yang dieksfoliasi
dari genitalia wanita. Uji Pap telah terbukti dapat menurunkan kejadian kanker serviks
yang ditemukan stadium prakanker, ceoplasia, intraepitel serviks (NIS). Meskipun
dalam situasi baik, skrining merupakan proses yang sulit, sangat berpotensi terjadi
kesalahan, seperti tidak terdeteksinya penyakit atau kesalahan melaporkan individu
yang sehat. Kesalahan pada uji Pap sering terjadi karena ketidaksempurnaan
pengumpulan sediaan. Tujuannya adalah menemukan sel abnormal atau sel yang
dapat berkembang menjadi kanker termasuk infeksi HPV. Diagnostik sitologi adalah
kualitas suatu uji penapusan diukur dengan sensitivitas (kelompok wanita dengan uji
positif di antara yang sakit) dan spesivitas ( kelompok wanita dengan uji negatif di
antara yang tidak sakit). Pada umumnya, ketepatan diagnostic sitologi berkisar lebih
dari 90% jika dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi. Hal ini terjadi,
terutama pada lesi yang lebih berat, yaitu pada dysplasia keras/karsinoma in situ.
Kesalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut: sediaan apus terlalu tipis, hanya
mengandung sangat sedikit sel, sediaan apus sangan tebal dan tidak dioleskan merata,
sel bertumpuk sehingga menyulitkan pemeriksaan, sediaan apus telah kering sebelum
difiksasi, cairan fiksasi tidak memakai alkohol 95%. Petunjuk skrining: usia untuk
mulai pemeriksaan uji Pap diambil setelah 2 tahun aktif dalam aktivitas seksual (18-
20tahun), interval penapisan, wanita dengan kelainan atau pernah mengalami hasil
abnormal perlu evaluasi lebih sering, pada usia 70 tahun, tidak perlu diambil lagi
dengan syarat hasilnya 2 kali negatif dalam 5 tahun terakhir. 6
b. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara
mengamati secara inspekulo serviks yang telah dipulas dengan asam asetat 3-5% dan
memperhatikan terdapatnya perubahan warna atau ada tidaknya plak putih. Dalam
waktu kurang dari 3 menit, hasilnya sudah dapat diketahui. 6
Metode skrining IVA dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk kanker
leher rahim karena metode ini mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh

5
bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat
sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana. Syarat IVA
test: sudah pernah melakukan hubungan seksual, tidak sedang datang bulan/haid, tidak sedang
hamil, 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual. 6
- Kelebihan Metode Skrining IVA
Beberapa kelebihan metode skrining IVA, yaitu: 6
 Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
 Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah.
 Sensivitas dan spesifisitas cukup tinggi.
 Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau
dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih.
 Alat-alat yang dibutuhkan dan teknik pemeriksaan sangat sederhana.
- Teknik Skrining dengan Metode IVA: 6
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan
alat sebagai berikut: Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi
litotomi, meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi, terdapat sumber kanker haya untuk melihat leher rahim, spekulum
vagina, asam asetat (3-5%), swab-lidi berkapas, sarung tangan. Tes IVA dilakukan
dengan langkah sebagai berikut: 6
 Inspeksi genitalia eksterna dan lihat apakah terjadi discharge pada mulut
uretra, kemudian palpasi kelenjar Bartholini.
 Masukkan speculum dan pestikan seluruh leher rahim dapat terlihat.
 Pakai sarung tangan lapis pertama/luar, celupkan tangan tersebut ke dalam
larutan klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tangan tersebut dengan membalik sisi
dalam keluar.
 Arahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat jelas.
 Amati serviks apakah ada infeksi seperti discharge, ektropion, kista Nabothi.
 Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar, darah atau
mukosa dari serviks.
 Identifikasi ostium servikalis.
 Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada serviks.
 Tunggu selama 1 menit agar diserap dan memunculkan reaksi acetowhite.

6
 Lihat apakah serviks mudah berdarah. Cari apakah ada bercak putih yang tebal
atau epitel acetowhite yang menandakan IVA positif.
 Bila pemeriksaan visual pada serviks telah selesai, gunakan kapas lidi yang
baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari serviks dan vagina.
 Lepaskan spekulum secara halus. Jika hasil tes IVA negatif, letakkan
spekulum ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.
Jika hasil tes IVA positif dan setelah konseling pasien menginginkan
pengobatan segera, letakkan spekulum pada nampan atau wadah agar dapat
digunakan pada saat krioterapi.
- Kategori Klasifikasi IVA
Tes negatif jika secara klinis serviks terlihat Halus, berwarna merah muda,
seragam, tidak berfitur, ektropion, servisitis, ovula Nabothi, dan lesi acetowhite
tidak signifikan. Tes positif jika pada serviks ada bercak putih (acetowhite
epithelium sangat jelas terlihat dengan batas tegas dan meninggi, tidak mengkilap
yang terhubung atau meluas SSK (squamouscolumnar junction). Dicurigai kanker
jika ada massa seperti kembang kol yang mudah berdarah atau luka
bernanah/ulkus. 6

Gambar 1. Hasil yang dapat ditemukan pada tes IVA. 6

c. Kolposkopi
Pemeriksaan untuk melihat porsio, vagina, dan vulva dengan pembesaran 10-
15 kali. Kolposkopi adalah alat streoskopik dan lensa binokuler dengan sumber
pencahayaan untuk pemeriksaan visual suatu objek dalam hal ini serviks, utamanya
untuk mendiagnosa neoplasia serviks, diperluas untuk vagina dan vulva. Kunci utama
pemeriksaan kolposkopi adalah observasi epithel serviks setelah diaplikasi larutan
NaCl, asam asetat dan atau larutan lugol. Karakteristik temuannya adalah perubahan
tampilan acetowhite pada serviks setelah pulasan asam asetat. Dengan tampilan
perubahan epithel tersebut menuntun dilakukannya biopsi. Indikasi pemeriksaan

7
kolposkopi umumnya jika pemeriksaan skrining positif, misalnya sitologi, HPV atau
IVA positif. Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, tetapi ketersediaan
alat ini tidak mudah. Karena mahal, alat ini lebih sering digunakan sebagai prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil uji Pap abnormal. 6
d. Servikografi.
Pemeriksaan kelainan porsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah
dipulas dengan asam asetat 3-5% yang dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks
dikirim ke ahli ginekologi.6
e. Uji DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih dari 90% kendiloma serviks, NIS, dan kanker
serviks mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan tiap tipe HPV
mempunya hubungan patologi yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV resiko
rendah, jarang ditemukan pada karsinoma invasuf kecuali karsinoma verukosa.
Sementara tipe 16, 18, 31, dan 45 tergolong tipe HPV resiko tinggi. 6

Tabel 1. Perbandingan IVA dengan Tes Skrining Lainnya. 6


Jenis tes Aman Praktis Terjangkau Efektif Available
IVA Ya Ya Ya Ya Ya
Pap Smear Ya Tidak Tidak Ya Tidak
HPV/DNA Ya Tidak Tidak Ya Tidak
Cervicography Ya Tidak Tidak Ya Tidak

Tabel 2. Sensitivitas dan Spesifisitas Berbagai Metode Skrining. 6


Metode Sensitivitas(%) Spesifisitas (%)
IVA 79.2 84.7
Tes Pap 57 93

Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita
kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena
pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang
cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks yang baru menjalani
operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan
fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami
alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai
wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali. 6

8
Skrining

1. Definisi

Skrining adalah suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau seklompok orang
untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak
mengidap penyakit. Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada
epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak didiagnosis atau
keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat
beresiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius memerlukan penanganan segera.
Skrining merupakan deteksi dini penyakit, bukan merupakan alat diagnostik. Bila
skrining positif, akan diikuti uji diagnostik atau prosedur untuk memastikan adanya
penyakit. 8

2. Tujuan
Adapun tujuan skrining, yaitu: 9
a. Menentukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga
dapat segera memperoleh pengobatan.
b. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat
c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
d. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.

3. Syarat-syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu tes
penyaringan, antara lain: 9
a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam
masyarakat dan dapat mengecam derajat kesehatan masyarakat tersebut.
b. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyediaan obat dan
jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat atau kekuatan tes yang
dipilih.
c. Tersedia fasilitas pengobatan dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif.
d. Diketahui stadium prepatogenesis dan pathogenesis.

9
e. Tes harus cocok, hanya mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dapat diterima oleh
masyarakat.
f. Telah dimengerti riwayat alamiah penyakit secara pasti.
g. Harus ada suatu nilai standar yang telat disepakati bersama tentang mereka yang
dinyatakan menderita penyakit tersebut.
h. Biaya harus seimbang, biaya skrining harus sesuai dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut.

4. Macam-macam Skrining
Adapun macam-macam skrining, yaitu: 9
a. Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
b. Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu,
contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang
sudah menikah
c. Case finding screening adalah upaya dokter/tenaga kesehatan untuk menyelidiki suatu
kelainan yang tidak berhubungan dengan keluhan pasien yang datang untuk
kepentingan pemeriksaan kesehatan
d. Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit
e. Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis
penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas

5. Reliabilitas dan Validitas


Reliabilitas dan Validitas merupakan suatu hal yang umum pada semua instumen
pengukukuran. Masalah ini berhubungan dengan pertanyaan tentang tingkat kemampuan
kuesioner dan wawancara dalam mengukur kepuasan pasien yang akurat. 8,9
a. Reliabilitas
Reliabilitas dari suatu pengukuran adalah suatu indikator tingkat, seberapa
jauh pengukuran dapat direplikasi, artinya apakah hasilnya selalu sama, jika
pengukuran oleh siapa pun, kapan pun dan dalam lingkungan yang berbeda sekalipun.
Reliabilitas berhubungan dengan kesalahan acak yang terjadi dalam segala bentuk
pengukuran. Pengukuran yang semakin reliable, kesalahan acak yang terjadi semakin
kecil. Reliabilitas sangat mendasar bagi setiap keperluan pengukuran mutu layanan
kesehatan, karena jika pengukuran tidak reliable, hasil pengukuran menjadi tidak

10
bermanfaat. Namun, demikian, banyak pengukurn mutu layanan kesehatan tidak di
ujicoba reliabilitasnya dengan tepat. Reliabilitas dipengaruhi oleh: 9,10
- Variasi pada metode pemeriksaan, artinya tergantung stabilitas instrument alat,
harus dibakukan.
- Variasi orang yang diperiksa, tergantung kondisi fisik, psikis, stadium penyakit
atau penyakit dalam masa tunas. Misalnya: lelah, kurang tidur, marah, sedih,
gembira, penyakit yang berat, dan sebagainya.
- Variasi pemeriksa, dapat berupa variasi interna dan variasi eksterna. Variasi
interna adalah variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh orang yang sama, sedangkan variasi eksterna adalah variasi
yang terjadi bila satu sediaan dilakukaan pemeriksaan oleh beberapa orang.
Upaya untuk mengurangi berbagai variasi di atas dapat dilakukan dengan
mengadakan standarisasi reagen dan alat ukur, latihan intensif pemeriksa, penentuan
kriteria yang jelas, penerangan kepada orang yang diperiksa, dan pemeriksaan
dilakukan dengan cepat. 7
b. Validitas
Validitas tes skrining adalah kemampuan tes skrining tersebut dalam
mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Validitas tes skrining dapat dinilai dengan
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, dan akurasi. 9,10
- Sensitivitas
Sensitivitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan seseorang
menderita suatu penyakit. Sensitivitas ditunjukkan oleh probabilitas hasil tes benar
positif dibandingkan hasil positif menurut standar (gold standart). Probabilitas
dalam per sen dihitung dengan membagi hasil pemeriksaan benar positif (true
positive) dengan jumlah hasil pemeriksaan benar positif dan negatif palsu.
Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining maka semakin baik
kemampuan mendeteksi seseorang menderita penyakit tertentu sehingga dapat
memperoleh penanganan dini. 9,10
- Spesifisitas
Spesifisitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan seseorang
bukan penderita suatu penyakit. Spesifisitas ditunjukkan oleh probabilitas hasil tes
benar negatif dibandingkan hasil negatif menurut standar (gold standart).
Probabilitas dalam per sen dihitung dengan membagi hasil pemeriksaan benar
negatif (true negatif) dengan jumlah hasil pemeriksaan benar negatif dan positif

11
palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining maka semakin baik
kemampuan mendeteksi seseorang tidak menderita penyakit tertentu. 9,10
- Nilai Prediksi Positif
Nilai Prediksi Positif (NPP/PPV) menggambarkan kemampuan tes skrining
memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar menderita penyakit dari hasil
pemeriksaan positif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Positif dihitung dengan
membandingkan hasil benar positif dengan seluruh hasil tes positif menurut uji
skrining (True Positif dan Palse Positif) dalam per sen. Semakin tinggi
kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang menderita penyakit akan
membantu petugas kesehatan memberikan penanganan yang tepat dan segera. 9
- Nilai Prediksi Negatif
Nilai Prediksi Negatif (NPN/NPV) menggambarkan kemampuan tes skrining
memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar tidak menderita penyakit dari
hasil pemeriksaan negatif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Negatif dihitung
dengan membandingkan hasil benar negatif dengan seluruh hasil tes negatif
menurut uji skrining (True Negatif dan Palse Negatif) dalam per sen. Semakin
tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang tidak menderita suatu
penyakit akan sangat membantu petugas kesehatan menghindarkan penanganan
atau pengobatan yang tidak perlu sehingga terhindar dari efek samping
pengobatan. 9
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat memprediksi secara sempurna
dan benar, di mana semua orang yang positif berdasarkan hasil tes skrining adalah benar-
benar sakit dan semua yang tesnya negatif adalah mereka yang benar-benar tidak sakit.
Pada kenyataannya tidak ada tes yang benar-benar sempurna. Hasil tes sesuatu skrining
digambarkan secara positif maupun negatif. 9 Lihat Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi populasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining 9
Tes Skrining Diagnosis pasti Total
Sakit Tidak Sakit
Positif a (TP) b (FP) a+b

Negatif c (FN) d (TN) c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

12
Rumus: 9
1. Sensitivitas dan Spesifisitas
a
Sensitivitas =(a+c) x 100
𝑐
Negatif palsu =(𝑎+𝑐) 𝑥 100
𝑑
Spesifisitas = (𝑏+𝑑) 𝑥 100
𝑏
Positif palsu = (𝑏+𝑑) 𝑥 100

2. Nilai prediksi
𝑎
Nilai prediksi tes (+) atau PPV= (𝑎+𝑏) 𝑥 100
𝑑
Nilai prediksi tes (-) atau NPV= (𝑐 +𝑑) 𝑥 100

6. Pembahasan Kasus

Skenario 6

Dokter A di Puskesmas Warnasari melakukan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual


dengan Asam Asetat) dalam rangka menemukan secara dini kanker serviks pada kelompok
wanita lokalisasi tuna susil. Dari 500 orang yang diperiksa, didapatkan 30 orang terdeteksi
positif tes IVA. Sampel yang terkumpul juga diperiksa dengan paps smear yang lebih baik
sensitivitasnya sebagai gold standard. Setelah diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan
paps smear ternyata dari yang yang positif tes IVA 6 orang positif terkena Ca Serviks dan
dari orang yang negatif tes IVA, 3 orang positif terkena Ca Serviks.

Tabel 4. Data tentang Ca serviks di Puskesmas Warnasari

(+) Ca Serviks (-) Ca Serviks Total


IVA (+) 6 (a) 24 (b) 30 (a+b)
IVA (-) 3 (c) 467 (d) 470 (c+d)
Total 9 (a+c) 491 (b+d) 500 (a+b+c+d)

13
𝒂 𝟔
𝒔𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 = = 𝒙 𝟏𝟎𝟎% = 𝟔𝟔, 𝟕%
𝒂+𝒄 𝟔+𝟑

Tes skrining Ca Serviks dengan IVA dapat mendeteksi benar orang Ca Serviks
sebanyak 66,7% dari seluruh orang yang terkena Ca Serviks. Artinya, ada 33,3% positif
palsu.

𝒅 𝟒𝟔𝟕
𝒔𝒑𝒆𝒔𝒊𝒇𝒊𝒕𝒂𝒔 = = 𝒙 𝟏𝟎𝟎% = 𝟗𝟓, 𝟏𝟏 %
𝒃 + 𝒅 𝟐𝟒 + 𝟒𝟔𝟕

Tes skrining Ca Serviks dengan IVA dapat mendeteksi benar orang sehat tanpa Ca
Serviks sebanyak 95,11 % dari seluruh orang sehat. Artinya, ada 4,89% negatif palsu.

𝒂 𝟔
𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒑𝒓𝒆𝒅𝒊𝒌𝒕𝒊𝒇 𝒖𝒋𝒊 𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕𝒊𝒇 = = 𝒙 𝟏𝟎𝟎% = 𝟐𝟎 %
𝒂 + 𝒃 𝟔 + 𝟐𝟒

Artinya, kemungkinan orang dengan IVA positif hanya 20% dari populasi yang terkena
Ca Serviks.

𝒅 𝟒𝟔𝟕
𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒑𝒓𝒆𝒅𝒊𝒌𝒕𝒊𝒇 𝒖𝒋𝒊 𝒏𝒆𝒈𝒂𝒕𝒊𝒇 = 𝒄+𝒅 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎% = 99,36%
𝟑+𝟒𝟔𝟕

Artinya, kemungkinan orang dengan IVA negatif 99,36% dari populasi tidak terkena
Ca Serviks.

7. Sasaran yang akan menjalani skrining


Adapun sasaran yang akan menjalani skrining adalah: 9
a. Perempuan 30-50 tahun
b. Perempuan yang menjadi klien pada klinik dengan discharge vagina yang abnormal
atau nyeri abdomen bawah
c. Perempuan yang tidak hamil
d. Perempuan yang mendatangi puskesmas, klinik KB yang secara khusus menangani
penapisan kanker leher rahim

Promosi Kesehatan

Menurut Ewles dan Simnett (1994), terdapat kerangka lima pendekatan yang
menunjukkan nilai-nilai yang dianut, meliputi: pendekatan medik, perubahan perilaku,
pendidikan, pendekatan berpusat pada klien, dan perubahan sosial.11

14
1. Pendekatan medik
Tujuan pendekatan medik adalah membebaskan dari penyakit dan kecacatan yang
didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit jantung.
Pendekatan ini melibatkan intervensi kedokteran untuk mencegah dan meringankan
kesakitan, mungkin dengan menggunakan metode persuasif atau paternalistik (misal
memberi tahu orangtua agar membawa anak mereka untuk imunisasi, wanita untuk
memanfaatkan KB). Pendekatan ini memberikan arti penting terhadap tindakan
pencegahan medik, dan merupakan tanggung jawab profesi kedokteran membuat
kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan. 11

2. Pendekatan perubahan perilaku


Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya,
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh
keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Pendekatan
perubahan perilaku bertujuan mengubah sikap dan perilaku individual masyarakat
sehingga mereka mengadopsi gaya hidup sehat. Orang-orang yang menggunakan
pendekatan ini akan merasa yakin bahwa gaya hidup sehat merupakan hal paling baik
bagi klien, dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab mereka untuk mendorong
sebanyak mungkin orang guna mengadopsi gaya hidup sehat yang mereka anjurkan.
Contoh pengunaan pendekatan perilaku antara lain: mengajari orang bagaimana
menghentikan merokok, pendidikan tentang minum alkohol, mendorong orang
melakukan kegiatan olahraga. 11

3. Pendekatan pendidikan
Pendekatan pendidikan bertujuan untuk memberikan informasi dan memastikan
pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang
ditetapkan atas dasar informasi yang ada. Misalnya program pendidikan kesehatan
sekolah yang menekankan upaya membantu murid mempelajari keterampilan hidup sehat,
tidak hanya memperoleh pengetahuan saja. 11

4. Pendekatan berpusat pada klien


Tujuan pendekatan adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu mereka
mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan
dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka. Promotor berperan

15
sebagai fasilitator, membantu individu mengidentifikasi kepedulian-kepedulian mereka
dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan supaya
memungkinkan terjadi perubahan. Klien dihargai sebagai individu yang punya
keterampilan, kemampuan kontribusi. 11

5. Perubahan sosial

Tujuan perubahan sosial adalah untuk melakukan perubahan-perubahan pada


lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi dalam upaya membuatnya lebih mendukung untuk
keadaan sehat. Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan perilaku
setiap individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting
bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada penempatan
kesehatan dalam agenda politik di berbagai tingkat. 11

Kesimpulan

Metode skrining IVA sering dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk kanker
leher rahim karena metode ini mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Skrining Ca
Serviks dengan IVA memiliki sensitivitas 66,7% yang artinya dari 100% sampel yang
terkena Ca Serviks tes IVA positif pada 66,7% sampel saja. Sedangkan spesifitasnya adalah
95,11% yang artinya pada 100% sampel yang sehat tes IVA negative pada 95,11% sampel
saja. Nilai prediktif uji positif adalah 20% yang artinya, IVA dapat mendeteksi positif benar
hanya pada 20% populasi yang terkena Ca Serviks. Sedangkan nilai prediktif uji negative
adalah 99,36% yang artinya, IVA dapat mendeteksi negatif benar pada 99,36% orang tanpa
Ca Serviks.

16
Daftar Pustaka

1. Nurwijaya H, Andrijono, Suheimi HK. Cegah dan deteksi kanker serviks. Jakarta: Elex
Media Komputindo; 2010.h.13,15.
2. Edianto D. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Dalam: Buku acuan nasional
onkologi ginekologi. Ed ke-1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2006.h.111, 116.
3. Kampono N. Kanker serviks. Dalam: Ilmu kandungan. Ed ke-3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h. 263-9.
4. Liwang F, Purbadi S. Kankar serviks. Dalam: kapita selekta kedokteran. Ed ke-4. Jilid ke-
1. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.496-9.
5. Desen W. Buku ajar onkologi klinis. Ed ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.h.492-
4.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis pencegahan, deteksi dini
kanker leher rahim dan kanker payudara. Jakarta: DEPKES RI; 2007.h.1-32.
7. Dwipoyono B. Kebijakan Pengendalian Penyakit Kanker Serviks di Indonesia.
Indonesian Journal of Cancer 2009; 3(3):110-1.
8. Rajab W. Buku ajar Epidemiologi untuk mahasiswa. Jakarta : EGC, 2009.h.156-8.
9. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto;
2011.h.442-54.
10. Pohan I. Jaminan mutu layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan penerapan. Jakarta:
EGC; 2007.h.148-50.
11. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC; 2009.h.43-6.

17

Anda mungkin juga menyukai