Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke

2.1.1 Definisi

Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbesar ketiga di dunia,

setelah penyakit jantung koroner dan kanker.1 Stroke merupakan sindrom

gangguan serebral yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Sedangkan

menurut World Health Organization (WHO), stroke merupakan suatu gejala klinis

yang diakibatkan oleh kerusakan yang terjadi di otak, baik secara fokal maupun

global yang berlangsung lebih dari 24 jam ataupun jika terlambat dalam

penanganan dapat mengakibatkan kematian dan penyebabnya adalah gangguan

pada pembuluh darah di otak.12

2.1.2 Epidemiologi

Insidensi stroke di Eropa adalah sekitar 200 dari 100.000 orang setiap tahun.

Insiden kematian akibat stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan

lebih dari 200.000 kasus, sedangkan angka kejadian stroke pertahunnya adalah

750.000 kasus. Sebanyak 200.000 kasus adalah kasus berulang dan lebih dari

400.000 merupakan kasus baru. Dikatakan bahwa dapat terjadi defisit neurologi

yang bersifat sedang sampai parah lebih dari 4.000.000 orang Amerika, dengan

kemungkinan 30%-35% nya akan meninggal, dan kemungkinan kecacatan mayor

yang terjadi dapat berkisar antara 35– 40%.12,14

Peningkatan insidensi dan mortalitas dari penyakit stroke setiap tahunnya,

dikatakan oleh berbagai sumber adalah sebagai akibat langsung dari

6
7

bertambahnya umur harapan hidup masyarakat. Pada umumnya masyarakat

sekarang sudah mulai mengerti dan memahami tentang kesehatan diri, keluarga

dan lingkungan yang berkaitan dengan masalah kebersihan, terutama masyarakat

kelas menengah ke atas. Tetapi untuk konsep hidup sehat berupa konsumsi

makanan yang sehat, berolahraga dan tidak merokok masih sulit dilakukan

masyarakat. Itulah sebabnya terjadi pergeseran pola penyakit infeksi ke penyakit

degeneratif belakangan ini.20

Data insidensi penyakit stroke di Indonesia belum ada yang lengkap, tetapi

dari hasil laporan Survey Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah

sakit di 27 propinsi Indonesia, didapatkan peningkatan insidensi penderita stroke

setiap tahunnya.19

2.1.3 Suplai darah serebrum

Otak mendapatkan nutrisi dan oksigen melalui sistem serebrovaskuler,

terhentinya aliran darah ke otak akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup

sel-sel otak. Otak akan mulai terganggu atau bahkan mengalami kerusakan

ireversibel jika terjadi penghentian pasokan oksigen secara total setelah 4–6

menit.14

Sistem serebrovaskular yang mengalirkan darah ke otak dapat dibagi

menjadi dua sumber, sepasang aliran arteri karotis interna dan sepasang aliran

arteri vertebral. Kedua aliran arteri ini mempunyai sumber aliran yang sama yaitu

dari arkus aorta. Pada sisi sebelah kanan dari arkus aorta, terdapat percabangan

pertama arkus aorta menjadi trunkus brakiocepalikus (inominata), yang

selanjutnya akan bercabang kembali menjadi arteri karotis komunis dekstra dan

arteri subklavia dekstra. Setelah percabangan aorta ke trunkus brakiocepalikus,


8

selanjutnya akan terjadi percabangan kedua pada jalur arkus aorta, yaitu arteri

karotis komunis sinistra dan selanjutnya arteri subklavia sinistra.14,23

Arteri karotis komunis dekstra dan arteri karotis komunis sinistra akan

melanjutkan diri menjadi arteri karotis eksterna dekstra dan arteri karotis interna

dekstra, dan arteri karotis interna sinistra dan arteri karotis eksterna sinistra,

selanjutnya arteri karotis interna baik dekstra maupun sinistra akan masuk ke

rongga tengkorak melalui kanalis karotikus dan berlanjut masuk melalui sinus

kavernosus, di sini akan terbentuk percabangan menuju arteri optalmika untuk

suplai darah pada nervus optikus dan retina, kemudian arteri karotis interna akan

bercabang dua membentuk arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Fungsi

dari kedua arteri ini untuk memberikan suplai darah terutama ke otak bagian

frontal, parietal dan sebagian lobus temporal masing-masing kanan dan kiri.14,23

Arteri vertebralis dekstra dan sinistra yang masing-masing berasal dari

percabangan arteri subklavia dekstra dan sinistra, memiliki tugas untuk

memberikan suplai perdarahan ke otak pada lobus oksipital dan sebagian lobus

temporal serta ke batang otak. Arteri vertebralis baik dekstra maupun sisnistra

akan masuk ke dalam rongga kranium melalui kanalis transversalis kolumna

vertebralis servikalis dan foramen magnum, selanjutnya akan bercabang menjadi

sepasang arteri serebeli inferior saat berada setinggi medula oblongata dan pons,

sepasang arteri serebeli inferior akan bergabung lagi membentuk arteri basilaris.

Ketika arteri basilaris terletak setinggi mesensefalon akan bercabang menjadi

sepasang arteri serebri posterior. 12,14

Selanjutnya akan terbentuk sistem sirkulus willisi sebagai bentuk hubungan

dari arteri serebri anterior dan posterior. Anatomi sistem arteri karotis dan arteri

vertebrobasilaris ini dapat dilihat pada gambar 2.1.


9

Gambar 2.1 Anatomi sistem arteri krotis dan arteri vertebrobasilaris14

Aliran darah balik dari otak melalui dua sistem, yaitu vena interna dan vena

eksterna, yang pada akhirnya akan mencurahkan darah menuju vena jugularis.1,4

2.1.4 Klasifikasi

Penggolongan stroke yang dikenali sampai saat ini ada beberapa macam,

tetapi penggolongan semuanya berkaitan dengan gambaran klinik, patologi

anatomi, sistem pembuluh darah dan stadium stroke itu sendiri. Beberapa

klasifikasi stroke yang sudah ada saat ini sebagai berikut:15,24

I . Berkaitan dengan penyebab dan patologi anatomi, stroke digolongkan :

1. Stroke non-hemoragik

a. Transient Ischemia Attack (TIA)

b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke hemoragik

a. Perdarahan intraserebral
10

b. Perdarahan subarakhnoid

II. Berkaitan dengan sistem pembuluh darah

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

III. Berkaitan dengan perkembangan waktu

1. TIA

2. Sroke in evolution

3. Completed stroke

Klasifikasi yang sering digunakan di klinik sekarang ini adalah klasifikasi

stroke berkaitan dengan patologi anatomi dan penyebabnya.

2.1.5 Faktor risiko

Faktor risiko stroke yang sudah diketahui saat ini dibagi menjadi dua, yaitu

:9,21,23

1. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Hipertensi

b. Diabetes melitus

c. Penyakit jantung

d. Gangguan aliran darah sepintas

e. Hiperkolesterolemi

f. Infeksi

g. Obesitas

h. Merokok dan kelainan pembuluh darah otak

i. Alkohol

j. Lain lain , berupa asma bronkial, penyakit darah, asam urat dan iatrogenik
11

2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

b. Genetik

c. Ras

d. Jenis kelamin

e. Riwayat stroke keluarga

2.1.6 Etiologi

Etiologi kasus stroke akan dijelaskan dalam tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Etiologi stroke14

Etiologi Stroke Non-Hemoragik Etiologi Stroke Hemoragik

Trombosis (tersering aterosklerosis, Perdarahan intraserebrum


vaskulitis dan gangguan darah) hipertensif
Embolisme (berasal dari jantung, Perdarahan subarakhnoid (ruptur
tromboemboli aterosklerotik di aneurisma sakular, ruptur
arteri, dan hiperkoagulasi) malformasi arteriovenosa, dan
trauma)
Vasokonstriksi Perdarahan akibat tumor, infark
hemoragik, dan lain-lain.

2.1.7 Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik

Secara umum stroke Non-hemoragik terjadi akibat gangguan pasokan darah

otak. Gangguan aliran darah otak ini terjadi akibat beberapa penyebab seperti

yang telah dijelaskan pada tabel etiologi di atas.12,14,15

Otak dalam keadaan istirahat dan normal akan menerima 1/6 dari curah

jantung dan akan menggunakan lebih kurang 20% oksigen tubuh. Aliran darah

otak yang normal adalah sebanyak 50–60 cc/100 g sel otak/menit, jika terjadi

pergeseran atau terjadi kekurangan pasokan aliran darah dari kondisi normal

tersebut, maka akan terjadilah gangguan pada sel otak, untuk tingkat dan gradasi

dari gangguan sel otak yang terjadi akan sangat dipengaruhi juga oleh waktu
12

terjadinya gangguan aliran darah otak. Hubungan antara gangguan aliran darah

otak yang terjadi dan lamanya waktu gangguan aliran darah yang terjadi dengan

kerusakan atau gangguan pada sel otak adalah sebagai berikut:14,15

a. Rentang normal/fungsional : merupakan rentang aliran darah yang harus

dipenuhi untuk menjalankan fungsi sel otak secara fisiologis, dimana rentang

normalnya adalah 50-60 cc/100 g sel otak/menit. Apabila terjadi penurunan

aliran darah otak dibawah rentang normal tersebut, maka akan terjadi

penghentian aktivitas neuronal otak, sedangkan secara struktural/integritas

masih belum terganggu.

b. Ambang aktivitas listrik otak (treshold of brain electrical activity) : merupakan

batasan aliran darah yang apabila tidak tercapai maka akan terjadi proses

kerusakan struktur intra sel/desintegrasi sebagai akibat dari terhentinya

aktivitas listrik neuron otak. Hal tersebut terjadi jika aliran darah yang sampai

ke otak hanya mencapai 15 cc/100 g sel otak/menit.

c. Ambang kematian sel (treshold of neuronal death), merupakan suatu kondisi

terparah ancaman bagi kelangsungan hidup neuronal yang berakhir pada

kematian neuronal yang ireversibel apabila aliran darah yang mencapai otak

kurang dari 15 cc/100 g sel otak/menit sampai dengan penghentian total aliran

darah otak.

Aliran darah otak yang sangat berkurang untuk perfusi ke otak, akan

menyebabkan iskemik otak yang luas dengan terbentuknya daerah yang tampak

tidak homogen sesuai dengan tingkat keparahan iskemik otak yang terjadi.

Lapisan yang paling iskemik atau yang mendapatkan aliran darah paling rendah

akan terlihat pucat sekali, dan akan terjadi dilatasi pembuluh darah tetapi tidak

ada darah yang melaluinya, hal itu dikarenakan penumpukan asam laktat sehingga
13

pH akan menjadi asam, PO2 yang rendah dan PCO2 yang meningkat akan

berlanjut menjadi infark sel otak di daerah tersebut.12,14,15

Di luar daerah inti iskemik akan terbentuk daerah penumbra iskemik atau

zona transisi dengan aliran darah yang sedikit lebih baik, Cerebral Blood Flow

(CBF) pada daerah ini lebih kurang 25cc/100 g sel otak/menit, daerah ini masih

mungkin diselamatkan dengan manajemen yang tepat. Selanjutnya pada daerah di

luar penumbra iskemik akan terlihat kemerahan dan edema (luxury perfusion),

sebagai efek dari dilatasi dan kompensasi dari pembuluh kolateral yang ada di

sekitar daerah yang mengalami gangguan.12,14,15 Derajat ambang batas aliran

darah otak berkenaan dengan fungsi otak dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah

ini.

Gambar 2.2 Derajat ambang batas aliran darah otak berkenaan dengan
fungsi otak15

2.1.8 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada kasus stroke bergantung pada berat ringannya

gangguan aliran darah untuk perfusi otak dan lokalisasi pembuluh darah yang

mengalami masalah. Pada kasus stroke non-hemoragik manifestasi klinis sangat

erat kaitannya dengan lokasi pembuluh darah yang mengalami gangguan dan
14

sesuai dengan daerah otak yang iskemik. Berikut kemungkinan manifestasi klinis

yang muncul sesuai dengan pembuluh darah yang mengalami sumbatan :13,14,15

1 . Sumbatan pada arteri karotis interna

- Amaurosis fugaks ( buta mendadak ) ipsilateral

- Hemiparesis kontralateral dan defisit sensorik kontralateral

- Afasia apabila gangguan terletak di hemisfer dominan

2 . Sumbatan pada arteri serebri media

- Hemiparesis kontralateral ( biasanya lengan yang lebih sering )

- Afasia global

- Hemianopsia kontralateral

3 . Sumbatan pada arteri serebri anterior

- Hemiparesis kontralateral ( tungkai lebih dominan )

- Defisit sensorik sisi lumpuh

- Demensia, gangguan mental dan kejang ( lobus frontal yang mengalami

gangguan )

4 . Sumbatan pada sistem vertebrobasiler

- Gejala gangguan serebelum ( tremor, vertigo )

- Disfagia

- Disatria

- Rasa baal di wajah, mulut dan lidah

- Kelumpuhan satu sampai keempat ekstremitas

- Babinsky bilateral

- Gangguan penglihatan
15

5 . Sumbatan pada arteri serebri posterior

- Koma

- Hemiparesis kontralateral

- Afasia visual dan aleksia

Manifestasi klinis pada stroke hemoragik dapat berupa nyeri kepala hebat,

mual muntah dan kesadaran menurun dengan cepat (>65% koma dalam setengah

jam setelah serangan). Selain itu juga dapat menimbulkan gejala fokal sesuai

daerah otak yang terkena.14

2.1.9 Diagnosis

Upaya penegakan diagnosis pada kasus stroke hampir sama dengan kasus-

kasus lainnya, yaitu dimulai dengan melakukan anamnesis yang teliti,

pemeriksaan dan evaluasi klinis yang tepat dan cermat guna mengetahui dan

menuntun dokter untuk menentukan penyebab yang paling mungkin pada masing

masing kasus, sehingga pemeriksaan selanjutnya juga akan lebih terarah.4,22

Langkah langkah diagnosis yang dapat dilakukan pada kasus stroke adalah

sebagai berikut :25

a. Anamnesis

Penjelasan mengenai awitan dan gejala awal, aktivitas saat serangan,

perkembangan gejala dan keluhan lain berupa kejang, mual dan muntah, nyeri

kepala, cegukan, penurunan kesadaran (Jika ada catat perkembangannya), dan

gangguan komunikasi. Selanjutnya juga dapat ditanyakan mengenai faktor

risiko stroke yang ada pada pasien, riwayat pemakaian obat dan obat yang

sedang dipakai atau baru dihentikan.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap, meliputi :


16

Evaluasi Airway, Breathing, Circulation (ABC), nadi, oksimetri dan suhu

tubuh. Selanjutnya lakukan pemeriksaan pada sistem pembuluh perifer dengan

cara auskultasi arteri karotis, jantung dengan EKG, retina, dan ekstremitas.

c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke

Pada pemeriksaan neurologis akan dilakukan pemeriksaan saraf kranial,

rangsang selaput otak, reflek, cara berjalan, sistem motorik, kordinasi, sensorik

dan fungsi kognitif. Untuk skala stroke yang dianjurkan dan banyak digunakan

di klinik adalah National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS).

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam hal ini Computed Termography (CT) dan

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dikatakan sangat membantu dalam

meningkatakan derajat keakuratan diagnosis kasus stroke. Pemeriksaan CT

maupun MRI yang digunakan adalah tanpa kontras. Selain itu pemeriksaan lain

juga dapat dilakukan, seperti kadar gula darah, elektrolit serum, tes fungsi

ginjal, Elektrokardiografi (EKG), petanda iskemi jantung, hitung darah

lengkap, PT/INR, aPTT, saturasi dan oksigen.

2.1.10 Leukositosis pada Stroke

Leukositosis adalah keadaan dimana jumlah leukosit dalam darah WBC

(White Blood Cell Count) meningkat dari rentang nilai normal (normal dewasa

4.500/mL - 10.000/mL).11 Umumnya keadaan ini menandakan adanya proses

inflamasi dalam tubuh, baik akibat infeksi bakteri, virus atau parasit lain dan

keadaan ini juga dapat terjadi pada keadaan stres, aktivitas fisik ekstrim, kejang

misal epilepsi, kehamilan, perdarahan dan administrasi epinefrin.1,25,28

Lima kategori leukositosis yang ditemukan yaitu :

1. Neutrofilia (paling sering)


17

2. Limfositosis

3. Monositosis

4. Eosinofilia

5. Basofilia

Keadaan ini biasanya didampingi oleh keadaan “Shift to Left” yaitu

leukosit yang banyak dijumpai adalah leukosit imatur, karena produk inflamasi

berupa C3a dan G-CSF menstimulasi pengeluaran leukosit imatur dari sumsum

tulang lebih cepat dari waktunya. Pada stroke yang paling sering ditemui adalah

neutrofilia.1,27,28

Leukosit sebagai agen inflamasi memegang peranan penting dalam kasus

stroke. Leukosit dapat ditemukan dalam jumlah banyak pada tubuh pasien disaat

pasien sedang mengalami proses inflamasi akibat infeksi, baik sebelum serangan

stroke maupun pada saat perawatan (infeksi nosokomial), kondisi pasien yang

sedang stres dan kelainan hematologi pada pasien itu sendiri.33,34Penelitian oleh

Kammersgaard tentang prognosis stroke mengindikasikan ada hubungan antara

jumlah leukosit yang tinggi (leukositosis) pada saat pertama kali serangan dengan

tingkat keparahan stroke yang diderita seseorang dinilai menggunakan

Scandinavian Stroke Scale (SSS), dan perburukan outcome jika terjadi setelah

serangan stroke, misal pada kasus infeksi nosokomial pasca stroke yang

menyebabkan jumlah leukosit meninggi sebagai bagian dari proses inflamasi.26

Hasil penelitian itu didukung oleh hasil penelitian Sri Wahyuni et al. mengenai

nilai diagnostik hitung leukosit pada stroke bahwa didapatkan leukosit pada

pasien stroke hemoragik lebih tinggi daripada stroke iskemik sehingga dapat

menjadi indikator keduanya, dan semakin tinggi jumlah leukosit seperti pada
18

penderita stroke hemoragik maka volume lesi pada otak yang ditemukan melalui

CT scan kepala dan angka mortalitas juga semakin besar.27

Mekanisme bagaimana leukosit bisa menyebabkan keparahan tersebut

belum jelas benar, namun dalam penelitian tersebut dicurigai sifat alami leukosit

yang menyerang sel atau jaringan asing salah mengira bahwa jaringan otak

merupakan jaringan yang asing sehingga leukosit merusak dan mematikan sel

serta jaringan yang ada pada otak.26,27

2.1.11 Penatalaksanaan

Pasien yang sudah didiagnosis menderita stroke harus mendapatkan upaya

penanganan yang komprehensif dan terus menerus, mulai saat pertama kali masuk

di rumah sakit sampai pada proses rawatan lanjutan atau rawat jalan, sehingga

kondisi fisik dan kesehatan pasien mencapai keadaan yang optimal. Strategi yang

diterapkan dalam proses manajemen kasus stroke harus mencakup dan

menerapkan tujuan yang akan dicapai berupa :22,23

1. Mengupayakan penatalaksanaan yang dilakukan semaksimal mungkin,

sehingga pasien memiliki kesempatan hidup maksimum.

2. Memperkecil efek atau pengaruh stroke terhadap keadaan penderita dan

keluarga.

Menurut WHO, pada kasus stroke banyak sekali akibat dan efek yang

mungkin dapat memberatkan untuk pasien sendiri ataupun keluarganya dan

masyarakat, sehingga banyak aspek yang harus selalu mendapatkan perhatian dan

perlunya mengetahui konsekuensi stroke yang dapat saja terjadi, diharapkan

dengan pemahaman yang baik mengenai beberapa konsekuensi dari stroke

tersebut dapat dihasilkan upaya penanganan yang lebih tepat dan bersungguh

sungguh. Aspek-aspek menurut WHO tersebut adalah:25


19

1. Aspek patologi : berkenaan dengan anatomi, etiologi, dan patofisiologi stroke

secara klinis, serta penatalaksanaan disesuaikan dengan proses patologis ini.

2. Impairment : berkenaan dengan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan

antomis. Tindakan juga disesuaikan seperti psikoterapi, fisioterapi,

okupational, EMG yang ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.

3. Disability : hambatan atau kesulitan maupun kehilangan kemampuan untuk

melakukan aktivitas yang dapat dilakukan orang sehat normal, misalnya tidak

dapat menelan, tidak dapat jalan, dan lain - lain.

4. Handicap : hambatan pada penderita stroke sebagai akibat impairment dan

disabilitas tersebut diatas.

Upaya perawatan secara umum pada pasien stroke akut bertujuan untuk

mempertahankan kondisi dan keadaan sel-sel otak, dengan cara mempertahankan

kecukupan perfusi dan oksigenasi pada sel-sel otak sehingga proses metabolisme

otak tetap berjalan dengan baik. Langkah langkah tindakan secara umum yang

dilakukan adalah:

1. Stabilisasi fungsi kardiologi dan respirasi melalui evaluasi dan tindakan yang

tercakup dalam ABC.

2. Pemeriksaan awal fisik umum, meliputi pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaan jantung, dan lain-lain.

3. Pengendalian peninggian Tekanan Intra Kranial (TIK) dengan sasaran terapi

TIK kurang dari 20 mmHg dan Cerebral Perfusion Pressure (CPP) >70

mmHg.

4. Penanganan transformasi hemoragik.


20

5. Pengendalian kejang dengan diazepam bolus lambat intra vena 5–20 mg

diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan

maksimum 50 mg/menit.

6. Pengendalian suhu tubuh dibawah 38,5 0C.

7. Pemeriksaan penunjang.

8. Melakukan penatalaksanaan sesuai dengan etiologi dari kasus stroke jika

sudah dapat ditegakkan diagnosis pasti.

2.2 Stres Hiperglikemia

Stres hiperglikemia adalah suatu keadaan peningkatan gula darah yang

terjadi akibat gangguan dari regulasi gula darah yang merupakan sebagian dari

reaksi non spesifik terhadap terjadinya stres dan kerusakan jaringan, sehingga

terjadi peningkatan glukosa darah yaitu dengan rentang kadar puasa normal 80-

90 mg/dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/dl darah.9,7,38 Stres

hiperglikemia ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih

dari 110 mg/dl serta kadar gula darah sewaktu >140 mg/dl.9,7,30 reaksi ini

merupakan fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek

perubahan biokimiawi multipel dari stres jaringan ataupun kerusakan jaringan

yang berhubungan dengan stroke akut.5,7,9,29

2.2.1 Mekanisme stres hiperglikemia pada stroke akut

Stres hiperglikemia ini sangat berhubungan dengan respon metabolik

terhadap stres/trauma yang merupakan interaksi kompleks yang melibatkan

berbagai mediator seperti neurologi, hormon dan messenger sitokin misalnya pada

penyakit stroke. Stres hiperglikemia merupakan reaksi non-spesifik yang tidak

berdiri sendiri sebab stres hiperglikemia ini merupakan salah satu aspek

perubahan biokimia multipel yang berhubungan erat dengan stroke non-diabetic.


21

Keadaan stres hiperglikemia ini juga dapat terjadi pada penyakit akut seperti

cedera kepala, luka bakar dan infark miokard. Stres hiperglikemia ini tergantung

dari beratnya kerusakan jaringan otak akibat stroke. Terdapat dua mekanisme

respon adaptasi yang terjadi saat terjadinya stres jaringan yaitu:

1. Sistem otonom simpatis

2. Corticotropin- Releasing Hormon (CRH)

Aktivitas dari pusat sistem simpatis yang terletak pada batang otak ini

akan menyebabkan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin) yang

mempunyai efek sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis

dalam hati, hal tersebut akan meningkatkan terjadinya pelepasan glukosa oleh hati

lalu masuk ke dalam sirkulasi, selain itu juga dapat menyebabkan terhambatnya

pemakaian glukosa di jaringan perifer, serta akan menghambat sekresi insulin oleh

sel beta pankreas. Norepinefrin memiliki efek yang lemah terhadap glikogenolisis

dalam hati, tetapi hati tetap dapat merangsang glukoneogenesis yang memiliki

efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol bagi hati. Alanin yang

berasal dari otot juga dapat mengakibatkan peningkatan proses glukoneogenesis

pada keadaan kritis. Gliserol yang masuk ke dalam sel hati ikut berpartisipasi

dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari jaringan adipose, karena

kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi hormon counter

regulatory. Peningkatan laktat juga merupakan precursor yang penting bagi

glukosa dalam hati dan merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di jaringan

perifer dan kemungkinan down regulation dari piruvat dehidrogenase, laktat yang

dihasilkan akan berfungsi sebagai substrat alternatif bagi proses glukoneogenesis

dalam keadaan stres katabolik.29,59 Selanjutnya sistem CRH yang tersebar di


22

seluruh bagian otak tetapi paling banyak terdapat di nukleus paraventrikular

hipotalamus, perangsangan sistem CRH akan mengaktivasi aksis hipofisis-

adrenal. Hipofisis akan menghasilkan Adrenocorti Cotrophin Hormone(ACTH)

yang akan merangsang korteks adrenal untuk melepas kortisol, efek kortisol

terhadap metabolisme karbohidrat adalah perangsangan proses glukoneogenesis

dan selanjutnya akan menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah.5,9,28

2.3 Rehabilitasi dan Pasien Stroke

Rehabilitasi merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mengembalikan

fungsi jasmani, rohani, sosial dan kemampuan bekerja yang terganggu akibat

outcome stroke tersebut ke keadaan yang semaksimal mungkin serta merupakan

hal yang penting untuk mengetahui outcome pada pasien stroke, dimana secara

klinis outcome nya dapat berupa1,34,36

a. Kelumpuhan wajah atau anggota gerak (hemiparese) yang

biasanya hal ini terjadi secara mendadak

b. Terdapat gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota

badan (gangguan emihipestesi)

c. Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi,

stupor, atau koma)

d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan

memahami ucapan)

e. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler)

Rehabilitasi ini merupakan hal yang penting karena berguna dalam

menentukan outcome pasien stroke.1 Tujuan dilakukan rehabilitasi ini untuk

mengembalikan fungsi jasmani, rohani, sosial dan kemampuan bekerja pasien


23

yang terganggu akibat outcome stroke tersebut, sehingga pasien dapat mandiri

semaksimal mungkin.1,33,35 Terdapat berbagai usaha yang dapat dilakukan yaitu

berupa terapi wicara, terapi okupasi, psikoterapi, pemberian alat bantu prostesa-

ortotika, dan olahraga.34,36 Rehabilitasi pada pasien stroke dapat dimulai pada

saat pasien dalam keadaan stabil dan siap secara fisik dan mental. Siap secara

fisik berarti pasien dalam keadaan stabil, dan tidak mengidap penyakit lain yang

dapat mengganggu proses rehabilitasi seperti luka atau proses inflamasi.22 Pada

pasien stroke dengan keadaan stres hiperglikemia perburukan outcome yang

terjadi selain akibat kerja hiperglikemia seperti yang diuraikan juga dapat terjadi

akibat pasien terlambat mendapatkan terapi dan terlambat dalam menjalani proses

rehabilitasi.1,9,26,33 Untuk dapat mengevaluasi outcome pada pasien stroke

terdapat berbagai cara, yang salah satunya sering digunakan yaitu indeks

Barthel.1,32,33,35 Indeks Barthel adalah suatu indeks yang dapat digunakam untuk

mengukur kualitas hidup seseorang yang didasarkan dari kemampuan melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.32,35


24

Tabel 2.2 Indeks Barthel

No. Item yang dinilai Dibantu Mandiri


1. Makan(bila makanan harus dipotong-potong 5 10
dulu=dibantu)
2. Transfer dari kursi roda ke tempat tidur dan 10 15
kembali (termasuk duduk di bed)
3. Higieni personal (cuci muka, menyisir, bercukur 0 5
jenggot, gosok gigi)
4. Naik & turun kloset/ WC (melepas/memakai 5 10
pakaian, cawik, menyiram WC)
5. Mandi 0 5

6. Berjalan di permukaan datar 10 15


(atau bila tidak dapat berjalan, dapat mengayuh
kursi roda sendiri)
7. Naik & turun tangga 5 10

8. Berpakaian(termasuk memakai tali sepatu, 5 10


menutup resleting)
9. Mengontrol anus 5 10

10. Mengontrol kandung kemih 5 10

Adapun interpretasi hasil yang didapatkan dari proses penilaian

tersebut adalah

dalam rentang nilai29,30

100 = Mandiri

91-99 = Ketergantungan Ringan

62-90 = Ketergantungan Moderat

21-61 = Ketergantungan Berat

0-20 = Ketergantungan Penuh

Indeks Barthel ini sering digunakan para peneliti untuk menilai proses

penuaan pada geriatri serta kualitas hidup seseorang, terutama pada pasien
25

dengan penyakit yang berdampak pada kualitas hidup seperti halnya pada pasien
1,32,35
stroke dengan defisit neurologis penderitanya. Indeks Barthel ini sering

digunakan para peneliti karena sifat tes nya yang sederhana dengan tingkat

kepercayaan (reliabilitas) nya yang baik dan tidak memerlukan pelatihan yang

khusus kepada peneliti untuk menggunakan indeks ini. 1,35,38 Indeks Barthel yang

digunakan dalam penelitian ini telah dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia

seperti yang telah dilakukan sebelumnya oleh Iskandar Agung dari Universitas

Indonesia dengan hasil bahwa Indeks Barthel merupakan suatu instrumen ukur

yang handal dan sahih dalam menilai activity of daily living (ADL) pada pasien

geriatri.38 Selain hal di atas Indeks Barthel juga merupakan instrument ukur yang

digunakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan

seluruh unit pokdi neurologi di Indonesia dalam pencatatan Case Report Form

untuk Stroke Registry.28,32,35 Penggunaan Indeks Barthel ini selain sering

digunakan untuk memeriksa kualitas hidup seseorang juga sangat penting dalam

perencanaan terapi, khususnya rehabilitasi pada pasien stroke karena dengan

diketahui tingkat kemandirian pasien maka terapi latihan fisik yang diberikan juga

akan disesuaikan, dengan demikian hal tersebut akan menunjang proses

pemulihan pasien ke keadaan semaksimal mungkin. 1,34,35


26

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3 :

Stroke Non-
Hemoragik akut

CRH↑

Stres Aktivasi
katabolik simpatik ↑

Stres
Hiperglikemia

Terganggunya
Hiperosmolalitas
produksi
-Fosforilasi Oksidatif
-Produksi ATP
Hipoksia

Glukosa
metabolisme
anaerob

Asam laktat↑

-Asidosis Intraseluler↑
-Asidosis Exstraseluler↑

-Kerusakan neuron
-Jaringan glia
-Jaringan vaskuler

Outcome Stroke
Non-Hemoragik
(Indeks Barthel)

Gambar 2.3 Kerangka teori


27

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.4 :

Stroke non-
hemoragik akut

Riwayat stroke Stres Obesitas


Hiperglikemia
Hipertensi Merokok
Penyakit jantung Alkoholik
Diabetes melitus Penggunaan narkotik
Indeks Barthel
Stenosis karotis
Hiperhomosisteinemia
Peningkatan Hematokrit
Leukositosis
Infeksi Peningkatan kadar fibrinogen

Faktor Langsung

Faktor Perancu

Gambar 2.4 Kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai