PENDAHULUAN
1
Abortus adalah berakhirnya kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Abortus sendiri terbagi dua yaitu abortus spontan dan
abortus provokatus. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang
menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu.
Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yag diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain
yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi. Abortus
spontan sering disebut dengan keguguran. Sedangkan abortus provokatus adalah
suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur
20 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup
di dunia luar.2
Abortus provokatus sendiri terbagi menjadi dua yaitu abortus provokatus
artifisial terapeutik dan abortus provokatus kriminalis.Abortus provokatus artifisial
terapeutik adalah pengguguran kandungan menggunakan alat-alat medis dengan
alasan kehamilan membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu, misalnya
karena ibu mempunyai penyakit berat tertentu. Abortus terapeutik diizinkan menurut
ketentuan profesional seorangdokter atas indikasi untuk menyelamatkan sang ibu.
Jika ditinjau dari aspek hukum dapatdigolongkan ke dalam Abortus buatan
legal.Sedangkan abortus provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan tanpa
alasan medis yang sah dan dilarang hukum karena jika ditinjau dari aspek hukum
dapat digolongkan ke dalam abortus buatan ilegal. Termasuk dalam abortus jenis ini
adalah abortus yang terjadi atas permintaan pihak perempuan, suami,atau pihak
keluarga kepada seorang dokter untuk menggugurkan kandungannya.2
Abortus di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak
persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi
juga dari sudutpandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan
masyarakat karenamemberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana
diketahui penyebabkematian ibu yang utama adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia. Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi
tidak aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95%(19 dari 20 kasus aborsi tidak
2
aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang.DiIndonesia setiap tahunnya
terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43 kasus/100kelahiran hidup.Angka
tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup
besar. Suatu hal yang harus kita ketahui, kematian akibat infeksi aborsi ini justru
banyak terjadi di negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undang-undang.3
Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan dilatar belakang, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui aspek medikolegal
dariabortus.
3
1.4. Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.4
4
2.2. Klasifikasi Abortus4
A. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
B. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa
indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi menjadi:
- Abortus medisinalis (abortus terapeutica) yaitu abortus karena tindakan
kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
- Abortus kriminalis, yaitu abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
5
eksternum).Perdarahan dapat banyak sekali dan tidak akan berhenti sebelum
sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
d. Abortus kompletus:Semua hasil konsepsi sudah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.Perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil.
e. Abortus servikalis:Keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi OUE yang
tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan
serviks uteri menjadi besar dengan dinding menipis.
f. Missed abortion:Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
yang mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Penderita
biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan
kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14
minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai
menghilang.
g. Abortus habitualis:Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Abortus habitualis yang terjadi dalam triwulan kedua dapat
disebabkan disebabkan serviks inkompeten (serviks tidak sanggup terus
menutup, melainkan perlahan-lahan membuka).
h. Abortus infeksiosa/ Abortus septik:Abortus infeksiosa dalah abortus yang
disertai infeksi pada genitalia.Abortus septik adalah abortus infeksiosa yang
berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau
peritoneum.Biasanya terjadi pada abortus inkompletus dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
2.3. Mekanisme4
6
minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan
villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan
pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
7
dilakukan, kandungan tersebut masih hidup (HR 1 November 1897, HR 12 April
1898).1
Abortus spontan.
Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam :
Abortus provokatus terapeutikus
Abortus provokatus kriminalis
8
Negara-negara di Eropa barat umumnya mengancam perbuatan atas
pengguguran kandungan dengan hukuman, kecuali bila ada indikasi medis (bahaya
maut atau bahaya kesehatan yang parah bagi si ibu, yang bila dilanjutkan akan
membahayakan diri si ibu, atau bahaya kelainan kongenital yang hebat).
Bhakan kemudian muncul pula indikasi etis, yaitu kehamilan akibat suatu
tindakan perkosaan dan tindakan sejenis. Penggunaan indikasi sosial sama sekali
tidak dibenarkan.1
9
Umumnya kasus abortus diajukan kepengadilan bila hanya terjadi komplikasi
(si ibu sakit berat/mati) atau bila ada pengaduan si ibu atau suaminya (dalam hal
izin)1
Jatipura dkk memperoleh 31,4% abortus per 100 kehamilan di RSCM selama
1972-1975. Budi utomo dkk memperhitungkan angka abortus spontan menurut
WHO (15-20 per 100 kehamilan), menyimpulkan bahwa kira-kira separuh dari
abortus tersebut adalah provokatus.1
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan
abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.
Abortus yang dilakukan oleh ahli yang trampil mungkin tidak meninggalkan
bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul
atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh
wanita yang bersangkutan.
10
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen
sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis
sebagai penyebab kematian korban.
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan
toksikologik.Ambil urin untuk tes kehamilan/toksikologik dan pemeriksaan organ-
organ lain dilakukan seperti biasa.
11
langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks dan
sebagainya.
Kekerasan dari dalam, yaitu manipulasi vagina atau uterus.Manipulasi vagina
dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan sabun atau air panas pada
porsio, aplikasi asam arsenic, kalium permanganat pekat, atau yodium tinktur,
pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks, atau manipulasi
serviks dengan jari tangan.Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan
selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus. Pemercahan selaput
amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja yang cukup
panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan
biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson tipe syringe, sedangkan
cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas. Pnyemprotan
ini dapat mengakibatkan emboli udara.
2. Obat/zat tertentu
Penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang
dapat merangsang saluran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu
perangsang kontraksi uterus dan hormone wanita yang merangsang kontraksi
uterus melalui hiperemi mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat bergantung
pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan kandungannya (usia
gestasi).
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nanas muda,
bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain-lain.Ada juga yang agak beracun
seperti garam logam berat, dan laksans, atau bahan yang beracun seperti
strichnin atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) tyang sangat
efektif.Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika (aminopterin) sebagai
abortivum.
a. perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca
tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan
12
b. syok akibat reflex vasovagal atau neurogenik, komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak
c. emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan kedalam uterus.
Hal ini terjadi pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara
masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama sistem vena di
endometrium dalam keadaan terbuka
d. inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan
tanpa anastesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah dan panic. Hal ini dapat
terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan
cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
e. Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anastesia. Antiseptic lokal
seperti KMnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, yodum dan sublimat dapat
mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan
seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan
histologik dan toksikologik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis, komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu
g. Lain-lain, seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran listrik lokal
13
BAB III
ILUSTRASI KASUS
14
Setelah mendapatkan uang muka sebesar 400 ribu rupiah, sang dukun
mulai melakukan aborsi. Rini dibaringkan dikasur pada sebuah ruangan dan
bagian perut Rini yang terlihat sudah mulai membuncit, di pijat berulang kali
oleh sang dukun, hingga kebagian kemaluan. Usai proses pemijatan, Rini
diberikan minuman berupa ramuan yang diracik sendiri oleh MGH yang
disebutkan untuk memperlancar proses aborsi.
MGH juga meminta korban kembali esok malamnya untuk
mendapatkan pemijatan yang kedua. Dari rumah sang dukun, EHS
mengantarkan Rini ke tempat kosnya di Telanaipura. Hari berikutnya, tanpa
menunggu hari malam Rini dan EHS sudah datang menemui MGH. Mereka
khawatir dengan kondisi Rini yang begitu lemah. Sang dukun, segera
memberikan Rini jamu pegal linu dan kembali memijat korban dibagian yang
sama. Namun tindakan ini justru membuat Rini mengalami pendarahan yang
cukup hebat hingga tidak sadarkan diri.
Melihat pasiennya tidak sadarkan diri, MGH segera memanggil EHS
yang menunggu diluar, agar segera membawa Rini ke Rumah Sakit Raden
Mattaher. Namun malang bagi Rini, belum sempat mendapat pertolongan dari
Rumah Sakit, Rini sudah meninggal dunia akibat perdarahan yang dialaminya.
EHS segera menghubungi keluarganya dan memberitahu kejadian yang
menimpa dirinya dan Rini. Sementara dari pihak keluarga Rini baru
mengetahui peristiwa meninggalnya Rini keesokan harinya. Terkait dengan
kejadian ini, pihak keluarga EHS menyarankan agar EHS menyerahkaan diri
ke polisi setempat untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Selain
EHS, petugas Polsek Telanaipura juga mengamankan MGH dan SRY. Karena
mereka dianggap ikut terlibat dalam peristiwa meninggalnya Rini.
BAB IV
PEMBAHASAN
15
Rini, seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Kota
Jambi berusia 22 tahun, ditemukan meninggal setelah melakukan aborsi yang
dibantu oleh seorang dukun beranak. Rini bersama kekasihnya EHS
dianjurkan oleh SRY teman dari EHS untuk menggugurkan kandungannya
dengan seorang dukun beranak berinisial MGH.
Di lokasi kejadian, Rini dibaringkan dikasur pada sebuah ruangan dan bagian
perut Rini yang terlihat sudah mulai membuncit, dipijat berulang kali oleh
MGH, hingga kebagian kemaluan. Usai proses pemijatan, Rini diberikan
minuman berupa ramuan yang diracik sendiri oleh MGH yang menurutnya
untuk memperlancar proses aborsi.
MGH juga meminta korban kembali esok malamnya untuk
mendapatkan pemijatan yang kedua. Pada hari berikutnya, mereka khawatir
dengan kondisi Rini yang begitu lemah. MGH kemudian memberikan Rini
jamu pegal linu dan kembali memijat korban dibagian yang sama. Namun,
tindakan ini justru membuat Rini mengalami pendarahan yang cukup hebat
hingga tidak sadarkan diri. Kemudian mereka segera membawa Rini ke
Rumah Sakit. Namun, belum sempat mendapat pertolongan dari Rumah Sakit,
Rini sudah meninggal dunia akibat perdarahan yang dialaminya.
Pada kasus ini tindakan abortus yang dilakukan oleh Rini, EHS, MGH serta
SRY merupakan tindakan abortus provokatus kriminalis yang juga termasuk
ke dalam lingkup pengertian pengguguran kandungan menurut hukum.
Secara rinci KUHP mengancam pelaku-pelaku sebagai berikut :
16
Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP
pasal 349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan
hak kerjaanya).
Barang siapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan
kepada anak di bawah usia 17 tahun/ di bawah umur (KUHP pasal
283, hukuman maksimum 9 bulan)
Barang siapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seorang
wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP
pasal 299, hukuman maksimum 4 tahun)
Barang siapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara
menggugurkan kandungan (KUHP pasal 535, hukuman maksimum 3
bulan)
Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul
segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan
Syok akibat reflex vasovagal atau neurogenik, komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak
Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan kedalam
uterus. Hal ini terjadi pada waktu penyemprotan, selain cairan juga
gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama
sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka
Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang
dilakukan tanpa anastesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah dan
panic. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan
secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anastesia. Antiseptic
lokal seperti KMnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, yodum dan sublimat
dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula
17
obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-
Hb, pemeriksaan histologik dan toksikologik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
Infeksi dan sepsis, komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan
tetapi memerlukan waktu
Lain-lain, seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran listrik lokal
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
18
2) Aboruts terbagi dua yaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus provokatus sendiri terbagi menjadi dua yaitu abortus provokatus
artifisial terapeutik dan abortus provokatus kriminalis.
Pro Justitia
Pendahuluan
Pemeriksaan
Kesimpulan
Penutup
5.2. Saran
Berdasarkan referat yang kami buat, saran yang kami berikan adalah sebagai berikut :
1. Harus adanya kerja sama yang baik antara bagian forensik dan medikolegal
dengan pihak berwajib dalam penanganan kasus abortus
19
2. Untuk kegunaan pendidikan, diperlukan kerja sama dan koordinasi yang baik antar
bagian dalam rumah sakit.
Daftar Pustaka
20
2. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Edisi
Pertama).Jakarta. Binarupa Aksara
3. Chadha, PV. Abortus dalam Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologik.
1995.Jakarta : Widya Medika. 91 – 9.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kabidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka. 2010. Hal 460
5. Di unduh tanggal 7 maret 2014
http://www.scribd.com/doc/58950690/Temuan-Otopsi-pada-Abortus-
Provokatus-Kriminalis
21