Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan memungkinkan seorang wanita mempunyai risiko untuk
komplikasi baik pada saat kehamilan itu sendiri maupun pada saat melahirkan.1
Setiap ibu hamil menghadapi risiko terjadinya kematian, sehingga salah satu
upaya menurunkan tingkat kematian ibu adalah meningkatkan status kesehatan
ibu hamil sampai bersalin melalui pelayanan ibu hamil sampai masa nifas. Pada
Riskesdas 2013, indikator cakupan pelayanan ibu hamil sampai masa nifas
diperoleh dari informasi riwayat kehamilan berdasarkan kelahiran yang terjadi
pada periode 1 Januari 2010.2 Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan
oleh semua ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu.
Hampir seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan
kehamilan (K1) dan frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa
kehamilannya adalah 83,5 persen. 2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menilai angka kematian ibu
melahirkan di Indonesia relatif tinggi. Berdasarkan hasil Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa secara nasional Angka
Kematian Ibu pada tahun 2012 di Indonesia adalah 359/100.000 kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai
228/100.000 kelahiran hidup.2 Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014
empat penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan 30,3%, hipertensi dalam
kehamilan (HDK) 27,1%, infeksi 7,3%, dan lainlain yaitu penyebab kematian ibu
tidak langsung seperti kondisi penyakit kanker, ginjal, jantung atau penyakit lain
yang diderita ibu sebesar 35,3%.3
Adapun untuk cakupan pemeriksaan kehamilan pertama pada trimester
pertama adalah 81,6 persen dan frekuensi Ante Natal Care (ANC) 1-1-2 atau K4
(minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua dan
minimal 2 kali pada trimester3) sebesar 70,4 persen. Tenaga yang paling banyak
memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%) dan tempat pelayanan ANC

1
2

paling banyak diberikan di praktek bidan (52,5%). Proses persalinan dihadapkan


pada kondisi kritis terhadap masalah kegawatdaruratan persalinan, sehingga
sangat diharapkan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hasil Riskesdas
2013, persalinan di fasilitas kesehatan adalah 70,4 persen dan masih terdapat 29,6
persen di rumah/lainnya. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten (dokter spesialis, dokter umum dan bidan) mencapai 87,1 persen,
namun masih bervariasi antar provinsi (Kemenkes R.I,2013).2
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dipahami betapa
pentingnya meningkatkan kualitas hidup janin dan ibu dalam proses kehamilan
sehingga suatu keniscayaan untuk tenaga kesehatan meningkatkan
pengetahuannya tentang permasalahan obstetri dan ginekologi khususnya terhadap
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam setiap tahapan proses kehamilan.
Menindaklanjuti hal tersebut untuk memenuhi syarat pendidikan pada
kepaniteraan obstetri dan ginekologi RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, penulis
menyusun karya ilmiah berupa referat kedokteran dengan judul “Kegagalan
Kehamilan Pada Trimester I (Pertama)”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul referat yang telah disampaikan di
atas, dapat dirumuskan pemasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab kegagalan kehamilan pada
Trimester I?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada ibu hamil dengan prediksi kegagalan
kehamilan pada Trimester I?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan, maka penulisan referat
ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan Faktor-faktor apakah yang penyebab kegagalan kehamilan
pada Trimester I
2. Menjelaskan penatalaksanaan kegagalan kehamilan pada Trimester I
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kehamilan
Hamil didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.3 Kehamilan adalah
pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan
berakhir sampai permulaan persalinan.5 Trimester pertama kehamilan adalah
periode terpenting manusia perkembangan di mana satu sel berubah menjadi
manusia yang bisa dikenali.9
Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang normal. Mayoritas dari
kehamilan diterima oleh ibu sebagai hal yang memang harus dijalaninya. Dengan
demikian intervensi pada proses ini seharusnya diyakini memberi manfaat dan
dapat diterima oleh setiap ibu hamil. Konsep dasar dari asuhan pranatal ini adalah
20 minggu pertama kehamilan, merupakan fase kritis yang menentukan
kelangsungan kehamilan selanjutnya. Pengasuhan selama kehamilan yang baik
akan berhubungan dengan kualitas manusia yang dilahirkan.4

B. Kegagalan Kehamilan dan Aborsi


1. Definisi
Kegagalan kehamilan ditandai dengan keguguran dini atau abortus
spontan yang didefinisikan sebagai berhentinya proses kehamilan dengan
keluarnya hasil konsepsi baik dengan sendiri maupun dengan perlakuan
sebelum 20 minggu kehamilan dengan berat janin kurang dari 500 gram.9

2. Etiologi
Pengenalan USG ke dalam praktek kebidanan telah sangat berguna
dalam memberikan pemahaman yang lebih baik dari etiologi aborsi spontan
trimester pertama dan dasar untuk klasifikasi dan manajemen klinis. Menilai
awal kehamilan dalam skrining USG mengidentifikasi perubahan
perkembangan janin pada trimester pertama. Temuan parameter abnormal
USG berkorelasi dengan hasil klinis untuk menganalisis keberhasilan

3
4

manajemen konservatif pada kehamilan pasien.6,8 Keguguran dini umum


terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan yang diakui secara klinis. Sekitar
80% dari semua kasus kehilangan kehamilan terjadi dalam trimester
pertama.10
Sekitar 50% dari semua kasus kehilangan kehamilan dini disebabkan
kelainan kromosom janin.10,11 Faktor risiko tersebut umumnya diidentifikasi
pada wanita hamil yang telah mengalami kehilangan kehamilan di awal
kehamilannya.9,12 Frekuensi kehilangan awal kehamilan diakui secara klinis
pada wanita usia 20-30 tahun adalah 9-17%, dan angka ini meningkat tajam
dari 20% pada usia 35 tahun menjadi 40% pada usia 40 tahun dan 80% pada
usia 45 tahun.9,12
Usia kehamilan saat terjadinya abortus dapat memberi gambaran
mengenai penyebab abortus spontan itu sendiri. Sebanyak 80% abortus
spontan terjadi dalam trimester pertama. Sebanyak 60%-80% abortus terjadi
pada kehamilan 12 minggu atau kurang dan sisanya terjadi pada setelah
kehamilan mencapai usia 12 minggu.19,22 Campbell et .al, menyebutkan
bahwa jumlah abortus yang terjadi diketahui akan menurun seiring
bertambahnya usia kehamilan, dari 25% pada 5 hingga 6 minggu pertama
kehamilan menjadi 2% setelah 12 minggu kehamilan.20,22 Tong et.al, juga
menyebutkan bahwa risiko terjadinya abortus spontan akan menurun seiring
bertambahnya usia kehamilan, yaitu sebesar 9,4% saat kehamilan mencapai
usia 6 minggu, 2,2% saat 7 minggu, 1,5% saat 8 minggu, 0,5% saat mencapai
usia 9 minggu dan 0,7% saat mencapai usia 10 minggu.21,22

3. Faktor Resiko
Faktor resiko kehamilan yang memerlukan asuhan khusus karena
diprediksi mengalami kegagalan kehamilan pada trimester I yaitu 6,8:
a. Dengan penyakit jantung, termasuk hipertensi
b. Dengan penyakit ginjal
c. Dengan kelainan endokrin atau riwayat diabetes
d. Dengan kelainan psikiatri
e. Dengan kelainan hematologi
5

f. Dengan kelainan autoimun


g. Mendapat terapi farmakologi (antidepresan, antikonvulsi, dsb)
h. Riwayat infertilitas atau mendapat teknologi reproduksi berbantu
i. Kehamilan ganda
j. Preeklamsia
k. Diabetes gestasional yang memerlukan insulin
l. Pengguna NAPZA (termasuk perokok, alkohol, heroin, marijuana, kokain,
ekstasi, dan amfetamin)
m. Obesitas (IMT >30)
n. Kurus (IMT <18.5)
o. Ibu hamil yang rentan (seperti remaja, miskin, hambatan bahasa) yang
tidak mendapat dukungan sosial
p. Ibu hamil yang terpapar kekerasan rumah tangga
q. Dengan keganasan
r. Dengan infeksi kronik (HIV, Hep C, HSV, Hep B, dsb)
s. Dengan kelainan medis/ operatif kronik (epilepsi, asma berat, lupus, dsb)
t. Usia > 40 tahun
u. Keadaan lain yang ditentukan oleh tenaga kesehatan
Faktor resiko lain kegagalan kehamilan pada trimester I yaitu ibu hamil
dengan riwayat penyakit pada kehamilan sebelumnya, meliputi 6,8:
a. Keguguran berulang
b. Persalinan preterm
c. Preeklamsia, eklampsia, atau sindrom HELLP
d. Isoimunisasi rhesus atau grup antibodi darah lainnya yang bermakna
e. DMG yang memerlukan insulin
f. Psikosis puerperalis
g. Grandemultipara (> 6 kali)
h. Stillbirth atau kematian neonatus
i. BBLR (< persentil 10)
j. Besar masa kehamilan (> persentil 90)
k. Riwayat bayi dengan kelainan kongenital (struktural atau kromosomal)
6

4. Patofisiologi
Patofisologi kegagalan kehamilan pada trimester pertama menjelaskan
berbagai faktor resiko dalam mempengaruhi terjadinya keguguran dini atau
abortus spontan. Dari berbagai faktor resiko di atas dijelaskan dalam kelompok
yang lebih sederhana sebagai berikut:14
a. Faktor Genetik14
Penelitian yang menilai adanya hubungan antara kelainan kromosom
dengan kejadian abortus habitualis memberikan hasil yang bervariasi.
Pasangan yang salah satu pasangannya merupakan kromosom pembawa
abnormal, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami abortus
berulang dengan janin menunjukkan kariotipe yang abnormal. Tipe terbanyak
dari kelainan kromosom pada orang tua adalah balanced translocation atau
Robertsonian translocation yaitu jumlah kromosom hanya 45 tetapi seluruh
informasi genetik tetap utuh. Hasil konsepsi dari pasangan orang tua yang
memiliki risiko tinggi mengalami translokasi yang tidak seimbang
(unbalanced translocation), umumnya mengalami abortus pada trimester
pertama.
b. Faktor Endokrin14
Diabetes mellitus merupakan faktor penting dalam terjadinya keguguran
dini atau abortus spontan. Diabetes yang tidak terkontrol meningkatkan risiko
terjadinya abortus pada trimester awal, dan telah terdapat bukti nyata bahwa
DM yang terkontrol baik tidak dihubungkan dengan abortus. Disfungsi tiroid
telah dilaporkan juga berhubungan dengan keguguran dini atau abortus
spontan, tetapi bukti langsung yang mendukung hal tersebut masih kurang.
Keguguran dini atau abortus lebih dihubungkan dengan antitiroid
antibodi. Hubungan antara defek fase luteal dengan infertilitas dan riwayat
abortus masih kontroversi. Masih terdapat perbedaan dalam hal definisi,
diagnosis, relevansi klinik, dan manfaat pengobatan untuk defek fase luteal.
Awalnya diduga bahwa sekresi progesteron yang tidak adekuat apakah dari
segi jumlah ataupun durasi dari korpus luteum pada fase luteal yang dikenal
sebagai defek fase luteal menghambat maturasi endometrium sehingga tidak
mampu untuk mendukung proses implantasi janin.
7

Hipersekresi Luteinising Flormon (LH) dianggap berperan penting


terhadap hasil luaran kehamilan yang buruk. Perempuan dengan kadar LH
yang tinggi dilaporkan menurunkan angka keberhasilan fertilisasi, angka
konsepsi yang rendah, dan angka abor tus yang tinggi saat melakukan
prosedur induksi ovulasi dan IVF. Peranan LH pada fungsi reproduksi
terutama terhadap oosit, endometrium melalui sekresi androgen yang
abnormal ataupun resistensi insulin.
c. Infeksi dan Penyakit Ibu14
Perempuan hamil yang mengalami infeksi yang ditandai dengan demam
tinggi akibat infeksi seperti iniltenza, pielitis, malaria merupakan predisposisi
untuk mengalami abortus. Infeksi spesifik seperti sifilis, listeria
monositogenes, Mikoplasma spp dan toksoplasma gondii juga dapat
menyebabkan abortus tetapi tidak ditemukan bukti bahwa organisme tersebut
menyebabkan abortus habitualis, utamanya pada trimester kedua. Peranan
organisme penyebab infeksi khsususnya infeksi saluran genital sebagai
penyebab abortus habitualis tidak jelas. Sebagian besar kuman tidak akan
menetap dalam waktu lama sehingga dapat menyebabkan abortus habitualis.
Bakterial vaginosis (BV) yang merupakan infeksi polimikrobial anerobik
telah dilaporkan sebagai faktor risiko untuk persalinan prematur, abortus pada
trimester kedua, tetapi tidak pada trimester pertama. Pengobatan dengan
antibiotik untuk BV hanya bermanfaat untuk perempuan dengan riwayat
persalinan prematur. Hal tersebut menjadi dasar bahwa BV tidak
menyebabkan abortus kecuali bersama-sama dengan faktor lain, yang sampai
saat ini belum dapat dijelaskan.
d. Faktor Anatomi14
Sekitar 15 - 30% anomali utems menyebabkan abortus berulang. Kelainan
uterus seperti sinekia intratterrn - Asherman syndrorne, leiomioma,
polipendometrial dan inkompetensi serviks, dan kelainan uterus akibat
gangguan pembentukan seperti uterus septate, bikornu dan uterus unikornu,
dan uterus didelphys Secara klinis, inkompetensi serviks menyebabkan
abortus spontan pada trimester kedua atau persalinan prematur dini. Abortus
cenderung cepat terjadi tanpa nyeri dan kurang mengalami perdarahan.
8

e. Faktor Autoimun14
Penyakit autoimun seperti systemic lupus erythematosus (SLE) dan sindrom
antifosfolipid merupakan kelainan imunologi yang dihubungkan dengan
abortus habitualis. Abortus pada awal kehamilan jarang ditemukan pada
perempuan yang menderita SLE, tetapi insiden meningkat 2 – 4 kali pada
abortus lanjut. Hampir semua kematian janin pada SLE dihubungkan dengan
antifosfolipid antibodi. Antifosfolipid antibodi (aPL) - lupus antikoagulan
(LA) dan antikardiolipin antibodi (ACA) ditemukan pada sekitar 15%
perempuan dengan riwayat abortus berulang tetapi hanya 2% perempuan
dengan kehamilan normal. Tanpa pengobatan angka keberhasilan lahir hidup
pada perempuan dengan sindrom antifosfolipid primer sekitar 10%.
Patofisiologi dari aPL masih belum diketahui dengan jelas. Diduga dimediasi
melalui trombosis dan deposit fibrin pada banyak pembuluh darah termasuk
pada vaskularisasi uteruplasenta mengganggu fungsi trofoblas. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh inhibisi produksi prostasiklin endotel sehingga
memicu terjadinya pelepasan tromboksan oleh trombosit, menurunkan
produksi antitrombin III atau menurunkan aktivasi protein C. Selain abortus
juga meningkatkan risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat,
preeklampsia, dan trombosis venosus.

5. Diagnosis
Diagnosis kegagalan kehamilan ditegakkan dengan tahapan tes diagnostik
yang digunakan di awal trimester pertama kehamilan.15 Pemeriksaan
16,17
ultrasonografi adalah metode efektif diagnosis kematian embrio awal.
Ultrasonografi pelvis dan pengujian kadar serum beta chorionic gonadotropin (-
hCG) manusia adalah kunci untuk diagnosis awal kehamilan dan panduan
penanganannya terkait komplikasi. Pencitraan Ultrasonografi pelvis pada awal
kehamilan harus dilakukan terutama endovaginal, dengan pencitraan
transabdomen yang digunakan untuk mendokumentasikan massa adneksa jumlah
cairan bebas dan di panggul.
Aktivitas jantung janin adalah bukti awal yang layak suatu kehamilan
normal. Gestational sac (GS) adalah tengara definitif pertama dari kehamilan
yang secara konsisten terlihat dalam 5 minggu masa kehamilan, bahkan dengan
9

transabdominal sonography (TAS), GS setidaknya harus 10 mm lebih besar dari


panjang mahkota embrio/ crown-rump length (CRL).17
Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis kegagalan kehamilan dini
bervariasi. Sejumlah penelitian telah mencoba untuk mengidentifikasi faktor
prediktif dari kematian embrio dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan
diagnostik awal kegagalan kehamilan telah menentukan pengenalan sebuah
konsep baru viabilitas kehamilan intrauterine yang tidak pasti. Saat ini, parameter
ultrasound dilaporkan sebagai faktor prediktif yang paling signifikan. Diagnosis
prediksi kegagalan kehamilan menggunakan TAS terdeteksi :17
a. Diameter Gestational sac diameter (GSD) rata-rata kantung kehamilan/
melebihi 20 mm tanpa terlihat tiang embrionik, atau CRL terdeteksi > 6mm
tanpa denyut jantung. 17
b. Kantung kehamilan kosong sehingga menyatakan bahwa kematian embrio.
c. Visualisasi dari kantung kehamilan intrauterine kecil tanpa terlihat aktivitas
jantung embrionik.17

6. Diagnosa Banding
a. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi atau nidasi
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar
rongga rahim.28 Kehamilan ekstrauterin adalah kehamilan di luar batas
uterus, sedangkan kehamilan heterotopik adalah hamil intrauterin dan
hamil ektopik yang terjadi bersama-sama. Sedangkan yang disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik
yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.5
b. Penyakit trofoblas gestasional (PIG)
Gesational Trophobksic Disease adalah kelainan proliferasi trofoblas
pada kehamilan, berupa suatu spektrum tumor saling berhubungan tetapi
dapat dibedakan secara histologis. Trofoblas adalah jaringan yang
pertama kali mengalami diferensiasi pada masa embrional dini kemudian
berkembang menjadi jaringan ekstraembrionik dan membentuk plasenta
yang merupakan interfase janin maternal.14
10

c. Molahidatidosa Komplit
Hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embrio - janin, dengan
pembengkakan hidropik vili plasenta dan seringkali memiliki hiperplasia
trofoblastik pada kedua Iapisan. Pembengkakan vili menyebabkan
pembentukan sisterna sentral disertai penekanan jaringan penghubung
matur yang mengalami kerusakan pembuluh darah.
d. Molahidatidosa Parsial
Hasil kehamilan tidak normal dengan adanya embrio - fetus yang
cenderung mati pada kehamilan dini, dengan pembentukan sistem sentral
pada plasenta akibat pembengkakan fokal vili korialis, dan disertai
hiperplasia trofoblastik fokal yang seringkali hanya melibatkan
sinsitiotrofoblas. Vili yang tidak terpengaruh memberikan gambaran
normal dan pembuluh darah vili korialis menghilang bersamaan dengan
kematian janin.

e. Penatalaksanaan
Gejala umum kehilangan awal kehamilan seperti perdarahan vagina dan
kram rahim di usia kehamilan normal, kehamilan ektopik, dan kehamilan mola.
Sebelum memulai pengobatan, penting untuk membedakan keguguran dini dari
komplikasi kehamilan awal lainnya. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh
diperlukan untuk membuat diagnosis definitif.10,12 Penggabungan riwayat medis.
pemeriksaan fisik, ultrasonografi dan pengujian serum β- hCG (human chorionic
gonadotropin) secara menyeluruh dapat membantu dalam menentukan diagnosis
yang tepat.10,13 Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan kegagalan
kehamilan pada trimester I dapat dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Edukasi pasien, berikan penjelasan bahwa kehamilan tidak bisa dilanjutkan
dengan alasan medis bahwa pertumbuhan janin abnormal atau nonviable
kehamilan yang dimungkinkan tidak bisa menghasilkan bayi yang hidup pada
kehamilan intrauterin dan kehamilan ektopik sehingga konsepsi tidak bisa
ditolerir untuk dipertahankan.16,17
b. Pilihan pengobatan untuk kehilangan kehamilan dini meliputi manajemen
1) Manajemen hamil
11

Pasien yang menjalani manajemen hamil mungkin mengalami


pendarahan dan kram sedang-ke-berat. Manajemen hamil umumnya
harus dibatasi kehamilan dalam trimester pertama dengan waktu yang
cukup sampai 8 minggu. Hal penting untuk pasien bahwa nasihat operasi
mungkin diperlukan jika pengelolaan sempurna pendarahan tidak
tercapai. Penelitian tentang wanita dengan keguguran dini biasanya
memiliki kriteria USG digunakan, gejala pasien yang dilaporkan, atau
keduanya untuk mengkonfirmasi bagian lengkap jaringan kehamilan.
Meskipun tidak ada konsensus dalam literatur, kriteria yang biasa
digunakan untuk menghilangkan jaringan kehamilan adalah karena tidak
adanya kantung kehamilan dan ketebalan endometrium kurang dari 30
mm.10,23 Wanita dengan asimtomatik dan tidak mengalami peningkatan
mordibitas serta pengukuran endometrium lebih tebal intervensi bedah
tidak diperlukan pasca pengobatan untuk kehilangan kehamilan awal.10,24
Dengan demikian, penggunaan pemeriksaan USG untuk tujuan
diagnostik selain mendokumentasikan adanya kantung kehamilan yang
tidak sesuai kriteria. Pendekatan lainnya disertai seperti tes kehamilan
urin, atau serum β- hCG terutama bagi perempuan dengan akses terbatas
bermanfaat untuk menindaklanjuti pemeriksaan USG.10,25

2) Perawatan medis
Bagi pasien yang tertarik memperpendek waktu kehamilan lebih
memilih pengguguran sebagai pilihan penghentian konsepsi dengan
memanfaatkan pengobatan misoprostol dan prostaglandin E1 analog
untuk menghindari evakuasi bedah. Terapi pengobatan tersebut menjadi
pilihan selama wanita itu dengan kehamilan tanpa infeksi, perdarahan,
anemia berat, atau gangguan pendarahan itu sendiri. Pemberian
misoprostol pervaginam untuk menghentikan konsepsi sekalikus
pengeluarannya telah dipelajari dalam penelitian lebih mendalam dan
terbukti dapat mempersingkat waktu penyelesaian kuretase uterus dengan
kehandalan hingga 60% pada awal kehilangan kehamilan dibanding
plasebo.10,26 Sebuah percobaan dengan kontrol acak membandingkan
antara pemberian vagina 400 mikrogram misoprostol dengan 800
12

mikrogram misoprostol menyimpulkan itu meskipun dosis yang lebih


tinggi dapat mempersingkat interval penyelesaiannya dan mengurangi
kebutuhan akan dosis kedua, tingkat keberhasilan yang terjadi pada
wanita yang menerima dosis lebih rendah dan sebanding dilaporkan lebih
sedikit efek samping.10,27
Tingkat keberhasilan pengobatan meningkat menjadi 84% setelah
dosis kedua 800 mikrogram misoprostol pervaginam diberikan jika
diperlukan. Karena itu pada kehamilan awal pasien yang diindikasikan
penanganan medisnya secara umum pengobatan dianjurkan
menggunakan misoprostol pervaginam awal 800 mikrogram, dengan
10,23
dosis berulang sesuai kebutuhan. Tindak lanjut biasanya mencakup
konfirmasi penyempurnaan pengeluaran hasil konsepsi dengan metode
lanjutan pemeriksaan ultrasound, namun pengukuran serum β-hCG
dinilai cukup dapat digunakan sebagai gantinya sehingga pada saat
ultrasonografi tidak tersedia pasien sudah dapat mempertimbangkan
kapan pengeluarahan konsepsi dilakukan.10

3) Manajemen bedah
Evakuasi wanita dengan kehilangan kehamilan dini dan jaringan
pada umumnya melalui metode bedah uterus. Pasien dengan hemoragi,
ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda infeksi harus segera diobati
dengan evakuasi bedah uterus. Evakuasi bedah uterus lebih baik sebagai
tindakan medis untuk pasien dengan komorbiditas seperti anemia berat,
gangguan perdarahan, atau penyakit kardiovaskular. Kesuksesan
evakuasi bedah uterus di awal kehilangan kehamilan mendekati 99%.
Percobaan ultrasonografi melaporkan tingkat keberhasilan manajemen
medis gestasi anembryonic (81%) lebih rendah dibandingkan dengan
kematian embrio atau janin (88%) atau kerugian kehamilan awal yang
tidak lengkap tidak terelakkan (93%).10,23 Oleh karena itu, manajemen
medis adalah pilihan yang terbaik untuk jenis kegagalan kehamilan.10
Secara keseluruhan, setelah pengobatan pengguguran konsepsi
awal kehamilan jarang terjadi komplikasi serius. Secara klinis yang
13

penting adalah pembentukan perekat intrauterin merupakan komplikasi


langka setelah evakuasi bedah. Perdarahan dan infeksi yang terjadi dapat
diatasi semua pendekatan pengobatan. Penggunaan dosis preoperatif
tunggal doxycycline dianjurkan untuk mencegah infeksi setelah
manajemen bedah awal kehilangan kehamilan. Beberapa pakar telah
merekomendasikan pemberian satu 200-mg dosis doxycycline 1 jam
sebelum operasi sebagai pengelolaan kehilangan kehamilan dini untuk
mencegah infeksi pasca operasi.
BAB III
KESIMPULAN

1. Kegagalan kehamilan dipahami bahwa terjadinya pendarahan pada trimester


pertama kehamilan yang sudah pasti dengan pengujian tes kehamilan melalui
uji serum  -hCG (human chorionic gonadotropin) dan USG.
2. Diagnosis prediksi kegagalan kehamilan menggunakan TAS (transabdominal
sonography) terdeteksi :
a. Diameter Gestational sac diameter (GSD) rata-rata kantung kehamilan/
melebihi 20 mm tanpa terlihat tiang embrionik, atau CRL terdeteksi >
6mm tanpa denyut jantung.
b. Kantung kehamilan kosong sehingga menyatakan bahwa kematian
embrio.
c. Visualisasi dari kantung kehamilan intrauterine kecil tanpa terlihat
aktivitas jantung embrionik.
3. Penatalaksanaan kegagalan kehamilan pada trimester I dapat dilaksanakan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Edukasi pasien, berikan penjelasan bahwa kehamilan tidak bisa
dilanjutkan dengan alasan medis.
b. Pilihan pengobatan untuk kehilangan kehamilan dini meliputi:
1) Manajemen hamil, dengan memastikan bahwa pasien benar – benar
dalam kondisi hamil sehingga mengabaikan diagnosa banding untuk
mengambil keputusan pengakhiran kehamilan dengan pengeluaran
konsepsi secara sempurna.
2) Perawatan Medis, tindakan pengguguran hasil konsespsi telah menjadi
pilihan utama medis penghentian konsepsi dengan memanfaatkan
pengobatan dengan pemberian misoprostol dosis 400 µg dan 800 µg
untuk menghindari evakuasi bedah. Terapi pengobatan tersebut
menjadi pilihan selama wanita itu dengan kehamilan tanpa infeksi,
perdarahan, anemia berat, atau gangguan pendarahan itu sendiri.
3) Manajemen bedah, umumnya melalui metode bedah uterus untuk
pasien dengan hemoragi, ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda

14
15

infeksi. Evakuasi bedah uterus lebih baik sebagai tindakan medis untuk
pasien dengan komorbiditas seperti anemia berat, gangguan
perdarahan, atau penyakit kardiovaskular.
4. Untuk mencegah infeksi pasca bedah awal kehilangan kehamilan dianjurkan
pemberian satu 200-mg dosis doxycycline 1 jam sebelum operasi sebagai
pengelolaan infeksi kehilangan kehamilan dini.
16

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurlaely Presty Diasanti, R. Sutiawan. 2014. Kegagalan Kontrasepsi dengan


Kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) Pada Wanita Usia Berisiko
Tinggi di Indonesia. Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan.
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.Jakarta.

2. Kemenkes R.I,2013.Riset Dasar Kesehatan.Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

3. ___________. 2014. Profil Kesehatan Indonesia, Kementerian Kesehatan RI,


Jakarta

4. Federasi Obstetri dan Ginekologi International.2012. Three Years Report


2009-2012. London: FOGI.

5. Manuaba, I.G.B. (2008). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri-


Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

6. Made Kornia Karkata, Herman Kristanto, Harry Kurniawan Gondo, Ida


Bagus Wicaksana, Ketut Ratna Dewi Wijayanti, Hendriette Irene
Mamo.2012. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri Himpunan
Kedokteran Fetomaternal. Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia.

7. Sudtelgte C. 2012. Prenatal care. In: Berghella V. Obstetric evidence based


guidelines. 2nd edition. New York: Informa healthcare.

8. BCPHP Obstetric Guideline. 2010 Maternity Care Pathway. B.C. Available


from: www.bcprenatalscreening.ca/sites/prenatal2/files/Guideline_19.pdf.

9. Snigdha Kumari, Joydeb Roychowdhury, Supratim Biswas.2016. Prediction


of early pregnancy failure by use of first trimester ultrasound
screening.International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics
and Gynecology Kumari S et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol.
2016 Jul;5(7):2135-2140 www.ijrcog.org.

10. Sarah Prager, MD; Vanessa K. Dalton, MD, MPH; and Rebecca H. Allen,
MD, MPH.2015. Early Pregnancy Loss.Practice Bulletin.Guidelines for
obstetrician–gynecologists.The American College of Obstetricians and
Gynecologists.

11. Alijotas-Reig J, Garrido-Gimenez C. 2013.Current concepts and new trends


in the diagnosis and management of recurrent miscarriage. Obstet Gynecol
Surv;68:445–66.(Level III)
17

12. Barnhart KT. 2012. Early pregnancy failure: beware of the pitfalls of modern
management. Fertil Steril;98:1061–5.

13. Neilson JP. 2010. Ultrasound for fetal assessment in early pregnancy.
Cochrane Database Syst Rev. 14;(4)

14. Mochamad Anwar, Ali Baziad, Prajitno Prabowo, Ilmu Kandungan. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta h.197-217.

15. Peter M. Doubilet, Carol B. Benson, Tom Bourne, and Michael Blaivas,
2013.Diagnostic Criteria for Nonviable Pregnancy Early in the First
Trimester. The New England Journal of Medicine. Downloaded from
www.nejm.org.

16. Elson J, Salim R, Tailor A, Banerjee S, Zosmer N, Jurkovic D. Prediction of


early pregnancy viability in the absence of an ultrasonically detectable
embryo. Ultrasound Obstet Gynecol 2003, 21, 57-61.

17. Carmen Elena Bucuri, Andrei Mihai Malutan, Razvan Ciortea, Renata
Lacramioara Nicula, Carina Mihu, Mihnea Istrate, Mihu1,2016.Predictive
factors of early pregnancy failure.A literature review. Romanian Society of
Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology.Gineco.eu [12] 95-98 [2016]
DOI: 10.18643/gieu.2016.95

18. Jauniaux E1, Johns J, Burton GJ. The role of ultrasound imaging in
diagnosing and investigating early pregnancy failure. Ultrasound Obstet
Gynecol 2005, 25(6), 613-24.

19. Stovall TG. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. Dalam: Jonathan S.
Berek, editor (penyunting). Novak’s Gynecology. Edisi ke-13.
Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins; 2002. hlm.501-10.

20. Campbell S, Monga A. Gynaecology by ten teachers. Edisi ke-18. London:


Hodder Arnold; 2002.

21. Tong S, Kaur A, Walker SP, Bryant V, Onwude JL, Permezel M.


Miscarriage risk for asymptomatic women after a normal first-trimester
prenatal visit. 2008. Tersedia dari: URL: HYPERLINK
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/1831037

22. Resya I. Noer, Ermawati, Afdal.2016. Karakteristik Ibu pada Penderita


Abortus dan Tidak Abortus di RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011-2012.
Jurnal Kesehatan Andalas
18

23. Zhang J, Gilles JM, Barnhart K, Creinin MD, Westhoff C, Frederick MM. A
comparison of medical management with misoprostol and surgical
management for early pregnancy failure. National Institute of Child Health
Human Development (NICHD) Management of Early Pregnancy Failure
Trial. N Engl J Med 2005;353:761–9.

24. Creinin MD, Harwood B, Guido RS, Fox MC, Zhang J. Endometrial
thickness after misoprostol use for early pregnancy failure. NICHD
Management of Early Pregnancy Failure Trial. Int J Gynaecol Obstetry
2004;86:22–6.

25. Grossman D, Grindlay K. Alternatives to ultrasound for follow-up after


medication abortion: a systematic review. Contraception 2011;83:504–10.

26. Neilson JP, Hickey M, Vazquez JC. Medical treatment for early fetal death
(less than 24 weeks). Cochrane Database of Systematic Reviews 2006, Issue
3. Art. No.: CD002253. DOI: 10.1002/14651858.CD002253.pub3. (Meta-
analysis).

27. Petersen SG, Perkins A, Gibbons K, Bertolone J, Devenish-Meares P, Cave


D, et al. Can we use a lower intravaginal dose of misoprostol in the medical
management of miscarriage? A randomised controlled study. Aust N Z J
Obstet Gynaecol 2013;53:64–73.

28. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Anda mungkin juga menyukai