Anda di halaman 1dari 6

Faktor pendorong penularan penyakit parasit

3. Aspek iklim (endemisitas) dan cuaca (pravalensi)

Pemanasan global dapat mempengaruhi iklim dan menyebabkan perubahan iklim.


Perubahan iklim tersebut memiliki dampak bagi kesehatan. Perubahan iklim ini terutama
berdampak besar pada negara-negara miskin. Iklim yang ekstrem dapat dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu suhu yang ekstrem (terlalu panas atau terlalu dingin) dan bencana alam
seperti banjir, kekeringan, atau angin topan. Fluktuasi cuaca dalam jangka pendek dapat
menimbulkan efek seperti heat stress dan hipotermia.
Perubahan suhu sangat besar pengaruhnya pada vektor serangga dalam penyebaran
penyakit. Faktor iklim sendiri merupakan salah satu faktor yang penting bagi berbagai jenis
penyakit yang ditularkan melalui vektor (hewan yang membawa mikroorganisme patogen),
penyakit saluran cerna, dan penyakit yang berhubungan dengan penularan melalui air. Salah
satu vektor tersebut adalah nyamuk yang menularkan malaria dan penyakit virus seperti
dengue dan demam kuning. Nyamuk membutuhkan genangan air untuk berkembang biak dan
nyamuk dewasa membutuhkan kondisi yang lembab agar dapat hidup. Suhu yang lebih
hangat meningkatkan perkembangbiakan nyamuk dan mempersingkat waktu pematangan
dalam badan vektor tersebut sehingga vektor lebih cepat menjadi infeksius. Selain itu, suhu
mempengaruhi perilaku nyamuk yang memungkinkan terjadinya penularan. Suhu yang lebih
hangat cenderung meningkatkan perilaku menggigit nyamuk dan menghasilkan nyamuk
dewasa yang lebih kecil sehingga membutuhkan darah yang lebih banyak agar dapat
bereproduksi.
Salah satu penyakit menular yang disebarkan oleh nyamuk yang paling sensitif
terhadap perubahan iklim jangka panjang adalah malaria. Penyakit ini banyak terdapat di
daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Suhu yang sangat tinggi memiliki efek
mematikan bagi nyamuk dan parasit malaria. Namun pada suhu rendah, peningkatan suhu
sedikit saja dapat meningkatkan resiko transmisi malaria. Selain malaria, penyakit yang juga
disebarkan oleh nyamuk adalah dengue. Dengue umumnya terjadi pada cuaca yang lebih
hangat dan lembab. Perubahan iklim berkaitan dengan pola hujan. Pola hujan dapat
mempengaruhi penyebaran berbagai mikroorganisme yang dapat menyebarkan penyakit.
Hujan dapat mencemari air dengan cara memindahkan kotoran manusia dan hewan ke air
tanah. Organisme yang ditemukan antara lain kriptosporodium, giardia, dan E.coli yang dapat
menyebabkan penyakit seperti diare. Penularan penyakit saluran cerna seperti diare bukan
hanya melalui kontaminasi air, tetapi juga dapat meningkat akibat suhu tinggi, melalui efek
langsung pada pertumbuhan organisme di lingkungan.
Hujan yang terus menerus dapat menimbulkan banjir. Adanya banjir dapat
memberikan tempat yang sesuai untuk nyamuk berkembang biak sehingga jumlahnya
bertambah. Banjir juga menimbulkan penyakit menular seperti leptospirosis akibat adanya
kontaminasi air dengan kotoran tikus. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh tercemarnya
air dengan mikroorganisme patogen umumnya terjadi di negara-negara miskin, dimana
pasokan air dan sanitasi tidak adekuat. Wabah seperti kolera, tifoid, dan diare timbul setelah
banjir, sedangkan kekeringan menyebabkan kurangnya air yang tersedia untuk mencuci dan
sanitasi serta meningkatkan resiko terjadinya penyakit menular. Kekeringan juga
menyebabkan panen terancam gagal dan produksi panen menurun, Akibatnya masyarakat
terancam kekurangan pangan dan kelaparan yang mengarah pada terjadinya penyakit dan
malnutrisi yang pada akhirnya meningkatkan kerentanan individu terhadap penyakit.
Suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan pembentukan polutan udara selain
karbondioksida. Gas yang berasal dari pembakaran bahan bakar seperti minyak dan batu bara
menambah polusi udara. Paparan polutan tersebut dapat memperberat penyakit
kardiovaskular dan pernapasan sehingga dapat menyebabkan kematian dini.
Perubahan iklim global disertai dengan peningkatan frekuensi dan intensitas
gelombang panas (heatwaves). Suhu yang terlalu ekstrem dapat menyebabkan kematian. Di
berbagai negara dengan suhu yang ekstrem, tingkat kematian selama musim dingin lebih
tinggi 25-30% dibandingkan selama musim panas. Sebagian besar kematian akibat suhu yang
ekstrem terjadi pada orang-orang yang sebelumnya sudah memiliki penyakit tertentu
terutama penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan. Lansia dan anak-anak merupakan
golongan yang paling rentan.

A. Penyakit Yang Ditularkan Melalui Gigitan Nyamuk


1. Malaria
Penyakit malaria sering dikaitkan dengan perubahan iklim, karena baik nyamuk
Anopheles maupun Plasmodium sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim akan
mempengaruhi pola penularan malaria. Peningkatan suhu akan mempengaruhi perubahan
bionomik atau perilaku menggigit dari populasi nyamuk, angka gigitan rata-rata yang
meningkat (biting rate), perubahan kegiatan reproduksi nyamuk yang ditandai dengan
perkembangbiakan nyamuk yang semakin cepat, pemendekan masa kematangan parasit
nyamuk. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan terbukanya peluang daerah baru
sebagai endemik penyakit tersebut. Dengan adanya pemanasan global, nyamuk yang menjadi
vektor tersebut mampu untuk berkembang biak di daerah yang sebelumnya dianggap terlalu
dingin untuk perkembangbiakan yaitu isotherm 16° Lintang utara dan Lintang selatan.
Sejumlah penyakit memang endemis di wilayah tertentu, namun perubahan iklim berdampak
terhadap penyebaran penyakit ke daerah lain. Anopheles adalah jenis nyamuk vektor utama
penyakit malaria yang selama ini dianggap mampu berkembangbiak pada daerah tropis
dengan suhu tidak kurang dari 16°C dan pada ketinggian kurang dari 1.000 m.

2. Demam Berdarah Dengue


Penyebaran penyakit demam berdarah dipengaruhi perubahan iklim, karena
perubahan iklim akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam habitat nyamuk Aedes
aegypti. Perubahan iklim menyebabkan peningkatan suhu udara dan curah hujan pada suatu
daerah. Dengan tidak adanya sistem drainase yang baik maka akan terbentuk genangan-
genangan air yang sangat cocok untuk tempat perkembangbiakan nyamuk-nyamuk tersebut.
Perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan suhu rata-rata pun dapat mempengaruhi
perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti dengan memperpendek waktu yang diperlukan
untuk perkembangan dari fase telur menjadi nyamuk dewasa. Pada suhu 26°C diperlukan 25
hari untuk virus dari saat pertama nyamuk terinfeksi virus sampai dengan virus dengue
berada dalam kelenjar liurnya dan siap untuk disebarkan kepada calon penderita demam
berdarah.
Sebaliknya, hanya diperlukan waktu yang relatif pendek yaitu 10 hari pada suhu
30°C. Faktor iklim yang panas dan lembab akibat musim hujan darat memperpanjang umur
nyamuk Aedes aegypti. Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae, dengan
genusnya adalah Flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-
1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik DBD mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue yang menginfeksi.
Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan subtropis. Disetiap negara,
penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Infeksi virus Dengue telah
menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis.

3. Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh investasi satu atau lebih cacing filaria
yaitu Wuchereria brancofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Masa inkubasi penyakit ini
kurang lebih 1 tahun. Vektor utama penyakit ini adalah nyamuk Culex quinquefasciatus,
Aedes dan Anopheles yang biasanya menghisap darah pada malam hari.

B. Penyakit Akibat Banjir


1. Diare
Dari segi kesehatan, banjir berdampak buruk bagi para pengungsi lantaran adanya
perubahan pada tiga faktor penting penyakit, antara lain, kuman penyakit, lingkungan, dan
daya tahan tubuh seseorang. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai macam penyakit.
Penyebab diare bermacam-macam, bisa disebabkan oleh virus, di mana virus melekat para
permukaan sel mukosa usus dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel usus. Penyerapan pada
usus menjadi menurun dan pengeluaran air dan elektrolit meningkat. Diare juga bisa
disebabkan oleh enterotoksin atau racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium dan
endotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus. Penyebab diare yang terbanyak adalah
karena infeksi bakteri E. coli. Diare dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan
kebersihan lingkungan. Membersihkan tangan dengan sabun, meminum air minum yang telah
diolah, menggunakan air yang tidak terkontaminasi, pengelolaan sampah yang baik agar
makanan tidak tercemar dan membuang air besar pada tempatnya akan mengurangi penularan
diare.

2. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
mikroorganisma leptospira yang ditularkan melalui hewan pengerat terutama tikus
Penyakit leptospirosis ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di
negara tropis dan subtropis. Hal ini akibat curah hujan yang tinggi yang disertai dengan
kesehatan lingkungan yang kurang baik sehingga mempermudah penularan
leptospirosis.Penularan leptospirosis terjadi jika ada kontak antara kulit yang luka dengan air,
tanah dan lumpur yang telah tercemar oleh air kemih hewan yang terinfeksi bakteri
leptospira.Penanggulangan penyakit leptospirosis dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan lingkungan terutama saat banjir, meng gunakan pelindung berupa sarung tangan
dan sepatu bot untuk menghindari kontak dengan bahan-bahan yang tercemar bakteri
leptospira, pemberantasan tikus yang merupakan reservoir penyakit ini.
C. Penyakit Infeksi Baru
1. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Perubahan iklim dan cuaca, ternyata mengakibatkan proses mutasi sejumlah jenis
virus menjadi lebih cepat. Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terletak di garis
khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudera, merupakan yang paling rentan terkena
dampak dari perubahan iklim dan cuaca. Pemanasan global mengakibatkan perubahan
jalannya evolusi flora dan fauna, yaitu memudahkan kuman bertumbuh dan mutasi.
Walaupun sampai saat ini penyebab pasti dari SARS belum diketahui, namun data
laboratorium menunjukkan kemungkinan keterlibatan metapneumovirus (sejenis
Paramyxovirus) dan Coronavirus sebagai virus penyebab. Infeksi Coronavirus pada manusia
dapat menyebabkan penyakit saluran nafas bagian bawah yang berat baik pada orang dewasa
maupun anak-anak serta dapat menimbulkan necrotizing enterocolitis (sejenis infeksi pada
usus besar) pada bayi baru lahir. Penularan infeksi virus ini dapat terjadi melalui inhalasi
pernafasan dari pasien-pasien yang menderita SARS pada saat batuk atau bersin, atau melalui
kontaminasi tangan penderita. Gejala dan tanda-tanda klinis sindrom pernafasan akut berat
atau severe acute respiratory syndrome (SARS) meliputi panas tinggi (lebih dari 38°C),
disertai gejala-gejala gangguan pernafasan seperti batuk, sesak nafas dan gejala-gejala lain
berupa sakit kepala, nyeri/kaku otot, lemas, nafsu makan menurun bercakbercak kemerahan
dikulit, gelisah dan diare. Gejala klinis diatas biasanya timbul dalam 2 sampai 7 hari (pada
beberapa kasus sampai 10 hari). Pada 10-20% kasus, gejala klinis terjadi sangat berat
sehingga pasien memerlukan alat bantu nafas (ventilator).

2. Flu Burung
Pemanasan global mengakibatkan meningkatnya kasus flu burung (avian
influenza/AI). Ini karena meningkatnya suhu udara mendorong peningkatan penguapan
sehingga kondisi udara lebih lembab, sementara virus AI sangat menyukai kondisi lembab
dan dingin
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan? Siapapun memiliki peran dalam mencegah
terjadinya efek negatif perubahan iklim akibat pemanasan global terhadap kesehatan.
Individu dan sektor bisnis dapat membantu mengambil langkah untuk mengurangi
pembakaran bahan bakar fosil melalui konservasi energi, penggunaan teknologi yang telah
tersedia dengan lebih baik, dan pengembangan teknologi baru yang ramah lingkungan. Hal
tersebut dapat menghemat energi sebesar 10-30%.
Pemerintah berperan penting dalam pembuatan dan implementasi kebijakan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca. Pengurangan yang signifikan dapat ditempuh dengan
menggunakan serangkaian teknologi dan alat-alat kebijakan untuk mengakselerasi
pengembangan teknologi. Meskipun demikian, perlu pula untuk menilai resiko terhadap
kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi tersebut.
Dokter dan praktisi kesehatan masyarakat dapat membantu mengurangi dampak
secara langsung dengan meningkatkan pelayanan kesehatan primer, terutama untuk populasi
yang rentan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengawasan kesehatan masyarakat,
surveilans penyakit dan kontrol program yang lebih baik, vaksinasi sebagai pencegahan, dan
edukasi kesehatan kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai