Anda di halaman 1dari 16

IKTERUS NEONATORUM

A. Definisi
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang
bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumukan
bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dikendalika (Mansjoer : 2000).
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah
merah(SDM) dan resopbsi lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil.
Koondisi mungkin tidak berbahaya atau membuat neonates beresiko terhadap komplikasi
multiple atau efek-efek yang tidak diharapkan (Doenges : 1996).
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada bayi
cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan.
Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.

B. Macam – Macam Ikterus Neonatorum


1. ikterus fisiologik
a. Dijumpai pada bayi dengan BBLR.
b. Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh atau akhir minggu ke dua.

2. ikterus patologik
a. Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama.
b. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya diatas 10 mg % pada
bayi matur dan 15 mg % pada bayi premature.
c. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
d. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
3. kern ikterus
Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada ganglia
basalis
a. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
b. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
c. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.
d. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat timbul walaupun
kadar bilirubin dibawah 16 mg %.
e. Pengobatannay dengan tranfusi tukar darah.

Gambaran Klinik :
a. Mata berputar – putar
b. Tertidur – kesadaran menurun
c. Sukar menghisap
d. Tonus otot meninggi
e. Leher kaku
f. Akhirnya kaku seluruhnya
g. Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot
h. Kejang – kejang
i. Tuli
j. Kemunduran mental

4. ikterus hemolitik
a. Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain kelainan
eritrosit congenital.
b. Atau defisiensi enzim G-6-PD.

5. ikterus obstruktif
a. Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluiar hati. Akibatnya
kadar bilirubin direk atau indirek meningkat.
b. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran empedu.
c. Penanganannay adalah tindakan operatif.
C. Etiologi
1. Produksi bilirubin berlebih
2. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit
3. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar
4. Gangguan dalam ekskresi
5. Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)

D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan
yang sering ditemukan adalah apabila tedapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak,
yang diebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.

E.Metabolism bilirubin
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme
dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin
dibawah ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang
dikatalisasioleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) di sekresikan ke traktus
bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya
bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi
banyak mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi
bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melaui sirkulasi enterohepatik ke aliran
darah.

F. Manifestasi klinis
Pengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau 100
mikro mol/L (1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada
BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).
Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat
atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan
dengan table yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirudin indirek pada otak terutama pada korpos striatum, thalamus, nucleus
subtalamus hipokampus, nucleus merah dan nucleus didasar ventrikel IV. Secara klinis pada
awalnya tidak jelas, dapat serupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas
minun. Tonus otot meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi
spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai kejang otot. Dapat ditemukan
ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan reterdasimental.
Tabel 2.1 Derajat ikterus neonates menurut Kramer
Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki >250

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :


a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:
a. Warna kuning (ikterik) pada kulit
b. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah
mencapai sekitar 40 µmol/l.

G. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbitat. Obat ini
bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan
ikterusyang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
2. Menambahkan barang yang kurang pada proses metabolism bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk
memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Pemberian albumin boleh dilakukan
walau tidak terdapat hipoalbuminemia. Terapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan
competitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamide atau obat-
obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin
jaringan kedalam plasma. Hal ini dapat mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat,
tetepi tidak berbahaya kerena bilirubin tersebut ada dalam ikatan albumin, albumin diberikan
dalam dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan transfuse tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik
dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfuse tukar.

Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi: foto terapi, transfuse pengganti, infuse


albumin dan terapi obat.
1. Foto terapi
Fototerapidapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk
menurunkan bilirubin. Memaparkan neonates pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a
bound of fluorenscent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan
bilirubin dalam kulit. Foto terapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi
ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya diabsorpsi jaringan merubah
bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan kepembulu darah melalui mekanisme difusi. Dalam darah,
fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim kehati. Fotobilirubin kemudian bergerak
ke empedu dan diekskresikan kedalam duodenum untuk dibuan bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat
dikeluarkan melalui urin.
Fototerapi mempunyai peranan dalam mencegah peningkatan kadar bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar biliruben indirek 4-5 mg/dl.
Neonates yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan
konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir redah

a. Cara kerja
1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam
air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.
5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan
secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu
6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

b. Komplikasi terapi sinar:


1. Terjadi karena pengaruh sinar lampu dan mengkibatkan peningkatan inservesibel water loss
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.
2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan
empedu dan meningkatnya peristaltic usus.
3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berubah kulit kemerahan)
tetapi akan hilang jika terapi selesai.
4. Gangguan retina jika tidak tertutup.
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi, sebagian lampu dimatikan tetapi tetap
diteruskan. Jika suhu terus naik, lampu dimatikan sementara. Bayi dikompres dingin dan
diberikan aktra minum.
6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan (kemandulan)
tetapi belum ada bukti.

c. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi sinar


1. Pasang lebel kapan terapi mulai dan kapan terapi selesai. Hitung 100 jam sampai tanggal
berapa. Sebelum digunakan cek lampu, apakah semua lampu menyala. Tempelkan pada alat
terapi sinar.
2. Bayi kurang bulan
 Mulai terapi sinar bila kadar bilirubin indirek > 10 mg%
 Setelah 24 jam terapi sinar:
a. Bila kadara bilirubin indirek > 12 mg% terapi diteruskan sampai kadar bilirubin < 10 mg%.
b. Bila kadar bilirubin indirek < 10 mg% terapi sinar dihentikan selama 12 jam dan mulai lagi
terapi sinar.
c. Terapi sinar dihentikan bila kadar bilirubin indirek tetap kurang dari 12 mg% bai bayi
premature setelah umur 5 hari
3. Bayi cukup bulan
 Mulai terapi sinar bila kadar bilirubi indirek > 15 mg% bagi bayi yang berumur < 96 jam (4
hari) atau bila kadar bilirubin indirek lebih dari 18 mg% bagi bayi umur lebih dari 96 jam.
 Setelah 24 jam terapi sinar:
a. Bila kadara bilirubin indirek > 18 mg% terapi diteruskan sampai kadar bilirubin < 15 mg%.
b. Bila kadar bilirubin indirek < 18 mg% terapi sinar dihentikan selama 12 jam dan mulai lagi
terapi sinar bila kadar bilirubin indirek naik > 18 mg% pada bayi sampai umur 5 hari.
c. Terapi sinar dihentikan bila kadar bilirubin indirek tetap kurang dari 15 mg% bai bayi
premature setelah umur 5 hari

d. Monitor
1. Berat badan
2. Turgor kulit
3. Tanggal dan lamanya terapi sinar
4. Suhu tubuh
5. Feses dan urine

e. Kriteria alat
1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12),
cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .

f. Prosedur pemberian fototerapi


Persiapan Unit Terapi sinar
1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah
lampu antara 38° C sampai 30° C.
2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):
a. Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
b. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih
bisa berfungsi.
4. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah
unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi

Pemberian Terapi sinar


1. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet.
Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup.
Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
3. Balikkan bayi setiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi makan:
5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:
a. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata.
b. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh:
pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
c. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan
volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi
sinar .
d. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari
sinar terapi sinar .
6. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek
dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
7. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
a. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa
dilakukan di dalam unit terapi sinar.
b. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui
apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
8. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih
dari 37,5° C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi
sinar sampai suhu bayi antara 36,5° C - 37,5° C.
9. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus.
10. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
11. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan
bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar.
Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
12. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
13. Setelah terapi sinar dihentikan:
a. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan,
atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.
b. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai
terapi sinar, ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap
penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan
melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
c. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada
masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
d. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi
bertambah kuning.

2. Transfuse tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan
berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan
isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan
antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan
memperbaiki anemia.

a. Teknik Transfusi Tukar


1. SIMPLE DOUBLE VOLUME.
Push-Pull tehnique: jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis / vena
saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
2. ISOVOLUMETRIC.
Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan
dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
3. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION.
Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

b. Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:


1. Emboli (emboli, bekuan darah), thrombosis
2. Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
3. Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
4. Perforasi pembuluh darah

c. Komplikasi tranfusi tukar


1. Vaskular: emboli udara atau trombus, thrombosis
2. Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
3. Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
4. Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
5. Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
6. Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

d. Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar


1. Darah yang digunakan golongan O.
2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan
Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi
tukar.
3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O
dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran,
dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama
dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah
antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB,
untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen
tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap
plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160
mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.
Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O
rhesus positif.

e. Pelaksanaan tranfusi tukar:


1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,
pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.
2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan
pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga
sterilitasnya.
3. Persiapan Alat.
a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
b. Lampu pemanas dan alat monitor
c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
d. Masker, tutup kepala dan gaun steril
e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
f. Set tranfusi 2 buah
g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
i. Selang pembuangan
j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis
k. Meja tindakan

4. Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:


a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari
orang tua penderita.
b. Bayi jangan diberi minum 3–4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan
isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya.
c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan
NaCl fisiologis.
d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin <
2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah meningkat sebelum
tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi
tukar harus segera dilakukan.
e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb,
hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus,
uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah.
f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar.
g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah).
 Jumlah Darah Donor yang Dipakai
 Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150 mL/kgBB
dan 200 mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah sebagai berikut:
45%, 70%, 85-85% dan 90%.
5. Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 – 20 mL atau tergantung berat badan bayi,
jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi.
b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock.
Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur
dengan darah donor.
c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan
menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/kgBB/menit.
d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi.
e. Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi
tukar selesai.
f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi
tukar.
g. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap
tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan.
Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila
kadarnya di atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian larutan
kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena bila terlalu cepat dapat
mengakibatkan timbulnya bradikardi / cardiac arest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk
tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi
menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia.
h. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi dengan neonatal monitoring.
i. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar.
j. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, lakukan jahitan silk purse string atau ikatan
kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut jahitan yang mengelilingi tali
pusat dikencangkan.

f. Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfuse tukar dini adalah:
1. Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4.5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl.
2. Kecepatan kenaikan kadar bilirubin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi
sinar.
3. Kada hemoglobin antara 10-13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0.5 mg/dl/jam
walaupun telah dilakukan terapi sinar.
4. Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan kenaikan
seperti yang sedang berlangsung.
5. Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan mengatasi
kenaikan bilirubin dengan cara lain. (misalnya terapi sinar).

g. Indikasi transfuse tukar dini:


1. Hidrops
2. Adanya riwayat penyakit berat
3. Adanya riwayat sensitisasi

h. Tujuannya adalah:
1. Mengkoreksi anemia
2. Menghentikan hemolisis
3. Mencegah peningkatan bilirubin

i. Tindakan transfuse tukar lanjut dilakukan apabila kadar bilirubin diduga dapat berubah
menjadi toksik. Pengulangan transfuse tukar dapat terjadi apabila:
1. Setelah transfuse tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin juga masih menunjukkan
kecepatan kenaikan lebih dari 1 mg/dl/jam
2. Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap.
Apabila kadar awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar kadar
bilirubin setelah transfuse tukar yang pertama akan masih tinggi dan perlu dilakukan
transfuse tukar ulang dalam 8-12 jam berikutnya.
Terhadap perbedaan tatalaksana ikterus pada neonates cukup bulan dan neonates
kurang bulan.

Tabel 2.2 Tata laksana ikterus pada neonates sehat cukup bulan berdasarkan kadar bilirubin
indirek (mg/dl)
Usia Pertimbangkan Terapi Transfusi Tukar Bila Transfuse Tukar dan
(jam) Terhadap Sinar Sinar Terapi SinarIntensif Gagal Terapi Sinar Intensif
< 24 ... … … …
25-48 >11.8 >15.3 >20 >25.3
49-72 >15.3 >18.2 >25.3 >30
>72 >17 >20 >25.3 >30
Keterangan:
Pada keadaan ikterus patologis, angka-angka diatas harus dimodifikasi dan pada umumnya
tatalaksana bersifat lebih agresif. Yang dimaksud ikterus patologis adalah ikterus klinis
yang terjadi pada bayi usia kurang dari 24 jam, dengan/atau peningkadatan kadar bilirubin
lebih besar dari 5 mg/dl/hari, dengan/atau hemolisis.

Table 2.3 Tata laksana pada neonates kuang bulan, berdasarkan pada kadar bilirubin indirek
(mg/dl), dengan terapi sinar atau terapi tukar.
Usia BL <1.500 g kadar BL 1.500-2.000 g kadar BL >2.000 g kadar
(jam) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl)
< 24 R.T.:>4.1 R.T.:>4.1 >5
25-48 >5 >7 >8.2
49-72 >7 >9.1 >11.8
>72 >8.2 >10 >14.1

Keterangan:
BL = berat lahir,
RT = bayi premature resiko tinggi, dipakai patokan batas paling rendah dari BL dan kadar
bilirubin, batas paling rendah berikutnya dari BL, dan batas peling rendah berikutnya.

Table 2.4 Tata laksana ikterus pada neonates kurang bulan, berdasarkan kadar bilirubin
indirek (mg/dl), dengan terapi sinar atau trasfusi tukar (lanjutan)
Usia BL <1.500 g kadar BL 1.500-2.000 g kadar BL >2.000 g kadar
(jam) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl)
< 24 >10-15 >15 >15.9-18.2
25-48 >10-15 >15 >15.9-18.2
49-72 >10-15 >15,9 >17.0-18.8
>72 >15 >17 >18.2-20.0

3. Terapi obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik seberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urin sehingga
menurunkan siklus enterohepatika.

Anda mungkin juga menyukai