Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gula Darah

2.1.1 Definisi

Glukosa atau gula darah adalah suatu gula monosakarida, merupakan salah
satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam
tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam
tubuh seperti glikogen, ribosa dan deoksiribosa dalam asam nukleat, galaktosa dalam
laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan. 1

2.1.2 Kadar Gula Darah

Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat gula darah di
dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat
di dalam tubuh.1

Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan Endokrinologi Indonesia


(PERKENI) 2015, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula
darah puasa >126 mg/dL dan pada uji sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal
dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam
sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang
dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung
gula maupun karbohidrat lainnya dan kadar gula darah sewaktu normal berkisar
antara 80-180 mg/dl.1

Macam-macam pemeriksaan kadar gula darah:

1. Glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu
sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan
kondisi tubuh orang tersebut.
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan Pemeriksaan glukosa darah
puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa
selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah
pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan
makan.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah

2.2.1 Konsumsi Makanan Karbohidrat Tinggi

Karbohidrat memiliki kepadatan energi yang dapat dimetabolisme sebanyak 4


kkal/g dan siap dicerna dan diabsorpsi. Glukosa merupakan monosakarida diet yang
paling berlimpah dan substrat yang diperlukan untuk menghasilkan ATP.
Monosakarida dan disakarida termasuk dalam golongan karbohidrat sederhana dan
contoh disakarida yang paling sering ditemukan adalah sukrosa, laktosa dan maltose.
Istilah karbohidrat kompleks digunakan untuk mendeskripsikan karbohidrat yang
merupakan polimer glukosa. Rantai pendek molekul glukosa berikatan bersama-sama,
seperti maltodekstrin atau dekstrosa, digunakan oleh industri sebagai pemanis
makanan. Terdapat juga karbohidrat kompleks yang ditambahkan pada minuman
olahraga. Molekul karbohidrat yang paling kompleks adalah polisakarida yang
biasanya mengandung 10.000 hingga 1.000.000 molekul glukosa. Polisakarida
menyusun pati yang terdapat dalam padi-padian, tanaman polong dan beberapa jenis
sayuran.1

Saat karbohidrat dicerna dalam saluran pencernaan, efek biokimiawi yang


menghasilkan energi bermula dari saat awal karbohidrat dicerna oleh enzim tubuh
menjadi monosakarida yang kemudian diabsorpsi ke dalam sistim sirkulasi darah.
Proses ini dapat dilihat dalam rajah berikut:2
Gambar 1: Proses pemecahan disakarida kepada monosakarida.2

Pada saat ini, insulin berperan dalam mengontrol kadar gula darah dalam tubuh.
Glukosa kemudian dapat digunakan oleh tubuh untuk menghasilkan energi.
Kandungan karbohidrat dalam tiap makanan dan kadar kalori dapat dilihat dalam
Tabel 1.3

Tabel 1 : Kadar Karbohidrat Dan Energi Pada Tiap Makanan

Jenis Makanan Karbohidrat (g) Energi (kal)


Beras :
Giling 78,9 349
Merah 75,7 353
Beras, hasil :
Bihun 82,0 349
Tepung 80,0 353
Beras ketan :
Hitam 78,0 346
Putih 79,4 351
Jagung :
Pati (maizena) 87,6 352
Segar 33,1 163
Tepung 73,7 367
Kentang :
Tepung 85,6 345
Sago 84,7 343
Sukun, keluwih,kelawi 22,6 96
Terigu, tepung gandum:
Biscuit 68,8 104
Macaroni 78,7 353
Mie 50,0 338
Roti tawar putih 50,0 243
Ubi rambat 27,9 125
Jengkol 3,1 29
Kacang hijau 62,9 351
Kacang kedele, hasil :
Ampas tahu 67,5 393
Bubuk 42,6 467
Susu 5,0 57
Tahu 1,6 79
Tempe 12,7 160
Kacang tanah 30,4 388
Krupuk ikan/udang 65,6 330
Coklat 53,6 565
Gula tetes (melasse) 71,0 284
Gula putih 94,0 376
Gula merah 90,5 368
Madu 79,5 319
Setrup, sirop 55,0 220
Teh 67,8 110
Sumber : Daftar analisis bahan makanan.3

Panduan Diet Dokter Amerika menganjurkan kebutuhan kalori setinggi 45-


65% dari karbohidrat. Pada usia anak prapubertas, kebutuhan kalorinya adalah sekitar
50-60 kkal per kg berat badan yaitu sekitar 1200-1500 kkal. Menurut Prof. Hans
Tandra, idealnya orang Indonesia kira-kira membutuhkan 150-200 gram karbohidrat
per hari.4,5

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara


konsumsi makanan dengan pelbagai tingkat karbohidrat dengan kesannya terhadap
kadar gula darah. Menurut Sacks dkk (2014), penelitian yang dilakukan tidak
menunjukkan adanya perbedaan antara makanan tinggi karbohidrat atau rendah
karbohidrat terhadap hasil kenaikkan kadar gula darah dari sudut sensitifitas insulin.
Namun, terdapatnya penurunan sensitifitas insulin terhadap makanan tinggi
karbohidrat dengan indeks glikemik rendah berbanding indeks glikemik tinggi,
sedangkan pada diet rendah karbohidrat tidak memberikan efek bermakna terhadap
sensitifitas insulin walaupun memiliki indeks glikemik yang berbeda.6 Selain itu,
ditemukan dalam penelitian oleh Tay dkk (2015), kedua-dua diet yaitu tinggi
karbohidrat maupun rendah karbohidrat dapat menurunkan kadar HbA1c, gula darah
puasa dan juga berat badan, namun dinyatakan diet rendah karbohidrat memberikan
hasil yang lebih baik dalam menurunkan ketiga-tiga kriteria ini.7 Menurut Brehm dkk
(2009), diet tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar gula darah dengan
menggabungkan juga diet tinggi mono-unsaturated fatty acid (MUFA) serta rendah
lemak.8

2.2.2 Frekuensi Makan dan Porsi Makan (Pola Diet)

Perubahan gaya hidup yang berpengaruh pada perubahan pola perilaku makan
dapat menyebabkan timbulnya penyakit degenratif yang salah satunya adalah
penyakit diabetes mellitus. Dahulu DM dianggap sebagai penyakit tua karena lebih
banyak dijumpai pada usia >40 tahun, naumn saat ini telah terjadi pergeseran
penyakit. Pergeseran penyakit menunjukkan bahwa DM tidak hanya menyerang usia
lanjut namun bisa menyerang anak dan remaja. Penelitian yang dilakukan oelh Unit
Kerja Koordinasi Endokrinologi anak diseluruh Indonesia tahun 2012 menunjukkan
jumlah penyandang diabetes pada anak dan remaja di bawah usia 20 tahun adalah 731
anak/remaja.5 Hal lain yang dapat membawa kepada pengaruh pola perilaku makan
pada anak sekolah dan remaja adalah karena kebutuhan gizi selama masa remaja
relatif lebih besar dari mada lainnya karena masa remaja merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan. Pada saat ini anak remaja lebih cenderung
mengkonsumsi makanan yang menggugah selera dan tinggi glukosa.1

Selain itu, anak sekolah dan remaja juga memiliki kebiasaan mengemil serta
tidak merasakan lapar pada saat jam makan sehingga pola dan frekuensi makannya
menjadi tidak beraturan.5 Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari-hari, baik
kualitatif maupun kuantitatif sedangkan porsi makan pula adalah kuantiti yang diukur
dengan sepiring makanan. Di samping frekuensi makan, porsi makan dan komposisi
makanan juga memainkan peran penting dalam pengaturan kadar gula dalam darah
serta berat badan.4 Menurut Depkes, porsi makan yang baik itu adalah berdasarkan
prinsip Piring Makanku: Sajian Sekali Makan (PMSSM). Prinsip ini menganjurkan
makan sehat dimana 50% total makanan adalah sayur dan buah, dan 50% lagi adalah
makanan pokok dan lauk-pauk. PMSSM juga menganjurkan bahwa porsi sayur harus
lebih banyak dari porsi buah dan porsi makanan pokok lebih banyak dari porsi lauk-
pauk. 9

Gambar 2 : Piring Makanku : Porsi Sekali Makan

Menurut Putri dan Isfandiari (2013), penelitian yang telah dilakukan keatas pasien
DM di Puskesmas Pacarkeling Surabaya untuk menilai keberkesanan strategi 4 pillar
DM, ditemukan pasien DM yang mengamalkan pengaturan makan yang sesuai
memiliki rerata kadar gula darah < 160 mg/dl dan hasil ini menunjukkan adanya
hubungan antara pengaturan makan dengan rerata kadar gula darah.10 Menurut
Kahleova dkk (2012) pula, subjek yang hanya makan 2 kali makanan pokok tiap hari
(makan pagi dan siang) mempunyai hubungan dengan menurunkan kadar gula darah
puasa dan berat badan berbanding subjek yang mengamalkan frekuensi 6 kali makan
(3 kali makanan pokok dan 3 kali cemilan).11 Namun, pada studi yang dijalankan oleh
Mekary dkk (2012), ditemukan laki-laki yang makan 1-2 kali per hari memiliki resiko
yang lebih tinggi dalam menderita DM berbanding laki-laki yang makan 3 kali per
hari. Menurut studi ini juga, cemilan juga dapat menjadi faktor resiko DM namun
dapat diawasi sekiranya IMT masih dapat dipertahankan dalam batas normal.12
2.2.3 Cara Menghitung Kebutuhan Karbohidrat Berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi

Kecukupan energi, kecukupan karbohidrat seseorang dipengaruhi oleh ukuran


tubuh (berat badan), usia atau tahap pertumbuhan dan perkembangan, dan aktifitas
fisik. Ukuran tubuh dalam arti masa otot yang semakin besar dan aktifitas fisik yang
semakin tinggi berimplikasi pada kecukupan karbohidrat yang semakin tinggi.
Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA)
merupakan rekomendasi asupan berbagai nutrient esensial yang perlu
dipertimbangkan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar asupan nutrient tersebut cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi pada semua orang yang sehat. Di
Indonesia, RDA yang diterjemahkan menjadi AKG disusun dalam Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG
mencerminkan asupan rata-rata sehari yang harus dikonsumsi dan angka kecukupan
gizi yang bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan memenuhi kecukupan gizi
97.5% populasi sehat. AKG juga berguna sebagai patokan dalam penilaian dan
perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi.13

Pendekatan untuk menghitung kebutuhan karbohidrat bagi setiap kelompok


umur dan jenis kelamin berdasarkan AKG. Pertama didasarkan pada cara by
difference. Untuk menghitung kecukupan karbohidrat dilakukan by difference karena
kecukupann energi, protein dan lemak sudah diperoleh. Ini artinya kecukupan
karbohidrat dihitung dengan total kecukupan energi dikurangi total energi dari
kecukupan protein dan kecukupan lemak. Perhitungan kecukupan karbohidrat dengan
prinsip tersebut adalah sebagai berikut:13
Karbohidrat =

Kebutuhan Energi (kal) – (Kebutuhan Protein (g) x 4) – ( Kebutuhan Lemak (g) x 9) kal 4

Hasil perhitungan kecukupan karbohidrat berdasarkan cara ini (by difference)


berdasarkan distribusi persentase energi zat gizi makro bagi disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat dan Air yang
Dianjurkan untuk Orang Indonesia
Sumber : Angka kecukupan gizi bagi bangsa Indonesia.14

Jadi, untuk menghitung kecukupan karbohidrat tiap individu dapat digunakan rumus
seperti berikut :13

𝐵𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝑥 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 𝐴𝐾𝐺 = 𝐾𝑒𝑐𝑢𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡
𝐵𝐵 𝐴𝐾𝐺

2.2.4 Cara Menghitung Kebutuhan Karbohidrat Berdasarkan Kebutuhan


Kalori Harian

Selain itu, terdapat cara untuk menghitung konsumsi karbohidrat, protein dan
lemak berdasarkan asupan nutrisi harian. Penghitungan ini juga mengambil kira aspek
jenis kelamin, usia, status gizi dan aktivitas harian tiap individu. Berdasarkan
PERKENI, karbohidrat dikonsumsi dengan komposisi 45%-65% dari total kalori
harian.9 Cara hitungnya adalah seperti berikut:15

1) Menghitung berat badan ideal (BBI) berdasarkan rumus Brocca yang


dimodifikasi

BBI = 90% (tinggi badan dalam cm – 100) x 1 kg

Pada laki-laki dengan tinggi <160 cm atau perempuan <150 cm,


menggunakan rumus :

BBI = (tinggi badan dalam cm – 100) x 1 kg

2) Hitung kebutuhan kalori basal

Laki-laki : BBI x 30 kkal

Perempuan : BBI x 25 kkal

3) Tambahkan faktor aktivitas & stress pada kebutuhan kalori basal. Klasifikasi
tingkat aktivitas dapat ditentukan berdasarkan Tabel :

Tambahkan 10-20% pada aktivitas ringan

Tambahkan 20-30% pada aktivitas sedang

Tambahkan 40-50% pada aktivitas berat

Tabel 3. Klasifikasi Akitvitas Harian

Tingkat aktivitas Ringan (10-20%) Sedang (20-30%) Berat (40-50%)


Jenis aktivitas Menyetir mobil Kerja rumah Aerobic
Mengajar tangga Bersepeda
Berjalan Bersepeda Mendaki
Kerja kantoran Bowling Panjat tebing
Memancing Berjalan cepat Dansa
Membaca Berkebun Jogging
Atlit

4) Melakukan koreksi perhitungan kalori basal pada kondisi kelebihan berat


badan dan disesuaikan dengan usia berdasarkan Tabel :
Tabel 4. Klasifikasi Penyesuaian Perhitungan Kalori Berdasarkan Usia, Berat Badan
dan Faktor Stress atau Infeksi

Kondisi Koreksi
40-59 tahun -5% (minus)
60-69 tahun -10% (minus)
>70 tahun -20% (minus)
BB lebih -20-30% (minus; tergantung darejat obesitas individu)
BB kurang + 20-30% (plus; tergantung darejat kekurusan individu)
Stress dan infeksi +10-30-40% (plus; tergantung berat ringannya penyakit)

5) Maka, total kebutuhan kalori harian dapat dihitung dengan rumus :

Total kebutuhan kalori harian =

Kebutuhan kalori basal + Koreksi faktor aktivitas – Koreksi faktor usia, BB, stress

Dari kebutuhan kalori harian, dapat dihitung kebutuhan karbohidrat yaitu sebanyak
45-65% dari kebutuhan kalori harian. Hasil ukuran kadar kebutuhan karbohidrat ini
biasanya dalam bentuk kilo kalori, maka dapat ditukarkan ke dalam satuan gram
dengan memperkirakan 1 kkal = 4 gram karbohidrat.15

2.2.5 Pengukuran Pola Konsumsi Makanan Berkarbohidrat

Survey konsumsi makanan merupakan metode yang dapat digunakan untuk


menentukan status gizi perorangan atau kelompok. Tujuan survey konsumsi makanan
adalah untuk pengukuran jumlah makanan yang dikonsumsi pada tingkat kelompok,
rumah tangga dan perorangan, sehingga diketahui kebiasaan makan dan dapat dinilai
kecukupan makanan yang dikonsumsi seseorang. Berdasarkan jenis data yang
didapat, metode survey konsumsi makanan dibagi dua yaitu yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif.15

Metode yang bersifat kualitatif antara lain :

 Food frequency method


 Dietary history method
 Telephone interview
 Food list ( metode pencatatan makanan)

Metode yang bersifat kuantitatif adalah :

 24 hours food recall


 Food weighing
 Food account
 Estimated food record
 Inventory method
 Household food record

2.2.5.1 24 Hour Food Recall

Prinsip dari metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Menurut E-Siong,
Dop, Winichagoon (2004) untuk survei konsumsi gizi individu lebih disarankan
menggunakan recall 24 jam konsumsi gizi dikarenakan dari sisi kepraktisan dan
kevalidan data masih dapat diperoleh dengan baik selama yang melakukan terlatih.
Metode ini cukup akurat, cepat pelaksanaannya, murah, mudah, dan tidak
memerlukan peralatan yang mahal dan rumit. Ketepatan menyampaikan ukuran
rumah tangga (URT) dari pangan yang telah dikonsumsi oleh responden, serta
ketepatan pewawancara untuk menggali semua makanan dan minuman yang
dikonsumsi responden beserta ukuran rumah tangga (URT).15

Recall konsumsi gizi memiliki unit analisis terkecil selama 24 jam atau sehari. Jangka
waktu minimal yang dibutuhkan untuk recall 24 jam konsumsi gizi adalah satu hari
(dalam kondisi variasi konsumsi pangan dari hari ke hari tidak beragam) dan
maksimal 7 hari. Namun paling ideal dilakukan dalam satu minggu atau 7 hari.
Pengulangan recall dapat dilakukan untuk meningkatkan ketepatan data zat gizi yang
diperoleh.15

Latihan recall 24 jam konsumsi gizi dapat dilakukan sebagai berikut :15

1) Melakukan informed consent


2) Menanyakan makanan dan minuman termasuk suplemen yang dikonsumsi
responden pada waktu makan pagi kemarin sampai sebelum sarapan hari ini beserta
ukuran rumah tangga. Memperlihatkan model makanan (food model)/pangan
sesungguhnya kepada responden/subjek atau melihat daftar URT yang ada untuk
memperkirakan URT
3) Menanyakan makanan selingan setelah makan pagi kemarin hingga sebelum
makan pagi hari ini beserta URT dan dibantu dengan model makanan/melihat URT
yang ada. Semua total waktu kegiatan konsumsi makanan, minuman dan suplemen
berjumlah 24 jam
4) Menanyakan kepada responden/subjek apakah masih ada makanan, minuman,
suplemen yang terlewatkan
5) Memasukkan data pangan beserta URT ke formulir dengan berat makanan dan
dikonversikan kepada satuan gram.

Kelebihan 24 hour recall adalah :15

 Mudah dan pencatatan cepat, hanya membutuhkan kurang lebih 20 menit


 Murah
 Mendapatkan informasi secara detail tentang jenis bahkan jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi
 Beban responden rendah
 Dapat memperkirakan asupan zat gizi suatu kelompok
 Recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk memperkirakan asupan zat
gizi tingkat individu. Biasanya 2 atau 3 kali dan dipilih weekday dan weekend.
 Lebih objektif daripada metode riwayat diet
 Tidak mengubah kebiasaan diet
 Berguna untuk pasien di klinik

Keterbatasan 24 hour recall adalah :15

 Recall sekali tidak dapat mencerminkan secara representatif kebiasaan asupan


individu
 Kadang terjadi under/over reporting
 Bergantung pada memori
 Kadang mengabaikan saus atau minuman ringan yang menyebabkan
rendahnya asupan energi
 Memerlukan data entry
2.2.6 Indeks Glikemik (GI)

Karbohidrat tidak hanya berbeda dalam hal kompleksitasnya, tetapi juga


efeknya pada gula darah. Efek karbohidrat pada gula darah penting untuk kesehatan
secara keseluruhan serta memberi energi buat kegiatan harian. Efek makanan pada
konsentrasi gula darah tergantung pada jenis dan jumlah karbohidrat dalam makanan
dan seberapa cepat karbohidrat tersebut dapat dicerna dan diabsorbsi. Sebagian
makanan meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan cepat, sedangkan makanan
lain menyebabkan peningkatan glukosa darah yang lebih lambat dan bertahan lama.
Indeks glikemik (GI) digunakan untuk menghitung efek makanan pada glukosa darah
dan membuat perbandingan di antara makanan. Indeks glikemik (GI) di definisikan
sebagai peningkatan konsentrasi glukosa darah di atas batas dasar selama 2 jam
setelah makan makanan uji terhadap respon glukosa untuk jumlah karbohidrat yang
sama. Respons glikemik terhadap glukosa ditetapkan pada jumlah 100, dan GI untuk
semua makanan lain berjumlah kurang dari 100.1

Makanan berkarbohidrat dibagikan kepada tinggi karbohidrat, rendah


karbohidrat dan sangat rendah karbohidrat. Tiap kategori ini ditentukan dengan
kandungan karbohidrat dalam 1 gram porsi makanan yang tergolong sebagai
karbohidrat. Namun, tingginya karbohidrat tidak menentukan tingginya kandungan
indeks glikemik dalam makanan tersebut.1,3

Jumlah GI actual dalam makanan bervariasi dari nilai yang ditunjukkan karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah bentuk fisik makanan akan
mengubah GI. Menghancurkan susunan makanan akan meningkatkan GI seperti GI
kentang meningkat sebesar 25% jika kentang ditumbuk. Pematangan buah juga
mempengaruhi nilai GI karena pati akan dikonversi menjadi gula ketika buah matang.
Pisang setengah matang mempunyai GI sebangyak 30, sedangkan pisang yang sudah
matang memiliki GI 50. Metode pengolahan dan memasak makanan juga akan
mengganggu GI seperti memanaskan, melembapkan dan memeras makanan akan
membuat pati lebih mudah dicerna sehingga meningkatkan GI.1,3

Kelemahan dari penghitungan GI adalah mengansumsikan bahwa hanya


makanan tersebut yang dimakan. Namun demikian, sebagian manusia tidak hanya
memakan satu jenis makanan sahaja dalam satu waktu. Kebiasaannya gabungan
protein, lemak dan serat turut terdapat dalam konsumsi makanan tiap hari. Protein dan
lemak tidak dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah; hanya makanan yang
mengandung karbohidrat yang memiliki efek ini. Makanan yang tinggi serat terlarut
atau yang mengandung tinggi asam juga menurunkan GI karena laju pengosongan
lambung menurun, yang meningkatkan glukosa darah secara perlahan.1

Muatan glikemik merupakan efek netto makanan terhadap konsentrasi glukosa


darah. Muatan glikemik tidak hanya bergantung pada GI makanan tersebut, tetapi
juga pada jumlah makanan yang dimakan. Contohnya, permen jeli memiliki GI
sebesar 80, tetapi memakan hanya lima permen jeli meningkatkan glukosa darah yang
jauh lebih kecil daripada memakan segenggam kacang M&M, yang memiliki GI
sebesar 30.1

Secara umum, rentang GI yang rendah adalah <55, GI sedang adalah 55-70
dan GI tinggi adalah >70. Berdasarkan Tabel 2.5, berikut adalah daftar makanan
sesuai dengan indeks glikemiknya.3

Tabel 2.5. Indeks Glikemik Berdasarkan Jenis Makanan.

Jenis Indeks Glikemik Jenis Indeks Glikemik


Kentang panggang 85 Kacang merah 52
Keripik kentang 83 Kacang hijau 32
Tepung tapioca 70 Susu kedelai 31
Kentang rebus 60 Semangka 72
Nasi beras putih 58 Melon 65
Nasi beras merah 55 Papaya 58
Jagung 56 Pisang 55
Singkong 45-56 Jeruk 44
Makaroni 45 Roti tawar 67-69
Fettucini 32 Kue 67
Susu kental manis 61 Pizza keju 60
Es krim 50 Sirup glukosa 96
Yoghurt 11 Madu 80-90
Donat 76 Cornflakes 83
Indomie goring 50 Soto ayam 48
Ketoprak ketupat 68 Mi bakso 50
Sumber : Menu sehat untuk pengidap diabetes mellitus.3

Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk menilai efek indeks glikemik
terhadap respons kadar gula darah dalam tubuh. Salah satunya, penelitian oleh
Solomon dkk (2010), menyatakan diet indeks glikemik rendah dapat mengurangkan
keadaan hiperglikemik, hyperinsulinemia dan stress terhadap sel β sehingga
menurunkan resiko terjadinya diabetes.16 Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh
Sacks dkk (2014), dinyatakan diet indeks glikemik rendah tidak membantu dalam
memperbaiki sensitifitas insulin.5

2.2.7 Konsumsi Serat

Kenaikan kadar gula darah seringkali dikaitkan dengan konsumsi karbohidrat


dan juga konsumsi makanan atau minuman manis, sehingga konsumsi komponen gizi
yang lain dilupakan. Salah satu komponen gizi yang turut berperan dalam
pengendalian kadar gula darah adalah serat. Anik Herminingsih (2010) mendefiniskan
serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau
tercerna oleh enzim pencernaan manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin,
oligosakarida, pektin, gum, dan lapisan lilin.12 Menurut konsensus pengelolaan dan
pencegahan DM tipe 2 di Indonesia tahun 2011, komposisi makanan yang dianjurkan
untuk penderita DM tipe 2 adalah karbohidrat, lemak, protein, natrium, serat, dan
pemanis alternatif. Penderita diabetes dianjurkan untuk menkonsumsi cukup serat
yang boleh didapatkan dari memakan kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.7

Dari sebuah studi oleh Sufiati B dan Erma H tentang asupan serat dengan
kadar gula darah, dari sampel yang diambil, rata-rata asupan serat sampel adalah 7,98
g/hari yaitu jauh kurang dari konsumsi serat yang dianjurkan. Studi ini mendapatkan
hasil terdapat hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah dengan
p=0,001.8 Studi ini sejalan dengan studi oleh Fitri RI dan Wirawanni Yekti yang juga
mendapatkan hasil terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan kadar glukosa
darah 2 jam postprandial dengan p=0,000.5 Sebuah studi meta-analisis dari Amerika
Serikat oleh Robert E dkk tentang serat pangan sebagai pengobatan pada DM tipe 2
juga mendapat hasil dimana intervensi suplementasi serat pada pasien DM tipe 2
mampu untuk menurunkan kadar gula darah puasa dan HbA1c.9 Namun begitu,
penelitian dari Ucik Witasari dkk tidak sependapat dimana menurut dari penelitian
dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan oleh mereka, didapatkan hasil
tidak ada hubungan bermakna antara asupan serat dengan pengendalian kadar glukosa
darah dengan nilai p=0,561.10

2.2.8 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau
cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Indeks Massa Tubuh (IMT)
adalah rasio standar berat terhadap tinggi, dan sering digunakan sebagai indikator
kesehatan umum. IMT dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram)
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Angka IMT antara 18,5 kg/m2 dan 24,9
kg/m2 dianggap normal untuk kebanyakan orang dewasa. IMT yang lebih tinggi
mungkin mengindikasikan kelebihan berat badan atau obesitas.3 Namun, ukuran
untuk anak usia 5-18 tahun masih menggunakan kurva tumbuh kembang menurut
WHO dimana dikelompokkan menurut standard deviasi dengan rentang -3SD sampai
dengan 3SD.13

Menurut D’adamo orang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin
dalam tubuh akan meningkat. Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan gen
obesitas. Leptin berperan dalam hipotalamus untuk mengatur tingkat lemak tubuh,
kemampuan untuk membakar lemak menjadi energi, dan rasa kenyang. Kadar leptin
dalam plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada
sistem saraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin
menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) yang akibatnya dapat
menghambat ambilan glukosa. Sehingga mengalami peningkatan kadar gula dalam
darah. 3

Menurut penelitian Miftahul Adnan dkk pada Hubungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat
Jalan Di RS Tugurejo Semarang, terdapat adanya hubungan antara IMT dengan kadar
gula darah.3

2.2.9 Ratio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP)


Beberapa indikator untuk mengetahui obesitas antara lain yang digunakan
yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, Rasio Lingkar Pinggang Pinggul
dan presentase lemak tubuh. Pengukuran rasio lingkar pinggang dan pinggul lebih
sensitif dalam menilai distribusi lemak dalam tubuh terutama yang berada di dinding
abdomen. Rasio lingkar pinggang dan pinggul dihitung dengan membagi ukuran
lingkar pinggang dengan ukuran pinggul. Ukuran Lingkar Pinggang digunakan untuk
menentukan obesitas sentral dan kriteria untuk Asia Pasifik yaitu ≥ 90cm untuk pria
dan ≥80cm untuk wanita. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna
untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang terkait. Sedangkan
lingkar pinggul merupakan faktor protektif terhadap kejadian penyakit
kardiovaskular. Faktor risiko kardiovaskular akan muncul apabila rasio lingkar
pinggang dan pinggul dengan nilai lebih atau sama dengan 0,85 pada perempuan dan
0,90 pada laki laki.1 Lingkar pinggang dapat dipergunakan untuk meramal banyaknya
jaringan adiposa bagian dalam dan berhubungan langsung dengan massa lemak
bebas.2

Peranan obesitas dalam resistensi insulin dijelaskan dalam berbagai teori.


Salah satu teori menyatakan bahwa jaringan lemak juga merupakan suatu jaringan
endokrin aktif yang dapat berhubungan dengan hati dan otot (dua jaringan sasaran
insulin) melalui pelepasan xat perantara yang nantinya mempengaruhi kerja insulin
dan tingginya penumpukan jaringan lemak tersebut dapat berakhir dengan timbulnya
resistensi insulim. Resistensi insulin yang terjadi pada kelompok kerja obesitas
kemudian mengakibatkan penurunan kerja insulin pada jaringan sasaran sehingga
menyebabkan glukosa sulit memasuki sel. Keadaan ini berakhir kepada peningkatan
kadar glukosa dalam darah yang terjadi pada keadaan resistensi dan diukur melalui
pemeriksaan kadar gula darah. 1

Menurut penelitian Hanifah yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh


dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul dengan Kadar Gula Darah Sewaktu pada
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter”. Menunjukkan Indeks Massa Tubuh
tidak berhubungan dengan Kadar Gula Darah Sewaktu (KDGS), sedangan Rasio
Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) berhubungan dengan Kadar Gula Darah Sewaktu
(KGDS). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mulyani dkk (2016), dengan judul
“Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) dengan Kadar Gula Darah Pada
Pegawai di Puskesmas Sakti Pidie” p value>0.05 yaitu tidak ada hubungan RLPP
dengan kadar guladarah pada pegawai.1 Penelitian yang dilakukan Suntari dkk
didapatkan hasil Sig. > alfa (0.322 > 0.05). Artinya Ho diterima, lingkar pinggang
tidak mempengaruhi kadar gula darah sewaktu.2 Sedangkan menurut penelitian
Rahmy dkk (2015), mengemukakan hubungan antara RLPP dengan kadar gula darah
memiliki kekuatan hubungan lemah. Penelitian lain juga menunjukkan RLPP
memiliki korelasi yang positif dengan kadar glukosa darah.3

2.2.10 Aktifitas Fisik dan Olahraga

Aktifitas fisik mempunyai definisi yang berbeda dengan olahraga. Aktivitas


fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan tubuh yang menghasilkan kontraksi otot
skeletal yang secara substansial akan meningkatkan pengeluaran energi di atas energi
istirehat. Sedangkan olahraga didefinisikan sebagai pergerakan tubuh yang dirancang,
terstruktur, dan berulang, yang dilakukan dengan niat untuk mengembangkan atau
menjaga fitness fisik, termasuk latihan-latihan untuk kardiovaskular, kekuatan dan
fleksibilitas.1

Kadar gula darah berkait erat dengan aktivitas fisik seseorang. Sebuah
penelitian oleh Nurul Aini Fadilah tentang gambaran karakteristik dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada wanita menunjukkan bahwa
aktivitas fisik merupakan salah satu dari faktor yang mempengaruhi kejadian DM tipe
2.2 Hal ini karena aktivitas fisik memerlukan glukosa sebagai bahan bakar untuk
menghasilkan energi yang cukup untuk aktivitas yang dilakukan. Aktifitas fisik yang
kurang menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan energi yang diperlukan
dengan yang dikeluarkan.2 Selain itu, aktifitas fisik juga dapat memberikan efek
kepada kerja insulin. Efek akut peningkatan kerja insulin terjadi dalam waktu 2-72
jam setelah beraktiftas fisik ringan dan sedang. Orang yang melakukan aktivitas fisik
ringan hingga sedang mengalami penurunan kadar gula darah disebabkan oleh efek
akut peningkatan kerja insulin ini.1

Jenis olahraga yang paling berkesan dalam pengendalian kadar gula darah
adalah dengan olahraga aerobik. Hal ini karena aerobik meliputi variasi gerakan-
gerakan semua otot-otot besar, otot pernapasan, dan jantung. Contoh dari olahraga
aerobik adalah seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda. Senam
aerobik misalnya, mempunyai variasi gerakan-gerakan yang banyak terutama gerakan
dasar kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE (continuous, rhythmical,
interval, progresif, dan endurance).3 Olahraga aerobik disarankan dilakukan
sekurang-kurangnya 3-5 hari seminggu, selama 20-60 menit pasa 55%-90% detak
jantung maksimal. Namun begitu, penderita DM tidak boleh berolahraga seenaknya
meraka. Sebelum diresepkan olahraga dari dokter, penderita DM harus dilakukan
penilaian uji gradasi pra-olahraga supaya olahraga yang akan menjadi rutin penderita
DM sesuai dengan compliancenya. Antara hal yang perlu dipertimbangkan adalah
jenis dan intensitas olahraga, derajat kebugaran fisik, status gizi sebagai penentu
cadangan glikogen, jadwal makan, jenis DM, obat yang digunakan serta derajat
keterkendalian kadar glukosa. Penderita DM tidak boleh berolahraga jika gula
darahnya tidak terkendali (>250mg/dl atau <100mg/dl).4 Penelitian dari Puji Indriyani
dkk yang melakukan eksperimen tanpa kelompok pembanding dengan menggunakan
group pretest-posttest design yang bertujuan melihat pengaruh senam aerobik
terhadap kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 menunjukkan hasil
bahwa ada pengaruh latihan fisik senam aerobic terhadap penurunan kadar gula darah
pada penderita DM tipe 2 dengan kadar signifikan p=0.0001.3

Sebuah penelitian kros-seksional yang dilakukan oleh Fitri R.I dan Yekti W
tentang hubungan latihan jasmani dengan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2
juga menunjukkan hubungan yang bersifat negatif dimana semakin banyak latihan
jasmani dalam seminggu maka semakin rendah kadar glukosa darah.5 Hal yang sama
didapatkan dari penelitian tentang hubungan empat pilar pengendalian DM tipe 2
dengan rerata kadar gula darah oleh Nurlaini Haida dan Muhammad Atoillah dengan
metode observasional yang bersifat analitik. Mereka mendapatkan hasil sebagian
besar responden yang melakukan olahraga memiliki kadar gula darah <160mg/dl
yaitu sebanyak 50,9%. Sebagian besar responden dengan tidak melalukan olahraga
memiliki kadar gula >160 mg/dl yaitu sebanyak 18,8%. Berdasarkan uji statistic
dengan Uji Chi Square didapatka p=0,017 yang berarti terdapat hubungan yang
signifikan antara olahraga dengan kadar gula darah sewaktu.6

2.2.11 Tingkat Stress

Jika dilihat dari namanya, stress sepertinya tidak ada hubungan dengan
kejadian peningkatan gula darah. Namun begitu, sebenarnya stress mempunyai
hubungan secara tidak langsung dengan peningkatan kadargula darah. Hal ini
disebabkan oleh produksi hormone kortisol secara berlebihan saat seseorang
mengalami stress. Prokduksi kortisol yang berlebihan ini akan menyebabkan
seseorang itu mengalami kesulitan untuk tidur, depresi, tekanan darah menurun,
sehingga individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makannya meningkat.11 selain
itu, kortisol memain peran yang penting dalam pengaturan distribusi lemak tubuh dan
dapat menyebabkan lipolisis. Timbunan lemak intraabdominal memiliki resistensi
insulin lebih tinggi daripada lemak perifer sehingga merusak regulasi glukosa tubuh. 2
Oleh karena itu, kondisi stress yang panjang akan menyebabkan seseorang itu
mempunyai kecenderungan berat badan yang berlebih, yang merupakan salah satu
dari faktor resiko diabetes mellitus.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia dan Soedjino S


tentang faktor resiko DM, mereka mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kondisi stress dengan kejadian DM tipe 2.11 Studi tentang gambaran
karakteristik dan faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada wanita oleh Nurul
Aini dkk juga memberikan hasil terdapat hubungan antara stress dengan DM tipe 2.2

2.2.12 Jenis Kelamin

Jenis kelamin laki-laki merupakan penderita terbanyak dengan persentase


sebesar 51,4%. Hasil ini terdapat perbedaan dari yang dilaporkan dalam berbagai
penelitian dan menemukan dominasi perempuan atas laki-laki (Sornoza et al.,
2011). Teori lain menyebutkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas
insulin dan otot. Menurut penelitian Putra et al (2015), gambaran kadar gula darah
sewaktu berdasarkan jenis kelamin menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
kadar glukosa darah sewaktu antara laki-laki dan perempuan. Terdapat 19 dari 24
laki-laki memiliki kadar gula normal (37,3%) dan 5 orang memiliki kadar gula darah
rendah (9,8%). Terdapat 23 dari 27 perempuan memiliki kadar gula normal (45,1%)
dan 4 orang memiliki kadar gula darah yang rendah (7,8%). Hal ini disebabkan pada
perempuan terdapat hormon estrogen yang berperan aktif dalam meregulasi
sensitivitas tubuh terhadap insulin. Pada saat menopause, ovarium berhenti
memproduksi hormon estrogen dan estrogen diproduksi secara eksklusif dari
androsteron yang dihasilkan glandula adrenal dan diaromatisasi menjadi estron dalam
proses konversi extra glandula perifer. Transformasi tersebut terutama terjadi pada
jaringan lemak sehingga menyebabkan wanita postmenopause memiliki jaringan
lemak lebih banyak. Akumulasi lemak terutama lemak abdomen berpengaruh pada
protein adiponektin yang berkurang. Adiponektin berperan penting dalam
metabolisme glukosa dan asam lemak khususnya sel otot dan sel hati yang menjadi
lebih sensitif terhadap aksi insulin. Oleh karena itu, peningkatan lemak tubuh sentral
intra abdomen pada wanita menopause dipercaya memiliki peran penting dalam
perkembangan resistensi insulin setelah menopause yang dapat meningkatkan kadar
glukosa darah dan akhirnya berkembang menjadi DM.

2.2.13 Riwayat Keluarga

DM tipe 2 adalah penyakit yang diturunkan. Individu yang memiliki satu


orang tua dengan DM meningkatkan risiko DM hingga 2 kali lipat, risiko bias
meningkat hingga 6 kali lipat jika memiliki dua orang tua dengan diabetes. Perkiraan
adanya penambahan genetic DM Tipe 2 secara turun-temurun berkisar antara 25-40%.
Penyakit DM diturunkan menurut hukum mendel secara resesif autosomal dengan
penetrasi inkomplit. Apabila kedua orang tua merupakan penderita DM, maka semua
anaknya akan berisiko terkena DM. Adanya riwayat DM pada kakek, nenek, ayah,
ibu, paman, bibi, kakak atau adik berhubungan dengan kejadian DM. Tapi faktor lain
juga berperan penting yaitu olah raga dan obesitas.4

Menurut penelitian Hafifatul Auliya Rahmy, Triyanti dan Ratu Ayu Dewi
Sartika, terdapat hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kadar gula darah.4
Sejalan dengan penelitian dari Shara Kurnia dan Soedjono S yang meneliti tentang
faktor resiko kejadian DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
Tahun 2012 yang mendapatkan hasil terdapat hubungan antara riwayat DM dalam
keluarga dengan kejadian DM tipe 2.11aina Terdapat juga penelitian oleh Siti Aini dkk
tentang gambaran karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
DM tipe 2 pada wanita dimana mereka mendapatkan hasil 49% dari responden
mempunyai riwayat keluarga dengan DM.2aina

2.2.14 Besar Uang Saku

Besar uang saku dapat mempengaruhi frekuensi jajan pada remaja usia
sekolah. Remaja yang mendapatan uang saku yang lebih dari orang tua mempunya
kecenderungan untuk membeli jajanan di pinggir jalan dekat sekolah yang tidak
berkhasiat buat anak-anak. Banyak jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan
sehingga justru mengancam kesehatan. Sebagian besar makanan jajanan hanya
mengandung karbohidrat yang dapat menimbulkan rasa kenyang (Khomsan, 2002).
Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah uang saku
dengan konsumsi makanan jajanan di sekolah dan hubungannya positif. Ada
kecenderungan makin besar uang saku makin beragam makanan jajana dikonsumsi
siswa.

2.3 KerangkaTeori

Besar Uang Saku

Riwayat Keluarga
Jenis
Kelamin
Konsumsi Makanan
Karbohidrat Tinggi

Indeks
Glikemik

Aktivitas Fisik Kadar Gula


dan Olahraga Darah
Sewaktu
Frekuensi
Makan dan Porsi
Makan (Pola
diet)
Ratio Lingkar
Pinggang
Panggul (RLPP)

Tingkat Stress

Indeks Massa
Tubuh (IMT) Konsumsi
Serat

Anda mungkin juga menyukai