Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Premedikasi
menggunakan satu obat atau kombinasi dari beberapa obat. Pemilihan obat untuk
2010).
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa
8
9
saluran nafas.
karena efeknya di sistem saraf pusat pada sistem limbik dan ARAS
anterograde.
dan kecemasan dapat meningkatkan sekresi asam lambung, hal ini akan
10
sangat berbahaya apabila terjadi aspirasi dari asam lambung yang dapat
oleh karena itu pemberian obat yang dapat mengurangi isi cairan lambung
Obat-obat yang biasa digunakan sebagai obat premedikasi antara lain: Obat
2.2 Clonidine
agonis. Clonidine dibuat pada awal tahun 1970 digunakan sebagai nasal
adalah 200 : 1), selektifitasnya dipengaruhi oleh dosis dan kecepatan pemberian.
simpatis dari sistem saraf pusat (SSP). Efek lain dari obat golongan alpha-2
adrenergik agonis clonidine antara lain : efek sedasi, analgesia, anti cemas,
Struktur kimia
Clonidine akan diabsorpsi secara cepat setelah pemberian per oral dan
12 jam, dimana 50% nya akan dimetabolisme di hepar, dan akan diekskresikan
dalam bentuk utuh melalui urine. Efek hipotensi setelah pemberian dosis tunggal
tercapai dalam waktu 11±9 menit, eleminasi secara lambat terjadi dalam 9±2 jam
sampai 24 jam. Clearence total dari clonidine adalah 219±92 mL/menit (Bioniche
Pharma, 2013).
12
1. Distribusi
2,1±0,4 L/kg. Clonidine secara in vitro berikatan dengan albumin bervariasi antara
2. Metabolisme
dengan komposisi kurang dari 10 % dari jumlah obat yang tidak diubah yang
3. Ekskresi
Terdapat 3 subtipe reseptor α2 adrenergik pada manusia; α2A, α2B dan α2C, masing
Maze, 2000). Reseptor α2A tersebar utamanya pada perifer, memediasi sedasi,
anti menggigil dan α2C pada otak dan sumsum tulang belakang (Stoelting, 2006).
13
dan pusat kewaspadaan yang vital. Efek sedasi diakibatkan karena penghambatan
pada nucleus ceruleus (Nelson dkk., 2003). Clonidine merupakan jenis alfa 2
agonis tetapi masih memiliki efek perangsangan pada reseptor alfa 1 adrenergik
blok saraf pada penggunaan lokal anestesi. Clonidine mampu memberikan efek
analgesia baik secara perifer, spinal, dan supraspinal (batang otak). Clonidine
melalui hambatan eksitasi saraf aferen primer pada terminal sentral, hambatan
melalui hambatan pada saraf afferen substantia gelatinosa dan beberapa nukleus di
saraf nyeri A delta dan serabut C serta memblok konduksi melalui peningkatan
pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung. Efek supraspinal
dan perifer ini melawan efek vasokonstriksi perifer akibat perangsangan langsung
dengan sedasi yang ditimbulkan oleh obat golongan penghambat GABA (seperti
midazolam dan propofol) (Shelly, 2001). Obat alpha-2 adrenoseptor agonis, akan
menurunkan aktivitas saraf simpatis dan derajat kesadaran, sehingga pasien lebih
mudah dibangunkan dan lebih kooperatif. Sementara obat yang bekerja pada
Sebagai anti menggigil clonidine bekerja pada tiga level target yaitu di
propofol dimediasi oleh efek analgesia dan sedasi, namun dose spharing effect ini
blood flow) akibat menurunnya cardiac out put. (Morris J dkk., 2005).
kebutuhan analgesia fentanyl lebih kecil (112±18 berbanding 142±21) dan jumlah
oral 90 menit sebelum operasi, pada operasi Fungsional Endoscpoy Sinus Surgery
sevoflurane 33%-45%, demikian juga halnya dengan dosis induksi propofol. Pada
20% selama tindakan operasi. Pada penelitian Altan dan Turgut, (2005),
hipotensi dan bradikardia yang significan, hal yang sama juga didapatkan pada
penelitian Kulka dan Tryba, 1993. Morris J dkk., 2005, mendapatkan premedikasi
memberikan efek sedasi yang adekuat, menurunkan dosis induksi propofol sampai
paska operasi.
17
kapasitas untuk menurunkan tekanan darah, akibat dari aktivasi reseptor alpha-2
adrenergik pada pusat kontrol kardiovaskuler pada system saraf pusat (brainstem
sistemik, aktivitas renin plasma, kadar epinefrin dan norepinefrin secara tidak
langsung menurunkan kontraktilitas jantung, kardiak out put, dan tekanan darah
sistemik (Miller, 2009; Longnecker, 2008). Efek penurunan tekanan sistolik lebih
hipotensi saat beraktivitas (Stoelting, 2006). Aliran darah ke ginjal akan tetap
dan dosis besar dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan laju denyut
tidak mempunyai efek potensiasi terhadap depresi respirasi oleh opioid (Bailey
18
dkk., 1991). Namun pada pemberian secara intravena bersama dengan fentanyl
Clonidine tersedia dalam bentuk ampul, tablet dan patch. Sediaan ampul
Sediaan ini juga mengandung NaCl, hydrochloric acid dan air untuk injeksi
clonidine) tersedia dalam kemasan tablet 150 mcg (0,15 mg) dan 300 mcg (0,3
mg).
2.3 Propofol
sejak tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi (Kay dan Rolly 1977), semakin
populer dan semakin luas penggunaannya di seluruh dunia mulai tahun 1986.
Sebagai turunan dari phenol dengan komponen hipnotik kuat yang dihasilkan dari
pengembangan 2,6-diisopropofol. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya
bentuk emulsi (Hasani A. dkk., 2012). Ahli anestesi lebih suka menggunakan
propofol karena sifat mula kerja obat yang cepat hampir sama dengan obat
golongan barbiturat tetapi masa pemulihan yang lebih cepat dan pasien bisa lebih
cepat dipindahkan dari ruang pemulihan ke ruang rawat. Secara subjektif pasien
19
merasa lebih baik dan lebih segar paska anestesi dengan propofol dibandingkan
obat anestesi induksi lainnya. Kejadian mual muntah paska operasi sangat jarang
karena propofol memiliki efek anti muntah. Efek yang menguntungkan lainnya
Propofol dalam dosis 1,5 – 2,5 mg/KgBB diberikan intravena akan menyebabkan
dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien cepat kembali sadar setelah
kelompok isopropil yang berikatan (Gambar 2.2). Propofol tidak larut dalam air,
sebagai emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak kedelai, gliserol, dan
propofol karena sebagian besar alergi telur melibatkan reaksi terhadap putih telur
(albumin telur), sedangkan lesitin telur diekstraksi dari kuning telur. Formulasi ini
dapat menyebabkan nyeri selama suntikan (jarang terjadi terjadi pada pasien yang
lebih tua) yang dapat dikurangi dengan suntikan awal lidokain atau pencampuran
teknik sterilitas yang baik harus dilakukan selama persiapan dan penyimpanan.
Pemberian propofol harus sudah dilakukan dalam 6 jam setelah membuka ampul.
Formulasi propofol yang ada saat ini berisi 0,005% disodium edetate atau 0,025%
bakteri, meskipun demikian, produk tahan bakteri ini masih belum berdasarkan
Biokimia
secara kimia dan memiliki efek biotoksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan golongan fenol yang lain. Namun, seperti sebagian besar golongan fenol,
propofol dapat mengiritasi kulit dan membrane mukosa. Propofol tidak larut
dalam air, yang merupakan alasan sediaan komersial yang tersedia berupa emulsi
Sediaan
diformulasikan dalam emulsi lemak yang mengandung 10% LCT minyak kedelai,
tetapi sejak 1995, propofol juga tersedia secara komersial dalam formula
tigliserida plasma menurun selama sedasi tidak berbeda antara emulsi propofol
LCT dan MCT/LCT, terdapat kecenderungan elimiasi tigliserida yang lebih cepat
Cara Menyiapkan
(McHugh 1995). Aktivitas antimikroba dari anestesi lokal yang ditambahkan pada
emulsi propofol sebelum pemberian untuk menurunkan nyeri pada tempat injeksi
Absorpsi
penggunaan intravena saja dan memberikan efek sedasi sedang sampai berat.
untuk mencapai efek penurunan kesadaran/tidak sadar ditentukan oleh dosis total
yang diberikan.
Distribusi
kerja cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali diberikan bolus sampai
pasien terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8 menit. Waktu paruh
eliminasi sekitar 30-60 menit (Katzung, 2004). Hal ini menyebabkan propofol
menjadi pilihan untuk anestesi rawat jalan (one day care). Farmakokinetik
bolus propofol, kadar propofol dalam darah akan menurun dengan cepat akibat
adanya redistribusi dan eliminasi. Waktu paruh distribusi awal dari propofol
adalah 2-8 menit. Pada model tiga kompartemen waktu paruh distribusi awal
adalah 1-8 menit, yang lambat 30-70 menit dan waktu paruh eliminasi 4-23,5 jam.
Waktu paruh yang panjang diakibatkan oleh karena adanya kompartemen dengan
perfusi terbatas. Context sensitive half time untuk infus propofol sampai 8 jam
adalah 40 menit. Propofol mengalami distribusi yang cepat dan luas juga
diperkenalkan kembali. Context sensitivity half time adalah waktu yang diperlukan
sampai konsentrasi obat menjadi setengah dari saat infus dihentikan. Tidak seperti
konsep farmakokinetik klasik yaitu bersihan obat tidak tergantung dari cara
menyebabkan semakin lama obat dieleminasi. Semakin lama durasi infus maka
semakin lama pula context sensitivity half timenya. Context sensitivity half time
anestesi. Karena context sensitivity half time propofol tidak lebih dari 40 menit,
konsentrasi di plasma untuk pemulihan umumnya kurang dari 50% maka propofol
cocok digunakan untuk infus jangka panjang tanpa mengganggu proses pemulihan
propofol hanya 50%, sehingga waktu pulih sadar dari propofol tetap cepat
propofol menurun oleh karena beberapa faktor antara lain jenis kelamin, berat
Biotransformasi
Ekskresi
saat ini, baik untuk induksi dan pemeliharaan anestesi maupun untuk sedasi di
dalam dan di luar ruang operasi. Propofol digunakan secara luas dalam bidang
menjalani pemulihan anestesia dan insiden mual dan muntahnya yang kecil
(Smith dkk., 1994). Propofol memberikan mula kerja dan akhir kerja yang cepat
serta memiliki efek antiemetik (Reves dkk., 2005). Daya larut lipidnya yang tinggi
menyebabkan mula kerja yang hampir secepat thiopental (one arm to brain
juga cepat karena waktu paruh distribusi awal yang sangat singkat (2-8 menit).
Hal ini membuatnya sebagai suatu obat yang baik untuk pasien anestesi rawat
jalan (Morgan dkk., 2006). Dosis induksi yang lebih kecil direkomendasikan pada
pasien-pasien lanjut usia oleh karena volume distribusi (V d) mereka yang lebih
kecil. Wanita bisa memerlukan dosis propofol yang lebih besar daripada laki-laki
dan pemulihan kesadarannya lebih cepat (Morgan dkk., 2006). Pada tahun 1981,
Major dkk. meneliti 3 dosis induksi anestesia propofol (1,5 , 2,0 dan 2,5
Mereka menemukan bahwa 3 pasien dengan dosis 1,5 mg/KgBB dan satu pasien
pasien mengalami kehilangan kesadaran dengan dosis 2,5 mg/KgBB. Durasi rata-
rata untuk mulainya kehilangan kesadaran adalah 47,4 detik pada kelompok 1,5
mg/KgBB, 39,9 detik pada kelompok 2 mg/KgBB dan 38,2 detik pada kelompok
2,5 mg/KgBB. Insiden apneu yang tampak nyata secara klinis adalah 4, 7 dan 12
tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik
Propofol dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dengan
26
monitoring dan supervisi ketat. Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan
darah sistolik (Coates 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan
juga dapat menurunkan curah jantung (Coates 1987). Propofol juga pernah
penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen
1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi hepar (Robinson 1985, Stark 1985).
besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respon
didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering
disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang
signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan
penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). Rapid
Ringer Laktat praoperatif untuk melawan hipotensi yang disebabkan oleh propofol
1995).
adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek
27
puncak obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk,
diperantarai oleh refleks vagal, jarang terjadi. Perubahan pada denyut jantung dan
curah jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang
sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat sampai terjadi asistole, terutama
pada pasien-pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik negatif, atau
(Morgan dkk., 2006). Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami
penurunan curah jantung yang drastis sebagai akibat penurunan tekanan pengisian
ventrikel dan kontraktilitas. Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah
koroner menurun, produksi laktat sinus koroner akan meningkat pada beberapa
pasien. Hal ini mengindikasikan adanya suatu missmatch antara permintaan dan
Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit
darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial
rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien
jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah
sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja
sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988).
disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung
pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi
propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) dan
efek langsung mobilisasi kalsium intraselular otot polos (Xuan dkk., 1996).
fentanyl 0,5 mcg/KgBB dan 1 mg/KgBB propofol dibandingkan pada pasien yang
dalam, yang biasanya menyebabkan apneu setelah dosis induksi. Sebagian besar
laju respirasi begitu juga volume tidal (Goodman 1987). Bahkan ketika
hiperkarbia. Depresi reflek jalan nafas atas yang diinduksi oleh propofol lebih
baik daripada thiopental dan terbukti sangat menolong selama intubasi atau insersi
wheezing pada penderita asma maupun bukan asma, dengan angka kejadian yang
29
lebih rendah dibandingkan dengan barbiturat atau etomidat, dan hal ini tidak
2006).
adalah hipnotik dan mungkin juga analgetik (Canavero 2004, Zacny 1996). Pada
(<50 mmHg), kecuali jika dilakukan tindakan untuk menopang tekanan arterial
rerata. Yang unik dari propofol adalah efek anti gatalnya. Efek antiemetiknya
sebagai obat yang lebih disukai untuk pasien anestesi rawat jalan. Induksi kadang-
kadang disertai oleh gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan spontan,
propofol tampaknya secara predominan memiliki efek anti kejang (dengan kata
epileptikus, dan dapat dengan aman diberikan pada pasien epilepsi. Propofol
30
ini ahli anestesi dapat mengatur dan mengganti konsentrasi yang diinginkan sesuai
dengan observasi klinis pada pasien. Pada dasarnya TCI adalah menetapkan
konsentrasi tertentu obat yang harus dicapai dan dipertahankan baik di plasma
(Cp) maupun effect site (Ce). Konsentrasi target diset sejak awal oleh ahli anestesi
untuk mendapat luaran klinis yang diperlukan. Perubahan konsentrasi target yang
diset oleh ahli anestesi akan terlihat pada effect site kompartemen setelah waktu
tertentu karena terdapat jarak waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang
dituju atau obat berefek (Ce), (Naidoo D, 2011). Untuk system TCI dengan
propofol pada orang dewasa model farmakokinetik yang banyak digunakan adalah
dan Kataria. Selain propofol obat lain yang dapat dioperasikan menggunakan
sistim TCI adalah sufentanil (model Bovil dan Gepts), alfentanil (model Maitre),
langsung terhadap berat badan. Usia tidak dimasukkan dalam kalkulasi, namun
31
pompa tidak dapat digunakan untuk umur dibawah 16 tahun. Hal ini menjadi
Model Schnider disebut sebagai generasi baru dari TCI. Metode ini
dan berat badan ke dalam perhitungan. Lean body mass pasien dihitung dan
digunakan untuk mengkalkulasi dosis dan laju infus, jika yang dipakai berat badan
aktual maka akan ada kemungkinan kelebihan konsentrasi obat pada pasien
sentral tetap dan sama pada setiap pasien dan lebih kecil (4,27 L pada pasien BB
70 kg) dibanding model Marsh (15,9 L). Akibat perbedaan ini akan didapatkan
model schnider Keo yang lebih besar (equilibrasi sentral dan effect site
kompartemen lebih cepat) dan K10 lebih besar (bersihan metabolik lebih cepat)
sehingga model schnider waktu pulihnya lebih cepat dibanding Marsh. Untuk
tujuan induksi model schnider akan lebih lambat dibandingkan model Marsh.
Pada model marsh hanya menggunakan berat badan sebagai kovariat sedangkan
model schnider memakai berat badan, lean body mass, umur dan jenis kelamin.
32
Gambar 2.4 Mesin TCI Perfusor® Space dari B.Braun (dikutip dari
B.Braun TCI perfusor ® Space)
yang diberikan seperti jumlah obat yang diberikan, durasi pemberian, konsentrasi
karakteristik pasien lainnya, konsentrasi obat yang dicapai lebih stabil, dapat
terhindar dari kelebihan dosis dan masa pulih yang lebih cepat (Sugiarto, 2012).
Pasien usia muda target konsentrasi pasma propofol untuk induksi adalah
6-8 mcg/mL, hati-hati pada saat induksi orang tua atau pasien sakit berat, dosis
konsentrasi plasma yang diperlukan untuk induksi adalah 5-6 mcg/mL dan bisa
ditingkatkan sampai 8 mcg/mL pada pasien dewasa muda yang sehat. Pada pasien
Induksi anestesi adalah perubahan keadaan pasien dari sadar menjadi tidak
sadar setelah pemberian obat-obat anestesi. Keadaan induksi dapat dinilai dengan
melihat tanda klinis berupa hilangnya refleks bulu mata. Menentukan derajat
kedalaman anestesi adalah sangat penting pada pasien yang akan dilakukan
sudah masuk kedalam stadium III (fase pembedahan) plana III menurut Guedel,
yang bisa dilihat dengan tanda-tanda klinis yaitu mulai hilangnya gerak nafas
thorakal. Hal ini masih sangat sulit dilihat karena sudah makin berkembangnya
macam-macam obat anestesi dan volatile anestes. Berbeda halnya ketika duhulu
eter masih menjadi pilihan untuk dilakukannya induksi anestesi. Saat ini banyak
cara dan banyak alat yang diciptakan untuk mengetahui kedalaman anestesi.
dalam dunia anestesi. Selama dilakukannya anestesi akan terjadi penekanan sistim
saraf pusat, sistim kardiovaskuler dan sistim lainnya, jika kedalaman anestesi
sehingga morbiditas dan mortalitas bisa dikurangi (Prabhar Kumar dan Thomas
Koshy, 2007). Dalam penelitian ini alat yang dipergunakan dalam mengukur
kedalaman anestesi adalah Index of consciousness tipe IOC View dari Morpheus
suppression rate (ESR) dan facial EMG. Merupakan alat pengukur kedalaman
anestesi sangat praktis dengan ukuran segenggaman tangan dewasa. Cara kerjanya
rentang angka antara 0-99. Angka 0 berarti tidak ada aktivitas EEG dan 99
dilakukan pembedahan. Dari alat ini juga bisa mengetahui persentase dari supresi
EEG dan aktifitas EMG (75-85 Hz). Dari penelitian validasi antara IOC view
dengan Bispectral index yang dilakukan oleh Litvan dkk., 2006, tidak
menunjukan perbedaan (prediction probability) antara IOC dengan BIS. Jadi pada
penelitian ini merekomendasikan IOC sebagai salah satu alat monitoring tingkat
Gambar 2.5 Sensor (elektrode) IOC ditempatkan (dikutip dari IOC view
monitoring consciousness, Morpheus medical)
35
Gambar 2.6 IOC-View dari Morpheus Medical (dikutip dari IOC view
monitoring consciousness, Morpheus medical)
Dari alat ini juga sering dihubungkan dengan skor tingkat sedasi yang diobservasi
saat operasi dilakukan terutama pada pasien beresiko tinggi, mengurangi kejadian
kelebihan dosis obat atau kekurangan dosis obat (light anesthesia) yang