Oleh:
Perseptor:
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan Case Report Session ini adalah meningkatkan pengetahuan mengenai
definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan
tatalaksana AIHA.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia Hemolitik Autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia, AIHA) adalah suatu
kondisi dimana penghancuran eritrosit terjadi akibat pembentukan antibodi terhadap antigen
eritrosit sendiri. AIHA dibagi primer dan sekunder. AIHA primer termasuk tipe warm, cold dan
paroxysmal cold hemoglobinuria. AIHA sekunder termasuk yang akibat penyakit autoimun
sistemik (contoh: SLE), keganasan, dan obat.6
2.2 Epidemiologi
Pada anak, AIHA relatif jarang terjadi dan paling sering terjadi setelah infeksi virus.
AIHA terdapat dua jenis antibodi yaitu warn dan cold, tergantung suhu optimal untuk binding
antibodi ke eritrosit. AIHA lebih tidak sering menjadi kronik pada anak ketimbang dewasa,
tetapi anemia mungkin berat pada awal gejala. Mayoritas kasus AIHA anak bersifat akut dan
prognosis cukup baik dengan kemungkinan resolusi spontan dalam 6 bulan. Sisanya bersifat
kronik dan biasanya lebih sulit diterapi, ditemukan pada anak < 2 tahun dan remaja. Pada dewasa
insidens AIHA 1-3/100.000 dengan tipe warm lebih sering terjadi yaitu sekitar 90% dari total
kasus AIHA dewasa. Insidens pada anak tidak diketahui secara pasti, namun jumlah anak dengan
AIHA (< 20 tahun) kira-kira kurang dari 0,2/100.000 dengan tingkat tertinggi di anak sebelum
usia sekolah.7,8
2.3 Etiologi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan melihat
jumlah hemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit. Selain itu dengan dasar ukuran eritrosit
(mean corpuscular volume/MCV) dan kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi
eritrositnya. Pada klasifikasi jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan
makrositik. Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan patologis. Penyebab
anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan produksi eritrosit yaitu
kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau terjadi gangguan maturasi eritrosit dan
penghancuran eritrosit yang lebih cepat. Kedua kategori tersebut tidak berdiri sendiri, lebih dari
satu mekanisme dapat terjadi.3,5
Pada anemia hemolitik, penghancuran eritrosit terjadi lebih cepat. Hemolisis dapat
bersifat asimptomatik seumur hidup, tetapi biasanya bermanifestasi sebagai anemia saat
eritrositosis tidak dapat menutupi jumlah eritrosit yang dihancurkan.6
Tabel 1. Batasan Anemia berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin3
Gambar 1. Alur Diagnosis Anemia1
2.4 Klasifikasi & Patofisiologi
AIHA tipe warm adalah karena antibodi IgG terhadap protein membran eritrosit,
dimana antibodi-antibodi tersebut menempel secara maksimal pada suhu tubuh (37ºC),
menyebabkan hemolisis ekstravaskular.Sebagian besar penghancuran eritrosit melalui makrofag
lien, namun melalui hepar mungkin juga terjadi. AIHA pada anak tadinya diperkirakan akibat
infeksi virus yang menyebakan terbentuknya antibodi anti-eritrosit, kemungkinan melalui
mekanisme molecular mimicry seperti ITP yang berhubungan dengan infeksi. Antibodi yang
paling sering adalah antibodi anti-Rh, biasanya anti-e atau anti-c.7
Sindrom Evans menunjuk ke pasien dengan AIHA dan ITP. Sindrom ini dapat terjadi
bersamaan atau berurutan, serta relapsnya sering terjadi. Disregulasi imun dapat mendasari ini,
dengan bukti terbaru menunjukan sindrom ini adalah bagian dari Autoimmune
Lymphoproliferative Diseasae (ALPS). Pengobatan sindrom evans dan AIHA saja berbeda,
dimana pada sindrom evans dibutuhkan tambahan obat immune modulatory namun banyak yang
respon terhadap kortikosteroid.7
AIHA tipe cold adalah akibat antibodi IgM, disebut juga cold agglutinins, dimana
antibodi akan menempel pada eritrosit pada suhu lebih rendah (maksimal pada 4ºC). Infeksi
mycoplasma adalah pencetus paling sering AIHA tipe cold pada anak. Biasa antibodinya yang
anti-I atau anti-i. Antibodi AIHA tipe cold biasa monoclonal dan hemolisis biasa intravaskular.
Tabel 2. Klasifikasi AIHA7
Paroxysmal cold hemoglobinuria (PCH) disebabkan oleh antibodi IgG yang menempel
pada suhu rendah namun menyebabkan lisisnya eritrosit pada suhu yang lebih hangat.
Antibodinya sering disebut dengan antibodi Donath-Landsteiner, menyerang antigen P. Gejala
khas PCH pada dewasa berhubungan dengan sifilis, namun pada anak, infeksi virus adalah
penyebab tersering termasuk Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan adenovirus.7
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) biasanya proses akut, self-limited, yang muncul
setelah infeksi (Mycolplasma, Epstein-Barr, atau infeksi viral lain). AIHA dapat juga menjadi
gejala yang terlihat dari penyakit autoimun kronik (Systemic Lupus Erythematous,
lymphoproliferative disorder atau imunodefisiensi). Obat-obatan dapat menyebabkan anemia
hemolitik yang Coombs positif dengan membentuk hapten pada membran eritrosit (penisilin)
atau membentuk kompleks imun (quinidine) yang menempel pada membran eritrosit. Antibodi-
antibodi kemudian mengaktivasi hemolisis intravascular yang dicetuskan oleh komplemen.
Penggunaan terapi α-metildopa berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan pada membran
eritrosit, menyebabkan pembentukkan neoantigen. Antibodi-antibodi diproduksi menempel pada
neoantigen; hal ini lebih sering membuat hasil tes antiglobulin (coombs) positif daripada
menyebabkan hemolisis.1
2.5 Manifestasi Klinis
Onset akut anemia dapat menyebabkan keadaan yang terkompensasi buruk, didapatkan
takikardi, murmur, toleransi exercise buruk, sakit kepala, mengantuk terutama pada bayi atau
terlihat lemas, gelisah, tidak mau menetek, dan sinkop. Sebaliknya pada anemia kronik keadaan
umum anak terlihat baik karena terkompensasi oleh jantung. Biasanya anak dengan anemia
kronik hanya punya takikardi minimal dan murmur dari pemeriksaan fisik.1
Anemia pada usia berapapun harus dicari apakah saat itu sedang terjadi perdarahan.
Riwayat ikterik, pucat, riwayat anemia anak kehamilan sebelumnya, ibu mengkonsumsi obat
selama kehamilan, perdarahan banyak saat melahirkan penting untuk diagnosis anemia pada
neonatus. Selain itu juga perlu ditanyakan secara cermat riwayat makan anak. Kunci diagnosis
anemia hemolitik adalah jaundice, pucat dan splenomegali. Penyakit hemolitik kongenital
(defisiensi enzim dan gangguan membran eritrosit) biasanya muncul pada 6 bulan pertama
kehidupan tetapi biasanya tidak terdiagnosis. Riwayat konsumsi obat juga harus ditanyakan
secara lengkap.1
2.6 Diagnosis
Diagnosis AIHA merangkap berbagai macam pemeriksaan laboratorium yaitu dengan
pemeriksaan darah lengkap ditemukan anemia, biasa dengan MCV normal (normositik
normokrom). RDW biasa tinggi karena peningkatan hitung retikulosit sehingga juga terdapat
retikulositosis sesaat, leukosit dan trombosit normal (kecuali sindrom Evans. Pemeriksaan apus
darah tepi menunjukan sferosit, terbentuk ketika bagian dari membran eritrosit yang diselimuti
oleh antibodi dibuang oleh lien, menyebabkan sferosit, bukan eritrosit bentuk bikonkaf seperti
biasanya. Peningkatan hemolisis menyebabkan peningkatan sferositosis. AIHA tipe cold dapat
menyebabkan aglutinasi eritrosit di apus darah tepi. Dapat juga ditemukan eritrofagositosis.
Pemeriksaan kimia darah menunjukan peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi, namun
kadar bilirubin terkonjugasi normal, peningkatan laktat dehidrogenase (LDH) karena
peningkatan pembentukan eritrosit, penurunan haptoglobin (menempel dengan Hb bebas) karena
hemolisis. Hemoglobinuria jarang terjadi pada AIHA tipe warm tapi cukup sering ditemukan
pada tipe cold dan PCH. Pemeriksaan patognomonik untuk AIHA adalah Coombs test atau
disebut juga Direct Antiglobulin Test (DAT) mendeteksi antibodi IgG atau C3 yang menempel
pada eritrosit pasien. Pada tipe warm, IgG DAT akan positif, pada tipe cold, komplemen DAT
akan positif, menunjukan adanya komplemen di permukaan eritrosit. DAT dilakukan dengan
inkubasi eritrosit pasien dengan reagen yang mengandung anti-IgG atau anti-komplemen untuk
mendeteksi antibodi. Terkadang AIHA dapat Coombs test negative, atau lebih jarang lagi, pasien
AIHA asimptomatik dengan Coombs test positif. Pemeriksaan dilakukan pada suhu 4ºC, 22ºC,
30ºC dan 37ºC untuk menentukan suhu maksimal terjadinya aglutinasi. Pemeriksaan Donath-
Landsteiner dilakukan bila curiga PCH, serum pasien diinkubasi dengan eritrosit normal pada
0ºC dan 37ºC tidak ditemukan lisis eritrosit, tetapi bila inkubasi pertama terjadi pada 0ºC
kemudian pindah ke 37ºC lisis akan terjadi.7,9
A. Anamnesis
Pada anemia hemolitik secara umum, terdapat beberapa petunjuk diagnosis dari riwayat
penyakitnya seperti dari usia didapatkan:1
1. Anemia pada neonatus dengan retikulositosis mengarah ke hemolisis atau perdarahan, bila
dengan retikulositopenia mengarah ke gagal sumsum tulang.
2. Talasemia beta muncul saat HbF menghilang yaitu usia 4-8 bulan.
Selain itu, dari riwayat penyakit keluarga dan genetic didapatkan defisiensi G6PD
diturunkan secara X-linked, sferositosis secara autosomal dominan, talasemia lebih banyak
terjadi pada penduduk daerah Mediterania dimana talasemia beta pada penduduk Mediterania,
keturunan Afrika, dan Asia, sedangkan talasemia alfa pada penduduk keturunan Afrika dan Asia;
anemia defisiensi G6PD lebih banyak terjadi pada penduduk daerah Asia Tengah. Status gizi
seperti kekurangan vitamin atau asam folat tidak mempengaruhi anemia hemolitik.1
Obat-obatan tertentu seperti jenis oxidants (Nitrofurantoin, obat-obatan anti-malaria) dapat
menyebabkan anemia defisiensi G6PD, antibiotic seperti golongan penisilin dapat menyebabkan
hemolisis yang dimediasi imun (Immune-mediated hemolysis). Infeksi mycoplasma dan malaria
dapat menyebabkan hemolisis sehingga terjadi anemia hemolitik.1
IDENTITAS
Nama : HJW
Umur : 6 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Payakumbuh
Agama : Islam
Nomor MR : 50.40.78
Keluhan Utama:
Riwayat Persalinan:
Anak keenam dari enam bersaudara, lahir sectio cessarea di rumah sakit ditolong oleh
dokter, cukup bulan, berat lahir 3200 gram, panjang badan 50 cm, a/s langsung
menangis.
Riwayat Nutrisi:
Diberi ASI usia 0 - 6 bulan
Diberi susu formula 0 - 12 bulan
Nasi tim usia 9 bulan, frekuensi 3x sehari dicampur ikan, daging, telur, sayur secara
bergantian.
Makanan keluarga sejak usia 2 tahun, frekuensi 3x sehari dicampur ikan, daging,
telur, sayur secara bergantian.
Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup.
Riwayat Imunisasi:
BCG : umur 2 bulan, parut (+)
DPT : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Polio : umur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Hepatitis B : umur 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Hib : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Campak : umur 9 bulan
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Napas : 22 x/menit
Suhu : 36,4oC
Tinggi badan : 111 cm
Berat Badan : 23 kg
Edema : Tidak ada
Anemis : Ada
Ikterus : Ada
BB/U : 109 % (Baik)
PB/U : 95% (Normal)
BB/TB : 115% (Gizi lebih) dengan hepatosplenomegali
Pemeriksaan Khusus:
Kulit : Teraba hangat, tampak pucat dan kuning.
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening coli, aksila, dan inguinal.
Kepala : Bentuk bulat simetris, rambut hitam dan tidak mudah rontok.
Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil isokor diameter 2mm/2mm, refleks
cahaya +/+ normal.
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada, tidak tampak kelainan
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah.
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hipermis, Faring tidak hiperemis
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thoraks:
Paru:
Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra, batas jantung kiri 1 jari
medial LMCS RIC V, batas atas jantung RIC 2.
Auskultasi : Irama reguler, bising (-), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar 1/4-1/4, pinggir tajam, permukaan rata, tidak ada nyeri tekan,
lien Schuffner 4, pinggir tajam, permukaan rata, nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : Tidak ada kelainan, status pubertas A1M1P1
Anus : Colok dubur tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik (<2 detik), refleks fisiologis +/+ normal,
refleks patologis -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah :
Laboratorium (26 November 2018)
Hb : 7,7 g/dl
Leukosit : 5250 /mm3
Trombosit : 113.000 / mm3
Ht : 24%
Hitung jenis : 0/1/4/43/51/1
Kesan : Anemia, Trombositopenia
Diagnosis Kerja
AIHA
Diagnosa Banding
Thalasemia
Tatalaksana
- Transfusi WE 2 x 200 cc
- Deferasirox 1 x 500 mg
- Asam folat 2 x 1 tablet
- B comp 1 x 1 tablet
- Lasix 20 mg pertengahan transfusi
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
26 November S/ Anak masih tampak pucat dan kuning, demam tidak ada, kejang tidak
2018 ada, sesak napas tidak ada, muntah tidak ada, BAB hitam atau berdarah
Pkl. 15.00 tidak ada.
O/ KU: sakit sedang, kesadaran: CMC, TD 110/70 mmHg, nadi: 110
x/menit, napas: 22 x/menit, suhu: 36,4oC, BB: 23 kg
Mata: konjungtiva anemis, sklera ikterik
Thoraks
Pulmo: Suara nafas vesikular, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
cor : Irama teratur, bising (-), murmur (-)
Abdomen: supel, hepar ¼- ¼ , lien S4, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, refilling kapiler <2 detik.
A/ AIHA
P/ - Transfusi WE 2 x 200 cc
- Deferasirox 1 x 500 mg
- Asam folat 2 x 1 tablet
- B comp 1 x 1 tablet
- Lasix 20 mg pertengahan transfusi
27 November S/ pucat dan kuning sudah berkurang, demam tidak ada, kejang tidak
2018 ada, sesak napas tidak ada, muntah tidak ada.
Pkl. 15.00 Pasien post transfusi WE 1 x 200 cc
A/ AIHA
P/ - Transfusi WE 1 x 200 cc
- Deferasirox 1 x 500 mg
- Asam folat 2 x 1 tablet
- B comp 1 x 1 tablet
- Lasix 20 mg pertengahan transfusi
BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 6 tahun 1 bulan sejak tanggal 25 November
2018 di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Achmat Muchtar Bukittinggi dengan keluhan utama
semakin pucat sejak 3 hari yang lalu. Pucat adalah adanya penurunan dari warna atau tone pada
kulit dan atau mukosa, yang mungkin disebabkan oleh penurunan aliran darah, anemia ataupun
mekanisme yang tidak diketahui. Banyak penyebab pucat pada anak, yaitu bisa karena (1)
defisiensi besi yang dikarenakan intak yang tidak cukup, perdarahan kronik, konsumpsi yang
berlebihan dari susu sapi, penyakit inflamasi usus, diverticulum meckel; (2) karena infeksi yang
sedang berlansung; (3) karena perdarahan seperti trauma atau perdarahan saluran cerna; (4)
karena peningkatan penghancuran sel darah merah karena kelainan pada struktur hemoglobin
ataupun defek pada enzim di eritrosit; (5) peningkatan penghancuran sel darah merah karena
reaksi autoimun.11.
Pendekatan yang dapat dilakukan pada pasien pucat yaitu membaginya berdasarkan
kondisi umum pasien seperti yang dapat dilihat dibagan dibawah ini.
Anemia terjadi karena penuranan Hb (atau hematocrit) lebih dari 2 standar deviasi
berdasarkan usia. Pada anak usia 5-7 tahun nilai rata-rata dari Hbnya dalah 13,0 dan nilai
Pasien tidak ada mengeluhkan adanya perdarahan spontan pada gusi, dan mimisan. Serta
tidak ada keluhan demam tinggi sehingga dapat menyingkirkan adanya kecurigaan penurunan
produksi dari sel darah pada sumsum tulang atau anemia aplasia.
Gambar 4. Pendekatan pada Pasien dengan Pucat
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya pembesaran organ yaitu pembesaran
pada hepar ¼-¼ dan pembesaran lien sebear S4. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah
bening. Adanya hepatosplenomegali sering ditemukan karena proses hemolitik. Jika ditemukan
Pada pemeriksaan fisik pada pasien tidak ditemukan adanya hipertensi sehingga dapat
menyingkirkan adanya penyakit ginjal kronik yang mungkin juga dapat menyebabkan anemia.
Tidak ada ditemukan nyeri pada pemeriksaan abdomen dan tidak adanya keluhan diare dapat
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Februari 2018 dengan kesan anemia
normositik normokrom, dan ditemukan eritrosit berinti sebesar 1/100 leukosit dan retikulosit
sebesar 2,2%. Temuan labor anemia normositik normokrom dengan ditemukanya peningkatan
retikulosit dapat mengarahkan ke kemungkinan adanya defek enzim pada eritrosit, masalah auto
imun, hemoglobinopati atau kelainan pada membrane. Nilai retikulosit yang normal ditemukan
adalah sebesar 1%, sedangkan pada pasien ini ditemukan peningkatan kadar retikulosit. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan Coomb Test dan dipatkan hasil positif.
Pasien didiagnosis banding dengan thalassemia. Pada pemeriksaan fisik kedua penyakit
ini dapat ditemukan adanya organomegali karena adanya proses hemolitik. Organomegali yang
dapat ditemukan adalah pembesaran lien dan hepar. Untuk mengkonfirmasi perbedaan dari
kedua penyakit ini dapat dengan pemeriksaan Coomb Test. Hasil positif pada pemeriksaan
Coomb Test dapat memastikan adanya proses auto imun yang terjadi.
Pada pasien di berikan terapi berupa WE 2 x 200 cc, deferasirox 1 x 500 mg, asam folat 2
diberikan pada pasien ini sebagai suportif dikarenakan penurunan Hb pasien, dengan Hb 7,7
mg/dl. Pada literatur pasien dengan AIHA dapat ditatalaksana dengan pemberian kortikosteroid
yaitu prednisone 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 1-3 minggu hingga Hb > 10 gr/dl. Respon terutama
saat minggu kedua, dan apabila tidak ada respon atau respon minimal pada minggu ketiga, terapi
steroid dianggap tidak efektif. Setelah Hb stabil, prednisone di tapper off 10-15 mg/minggu,
kemudian 5 mg per 1-2 minggu hingga dosis mencapai 15 mg, kemudian 2,5 mg/2 minggu
dengan tujuan menghentikan obat secara total. Meskipun ada keinginan untuk tapper off steroid
lebih cepat lagi, pasien AIHA diobati minimal 3-4 bulan dengan prednisone low dose (≤ 10
mg/hari). Malah pasien yang diterapi steroid low dose selama lebih dari 6 bulan, insidens
relapsnya lebih rendah dan durasi remisi lebih lama daripada yang dalam 6 bulan sudah stop
steroid. Selain itu pasien yang diterapi steroid harus ditambahkan suplemen bifosfonat, vitamin
D, kalsium dan asam folat Untuk meminimalisirkan febris akibat antibody anti-leukosit,
diberkan PRC yang leuko-depleted. Jumlah pemberian juga harus diberikan hati-hati supaya
tidak mengganggu hemodinamik pasien sehingga diberi perlahan tidak lebih dari 1 ml/kg/jam.8
Pasien dipulangkan pada tanggal 27 November dengan tidak anemis, tidak ada
perdarahan, tidak ada demam, pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal serta extermitas
1. Panepinto JA, Punzalan RC, Scott JP. Hematology. Dalam: Marcdante KJ, Kliegman
RM, penyunting. Nelson essentials of pediatrics. Edisi ketujuh. Philadelphia: Elsevier;
2015. h. 520-22.
2. Kett JC. Anemia in infancy. Pediatrics in Review 2012; 33: 186-7.
3. Irawan H. Pendekatan diagnosis anemia pada anak. CDK 2013; 40: 422-25.
4. Lambert JF, Beris P. Pathophysiology and Differential Diagnosis of Anemia. Dalam:
Beaumont C, Beuzard Y, Brugnara C, dkk, penyunting. The handbook disorders of
erythropoiesis, erythrocytes, and iron metabolism. European: European School of
Haematology; 2009. h. 109-36.
5. Pasricha SR. Anemia: a comprehensive global estimate. Blood 2014; 123: 611-2.
6. Dhaliwal G, Cornett PA, Tierney LM. Hemolytic anemia. American Family Physician
2004; 69: 2599-2606.
7. Elzouki AY, Harfi HA, Nazer HM, dkk. Textbook of Clinical Pediatrics. Edisi kedua.
New York: Springer; 2012.
8. Zanella A, Barcelini. Treatment of autoimmune hemolytic anemias. Haematologica 2014;
99: 1547-54.
9. Pediatric Clerkship. Autoimmune hemolitic anemia. The University of Chicago [serial
online] 2013 [cited 27 Nov 2018]. Didapat dari: URL:
https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/autoimmune-hemolytic-anemia.
10. IHTC. Autoimmune hemolytic anemia. Indiana Hemophilia & Trombosis Center, Inc
[serial online] 2018 [cited 27 Nov 2018]. Didapat dari: URL:
https://www.ihtc.org/autoimmune-hemolytic-anemia/.
11. Janus J, Moerschel SK. Evaluation of anemia in children. American Family Physician
2010; 81: 1462-71.
12. Brandow AM. Pallor and Anemia. Dalam: Kliegman RM, Lye PS, Basel D, dkk,
penyunting. Nelson pediatrics symptom-based diagnosis. Edisi pertama. Philadelphia:
Elsevier; 2018. h. 661-81.