Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

Syok Anafilaksis

Oleh :
Shillea Olimpia Melyta, S.Ked
FAB 115 006
PEMBIMBING :
dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp. KFR
dr. Tagor Sibarani
MODUL REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKA RAYA
2016

PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu sindroma klinik yang mempunyai ciri-ciri berupa hipotensi, tachycardia,
kulit yang terasa dingin, sianosis perifer, hiperventilasi, perubahan status mental dan
penurunan pembentukan urine. Pada umumnya syok terjadi akibat berbagai keadaan yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan
jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik yang berat dan dapat menyebabkan kematian,
terjadi secara tiba-tiba segera setelah terpapar oleh alergen atau pencetus lainnya. Reaksi
anafilaksis termasuk ke dalam reaksi Hipersensivitas Tipe I menurut klasifikasi Gell dan
Coombs.

Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3 tiap satu
juta penduduk. di Bali, angka kematian dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total pasien anafilaksis.

SKDI reaksi anafilaksis adalah 4A yaitu mampu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan


secara mandiri dan tuntas.

TINJAUAN PUSTAKA
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah
arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor
utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika
salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak
dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga
terjadi hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan
metabolisme sel sehingga seringkali menyebabkan kematian pada
pasien.

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak


mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh.
Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau
menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif
dan biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah
serta kematian sel maupun jaringan.

Klasifikasi Syok
Syok hipovolemik adalah terganggunya sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh
darah yang berkurang sehingga mengakibatkan gangguan perfusi jaringan. Hal ini
Syok
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: Perdarahan (syok hemoragik), misalnya trauma.
hepovolem dan kehilangan cairan dan elektrolit, misalnya muntah, diare.
ik
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan fungsi pompa jantung. Hal
Syok
ini disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya: a.Disfungsi miokardium (gagal pompa),
kardiogeni b. Pengisian diastolik ventrikel yang tidak adekuat, dan c. Curah jantung yang tidak adekuat
k

Syok neurogenik adalah syok yang ditimbulkan oleh hilangnya impuls simpatis akibat cedera
pada medula spinalis. Gambaran klasik pada syok ini adalah adanya hipotensi tanpa disertai
Syok
neurogeni takikardi atau vasokonstriksi.
k

Syok
distributif

Syok distributif terjadi sebagai akibat gangguan pembuluh darah, dimana terjadi
vasodilatasi/vasokonstriksi. Dikenal juga sebagai fenomena maldistribusi. Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah syok anafilaktik dan syok septik.

Anafilaksis
Anafilaksis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana yang
berarti jauh dan phylaxis yang berarti perlindungan. Secara
harfiah artinya adalah menghilangkan perlindungan.
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik yang berat dan
dapat menyebabkan kematian, terjadi secara tiba-tiba segera
setelah terpapar oleh alergen atau pencetus lainnya. Reaksi
anafilaksis termasuk ke dalam reaksi Hipersensivitas Tipe I
menurut klasifikasi Gell dan Coombs. Reaksi ini harus
dibedakan dengan reaksi anafilaktoid yang memiliki gejala,
terapi, dan risiko kematian yang sama tetapi degranulasi sel
mast atau basofil terjadi tanpa keterlibatan atau mediasi dari
IgE

Anafilaksis
Menurut WHO, anafilaksis adalah reaksi
hipersensitivitas generalista atau sistemik yang
berat dan mengancam kehidupan. Anafilaksis
sendiri dibagi menjadi tiga, alergi, non alergi, dan
idiopatik.Anafilaksis alergi terjadi bila diperantarai
suatu mekanisme imunologi, diperantarai IgE, atau
diperantarai antibodi-IgE. Sedangkan anafilaksis
non alergi atau pseudo alergi(atau anafilaktoid)
diperantarai penyebab non imunologi. Sedangkan
anafilaksis idiopatik, yaitu anafilaksis yang tidak
diketahui penyebabnya.

Syok Anafilaksis
Syok anafilaksis merupakan salah satu manifestasi
klinis dari anafilaksis dan merupakan bagian dari
syok distributif yang ditandai oleh adanya hipotensi
yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada
pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi
darah yang menyebabkan terjadinya sinkop dan
kematian pada beberapa pasien. Syok anafilaktik
merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit
untuk menggambarkan anafilaksis secara
keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat
terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi
saluran napas merupakan gejala utamanya.

Epidemiologi
Data yang menjelaskan jumlah insiden dan prevalensi dari syok dan reaksi anafilaksis saat ini
sangat terbatas. Dari beberapa data yang diperoleh di Amerika Serikat menunjukkan 10 dari 1000
orang mengalami reaksi anafilaksis tiap tahunnya. Penelitian lain menunjukkan bahwa rata-rata
reaksi anafilaksis akibat makanan adalah 0,0004%, 0,7-10% untuk penisilin, 0,22-1% untuk media
radiokontras, dan 0,5-5% untuk gigitan serangga.

Saat ini diperkirakan setiap 1 dari 3000 pasien rumah sakit di USA mengalami reaksi anafilaksis,
dengan resiko mengalami kematian sebesar 1%. Dari 1453 sampai 1503 kematian tiap tahunnya
akibat syok atau reaksi anafilaksis, 100 disebabkan oleh makanan, 400 oleh penisilin, 900 oleh
media radiokontras, 3 oleh lateks, 40-100 oleh getah. Data yang disebutkan diatas menunjukkan
bahwa anafilaksis merupakan masalah serious kesehatan di USA.

Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa
anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda dengan
insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa
muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi karena sistem imun pada
individu ini belum sepenuhnya mengalami perkembangan yang optimal .

Faktor predisposisi dan


Etiologi

Patofisiologi
Anafilaksis diperantarai melalui interaksi antara antigen dengan
IgE pada sel mast, yang menyebabkan terjadinya pelepasan
mediator inflamasi.

Fase sensitasi yaitu


waktu yang dibutuhkan
untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya
dengan reseptor spesifik
pada permukaan sel
mast dan basofil.

Fase aktivasi yaitu


waktu yang diperlukan
antara pajanan ulang
dengan antigen yang
sama dan sel mast
melepas isinya yang
berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.

Patofisiologi

Patofisiologi

Manifestasi Klinis
Anafilaksis terdiri dari kombinasi berbagai gejala
yang bisa muncul beberapa detik, menit, sampai
beberapa jam setelah terpapar alergen.
Manifestasi klinis anafilaksis yang sangat bervariasi
terjadi sebagai akibat berbagai macam mediator
yang dilepaskan dari sel mastosit jaringan dan
basofil yang memiliki sensitivitas yang berbeda
pada setiap organ yang dipengaruhinya.
Manifestasi klinis dari anafilaksis sangat bervariasi
yaitu dari yang bersifat ringan, sedang, sampai
berat

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis
Reaksi lokal : biasanya hanya urtikaria dan edema setempat,
tidak fatal
Reaksi sitemik : biasanya mengenai saluran nafas bagian atas,
sistem kardiovaskular, gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut
timbul segera atau 30 menit setelah terpapar antigen
Ringan : mata bengkak, hidung tersumbat, gatal gatal di kulit dan
mukosa, bersin bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen
Sedang : gejalanya lebih berat selain gejala diatas didapatkan
bronkospasme, edema laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2
jam setelah terpapar antigen
Berat : terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti
reaksi tersebut diatas hanya lebih berat yaitu bronkospasme, edema
laring, stridor, sesak nafas, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeri perut,
diare, muntah muntah, kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok dan
koma. Kematian disebabkan oleh edema laring dan aritmia jantung

Manifestasi klinis

Pemeriksaan Penunjang

Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat,


demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai
normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan
derajat alergi yang tinggi.
Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan
RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked
Immunosorbent Assay test), namun memerlukan biaya yang
mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen
penyebab yaitu dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch
test), dan uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau
berseri (skin end-point titration/SET).
Pemeriksaan lain sperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula
darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, elektrokardiografi, rontgen
thorak, dan lain-lain.

Diagnosis
Onset yang akut (dari beberapa menit sampai beberapa jam) disertai dengan gejala-gejala yang
terjadi pada kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (urtikaria, pruritus, edema pada bibir-lidahuvula). Dan minimal satu dari gejala yang berikut ini :
a. Gangguan pada sistem respirasi (sesak, wheeze-bronchospasm, stridor).
b. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berhubungan dengan end-organ dysfunction
(hipotonia, syncope, incontinence).

Dua atau lebih gejala berikut ini yang terjadi secara cepat setelah terpapar alergen yang spesifik
pada pasien tersebut ( beberapa menit sampai beberapa jam):
a. Gangguan pada kulit dan jaringan mukosa.
b. Gangguan pada sistem respirasi.
c. Penurunan tekanan darah atau gejala lainnya yang berkaitan.
d. Gangguan pada sistem pencernaan yang terjadi secara persisten.

Penurunan tekanan darah setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut
(beberapa menit sampai beberapa jam):
a. Bayi dan anak-anak: tekanan darah sistolik yang rendah (tergantung umur) atau penurunan darah sistolik lebih
dari 30%.
b. Orang dewasa: tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmhg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari
tekanan darah awal.

Diagnosis Pada pasien dengan reaksi


anafilaksis biasanya dijumpai keluhan
2 organ atau lebih setelah terpapar
dengan alergen tertentu.

Diagnosis banding

Reaksi vasovagal
Infark miokard akut
Reaksi hipoglikemik
Reaksi histeris
Carsinoid syndrome
Chinese restaurant syndrome
Asma bronchial
Rhinitis alergika

Penatalaksanaan
Tindakan segera
Obat-obatan

Prognosis
Dengan penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan,
reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun pasien yang pernah mengalami
reaksi anafilaksis mempunyai resiko untuk memperoleh reaksi yang sama bila terpajan
oleh pencetus yang sama.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis


yang akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe
alergen, atopi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma,
keseimbangan asam basa dan elektrolit, obat-obatan yang dikonsumsi seperti blocker dan ACE Inhibitor, serta interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen
sampai penanganan reaksi anafilaksis dengan injeksi adrenalin.

Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip kegawatdaruratan, reaksi
anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat
kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu
dilakukan observasi setelah terjadinya serangan anafilaksis untuk mengantisipasi
kerusakan sistem organ yang lebih luas lagi.

KESIMPULAN
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik yang berat dan termasuk ke
dalam reaksi Hipersensitivitas Tipe I menurut klasifikasi Gell dan Coombs.
Reaksi Anafilaksis dapat disebabkan oleh beragam macam sebab,
diantaranya makanan, lateks, obata-obatan, reaksi sengatan serangga
serta masih banyak penyebab lainnya. Anafilaksis merupakan reaksi alergi
yang dapat mengancam nyawa, karena reaksi tersebut timbul secara
mendadak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya, sebagai akibat
pelepasan berbagai macam mediator dari sel mast dan basofil, yang
mempengaruhi lebih dari satu sistem organ yang gejalanya timbul
serentak atau hampir serentak, seperti pada kulit dan jaringan bawah
kulit, saluran respirasi atas dan bawah, sistem pencernaan, sistem
kardiovaskular, serta sistem organ lainnya.
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis
dan merupakan bagian dari syok distributif yang ditandai oleh adanya
hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah
dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang menyebabkan terjadinya
sinkop dan kematian pada beberapa pasien.

Kesimpulan

Penatalaksanaan syok anfilaktik harus cepat dan tepat


mulai dari hentikan allergen yang menyebabkan reaksi
anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih
tinggi dari kepala; penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi
jantung paru; pemberian adrenalin dan obat-obat yang lain
sesuai dosis; monitoring keadaan hemodinamik penderita
bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi
keadaan penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit.
Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam
penetalaksanaan syok anafilaktik terutama yang
disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara
cepat dan tepat sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan,
reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian.

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.

Stephen FK. Anaphylaxis. Medscape. 2011. Available from URL: http://emedicine.medscape.com [diunduh tanggal 29 Agustus 2016].
Soenarjo, Jatmiko Dwi H. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/ RSUP Dr.Kariadi, Semarang. 2010
Neugut AI, Ghatak AT, Miller R. Anaphylaxis in the United States, An Investigation Into Its Epidemiology. Arch Intern Med. 2001. 161:15-21.
Johnson RF, Peebles RS. Anaphylactic Syok: Pathophysiology, Recognition, and Treatment. Medscape. 2011 Available from URL:
http://www.medscape.com/viewarticle/497498_2 [diunduh tanggal 29 Agustus 2016].
5. Ewan, PW. Anaphylaxis. ABC of Allergies; BMJ. 1998;316.1442-5
6. Suryana K. Diktat Kuliah. Clinical Allergy Immunology. Divisi Alergi Imunologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah, Denpasar.
2013
7. Wiryana M. Syok dan Penanganannya. Seminar Sehari Traumatologi. IKAYANA FK UNUD, Denpasar. 2012
8. Wijaya IP. Syok Hipovolemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publising, Jakarta. 2009.
9. Muhiman, Muhardi, dkk, Anestesiologi, Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, Cetakan Pertama, 1989.
10.Rengganis I, Sundaru H. Renjatan Anafilaktik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publising, Jakarta. 2009
11.Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publising, Jakarta. 2011
12.Stephen FK. Anaphylaxis Workup. Medscape. 2014. Available from URL: http://emedicine.medscape.com [diunduh tanggal 29 Agustus 2016].
13.Dey Pharma. Criteria for Diagnosing Anaphilaxis. 2010 Available from URL: http://www.epipen.com/professionals/anaphylaxis/diagnosing
[diunduh tanggal 29 Agustus 2016].
14.Stephen FK. 2011. Anaphylaxis Treatment and Management. Medscape. Available from URL: http://emedicine.medscape.com [diunduh tanggal
29 Agustus 2016].
15.Mangku, G. 2007. Diktat Kuliah : Syok, Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RS Sanglah, Denpasar.
16.Price Sylvia, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Edisi 6. EGC, Jakarta, 2011
17.Stephen FK. 2011. Anaphylaxis Medication. Medscape. Available from URL: http://emedicine.medscape.com [diunduh tanggal 29 Agustus
2016].
18.Muhiman, Muhardi, dkk, Anestesiologi, Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, Cetakan Pertama, 1989.
19.Resuscitation Council UK. Emergency Treatment of Anaphylactic Reactions, Guidelines for Healthcare Providers. Diperoleh dari:
http://www.resus.org.uk/pages/reaction.pdf. [diunduh tanggal 29 Agustus 2016].

Terimakasih
29

Anda mungkin juga menyukai