Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Penurunan Mendelien dan Non-Mendelien

Nama : Frans Michael Oscar Marpaung

NIM : FAA 111 0003

Kelompok :2

Dosen : Dr.dr.Damayanti Rusli Sjarif SpA(K)

Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Palangkaraya

Tahun 2012
PENURUNAN MENDELIEN

A. SEJARAH PENEMUAN HUKUM MENDELIEN


Pada tahap awal Mendel mengisolasi semua jenis tanaman tersebut dalam tempat
yang terpisah dan melakukan seleksi fenotif (galur murni). Kemudian dilakukan uji
peryerbukan buatan antar varietas untuk mendapatkan filial pertamanya berdasarkan
pasangan tetuanya. Selanjutnya F1 tersebut ditanam kembali dan dibiarkan terjadi
peryerbukan secara alami untuk mendapatkan F2. Berdasarkan sifat sifat yang muncul dari
F2, sifat F3, dari perkawinan antar F2 dan sebagainya, Mendel menyusun teori hereditasnya.

Gregor mendel mengembangkan konsep sistim hereditas dari suatu eksprimen,


bahwa material heriditas berasal dari kedua induknya (Maternal-Paternal) dalam bentuk unit
terpisah dimana akan berekspresi dalam anakan pada generasi berikutnya. Dari hasil
penemuan tentang konsep hereditas ini mendel disebut sebagai peletak pertama konsep
genetika

Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan, terdapat 4 postulat yang


dikemukakan oleh Mendel yaitu :

1. Pada gametogenesis, kedua faktor keturunan berpisah/ segregasi sehingga setiap


gamet hanya memiliki salah satu dari pasangan faktor tersebut. Postulat ini dikenal
sebagai Hukum segregasi atau Hukum Mendel I
2. Faktor keturunan berupa benda dan selalu berpasangan pada individu diploid.
3. Bila ada 2 faktor keturunan/lebih yang diperiksa, maka pada gametogenesis dapat
memisah secara bebas atau terjadi pilihan bebas (independent assortment) sehingga
akan terjadi bermacammacam kombinasi. Postulat ini dikenal sebagai hukum
independent assortment atau H.Mendel II.
4. Faktor keturunan ada yang bersifat dominan dan resesif.

Pola penurunan Mendelian


Pola penurunan Mendelian merupakan suatu prinsip utama mengenai penurunan
karakteristik sifat dari parental ke anakan yang dikemukakan oleh Gregor Mendel. Penurunan
ini mengikuti Hukum 1 dan Hukum 2 Mendel:
1. Hukum 1 Mendel (Hukum Segregasi) mengemukakan bahwa pada saat pembentukan
gamet terjadi pemisahan alel secara bebas, sehingga setiap gamet yang akan terbentuk
akan menerima salah satu dari alel yang terpisah tadi. Dasar pemikiran (bukti) dari
hukum ini adalah bahwa pada saat peristiwa meiosis, terjadi pemisahan kromosom
paternal dan maternal sehingga alel-alel dengan karakteristik tertentu didistribusikan
kepada dua gemet yang berbeda.
2. Adapun Hukum 2 Mendel (Hukum Asortasi) yang merupakan kelanjutan dari Hukum
Segregasi mengemukakan bahwa pada saat pembentuan gamet akan terjadi
pemasangan alel secara bebas dari kedua parental.
Dalam hal ini, dikenal istilah genotip, fenotip, dominan dan resesif.

1. Genotip adalah alel yang terdapat pada satu atau lebih lokus spesifik.
2. Fenotip adalah sifat fisik, biokimiawi, dan fisiologis yang terdapat dalam diri
seseorang sebagaimana ditentukan baik secara genetik maupun lingkungan. Dengan
kata lain fenotip adalah manifestasi genotip yang dapat dilihat pada tingkat
makroskopis.
3. Dominan adalah sifat yang mempunyai pengaruh yang bersifat mengendalikan.
Biasanya di lambangkan dengan huruf kapital
4. Resesif adalah sifat yang tidak dapat menampilkan dirinya kecuali alel yang
bertanggung jawab membawa kedua anggota pasangan kromosom yang homolog.
Biasanya menggunakan huruf non-kapital[2]
Sebagai contoh aplikasinya, pada persilangan dua individu dengan satu sifat beda Bb x
BB (A dominan, a resesif), maka didapat keturunan dengan menggunakan diagram
sebagai berikut:

B B
B BB BB
b Bb Bb
Maka didapatkan keturunan dengan perbandingan fenotip 3:1. Apabila jumlah sifat beda
diperbanyak, maka akan didapatkan variasi keturunan yang lebih banyak. Misalnya pada dua
sifat beda diperoleh perbandingan fenotip anakan 9:3:3:1, atau tiga sifat beda
27:9:9:9:3:3:3:1, dst.

Berikut adalah contoh-contohnya:

Persilangan Monohibrid

P (Parental) = bunga merah (MM) X bunga putih (mm)

Gamet = M m

F1 = Mm (merah)

F2 = F1 X F1

Mm X Mm

Perbandingan genotip = MM ; 2 Mm ; mm = 1 ; 2 ; 1

Perbandingan fenotip = Merah ; merah ; putih = 3 ; 1


Persilangan Resiprok

P = bunga putih (mm) X bunga merah (MM)

Gamet = m M

F1 = Mm (merah)

F2 = F1 X F1

Mm X Mm

Perbandingan genotip = MM ; 2 Mm ; mm = 1 ; 2 ; 1

Perbandingan fenotip = Merah ; merah ; putih = 3 ; 1

Persilangan Intermedier

P = bunga merah (MM) X bunga putih (mm)

Gamet = M m

F1 = Mm (merah muda )

F2 = F1 X F1

Mm X Mm

Perbandingan genotip = MM ; 2 Mm ; mm = 1 ; 2 ; 1

Perbandingan fenotip = Merah ; merah muda ; putih

1; 2; 1

Perkawinan Test Cross

Adalah perkawinan antara F1 dengan homozigot resesif.


Kemungkinan pada F2 akan dihasilkan fenotip merah dan putih dengan perbandingan
yang sama.
P = bunga putih (mm) X bunga merah (MM)

Gamet = m M

F1 = Mm (merah)

F2 = F1 X homozigot resesif
Mm X mm

Perbandingan genotip = MM ; mm = 1 ; 1

perbandingan fenotip = Merah ; putih = 1 ; 1

Perkawinan Back Cross :

Adalah perkawinan antara F1 dengan homozigot dominan. Kemungkinan pada F2 akan


dihasilkan 100 % fenotip yang bersifat dominan.

P = bunga putih (mm) X bunga merah (MM)

Gamet = m M

F1 = Mm (merah)

F2 = F1 X homozigot dominan

Mm X MM

Perbandingan genotip = MM ; Mm = 1 ; 1

Fenotip = 100% Merah

Perkawinan Dihibrid

Perkawinan individu yang memiliki 2 karakter atau sifat beda. Disebut juga hukum
Asortasi.

P = Bulat hitam (BBHH) X kisut putih (bbhh)

Gamet = BH bh

F1 = BbHh (Bulat Hitam)

F2 = BbHh X BbHh

Gamet = masing-masing individu mempunyai 4 gamet yaitu : BH, Bh, bH, bh.
Maka kemungkinan individu yang terbentuk pada generasi kedua adalah 4 X 4 = 16.

B. MACAM-MACAM KELAINAN GENETIK BERDASARKAN HUKUM


MENDEL
Polimeri

Beberapa pasang gen mempengaruhi satu karakter tertentu. Misalnya karakter warna
merah yang ditentukan oleh gen M. Semakin banyak gen penghasil warna merah maka
warnanya menjadi merah pekat sedangkan yang tidak mengandung gen penghasil warna
merah akan membentuk warna putih . Peristiwa dengan gen yang mempunyai banyak
gejala ini disebut poligen.

P= bunga merah tua (M1M1M2M2) X bunga putih (1m1m2m2)

Gamet = M1M2 m1m2

F1 = M1m1M2m2 (merah muda )

F2 = F1 X F1

M1m1M2m2 X M1mM2m2

Perbandingan : 9 M1-M2- = Merah tua

3 M1-m1m2 = Merah

3 m1m2M1- = Merah muda

1 m1m1m2 m2= putih

Perbandingan fenotip = 15 ; 1 = merah ; putih

3. Kriptomeri

Adalah gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berada bersama-sama dengan
gen dominan lainnya dan baru akan tampak bila berdiri sendiri-sendiri.

Bila = A= ada bahan dasar pigmen antosianin (merah)

a = tidak ada bahan dasar pigmen antosianin

B = reaksi plasma sel bersifat basa

B = reaksi plasma sel bersifat asam

P = Merah (AAbb) X Putih (aabb)

Gamet = Ab ab

F1 = AaBb (Merah)

F2 = F1 X F1

AaBb X AaBb

Perbandingan : 9 A-B- = (antosianin + basa) = Ungu

3 A-bb = (antosianin + asam) = Merah


3 aaB- = ( tidak ada antosianin + basa)= Putih

1 aabb = (tidak ada antosianin + asam) = Putih

Perbandingan fenotip = Ungu; Merah; Putih = 9; 3; 4.

Epistasis hipostasis = 12;3;1

Peristiwa dimana alel suatu gen menekan/menghalangi pemunculan sifat alel gen yang
lain. Gen yang menekan/menghalangi = epistatis

Gen yang ditekan/dihalangi = hipostatis

Misalnya: Gen H (hijau) dominan terhadap h (putih)

Gen K (kuning) dominan terhadap k (putih)

Gen H epistasis terhadap K, K hipostasis terhadap gen H

P = Hijau (HHkk) X Kuning (hhKK)

Gamet = Hk hK

F1 = HhKk (Hijau)

F2 = F1 X F1

HhKk X HhKk

Perbandingan : 9 H-K- = Hijau

3 H-kk = Hijau

3 hhK- = Kuning

1 hhkk = putih

Perbandingan fenotip = Hijau; Kuning ; Putih = 12; 3; 1.

Komplementer/ Epistasis ganda

Komplementer adalah gen-gen yang berinteraksi dan saling melengkapi. Bila salah satu
gen tidak ada maka pemunculan karakter akan terhalang atau tidak sempurna. Bila ada 2
gen yang berinteraksi :
T = menyebabkan tumbuhnya bahan mentah pigmen

t = tidak menumbuhkan pigmen

P = menumbuhkan enzim pengaktif pigmen

p = tidak mampu menumbuhkan enzim

Individu yang mempunyai T tanpa adanya gen P akan berwarna putih demikian pula
individu yang mengandung gen P tanpa T tetapi individu yang mempunyai gen T dan P
akan berwarna merah

P = TTpp (putih) X ttPP (putih)

Gamet = Tp tP

F1 = ttPp (putih)

F2 = 9 T-P- = merah

3 T-pp = putih

3 ttP- = putih

1 ttpp = putih

Perbandingan fenotip = Merah ; putih = 9 ; 7.

Penurunan secara Mendel (Mendelian inheritance) pada manusia / kedokteran

1. Huntington disease

Degenerasi gradual sistem syaraf menyebabkan kelumpuhan & kematian dini. Setiap
penderita mempunyai sekurang-kurangnya salah satu orang tua menderita penyakit yang
diturunkan.

2. Faktor Rhesus (Rh)

Kelinci diimunisasi eritrosit kera Macaca rhesus anti Rh (Ab).

Rh Ab + darah Rh+ (Kaukasia) aglutinasi (+)


Rh Ab + darah Rh- (non-Kaukasia) aglutinasi (-)

Rh+ dominan terhadap Rh-


Rh+ Rh+ X Rh- Rh-

Rh+ Rh- (anemia hemolitik / eritroblastosis fetalis)

Anak (Rh+) diturunkan oleh orangtua (Rh+), orangtua (Rh-) tidak pernah melahirkan anak
(Rh+).

3. Cystic fibrosis

Kelainan kelenjar eksokrin :

- memproduksi mukus (sekret) sangat peka


- kandungan NaCl tinggi pada keringat
- efek pada saluran pernafasan mudah terinfeksi
meninggal pada usia muda.

Orang tua normal mungkin mempunyai anak cystic fibrosis. Orang tua yang
mempunyai anak cystic fibrosis, kemungkinan mempunyai anak cystic berikutnya
adalah .
Aa X Aa

Aa Aa Aa aa

C. PENURUNAN SIFAT RANGKAI SEKS

Terangkai kromosom-X dominan : An-enamel

1. Tidak mempunyai lapisan email yang melindungi permukaan gigi sehingga penderita
penyakit ini menjadi sensitif terhadap makanan yang panas, dingin ataupun asam
sehingga gigi mudah rusak.

2. Anenamel dilambangkan dengan huruf A karena kelainan ini diturunkan secara


dominan. Penyakit ini lebih parah pada laki-laki XAY karena laki-laki hanya
mempunyai satu kromosom X. Pada wanita menjadi parah jika kedua kromosom X
nya membawa gen A (XAXA).

Sedangkan wanita yang mempunyai gen A pada salah satu kromosom Xnya yaitu
A
XX dinamakan wanita carier atau wanita pembawa gen anenamel.

Terangkai krom- X resesif : Buta Warna.

1. Buta warna total : tidak dapat melihat semua warna. Dunia ini hitam, putih dan abu-
abu bagi penderita buta warna total.
2. Gen buta warna dilambangkan dengan huruf bw (singkatan butawarna) atau cb
(singkatan colour blind) yang ditulis dengan huruf kecil karena sifat ini diturunkan
secara resesif.
3. Buta warna sebagian/partial tidak mampu melihat salah satu warna primer yaitu
merah, biru dan hijau.

Wanita butawarna : XcbXcb

Pria butawarna : XcbY

Wanita carier : XXcb

Penurunan rangkai sifat kromosom - Y

1. Hypertrichosis : tumbuhnya rambut di daerah telinga.

2. Webbed toes : tumbuhnya selaput diantara jari-jari tangan dan kaki

3. Hystrix gravior : tumbuhnya rambut yang kasar dan panjang diseluruh tubuh

4.

GENETIKA NON-MENDEL (MODIFIKASI MENDEL)


Pola penurunan non-Mendelian adalah suatu pernyataan umum yang merujuk kepada
pola penurunan sifat di mana sifat-sifat yang diwariskan tidak mengikuti aturan Mendel (pola
penurunan Mendelian). Pola-pola penurunan non-Mendelian yang diketahui sampai saat ini
adalah:

1. Penurunan sifat ekstranukleus (Extranuclear inheritance). Penurunan ini meliputi


penurunan DNA yang terdapat di klorofil dan mitokondria (keduanya berada di luar nukleus).
Tahun 1908, Carl Correns menemukan bahwa warna daun pada Mirabilis jalapa diturunkan
secara maternal. Ruth Sager kemudian mengidentifikasi bahwa DNA klorofil yang
bertanggung jawab atas penurunan ini. Mary dan Hershel Mitchell juga menemukan sifat
tertentu pada kapang Neurospora crassa yang dibawa secara maternal oleh DNA
mitokondria.

2. Infectious heredity. Infectious heredity merupakan pola penurunan yang didasari atas
infeksi partikel-partikel infeksius seperti virus dan bersifat melekat di sitoplasma sehingga
mengubah fenotip individu dan dapat ditransmisikan hingga ke tahap progenik.
3 Konversi gen. Konversi gen merupakan suatu proses perbaikan dalam rekombinasi DNA, di
mana sepotong sekuens DNA ditransferkan dari satu heliks ke heliks lain sehingga mengubah
keseluruhan DNA heliks tersebut..

4. Mosaikisme. Mosaikisme merupakan suatu keadaan di mana pada tubuh seseorang


terdapat sel yang memiliki perbedaan genetik dari sel-sel tubuh lainnya. Hal ini dapat
disebabkan karena mutasi yang terjadi hanya di jaringan tertentu. Apabila mutasi terjadi pada
sel-sel gamet, maka mutasi akan diturunkan.

5. Genomic imprinting. Genomic imprinting merupakan suatu keadaan di mana sebelum gen
diwariskan kepada anakan, terlebih dahulu gen tersebut ditandai sehingga mengubah bacaan
fenotip gen tersebut.

6. Kesalahan pengulangan trinukleotida, yaitu kesalahan yang terjadi akibat pengulangan


tandem mikrosatelit yang terdiri atas trinukleotida dan dapat mempengaruhi bacaan asam
amino. Contoh penyakit yang disebabkan oleh kesalahan pengulangan trinukleotida adalah
penyakit Huntington dan sindrom fragile-X.

Pola penurunan non-Mendelian: penurunan maternal

Penurunan non-Mendelian maternal mengacu pada konsep penurunan suatu sifat tertentu
melalui garis keturunan ibu. Hingga sampai saat ini diketahui penyebab dari hal tersebut
adalah DNA mitokondria dan DNA klorofil. Teori tertentu menyebutkan bahwa mitokondria
dan klorofil adalah organisme mikroskopis purba yang menginvasi sel eukariotik dan tinggal
di dalamnya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa mitokondria dan klorofil memiliki
DNA sendiri, selain itu mitokondria memiliki kemampuan untuk menghasilkan energi.

Khusus pada organel mitokondria, pola pewarisannya secara maternal disebabkan oleh
peristiwa pembuahan sel telur oleh sel sperma, di mana hanya kepala dari sel sperma yang
sanggup memasuki sel telur sehingga mitokondria sperma yang melekat di ekor sperma
menjadi ikut terlepas bersamaan dengan ekor sperma itu sendiri. Akibatnya satu-satunya
sumber mitokondria untuk zigot yang kemudian terbentuk hanya sel telur. Itu sebabnya
mitokondria yang terdapat pada makhluk hidup saat ini berasal dari mitokondria sel telur,
dengan demikian DNA mitokondria yang terdapat pada sel makhluk hidup saat ini berasal
dari DNA mitokondria maternal. Sehingga mutasi yang terjadi pada DNA mitokondria
diwariskan secara maternal.

Akibat dari mutasi DNA Mitokondria

Mutasi pada DNA mitokondria dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti Lebers
hereditary optic neuropathy (LHON, gangguan saraf neuropatik herediter Leber),
kemerosotan fungsi jantung, penyakit muskular, ketulian, miopatik mitokondrial, sindrom
Leigh, neuropathy/ataxia/retinitis pigmentosa/ptosis (NARP), myoneurogenic gastrointestinal
encephalopathy (MNGIE), dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Wikipedia the free encyclopaedia. Mendelian inheritance [Online]. 2009 March 22 [cited
2009 March 31]; Available from: URL:
URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Mendelian_inheritance

[2] Saunders. Kamus saku kedokteran Dorland. 25th ed. Jakarta: EGC; 1998.

[3] Wikipedia the free encyclopaedia.Non- Mendelian inheritance [Online]. 2009 Feb 23
[cited 2009 March 31]; Available from: URL: URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Non-
Mendelian_inheritance

[4] University of California-Irvine. Mitochondrial DNA mutations can cause degenerative


heart and muscle disease. [Online]. 2008 Feb 14 [cited 2009 March 31]; Available from:
URL:http:// www.physorg.com/news122221913.html

[5] Guan MX, Enriquez JA, Fischel-Ghodsian N, Puranam RS, Lin CP, Maw MA, et al. The
deafness-associated mitochondrial DNA mutation at position 7445, which affects
tRNASer(UCN) precursor processing, has long-range effects on NADH dehydrogenase
subunit ND6 gene expression [Online]. Mol Cell Biol 1998 Oct; 18(10):5868-79.

[6] Wallace DC, Singh G, Lott Mt, Hodge JA, Schurr TG, Lezza AMS et al. Mitochondrial
DNA mutation associated with Lebers hereditary optic neuropathy. Science
1988;242:1427.

[7] Wikipedia the free encyclopaedia. Lebers hereditary optic neuropathy [Online]. 2009
March 24 [cited 2009 March 31]; Available from: URL:
URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Lebers_hereditary_optic_neuropathy

[8] Yen MY, Yen TC, Pang CY, Liu JH, Wei YH. Mitochondrial DNA mutation in Lebers
hereditary optic neuropathy. Investigate Ophthalmology & Visual Science 1992
July;33:2561-6.

[9] Hudson G, Carelli V, Horvath R, Zeviani M, Smeets HJ, Chinnery PF. X-Inactivation
patterns in females harboring mtDNA mutations that cause Leber hereditary optic
neuropathy. Mol. Vis. 2007;13:2339-43.

[10] Hudson G, Carelli V, Spruitj L, et al. Clinical expression of Lebers hereditary optic
neuropathy. Am. J. Hum. Genet. 2007 August;81(2):228-33.

Anda mungkin juga menyukai