A. Latar Belakang
Manusia dan lingkungan pada hakekatnya ibarat satu bangunan yang
seharusnya saling menguatkan karena manusia amat bergantung pada lingkungan,
sedang lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Namun dilihat dari sisi
manusia maka lingkungan adalah sesuatu yang pasif, sedang manusialah yang aktif,
sehingga kualitas lingkungan amat bergantung pada kualitas manusia.
Sasaran kebijakan lingkungan hidup adalah merupakan perwujudan dari
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan (sustainability) dan berkeadilan seiring dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat.1
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan standar
yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi
kebijaksanaan pembangunan. Artinya, dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan
kemampuan sumberdaya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari
pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi,
kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap
pembangunan yang merusak (destruktif) yang tidak bertanggungjawab terhadap
B. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tentang
1. Untuk mengetahui penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun1997 tentng
Pengelolaan Lingkungan Hidup Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam
perspektif otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota
Binjai, beserta kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya.
BAB II pembahasan
C. Proses dan Mekanisme Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam
Otonomi Daerah
yang semakin kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju
pertambahan penduduk.
Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata sejak dini
dengan melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan yang dihadapi
oleh daerah-daerah perkotaan di Indonesia. Melihat kecenderungan perkembangan
dan tantangan pembangunan daerah-daerah perkotaan dimasa yang akan datang, perlu
juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini mungkin,
salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah meningkatkan dan memantapkan
peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk mendorong peran swasta dan
masyarakat dalam pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang
kondusif bagi peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita ketahui
bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan berkelanjutan
diletakkan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun, didalam pengalaman
prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali
dengan akibat kerusakan lingkungan yang mengganggu kelestarian alam.
Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah
terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh
kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah yang
memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam
di daerah.
Untuk itulah kebijakan dan program pembangunan nasional ditetapkan
sesuai dengan amanat konstitusi berdasarkan visi bangsa Indonesia yang ingin
dicapai yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai demokratis,
berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara Kesatuan
Republik Indonesia yang didukung manusia Indonesia yang sehat, mandiri,
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan
lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang
tinggi serta disiplin.
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan
dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam
pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna
pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan.
Dalam rangka mewujudkan visi yang dimaksud di atas telah ditetapkan
salah satu misi pembangunan ekonomi nasional, yaitu pemberdayaan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan
koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan,
dan berkelanjutan.
Pengelolaan lingkungan dilakukan berdasarkan pengelolaan atas dasar
batas sistem ekologi suatu kawasan akan menjadi tidak efektif karena adanya
batasan administratif masing-masing daerah otonom. Pembagian batas wilayah
pengelolaan yang dipaksakan tersebut memunculkan dilema yang saat inisedang
dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota. Dilema pengelolaan sumber daya alam
dalam lingkup satu wilayah administratif relatif lebih kecil dibandingkan
pengelolaan sumber daya alam yang lintas batas administratif, bahkan pengelolaan
sumber daya alam lintas batas tersebut merupakan salah satu sumber konflik
antara beberapa wilayah kabupaten/kota.
Bertitik tolak dari kondisi yang sedang terjadi di atas, perlu segera
dirumuskan sebagaimana menyikapi penerapan otonomi daerah dalam konteks
pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam baik yang berada dalam batas
administratif satu daerah otonom maupun sumberdaya alam yang lintas batas
administratif. Forum dialog merupakan wahana yang tepat untuk menselaraskan
kembali, antara kerangka kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan
lingkungan di satu-sisi dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah
kabupaten/kota.
Untuk mengatasi berbagai masalah di bidang pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, telah ditetapkan salah satu prioritas pembangunan
ekonomi nasional, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan
pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi
kerakyatan. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam bab ini
menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta
keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup
sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin.
Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya dapat memberikan
akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok
masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber
daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan
lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya
alam secara berkelanjutan.
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup harus dioptimalkan karena hal ini sangat penting peranannya terutama dalanl
rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan
bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologi. Sejalan
dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya. alam dimaksudkan
untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi
lingkungan.
Otonomi daerah merupakan potensi utama dalam pengelolaan lingkungan
hidup dengan lebih baik, dalam perwujudan pemerintahan yang baik, tuntutan
kualitas sumberdaya manusia sangat diperlukan dalam rangka implementasi otonomi
daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu dengan adanya :
1. Visi dan orientasi yang menghargai keterbatasan daya dukung lingkungan (pro
nature). Visi yang demikian diharapkan mampu memadukan aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
2. Profesional, terbuka, akuntabel. Syarat inin diperlukan dalam menciptakan
pemerintahan yang kuat (profesional) tetapi responsif terhadap kepentingan,
aspirasi dan tuntutan masyarakat.
3. konsisten dan memiliki integritas, hal ini diperlukan dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum mempersyaratkan lembaga peradilan yang independen dan
tidak memihak.
4. Berpikir dalam kerangka sistem dan holistic (bukan parsial dan ego daerah).
5. Daya kritis dan partisipatif dari masyarakat. Sebagaimana diketahui, salah satu
pendorong penataan lingkungan (environmental complience) adalah adanya
tekanan masyarakat.juga merupakan kontrol terhadap kebijakan pemerintah.
Karena itu diperlukan daya kritis dan peran aktif masyarakat dalam penyusunan
kebijakan dan implementasi. Daya kritis tentang lingkungan seharusnya perlu
dilarutkan dalam agenda politik, kinerja wakil
rakyat dan parpol harus dievaluasi dari aspek lingkungan.38
Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang
penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan
menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal
maupun horizontal.
Jika semua pihak telah melarutkan aspek lingkungan dalam pertimbangan
kebijakannya, maka aspek lingkungan akan inheren dalam perilaku sehari-hari. Jika
terjadi penyimpangan, akan mendapat teguran dari yang melihatnya. Perilaku yang
demikian ini merupakan bagian penting dari self regulation dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Kemudian sistem hukum yang baik juga sangat diperlukan dalam
pengelolaan lingkungan hidup, dimana hukum lingkungan harus memiliki perspektif
berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender,
dan pemerintahan yang baik (good governance).
Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup
harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan
dalam rangka mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar
sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan
mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumberdaya alam yang terdapat pada
lingkungan hidup harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik
Kepala Dinas Tata Kota kota Binjai dengan mengisi formulir yang telah
disediakan untuk itu dan melampirkan syarat-syarat sebagai berikut :
1) surat permohonan diketahui oleh Kepala Kelurahaan setempat dan dibubuhi
material.
2) Fotocopy surat tanah yang dilegalisir camat setempat. Bagi tanah yang
dilegalisir camat setempat. Bagi tanah yang bersertifikat, melampirkan bukti
penguasaan/ pemilikan tanah lainnya dengan dilengkapi surat keterangan
tidak silang sengketa dari Lurah dan diketahui oleh Camat setempat.
3) Gambar bangunan terdiri dari :
a). Gambar rencana bagunan
b). Gambar konstruksi
c). Perhitungan konstruksi, rencana anggaran biaya serta gambar instalasi
untuk bangunan khusus atau bila dianggap perlu yang ditandatangani oleh
perencanaan.
d). Sistem pengelolaan limbah untuk bangunan khusus
e). Produk Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
f). Foto copy pelunasan PBB tahun terakhir.
Setelah prosedur dan syarat-syarat diatas telah dipenuhi oleh orang pribadi
atau badan hukum maka izin tersebut berlaku 6 (enam) bulan sejak izin diterbitkan
dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah.
(Pasal 3 Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadaya Binjai Daerah Tingkat II Binjai Nomor
23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan).
Dari ketentuan peraturan di atas jelas bahwa hukum lingkungan merupakan
hukum yang berorientasikan lingkungan hidup. Ketentuan dari Perda di atas
merupakan peraturan hukum yang berorientasikan kepada izin untuk mendirikan
bangungan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya permasalahan lingkungan yang
membahayakan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
smergi, terkoordinasi dan terintegrasi, merupakan upaya yang sangat strategis bagi
kepentingan nasional, sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai gerakan berskala
nasional yang terencana dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik
pemerintah, swasta dan masyarakat luas melalui suatu perencanaan,
pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efesien.
Di samping itu pelaksanaan Gerhan diharapkan sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara
nyata. Sehingga perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat melalui
upaya pengembangan kelembagaan aparatur pelaksana, penyuluhan dan pendampingan
kepada kelompok tani serta pengembangan kemitraan.
Dalam pelakanaannya Pemerintah Kota Binjai telah melakukan penanaman
bibit pohon sebanyak 48.000 bibit pohon. Adapun jenis bibit tersebut antara lain :
Pohon Rambutan, Mangga, Mahoni, Meranti, Melinjo, Asam Glugur, Jati, Jengkol,
Pete, Mindi dan sebagainya.
6. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Dalam Rangka Penataan Lingkungan
Adipura
Adipura merupakan prestasi tertinggi dari tata penyelenggaraan
pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup (good environmental
governance). Sudah menjadi tuntutan global juga relevan dengan kebijakan
pembangunan nasional, yaitu pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan.
Penilaian adipura dilakukan meliputi penilaian tingkat kebersihan,
keteduhan, dan berwawasan lingkungan, semisal kantor, rumah sakit, puskesmas,
sekolah, taman, perumahan dan jalan-jalan yang kesemuanya berjumlah 67 titik
penilaian. Dalam rangka untuk meraih adipura dilakukan penataan lingkungan
adipura dengan melakukan sosialisasi untuk memotivasi masyarakat agar turut serta
dalam menjaga, menata dan memelihara pelestarian lingkungan. Sehingga piala
adipura sebagai penghargaan pada bidang kebersihan yang merupakan dambaan
setiap daerah dapat diraih dan dipertahankan.
Kota Binjai telah beberapa kali memperoleh piala Adipura sebagai
penghargaan maupun supremasi dalam bidang penataan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance) di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Penghargaan ini didapat setelah melakukan pembenahan terhadap tatanan sosial,
politik, hukum yang berjalan saat ini untuk mewujudkan pemerintahan yang baik
(good governance). Dan pada tahun 2007 ini pemerintah kota Binjai meraih
kembali predikat Piala Adipura yang diserahkan langsung oleh Presiden Soesilo
Bambang Yodhoyono di Istana Negara yang diterima oleh Walikota Binjai,
Untuk membenahi dan memperkuat pemerintahan yang baik (good
governance) diperlukan paling tidak ada 5 (lima) yang harus dilakukan, yaitu :
a. Legislatif, lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi control yang
efektif.
b. Yudikatif, pengadilan yang independen (mandiri, bersih dan professional).
c. Eksekutif, aparatur pemerintah (birokrasi) yang professional
d. Masyarakat yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi control public;
e. Desentralisasi dan lembaga di daerah yang kuat.
Kepemerintahan yang baik juga dituntut di bidang lingkungan hidup. Sejak
Konferensi Bumi Rio de Janeiro tahun 1992, Negara - Negara yang turut
menandatangani Deklarasi Rio dituntut untuk menjalankan pemerintahan yang
berwibawa, khususnya di bidang lingkungan hidup (good environmental governance)
atau Tata Praja Lingkungan. Beberapa faktor yang diyakini sebagai prinsip dari
Pemerintahan yang sudah melaksanakan tata praja lingkungan yang baik.
7. Kebijakan Pengelolaan Daur Ulang Limbah Rumah Tangga
Untuk menanggulangi daur ulang limbah rumah tangga, pemerintah daerah
kota Binjai dalam hal ini Bapedaldako Binjai melakukan kegiatan Sosialisasi dan
Pelatihan Daur Ulang Limbah Rumah Tangga bertujuan untuk memanfaatkan limbah
rumah tangga seperti sisa-sisa minyak goreng (jelantah) untuk diolah menjadi bahan
produktif seperti hiasan rumah tangga.
Pemanfaatan Sampah-sampah rumah tangga yang dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk kompos, kompos merupakan pupuk yang penting karena kompos merupakan
pupuk organik. Penggunaan pupuk organik makin digalakkan penggunaannya karena
mempunyai tiga keuntungan, yaitu keuntungan bagi lingkungan, keuntungan bagi tanah,
dan keuntungan bagi tanaman. Kompos sangat membantu dalam penyelesaian
masalah lingkungan, terutama sampah. Karena bahan baku pembuatan kompos
adalah sampah maka permasalahan sampah rumah tangga dan sampah kota dapat di
atasi. Peserta sosialisasi dan pelatihan ini dihadiri dan diikuti oleh para ibu-ibu rumah
tangga. Kegiatan ini merupakan bentuk kerjasama Bapedalda Kota Binjai dan Bapedalda
Propinsi Sumatera Utara. Kegiatan ini sangat menarik dan mendapatkan respon yang
positif dari para peserta pelatihan.
E. Kelemahan
khususnya bagi pihak perusahaan untuk mengurus proses pembuatan sertifikasi izin
yang mereka perlukan..
Oleh karena itu untuk menunjang adanya saling keterkaitan antara
masyarakat dengan kelembagaan untuk mendapatkan izin yang mereka perlukan
maka perlu disusun suatu sistem administrasi yang baik sehngga dapat menentukan
peran dan wewenang dalam pelaksanaan penerbitan izin dengan hubungannya dengan
pengelolaan lingkungan hidup. Sistem administrasi yang baik tentunya mempunyai
peran yang sangat penting untuk dijadikan pedoman dari setiap aparatur pemerintah
dan secara kelembagaan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk melayani
masyarakat. Hal ini dipandang dari aspek ekonomi, sosial politik dan lingkungan dari
setiap kelembagaan sehingga tercipta hubungan yang baik dengan masyarakat.
3. Kurangnya sosialisasi dari instansi yang berwenang mengenai pentingnya
pengelolaan lingkungan hidup.
Permasalahan mengenai kurangnya sosialisasi dari instansi yang
berwenang mengenai pentingnya lingkungan hidup bagi masyarakat dan pihak pelaku
kegiatan usaha dan/atau kegiatan merupakan permasalahan yang seharusnya tidak
perlu terjadi. Hal ini disebabkan karena pemerintah dengan diwakilkan oleh instansi
yang berwenang untuk itu telah memiliki tanggungjawab untuk memberikan
informasi dan melakukan pengawasan yang baik kepada segala jenis usaha dan/atau
kegiatan yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Sosialisasi ini diperlukan untuk memberitahukan bahwa pengembangan
lingkungan tidak cukup hanya mengatur mengenai pengelolaan sumberdaya alam
secara bertanggungjawab, tetapi harus didukung oleh partisipasi masyarakat yang
dilengkapi dengan langkah-langkah usaha pengembangan konsumsi dan pola hidup
yang wajar sesuai dengan kemampuan daya dukung alam demi menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
4. Keterbatasan Biaya
Keterbatasan biaya dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan
permasalahan klasik yang saat ini sedang dialami oleh pemerintah daerah dalam
menjalankan program-program pengembangan dan pelestarian lingkungan hidup
tidak berjalan dengan baik. Hal ini memicu terjadinya penurunan kualitas lingkungan
hidup sebagai akumulasi dari pemanfaatan sumber daya alam akibat dari proses
pembangunan di daerah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Jika
hal ini terjadi ditengah-tengah masyarakat maka bukan tidak mungkin akan memicu
berbagai konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh permasalahan lingkungan hidup.
Kasus-kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan akan semakin
meluas akibat dari banyaknya bangunan-bangunan, usaha dan/atau kegiatan yang
berwawasan lingkungan karena tidak memiliki izin untuk menjalankan usaha danatau
kegiatan. Oleh karena itu pemerintah kota Binjai harus segera mengantisipasi dengan
melakukan social control bagi segala usaha dan/atau kegiatan yang tidak peduli
terhadap Pengelolaan lingkungan hidup.
pelanggaran. adapun upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melalui berbagai
instrumen hukum, yaitu Administrasi (Tata Usaha Negara), Pidana ataupun Perdata
F. Kekuatan
1. Mengacu pada visi Kota Binjai dalam mewujudkan Kota Binjai yang bersih,
nyaman, mandiri, sejahtera dan berwawasan lingkungan. Pembangunan
pada setiap sektor hendaknya lebih diperhatikan dan dijaga terhadap dampak
lingkungan yang dihasilkan dari pembangunan tersebut. Seperti halnya
pemenuhan penyediaan sarana dan prasarana penunjang untuk mewujudkan
kelestarian lingkungan sekitar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dampak
yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut, karena ketiadaan sarana
penunjang terhadap lingkungan tersebut serta dalam upayamengurangi
tingkat kerusakan maupun degradasi terhadap lingkungan hidup. Hal ini
dimaksudkan dalam upaya menjamin keberlanjutan pembangunan, yaitu :
a. Pemberian kewenangan yang luas terhadap daerah dalam pengelolaan
sumber daya alam sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Mengantisipasi tekanan - tekanan dari pihak - pihak lain, baik yang
berdampak secara langsung maupun tidak langsung dari
pembangunan tersebut, yang disebabkan telah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan terhadap lingkungan.
2. Peningkatan dan pengoptimalan pemanfaatan area yang mengacu pada
prinsip tata ruang, kelengkapan dan rekomendasi terhadap pemecahan issu
lingkungan di Kota Binjai. Dengan ditingkatkannya fungsi pengawasan,
penertiban dalam pemberian ijin dengan pertimbangan
Dari uraian dalam tulisan ini, maka dapatlah diberikan kesimpulan demi
menjawab permasalahan, yaitu :
1. Otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemerintah
daerah secara proporsional untuk mengembangkan potensi yang ada dalam proses
pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa
lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya
alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu peran pemerintah daerah kota Binjai
dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat diperlukan
untuk mengurangi terjadinya dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap
memperhatikan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan,
penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan
pemerintah yang baik.
2. Pelaksanaan kebijakan pengelola lingkungan hidup di kota binjai merupakan
bagian dari pembangunan nasional yang sejalan dalam rangka implementasi
otonomi daerah, berbagai kebijakan dan program yang telah dilakukan bertujuan
dalam rangka peningkatan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan
dengan tetap beracuan kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
sumberdaya alam dan lingkungan serta memberikan kesempatan kepada
masyarakat adat dan lokal untuk dapat berperan aktif sehingga pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan di kota Binjai dapat tetap terjamin.
B. Saran-Saran
A. Buku-Buku
Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia. Bandung: Alumni, 1983.
Absori, Penegakan Hukum Lingkungan & Antisipasi dalam Era Perdagangan Bebas.
Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2000.
Alvi Syahrin, Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Medan: Fakultas Hukum USU,
1997.
Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Rineka Cipta, 1997.
Bismar Nasution, dkk., Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan Tulisan
70 Tahun Prof. Muhamamad Abduh, SH. Medan: USU Press, 2004.
Nasution, Bismar, dkk., Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan Tulisan
70 Tahun Prof. Muhamamad Abduh, SH. Medan: USU Press, 2004.
Patterson, Edwin, Law in a Scientific Age. New York: Columbia University Press,
1963.
Rasjidi, Lili dan Putra, I.B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993.
B. Makalah
C. Peraturan Perundang-Undangan