Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Antibiotika merupakan bahan obat yang sangat memegang peranan penting dalam
meng-atasi penyakit infeksi di Indonesia. Dana yang di-perlukan untuk pengadaan
antibiotika kurang lebih 23,3 % dari seluruh anggaran obat-obatan yang terpakai di
Indonesia. Selama ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahan baku antibiotika
diimpor dari negara lain dengan nilai lebih dari Rp 122 milyar setiap tahunnya . Untuk
me-ngurangi ketergantungan terhadap negara lain, pemerintah Indonesia telah
menetapkan kebijakan bahwa secara bertahap bahan baku antibiotika akan diproduksi
secara fermentasi penuh dalam negeri, dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang
dimiliki.

Untuk keperluan produksi antibiotika seca-ra fermentasi, dibutuhkan strain-strain


mikroorgan-isme penghasil antibiotika yang potensial sebagai starternya. Di Indonesia,
data mengenai mikroorganisme penghasil antibiotika belum banyak dilaporkan,
sedangkan negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan Inggris tidak mau
memberikan atau menjual begitu saja strain mikro-organisme tersebut dan biasanya
diproteksi secara ketat karena menyangkut paten dan bisnis bahan baku obat dunia.

Penelitian tentang isolasi mikroorganisme penghasil antibiotika dari berbagai


sumber kekayaan alam Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu.
Yulinah berhasil mengisolasi mikroorganisme tanah penghasil antibiotika dari
Ujungkulon, Jawa Barat, dan saat ini telah didaftar-kan pada pusat koleksi
mikroorganisme di Amerika Serikat dengan nama Streptomyces indonesiensis. ATCC
45859 yang mempunyai aktivitas kuat seba-gai antijamur.

Sejak ditemukannya antibiotika yang pertama pada tahun 1929 oleh Alexander
Fleming, maka perkembangan penelitian yang mengarah pada penemuan-penemuan
baru terus berkem-bang dengan pesatnya. Program skrining intensif di semua negara
maju berlanjut sehingga jumlah antibiotika baru bertambah sekitar 50 – 100 jenis setiap
tahun. Pada tahun 1963 baru dikenal 513 jenis antibiotika tetapi pada tahun 1974 sudah
menjadi 4076 jenis dan sampai saat ini diperkira-kan sudah ditemukan lebih dari 6000

1
jenis anti-biotika. Dari jumlah tersebut 91 jenis antibiotika diproduksi secara komersial
dengan cara fermentasi dan 46 jenis antibiotika yang diproduksi secara semisintetik.

Bertitik tolak pada hasil penelitian tersebut dan untuk mengurangi ketergantungan
Indonesia terhadap negara lain dalam penyediaan bahan baku obat khususnya antibiotika,
maka sudah saatnya dilakukan penelitian yang lebih intensif. Salah satu penelitian yang
telah dilakukan adalah “Produksi Antibiotika secara Fermentasi dari Strain
Mikroorganisme Symbion Rumput Laut Eucheuma cottonii”.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan antibiotic?


b. Apa bahan baku (mikroorganisme ) yang digunakan?
c. Bagaimana metabolisme suatu organisme ?
d. Apa yang dimaksud dengan fermentasi ?

1.3. Tujuan

a. Dapat mengetahui pengertian antibiotic


b. Dapat mengetahui bahan baku yang digunakan dalam pembuatan antibiotic
c. Dapat mengetahui metabolisme organisme
d. Dapat mengetahui tentang fermentasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Definisi Antibiotik

Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba


pada manusia. Sedangkan antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme khususnya dihasilkanoleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang
dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain
(Utami,2011)

a. Klasifikasi Antibiotik
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya,yaitu:
1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, antara lain beta laktam
(penisilin, sefalosporin, monobaktam,karbapenem, inhibitor beta
laktamase),basitrasin, dan vankomisin.
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein antara lain, aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida(eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin,mupirosin, dan spektinomisin.
3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat
antara lain,trimetoprim dan sulfonamid.
4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain,kuinolon,
nitrofurantoin(Kemenkes,2011)

a. Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik memiliki prinsip-prinsip yang harus dilakukan sebagai
pedoman dalam penggunaanya. Prinsip tersebut antara lain pengunaan antibiotik bijak,
terapi empiris dan definitif, profilaksis bedah dan kombinasi.Pengunaan antibiotik secara
bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat,
dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat dengan ditandai
pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini
pertama.Terapi empiris dalam penggunaan antibiotik merupakan penggunaan antibiotik
pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.

2.2. Mikroorganisme Yamg Digunakan


Rumput laut atau Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris,
percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus(tonjolan-
3
tonjolan), berwarna coklat kemerahan, cartilageneus(menyerupai tulang rawan atau
muda), percabangan bersifat alternates(berseling), tidak teratur serta dapat bersifat
dichotomus(percabangan dua-dua) atau trichotomus(sistem percabangan tiga-tiga).
Rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada lapisan fotik,
yaitu pada kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. Di alam, jenis
ini biasanya hidup berkumpul dalam satu komunitas atau koloni (Anggadiredjo, 2006).
Berikut adalah klasifikasi dari Eucheuma cottoni
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Ordo: Gigartinales
Famili: Solieriaceae
Genus: Eucheuma
Spesies: Eucheuma cottonii
Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak,
dan abu. Selain itu juga merupakan sumber vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12,
dan vitamin C, serta mengandung mineral seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan Iodium (Istini,
1986).

2.3. Metabolisme mikroorganisme


Metabolisme didefinisikan sebagai suatu rangkaian proses transformasienzimatis
molekul organik dalam sel (Lehninger, 1991). Metabolisme sel ini merupakan aktivitas
yang teratur dan melibatkan rangkaian kerja enzim-enzim.Proses metabolisme dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Metabolisme primer
Metabolisme primer merupakan serangkaian proses yang bersifat menyusun atau
menghancurkan makromolekul seperti karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhanmikroba. Senyawa yang
dihasilkan disebut metabolit primer (Manitto,1981).Metabolisme primer biasanya
terbentuk selama fase eksponensial (Jawetz,1986). Proses ini hampir semua organisme
memiliki kesamaan meskipunorganisme tersebut mempunyai perbedaan genetik (Manitto,
1981).
b. Metabolisme sekunder

4
Metabolisme sekunder memiliki peranan cukup besar bagi kelangsungan hidup
mikroba terutama dalam menghadapi ancaman dari lingkungan atau serangan dari
mikroba lainnya atau bila mikroba dalam kondisi tertekan.Produk yang dihasilkan disebut
metabolit sekunder, sifatnya spesifiktergantung jenis spesiesnya dan terbentuk pada fase
stasioner pertumbuhanmikroba (Stanbury et al., 2003).Manusia memanfaatkan metabolit
sekunder untuk berbagai hal antara lain,anti bakteri, beberapa merupakan inhibitor enzim
yang spesifik, pemacu pertumbuhan dan sebagian lagi memiliki efek farmakologi yang
penting (Stanbury & Whitaker, 1984).
Ada enam sifat khas metabolit sekunder yaitu, spesifik untuk satu atau beberapa
spesies, tidak diperlukan untuk pertumbuhan sel, produksinya sangat dipengaruhi oleh
faktor ligkungan, beberapa diproduksi mirip struktur, biosintesisnya dikendalikan oleh
mekanisme yang berbeda dengan metabolit primer dan metabolit sekunder biasanya
dihasilkan secaraekstraseluler (Crueger & Crueger, 1984).

2.4. Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin fervere yang berarti mendidih. Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan aksi ragi dalam ekstrak buah atau biji-bijian yang
menghasilkan gelembung-gelembung gas CO2 sebagai akibat proses katabolisme
anaerob dari gula yang terdapat dalam ekstrak.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fermentasi adalah penguraian metabolik
senyawa organik mikroorganisme yang menghasilkan energi yang pada umumnya
berlangsung dengan kondisi anaerobik dan dengan pembebasan gas. Secara skematis
proses fermentasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

Dalam biokimia dan mikrobiologi industri fermentasi diartikan


sebagaipembentukan energi melalui senyawa organik, sedangkan aplikasinya dalam

5
mikrobiologi industri pengertian tersebut menjadi lebih luas, yaitu suatu proses untuk
mengubah bahan dasar menjadi produk oleh massa sel mikroorganisme. Dalam suatu
fermentasi sistem tertutup dengan jumlah nutrien terbatas,biakan mikroba akan
mengalami empat fase pertumbuhan yaitu fase adaptasi, faseeksponensial/logaritmik,
fase pertumbuhan tetap dan fase kematian (Stanbury & Whitaker, 1984; Crueger &
Crueger, 1984). Fase-fase tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini,

Profil pertumbuhan mikroba dalam fermentasi sistem tertutup


Keterangan:
1=fase adaptasi
2=fase logaritmik
3=fase pertumbuhan tetap
4=fase kematian

a. Fase adaptasi
Fase ini terjadi bila mikroba dipindahkan ke dalam media kultur yang baru.
Dalam kondisi ini mikroba menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan tidak
terjadi penambahan jumlah sel. Lingkungan yang baru ini dapat berupa susunan medium
yang berbeda, perubahan pH, bertambahnya nutrien, berkurangnya zat penghambat
tumbuh dan faktor lainnya. Panjang pendeknya fase adaptasi tergantung padaperbedaan
kondisi lingkungan mikroba sebelum dipindahkan dengan lingkungan baru. Semakin
sesuai lingkungan untuk pertumbuhan mikroba serta umur inokulum tidak terlalu tua
maka makin pendek fase adaptasinya (Prescott et al., 1999; Stanbury & Whitaker, 1984).

b. Fase logaritmik

6
Fase logaritmik sel yang sudah beradaptasi dengan lingkungan baru mulai
mengalami pertumbuhan. Fase ini dinamakan fase tropophase yang berarti fase
pertumbuhan. Pada fase tersebut pertumbuhan sel merupakan pertumbuhan maksimum.
Selama fase eksponensial mikroba menghasilkan produk esensial untuk pertumbuhan sel
seperti asam-asam amino, protein, karbohidrat, lemak dan sebagainya (Stanbury &
Whitaker, 1984)

c. Fase stasioner
Fase stasioner keterbatasan nutrien dan akumulasi produk toksis menyebabkan
pertumbuhan mikroba melambat atau terhenti sama sekali serta jumlah populasi sel relatif
tetap (Morison, 1988) sehingga terjadi fase stasioner. Dalam fase ini terjadi perubahan
sistem metabolisme dari metabolisme primer ke metabolisme sekunder dan produk
metabolismenya disebut metabolit sekunder yang bersifat sangat khas dan tidak esensial
untuk pertumbuhan serta penting artinya bagi fermentasi komersial.

d. Fase kematian
Pada fase ini nutrien yang tersedia telah habis dan terjadi peningkatan produk
yang toksik, sehingga sel mengalami lisis total. Kematian mulai terjadi dan populasi sel
menurun dengan laju eksponensial (Crueger & Crueger, 1984; Stanbury & Whitaker,
1984).
Dengan memperhatikan fase pertumbuhan mikroba dalam medium yang
digunakan, kondisi fermentasi dapat dikendalikan untuk meningkatkan produk yang
diinginkan. Produk metabolisme primer dapat ditingkatkan dengan menggunakan kondisi
fementasi yang memperpanjang fase eksponensial. Kondisi fermentasi yang
memperpendek fase eksponensial dan memperpanjang fase stasioner ataupun mengurangi
laju pertumbuhan mikroba dalam fase eksponensial dapat mempercepat produk
metabolisme sekunder (Stanbury & Whitaker, 1984).

7
BAB III
METODELOGI

3.1. ALAT
Alat yang digunakan adalah inkubator (Memmert), Laminar Air Flow (Envirco),
autoklaf (All American), oven (WTB Binder E115), shaker (model VRN-480), sonikator
(Soniclean), cawan petri, sentrifugator (model DKC-1006T), labu erlen-meyer, gelas ukur
(Pyrex), jangka sorong (Tricle Brand), jarum ose bulat, jarum ose lurus, lampu spiritus,
lemari pendingin (Panasonic), mikropipet, pinset, tabung sentrifuse, tabung reaksi,
timbang-an analitik (Chyo), tip.

8
3.2. BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan adalah alga merah Eucheuma cottonii, akuades,
dimetil sulfok-sida (DMSO), etanol 70 % dan etanol 96%, kapas, kasa steril, kertas
cakram berdiameter 6 mm (Oxoid), medium PCA (Plate Count Agar), medium PDA
(Potato Dextrose Agar), medium PDY (Potato Dextrose Broth + Extract Yeast), medium
MHA (Muller Hinton Agar), dan natrium hipoklorit 1%.
3.3. CARA KERJA
a. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci bersih dengan deterjen lalu dibilas dengan air
kran dan terakhir dengan akuades. Alat tersebut kemudian dikeringkan di oven pada suhu
60 – 70oC dan ditutup dengan aluminium foil. Untuk tabung reaksi dan labu erlenmeyer
terlebih dahulu disumbat dengan kapas bersih kemudian disterilkan. Alat yang terbuat
dari gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180 oC selama 2 jam, sedangkan alat-alat
yang tidak tahan pemanasan tinggi dan berskala disterilkan dalam autoklaf pada suhu
121oC, tekanan 2 atm selama 15 menit. Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan
langsung hingga memijar.
b. Pembuatan Medium
1) Medium Marine Agar
Medium marine broth ditimbang sebanyak 52,4 g dan agar sebanyak 15 g,
kemudian didispersikan dengan air suling hingga 1000 ml. Medium dididihkan di atas
penangas air dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan
tekanan > 1 atm.
2) Medium Produksi
Sukrosa ditimbang sebanyak 20 g, pati terlarut 10 g, tepung kedelai 25 g,
dekstrosa 1 g, ekstrak ragi 1 g dan NaCl 10 g, kemudian didispersikan dengan air laut
hingga 1000 ml. Medium dididihkan di atas penangas air dan disterilkan di dalam
autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit dengan tekanan di atas 1 atm. tahun 1998 .
Selain itu pada tahun 1997, sebanyak 10 spesies mikroorganisme penghasil antibiotika
berhasil diisolasi dari tanah lokasi penumpukan.
3) Medium Muller Hinton Agar (MHA)
Medium Muller Hinton Agar ditimbang sebanyak 38,0 g kemudian didispersikan
dengan air laut hingga 1000 ml. Medium dididihkan di atas penangas air dan disterilkan
di dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit dengan tekanan di atas 1 atm.

9
4) Medium Plate Count Agar (PCA)
Sebanyak 22,5 g serbuk Medium Plate Count Agar didispersikan dengan air laut
hingga 1000 ml. Medium dididihkan di atas penangas air dan disterilkan di dalam
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan di atas 1 atm.

c. Pengambilan dan Penyiapan Sampel


Sampel alga merah Eucheuma cottonii diperoleh dari Dusun Barugaya, Desa
Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Sampel dicuci dengan air laut
sampai bersih dan dimasukkan ke dalam plastik sampel kemudian ditempatkan dalam
kotak pendingin (cool box) untuk diangkut ke laboratorium. Setelah sampai di
laboratorium, sampel alga merah terlebih dahulu dicuci dengan air laut sampai bersih dari
kotoran yang menempel, kemudian dibilas dengan air laut steril.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi bakteri Simbion


Sebelum mikroorganisme diisolasi dari rumput laut, terlebih dahulu dilakukan
determinasi sampel untuk memastikan jenis rumput laut yang digunakan adalah
Eucheuma cottonii. Hasil deter-minasi menunjukkan bahwa sampel yang diguna-kan
adalah benar Eucheuma cottonii. Isolasi bakteri simbion dari rumput laut Eucheuma
cottonii dengan metode tuang dengan variasi pengenceran dari 10-1 sampai 10-5

10
(Gambar 1 dan 2) menghasilkan tiga jenis isolat awal bakteri simbion yaitu: EC-1, EC-2,
EC-3. (gambar 3)

Dari hasil isolasi awal diperoleh 3 isolat bakteri simbion (Gambar 4) yaitu 3 isolat
bakteri endofit (EC-1, EC-2 dan EC-3). Untuk memurnikan menjadi monokultur, isolasi
dilanjutkan dengan cara menggores masing-masing isolat ke cawan petri yang berisi
medium MA baru. Hasil isolat murni ditandai dengan bentuk koloni dan warna yang
sama. Untuk mengamati apakah isolat yang didapatkan sudah murni maka dilakukan
peng-amatan makroskopik dengan cara meletakkan 1 ose isolat pada medium MA baru.
Proses pemisahan isolat bakteri simbion dari Euchema cottonii didasarkan pada karakter
morfologi koloni bakteri meliputi bentuk dan warna koloninya.

11
Proses pemisahan isolat bakteri simbion dari Euchema cottonii didasarkan pada
karakter morfologi koloni bakteri meliputi bentuk dan warna koloninya. ( Tabel 1)

4.2. Uji Antagonis Bakteri Simbion


Uji antagonis bakteri simbion adalah untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri
simbion un-tuk menghambat ataupun membunuh mikroorgan-isme lain (misalnya
mikroorganisme patogen). Uji ini dilakukan dengan membagi area pada cawan petri
dalam 2 bagian, area pertama digunakan un-tuk menggores isolat bakteri simbion
sedangkan area kedua untuk menggores organisme uji. Medi-um yang digunakan adalah
medium PCA (untuk isolat bakteri). Hasil positif ditandai dengan terben-tuknya zona
bening di sekitar goresan mikroorgan-isme uji atau tidak menyebarnya koloni mikro-
organisme uji dari daerah goresan.
Dari hasil uji antagonis terlihat semua iso-lat bakteri simbion menghambat
pertumbuhan bak-teri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan de-ngan tidak
menyebarnya bening di sekitar goresan. koloni bakteri dari daerah goresan dan
terkhusus isolat EC-1 memperlihat-kan adanya zona bening disekitar goresan. (gambar
5).

12
Dari hasil uji antagonis terlihat semua iso-lat bakteri simbion menghambat
pertumbuhan bak-teri Erchericiae coli yang ditunjukkan dengan tidak menyebarnya
koloni bakteri dari daerah goresan dan terkhusus isolat EC-1 memperlihatkan adanya
zona bening di sekitar goresan (Gambar 6).

Gambar 6 menunjukkan hasil yang sama dengan yang ditunjukkan pada uji
antagonis ter-hadap bakteri S.aureus. Hal ini sangat jelas terlihat bahwa setiap goresan
bakteri Escherichia coli tidak ada yang menyebar dari daerah goresannya.

4.3. Fermentasi Bakteri Simbion


Hasil fermentasi isolat EC-1 dalam shaker memberi warna bening dan tidak
mengandung gumpalan, sedangkan isolat EC-2 dan EC-3 mem-beri warna bening keruh
dan tanpa gumpalan. Sebelum dilakukan uji aktivitas antibiotika terlebih dahulu
dilakukan proses sonifikasi dengan tujuan untuk memecahkan dinding sel bakteri agar
mu-dah untuk mengekstraksi metabolit antibiotika yang berada dalam sel. Selanjutnya
dilakukan sentrifu-gasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan
supernatan dari residu.

4.4. Uji Aktivitas Antibiotika

13
Pada pengujian daya hambat didapatkan hasil bahwa setiap produk isolat bakteri
simbion memiliki aktivitas berspektrum luas terhadap se-mua mikroorganisme uji
dengan tingkat pengham-batan yang bervariasi. Dari Tabel 2, juga dapat dilihat bahwa
produk isolat bakteri simbion EC-2 memperlihatkan daya hambat terbesar terhadap
bakteri Escherichia coli (9.43 mm) dibandingkan dengan antibiotika kloramfenikol baku
(7,32 mm). Sedangkan aktifitas lebih rendah terlihat pada produk isolat bakteri simbion
EC-2 pada bakteri Staphylococcus aureus (6,21 mm) dibandingkan antibiotika ampisilin
baku (6,25 mm).

4.5. Karakterisasi Mikroorganisme Simbion


a. Pengamatan secara makroskopik
Karakterisasi mikroorganisme simbion da-pat dilakukan dengan pengamatan
makroskopik yang meliputi pengamatan warna koloni (permuka-an dan reverse side),
tekstur, topografi, garis radial dan garis konsentris. Garis radial merupakan garis yang
terlihat seperti jari-jari koloni, sedangkan lingkaran konsentris terbentuk dalam suatu
koloni garis radial dan lingkaran konsentris seringkali lebih jelas terlihat pada reverse
side. Karakterisasi isolat bakteri simbion dari Euchema cottonii didasarkan pada
karakteristik morfologi koloni bakteri meliputi bentuk dan warna koloninya.
b. Pengamatan mikroskopik terhadap morfologi secara dengan pewarnaan spora
Pengamatan morfologi secara mikroskopik dengan pewarnaan spora dilakukan
dengan pe-ngecatan gram A – D.

c. Pengamatan uji identifikasi biokimia

14
Hasil pengamatan terhadap uji biokimia yang meliputi uji kemampuan
menguraikan karbo-hidrat seperti sukrosa, laktosa, galaktosa, triptofan, oksidasi dan
fermentasi.

BAB V
15
PENUTUP

5.1. KESIMPULAN
a. Isolasi bakteri simbion dari rumput laut Euche-uma cottonii (hijau) asal
Kabupaten Takalar, diperoleh 3 isolat bakteri yaitu EC-1, EC-2 dan EC-3.
b. Hasil uji antagonis didapatkan bahwa setiap isolat dapat menghambat
pertumbuhan mikro-organisme uji seperti Staphylococcus auresus dan
Escherichia coli.
c. Hasil uji aktivitas antibiotika dari produk isolat bakteri simbion EC-2
memperlihatkan daya hambat terbesar terhadap bakteri Escherichia coli (9.43
mm) dibandingkan dengan antibiotika kloramfenikol baku konsentrasi 30 ppm
(7,32 mm). Sedangkan uji aktifitas dari produk isolat bakteri simbion EC-2 dan
EC-3 memperlihatkan hasil yang sama dengan baku antibiotika ampi-silin
terhadap bakteri Staphylococcus aureus (6,21 mm) dibandingkan antibiotika
ampisilin baku konsentrasi 30 ppm (6,25 mm).
d. Semua jenis bakteri yang diperoleh dari rumput laut Eucheuma cottonii, termasuk
ke dalam kelompok bakteri gram negatif.

5.2. SARAN
Dengan makalah ini, kami harapkan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan tentang “ produksi antibiotika secara fermentasi dari biakan mikroorganisme
simbion rumput laut eucheuma cottonii” diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
mengaplikasikannya dalam asuhan kefarmasian. Kami sangat berharap kritikan dan saran
yang dapat membangun kami untuk lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

16
Anggadiredja, J.T. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anggadiredja, J.T. 2009. Rumput Laut, Pembudidayaan, Pengolahan, &Pemasaran
Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Depok.
Insani, D. A., 2007, Penetapan Etanol Hasil Fermentasi Saccharomyces cerevisiae dengan
Substrat Umbi Ganyong (Canna Edulis Ker.), Skripsi S1,Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Jawetz, Melnick and Adelberg’s. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Kedokteran EGC, Jakarta.
Utami, ER. 2011. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Fakultas Sains dan Tekhnologi
UIN Maliki. Malang
Winarno, F.G. 1990. Teknik Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Hal.
35, 38.

17

Anda mungkin juga menyukai