PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif
yang membutuhkan perawatan yang lama bahkan sampai seumur hidup. Pada tahun
2000, lebih dari 25% populasi dunia merupakan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar
orang, dan dua pertiga penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak
dilakukan upaya yang tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang
akan datang, jumlah penderita hipertensi diprediksikan meningkat menjadi 29%,
atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia. Di Indonesia, angka kejadian
hipertensi berkisar 6-15% dari 240.000.000 jiwa penduduk Indonesia dan
masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan,
terutama di daerah pedesaan (Tedjasukmana, 2012). Menurut data riset
kesehatan Republik Indonesia dasar tahun 2013, provinsi Sulawesi Tengah termasuk
ke dalam 10 besar provinsi dengan penyakit hipertensi menempati peringkat ke-6 dengan
total kasus sebanyak 28,7%. Data rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Undata
Palu, menunjukkan bahwa mulai dari tahun 2012 penderita penyakit hipertensi rawat
jalan sebanyak 1.078 pasien, mengalami peningkatan pada tahun 2013 dengan penderita
sebanyak 1.123 pasien.
1
20-79 tahun adalah 10,6% pada tahun 2015 dengan China yang memiliki jumlah
penderita diabetes mellitus tertinggi (109.600.000) di seluruh dunia. Namun, kontrol
glikemik tetap sulit dipahami bagi mayoritas penderita diabetes di Cina. Hanya 25,8%
pasien menerima perawatan yang berhubungan dengan diabetes; dan hanya 39,7% dari
mereka yang dirawat memiliki kontrol glikemik yang memadai. Kematian pada diabetes
tinggi, dengan 1,3 juta kematian terkait diabetes pada tahun 2015 Dengan
diabetes melitus tipe 2 (T2DM) berjumlah 90% dari kasus-kasus ini. Selain itu,
pengeluaran kesehatan yang berhubungan dengan diabetes di Cina adalah tinggi (51
billionUS dolar) pada tahun 2015, peringkat kedua di seluruh dunia ( Chinese diabetes
society, 2013 ).
2. Apakah metode yang digunakan dalam Analisis Biaya Pengobatan Diabetes mellitus?
2.2 Tujuan
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam analisis biaya pengobatan diabetes
mellitus.
4. Untuk mengetahui hasil dari analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Diabetes Mellitus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dengan kata lain ACER menunjukkan biaya rata-rata yang dibutuhkan untuk
mendapatkan satu unit outcome klinis. Untuk nilai ICER diperoleh biaya sebesar Rp.-
34.494,75. Nilai ICER yang diperoleh merupakan besarnya biaya tambahan yang
diperlukan untuk memperoleh 1% penurunan tekanan darah. Nilai ICER yang diperoleh
minus dikarenakan selisih % (persen) penurunan tekanan darah atau % (persen) outcome
3
klinis adalah minus, sehingga hal ini tidak mempengaruhi penambahan biaya yang
harus dikeluarkan oleh pasien untuk memperoleh 1% penurunan tekanan darah ( Timur,
et all; 2012 ).
2.2 Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint
National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140
mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg ( Siswardana, 2011 )
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
4
tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid
lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi ( Dipiro, 2010 ).
Obat hipertensi yang digunakan pada penelitian ini yaitu amlodipin ( Calsium
Channel Blocker ) – Bisoprolol ( Adrenergik Inhibitor ). Selain itu, menggunakan obat
Amlodipin ( Calsium Channel Blocker ) – Furosemid ( diuretik ). Calsium Channel
Blocker bekerja dengan memblokade kanal kalsium pada membran sehingga
menghambat kalsium masuk ke dalam sel yang menyebabkan vasodilatasi. Adrenergik
Inhibitor bekerja dengan menurunkan aktivitas syaraf simpatis. Diuretik bekerja dengan
meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan
cairan ekstraseluler ( Timur, et all; 2012 ).
2.3 Diabetes
a. Diabetes Melitus Tipe 1 Disebut sebagai “Diabetes Melitus yang Tergantung pada
Insulin”. Terkait dengan faktor genetik dan sistem kekebalan tubuh, yang
mengakibatkan kerusakan sel-sel yang memproduksi insulin, sehingga sel tidak
mampu untuk memproduksi insulin yang dibutuhkan oleh tubuh. Kelompok
orang yang paling sering mengidap penyakit ini adalah anak-anak dan remaja,
yang mewakili 3% dari jumlah seluruh pasien yang ada.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 Disebut “Diabetes Melitus yang Tidak Tergantung pada
Insulin”, yang mewakili lebih dari 90% kasus diabetes melitus. Terkait dengan
faktor pola makan yang tidak sehat, obesitas, dan kurangnya olahraga. Sel-sel
tubuh menjadi resisten terhadap insulin dan tidak bisa menyerap dan
menggunakan dekstrosa dan kelebihan gula darah yang dihasilkan secara efektif.
Jenis diabetes melitus ini memiliki predisposisi genetik yang lebih tinggi daripada
Tipe 1.
d. Jenis lain dari Diabetes Melitus: Ada beberapa penyebab lain yang berbeda dari
ketiga jenis diabetes melitus di atas, termasuk sekresi insulin yang tidak memadai
yang disebabkan oleh penyakit genetik tertentu, disebabkan secara tidak langsung
oleh penyakit lainnya (misalnya pankreatitis, yaitu peradangan pada pankreas),
yang diakibatkan oleh obat atau bahan kimia lainnya
6
Pada penderita diabetes diobati dengan menggunakan obat golongan
penghambat glukosa alfa/ penghambat alfa absorbsi glukosa. Mekanisme kerja
dengan cara penghambat DPP-IV sehingga glukosa like peptida tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Selain itu pengobatan dengan
dapagliflozin, merupakan OHO (obat hipoglikemik oral) terbaru, yang bekerja
dengan menghambat SGLT2 (sodium-glucose cotransporter 2). Penghambatan
SGLT2 akan menurunkan kadar gula darah, dan penurunannya tidak bergantung pada
sekresi atau aksi dari insulin. Sebagai tambahan, dapagliflozin juga dapat
menginduksi diuresis osmotik yang bersifat ringan, dan dengan demikian
meningkatakan ekskresi glukosa dengan penurunan kalori, yang diikuti dengan
penurunan berat badan( Chinese diabetes society, 2013 ).
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hipertensi
8
baseline hingga evaluasi (selama 30-40 hari) atau sekitar 1 bulan yang meliputi
biaya obat antihipertensi dan biaya pemeriksaan dokter. Biaya obat antihipertensi
mencakup biaya seluruh obat yang diresepkan untuk mengatasi penyakit hipertensi.
Sedangkan biaya pemeriksaan dokter mencakup biaya periksa dokter dan biaya
administrasi sesuai standar RSUD Undata Palu.
Perbedaan total biaya medik langsung dapat terlihat di atas, bahwa total biaya
medik langsung terkecil adalah kombinasi amlodipin-furosemid yaitu sebesar Rp.
47.022,22 sedangkan total biaya medis langsung terbesar adalah kombinasi amlodipin-
bisoprolol sebesar Rp. 88.760,87. Hal ini disebabkan karena harga per tablet obat
bisoprolol lebih mahal dari pada obat furosemid meskipun obat yang digunakan adalah
jenis obat generik dan rata-rata lama terapi pengobatan sekitar 1 bulan dan jumlah
pasiennya hampir sama.
9
Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menggunakan rumus Average Cost
Effectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER). Harga
ACER diperoleh dari perbandingan antara biaya total terapi ratarata per bulan dengan
efektivitas terapi. Efektivitas terapi yang diukur adalah penurunan tekanan darah yang
mencapai target terapi yaitu <140/90 mmHg (tekanan darah terkontrol) atau sebagai %
(persen) outcome klinis setelah menjalani terapi dari baseline hingga bulan pertama.
Sedangkan harga ICER diperoleh dari perbandingan antara selisih biaya total terapi rata-
rata perbulan dengan % (persen) outcome klinis pada kedua kelompok terapi.
ACER menggambarkan total biaya dari suatu program atau alternatif dibagi
dengan outcome klinis, dipresentasikan sebagai berapa rupiah per outcome klinis spesifik
yang dihasilkan tidak tergantung dari pembandingnya. Dengan perbandingan ini, maka
dapat dipilih alternatif dengan biaya lebih rendah untuk setiap outcome yang diperoleh
(Andayani, 2013). Dengan kata lain ACER menunjukkan biaya rata-rata yang dibutuhkan
10
untuk mendapatkan satu unit outcome klinis. Untuk nilai ICER diperoleh biaya sebesar
Rp.-34.494,75. Nilai ICER yang diperoleh merupakan besarnya biaya tambahan yang
diperlukan untuk memperoleh 1% penurunan tekanan darah. Nilai ICER yang diperoleh
minus dikarenakan selisih % (persen) penurunan tekanan darah atau % (persen) outcome
klinis adalah minus, sehingga hal ini tidak
mempengaruhi penambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk
memperoleh 1% penurunan tekanan darah.
B. Diabetes Mellitus
Dilaporkan bahwa kontrol glukosa secara ketat dan kontrol tekanan darah
mencapai pengurangan klinis penting dalam risiko kematian terkait diabetes dan
komplikasi; sedangkan kerugian berat badan dari 5 sampai <10% adalah asosiasi dengan
perbaikan yang signifikan dalam faktor risiko penyakit kardiovaskular (misalnya,
HbA1c, tekanan darah dan trigliserida). Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa
dapagliflozin dapat menurunkan HBA1c lebih besar, SBP dan berat badan
dibandingkan dengan acarbose; yang akan menjelaskan insiden lebih rendah dari
11
kejadian kardiovaskular dan kematian yang relevan pada penggunaan dapagliflozin, dan
manfaat yang lebih baik serta total biaya yang lebih rendah dicapai dengan penggunaan
obat dapagliflozin untuk pasien usia 40 tahun dibandingkan dengan acarbose. Analisis
sensitivitas sebagian mengkonfirmasi temuan ini, sebagai penyesuaian dari HbA1c
baseline dan BMI, dan perubahan pada kedua utilitas dan biaya nilai asosiasi dengan
suatu unit perubahan dalam BMI dalam analisis sensitivitas memiliki implikasi yang
besar untuk hasil ICER.
Di sisi lain, efek samping yang disebabkan pengobatan seperti hipoglikemia dan
efek samping gastrointestinal juga umum dalam pengobatan diabetes, Whichmay
berdampak negatif terhadap kualitas hidup pasien dan kepatuhan pengobatan. Dalam
studi ini, karena pasien di kedua perawatan dapagliflozin dan acarbose hanya mengalami
beberapa peristiwa hipoglikemia simtomatik yang tidak berbeda secara signifikan pada
kedua kelompok, kekuatan hipoglikemia tidak signifikan mempengaruhi hasil ICER.
Sejak dapagliflozin diasosiasi dengan insiden rendah dari efek samping seperti UTI dan
infeksi genital, peristiwa ini mungkin berdampak juga tidak signifikan terhadap hasil
ICER. Sebaliknya, efek samping komparatif lebih umum diamati gastrointestinal
disebabkan oleh acarbose memiliki dampak yang lebih pada ICER tersebut. Analisis
sensitivitas pada penelitian ini juga menegaskan temuan.
Biaya perawatan menjadi perhatian publik dalam perawatan jangka panjang untuk
DMT2. Karena biaya resmi dapagliflozin tidak tersedia di Cina, kita mengasumsikan
beberapa harga eceran tertinggi untuk dapagliflozin baik dalam analisis kasus dasar dan
12
dalam analisis sensitivitas univariat berdasarkan harga Hong Kong. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa apapun biaya tahunan adalah sama dengan atau lebih tinggi dari
acarbose, dapagliflozin mendominasi acarbose dengan biaya total yang lebih rendah dan
lebih tinggi dalam keuntungan QALY. biaya pengobatan menguntungkan tampaknya
menjadi keuntungan tambahan dapagliflozin untuk perawatan long-term diabetes.
Mengenai manajemen yang buruk, suboptimal kepatuhan pengobatan, kematian yang
relevan tinggi dan beban ekonomi yang besar dari diabetes di Cina; dapagliflozin sebagai
obat yang efektif pada pengendalian glukosa darah, tekanan darah dan berat badan,
dengan profil ditoleransi dengan baik, risiko rendah hipoglikemia dan kemudahan
administrasi.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber
– sumber yang lebih banyak yang dapat di pertanggung jawabkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, T. M.. 2013. Analisis Biaya Terapi Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Dr.Sardjito
Yogyakarta, Majalah Farmasi Indonesia. Jogjakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada.
Baharudin, Kabo dan P., Suwandi D.. 2013. Perbandingan Efektivitas dan Efek samping
Obat Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi,
Jurnal bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran. Makassar : Universitas
Hasanuddin.
Chinese Diabetes Society. 2013. Chinese guideline for Type 2 diabetes prevention. Chinese
Journal of Diabetes. 2014; 22: 2–42.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.. 201.,
Pharmacotherapy : A
Timur, W.W., Andayani, T.M., Aribawa, R. 2012. Analisis Efektivitas Biaya Kombinasi
Antihipertensi Oral Pasien Hipertensi Rwat Jalan Di Rumah Sakit Umum
Daerah
Tugurejo Semarang Periode 2007, Jurnal Volume 4, Nomor 2. Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
15