DISUSUN OLEH :
ARINA FISTA RINI
(40120048)
1. Definisi
Gangrene diabetik adalah gangrene yang dijumpai pada penderita
diabetes melitus, sedangkan gangrene adalah kematian jaringan karena
obstruksi pembuluh darah yang memberikan nutrisi ke jaringan tersebut dan
merupakan salah satu bentuk komplikasi dari penyakit diabetes melitus.
Gangrene diabetic dapat terjadi pada setiap bagian tubuh yang terendah
terutama pada ekstremitas bawah. Diabetes mellitus dalam waktu yang lanjut
akan menyebabkan komplikasi angiopathy dan neuropathy yang merupakan
penyebab dasar terjadinya gangrene (Erin,2015).
2. Epidemiologi
Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian
dan komplikasi diabetes melitus cukup tersebar sehingga bisa dikatakan
sebagai salah satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian, selain itu
sampai saat ini masalah kaki diabetik kurang mendapat perhatian sehingga
masih muncul konsep dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan penyakit ini.
Dampaknya banyak penderita yang penyakitnya berkembang menjadi
penderita osteomielitis dan amputasi pada kakinya. Pada negara maju kaki
diabetik memang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi
dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya k linik kaki diabetik yang aktif
maka nasib penyandang kaki diabetik menjadi lebih baik sehingga angka
kematian dan amputasi menurun 45%-85%. Studi epidemiologi melaporkan
lebih dari satu juta amputasi pada penyandang diabetes setiap tahun.2 Sekitar
68% penderita gangrene diabetik adalah laki-laki, dan 10% penderitagangren
mengalami rekuren ( Kartika, 2017).
3. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau
menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik
tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran
darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam
jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetic
( Kartika, 2017).
4. Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias,
yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali
akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati
sensorik, motorik, dan autonom.
a. Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan
sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal,
sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu
sensasi posisi kaki juga hilang.
b. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan
penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas
khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Deformitas kaki
menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan
tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus
c. Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat,
dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan
arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit,
sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat
karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson
menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya
refleks otot dan atrofi otot.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal
ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi
jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki
menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki
atau tungkai.
Pertimbangkan
Cek infeksi H-pylori penyakit lain
NSAID+ terapi
NSAID dihentikan, dengan
terapi dengan PPI PPI/misoprostol
Terapi dengan Dalam penggunaan NSAID
regiment H-
pylori(PPI)
Hentikan NSAID
(Dipiro , 2020)
Terapi dengan PPI
a. Tatalaksana Awal
Penilaian status hemodinamik dan resusitasi dilakukan paling awal.
Resusitasi meliputi pemberian cairan intravena, pemberian oksigen,
koreksi koagulopati, dan transfuse darah bila dibutuhkan. Batas transfusi
darah adalah jika Hb ≤7,0 g/dL, lebih tinggi apabila perdarahan masih
berlanjut atau perdarahan masif atau adanya komorbid seperti penyakit
jantung koroner, hemodinamik tidak stabil, dan lanjut usia. Hemoglobin
minimal untuk endoskopi adalah 8 g/dL, namun jika akan dilakukan terapi
endoskopi, hemoglobin minimal 10 g/dL dan hemodinamik stabil
(Nugraha, 2017)
Terapi pra-endoskopi dengan proton pump inhibitor (PPI)
direkomendasikan pada perdarahan ulkus peptikum; PPI dapat dengan
cepat menetralkan asam lambung. pH in vitro di atas 6 dapat mendukung
pembentukan dan stabilitas bekuan. Lingkungan asam dapat menghambat
agregasi trombosit dan koagulasi plasma, juga menyebabkan lisis bekuan.
ACG (American College_ of Gastroenterology) merekomendasikan
pemberian PPI bolus 80 mg diikuti dengan infus 8 mg/jam untuk
mengurangi tingkat stigmata dan mengurangi terapi endoskopi. Meskipun
begitu PPI tidak menurunkan angka perdarahan ulang, pembedahan, dan
kematian. Jika endoskopi ditunda dantidak dapat dilakukan, terapi PPI
intravena direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan lebih lanjut
(Nugraha, 2017).
b. Tatalaksana Endoskopi
Endoskopi direkomendasikan dalam ≤24 jam; pada pasien risiko
tinggi seperti instabilitas hemodinamik (takikardia, hipotensi) yang
menetap setelah resusitasi atau muntah darah segar, aspirat darah segar
pada selang nasogastrik, endoskopi dilakukan very early dalam ≤12 jam.3-
4 Di lain pihak, endoskopi early meningkatkan risiko desaturasi terutama
bila dilakukan sebelum resusitasi dan stabilisasi. Pada pasien dengan
status hemodinamik stabil dan tanpa komorbid serius, endoskopi dapat
dilakukan sebelum pasien pulang (Nugraha, 2017).
c. Terapi Pasca-Endoskopi
Farmakoterapi memiliki peran besar setelah endoskopi pada
perdarahan SCBA karena ulkus peptikum. PPI lebih superior
dibandingkan antihistamin.2 Data terkini merekomendasikan pemberian
PPI intravena dosis tinggi selama 72 jam untuk pasien risiko tinggi.2
Pasien dengan ulkus dasar bersih dapat diberi terapi PPI dosis standar
(oral satu kali per hari).3 Pasien perdarahan ulkus peptikum yang
dipulangkan direkomendasikan mendapat PPI oral sekali sehari. Durasi
dan dosis PPI tergantung etiologi dan penggunaan obat lain ((Nugraha,
2017).
Penggunaan PPI untuk perdarahan ulkus peptikum akut atau
rekuren adalah untuk menaikkan pH lambung ke angka 6 atau lebih tinggi.
Dalam keadaan pH di atas 6, aktivitas pepsin menurun, fungsi trombosit
optimal, dan fibrinolisis terhambat, sehingga bekuan darah di atas ulkus
menjadi stabil. Pasien dengan risiko rendah perdarahan direkomendasikan
menggunakan PPI oral dosis standar, sedangkan pada risiko tinggi
direkomendasikan PPI dosis tinggi intravena bolus 80 mg diikuti infus
kontinu 8 mg/jam selama 72 jam. Dalam keadaan endoskopi tertunda atau
tidak dapat dilakukan, PPI direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
lebih lanjut (Nugraha, 2017).
6. Monitoring Evaluasi
Pasien dengan gangguan gastrointestinal bleeding harus memonitoring
penggunaan obat obatan NSAID dan dilakukan endoskopi lebih lanjut untuk
mengetahui keadaan saluran cerna dan menggetahui penyebab dari gangguan
tersebut.
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
LEMBAR PENGUMPULAN DATA
I. IDENTITAS PASIEN
RR 18-20 x/menit 20 20 20 20 20 20 -
Nyeri Uluh Hati -/+ + + + + -
Suhu <37 36 36 36 36 36 36 -
BAB Hitam -/+ + + + + + -
Mual-muntah -/+ +/+ +/+ +/+ -
Nyeri kaki + + + + + -
Gcs 456 456 456 - - - -
IV. DATA LABORATORIUM
ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Ny. M
Termasuk :
1. Masalah aktual dan potensial terkait obat 3. Pemantauan efek obat 5. Pemilihan obat 7. Efek samping obat
2. Masalah obat jangka panjang 4. Kepatuhan penderita 6. Penghentian obat 8. Interaksi obat
N MONITORING TUJUAN
O
1 Gangguan ginjal Memantau/Monitoring penggunaan
antibiotik meropenem
2 Gangguan lambung / gastro Memantau penggunaan injeksi
intestinal dexketoprofen dan meloxicam
MATERI KONSELING
No Nama Obat Materi Konseling
1. Episan Syr Episan syr digunakan untuk mengatasi
mual diminum 6 x 2 sendok teh ,
diminum saat perut kosong / sebelum
makan
2. Lasgan( lansoprazole) Lasgan digunakan untuk mual
diminum 2 x 1 tablet sebelum makan.
3. Meloxicam Meloxicam digunakan untuk nyeri
pasca operasi , diminum 2 x 1 tablet
setelah makan .
4. Clindamycin Clindamycin diminum 2 x 1 tablet
setelah makan, obat harus dihabiskan
5. Fiibumin Fibumin digunakan untuk
mempercepat penyembuhan luka
operasi, diminum 2 x 1 capsul setelah
makan
PEMBAHASAN
Ny. M datang ke Rumah Sakit pada tanggal 12 Juni 2021 dan dioservasi di
IGD. Pasien datang dengan keluhan nyeri uluh hati tembus punggung, makan minum
berkurang, mual dan muntah 2 x . pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah TD , suhu
, RR, nadi dan SpO2, hasil pemerikasaan fisik pasien tersebut menunjukkan nilai
normal semua. Untuk hasil laboratorium menunjukkan bahwa nilai Hb pasien rnedah
( 8,1) niai leukosit tinggi ( 29. 940) , Led tinggi dan trombosit tinggi. Ny. M MRS
dengan diagnosa DM dengan hematomesis melena + anemia+ ulkus pedis+ syok
hipovelemik.
Di IGD pasien mendapatkan terapi berupa infus pz , injeksi metoclopramide 2
x 1 ampul ( 5 mg), injeksi dexamethasone 3 x 1 ampul (4 mg) , injeksi pantoprazole 2
x1 (40mg) , inj omeprazole 2 x 1 ( 40 mg), sucralfat syr 4 x 1 cth (5 ml), injeksi
cefoperazone 3 x 1 gram. Infus PZ diberikan secara intravena untuk mengatasi syok
hipovolemik yang terjadi pada pada pasien dengan mekanisme mengantikan cairan
yang hilang pada pasien. Injeksi metoclopramide diberikan secara intravena untuk
mengatasi muntah yang dialami pasien. Injeksi dexamethasone dan injeksi
cefoperazone diberikan untuk mengatasi ulkus pedis yang dialami pasien yang mana
terjadi infeksi pada pasien yang ditunjukkan dengan hasil lab leukosit pasien yang
tinggi. Sucralfate syrup diberikan secara peoral yang mempunyai mekanisme
melindungi mukosa lambung, Injeksi pantoprazole , injeksi omeprazole merupakan
golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) yang mana bekerja menghambat sekresi asam
lambung dan mencegah terjadinya pendarahan pada gastrointestinal karena disini
pasien didiagnosis hematemesis melena (Dipiro, 2020). Pada saat di IGD pasien juga
didiagnosa mengalamai anemia, pasien dapat dikatakan mengalami anemia apabila
ditandai dengan penurunan kadar haemoglobin kurang dari 13,5 g/dl dan pada wanita
kurang dari 11,5 g/dl ( Lestari, 2017). Pada kasus ini nilai haemoglobin pasien yaitu
8,1 sehingga dikatakan pasien mengalami anemia. Pada kasus ini pasien belum
mendapatkan terapi, jadi disarankan untuk pemberian terapi oral berupa zat besi yaitu
ferro sulphate. Pada kasus ini pasien tidak perlu diberikan transfuse PRC, Karena
transfuse darah kepasien dengan Hb >7 g/dl jarang dilakukan(Indayanie, 2019).
Pada tanggal 13 pasien dipindahkan ke ruangan ( Ruang bougenvil) dan
dokter ruangan melakukan pemeriksaan lebih lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium dokter mendiagnosa pasien mengalami gangrene
pedis level 4+ upper gastrointestinal (UGI) bleeding. Kaki diabetic ( gangrene pedis )
merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh
pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya
ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Pemberian terapi antibiotik pada pasien ulkus DM atau ganggreen
pedis adalah kuratif mengobati infeksi, hal ini di sebabkan pada ulkus DM pasti
terjadi infeksi karena masuknya kuman penginfeksi kedalam luka tersebut. Kondisi
tersebut bermacam macam yaitu dari ringan sedang atau berat yang dapat ditentukan
berdasarkan kondisi klinis pasien. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu
pemberian antibiotic inj cefoperazone (di IGD) tetapi setelah tidak ada perubahan
nilai leukosit pemberian antibiotic diganti dengan pemberian inj meropenem 3 x 1
gram, pemberian injeksi meropenem diberikan mulai tanggal 13-16 ,kedua antibiotic
tersebut sudah tepat indikasi (IWGDF, 2019). Pemberian antibiotic meropenem perlu
diperhatikan karena dari hasil laboratorium pasien memiliki nilai serum creatinin
yang tinggi sehingga perlu dilakukan penyesuain dosis.. Pemberian meropenem pada
pasien dengan gangguan ginjal Dosis meropenem disesuaikan dengan indikasi setiap
12 jam sekali, pada kasus ini pasien diberikan 3 x 1 gram sehingga perlu penyesuaian
dosis yaitu mengurangi frekuensi pemberian menjadi 2 x 1 gram (DIH,2012).
Pada tanggal 13 pasien mengeluhkan nyeri kaki, terapi yang didapatkan
adalah infus paracetamol, Paracetamol bekerja pada hipotalamus untuk memproduksi
antipyresis . Bekerja secara peripheral untuk mengeblok impuls nyeri , juga
menghambat sistesis prostaglandin. Pada tanggal 15 pasien menjalani operasi
amputasi, tindakan amputasi dilakukan untuk mencegah meluasnya ganggreen
analgesia yang optimal dan juga dapat menghambat respon stress akibat operasi.
Analgesic yang diberikan diganti yang awalnya infus sanmol menjadi injeksi
dexketoprofen, OAINS golongan baru yang dikembangkan penggunaannya , yang
merupakan dextrorotary enantiomer yang aktif dari bentuk ketoprofen rasemat,
dexketoprofen secara poten menghambat COX-1 dan COX-2.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar
perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum
(PUD, peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-
obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss,
varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna
bahagian atas yang jarang. (Dubey, S., 2008). Untuk terapi upper gastrointestinal
(UGI) bleeding pasien mendapatkan terapi golongan PPI yang mana mekanismenya
yaitu menekan produksi asam lambung ( omeprazole ) dengan dosis 2 x 40 mg ( 2
tab), pemberian omeprazole diberikan mulai tanggal 13 dan dihentikan tanggal 17,
kemudian diganti dengan pantoprazole dengan dosis 2 x 40 mg.
Terapi selanjutnya untuk penanganan upper gastrointestinal (UGI) bleeding
diberikan obat golongan mucoprotective yang bekerja dengan cara melindungi
mucosa lambung dengan cara membentuk lapisan seperti mucus( sucralfate syrup)
dengan dosis 6 x 2cth(10 ml), pemantauan klinis yang dilakukan nyeri uluh hati dan
BAB hitam. Untuk mengatasi keluhan mual muntah yang dialami pasien ,pasien
mendapatkan terapi berupa injeksi ondansentron dengan dosis 3 x 4 mg. ondansetron
sendiri merupakan golongan 5-HT3 yang mana mempunyai aksi dengan menghambat
ikatan serotonin yang dikeluarkan oleh enterochomafin disaluran cerna.
Pada kondisi ini pasien juga diberikan terapi inj. kalnex ( asam tranexamat)
pada tgl 14 , asam tranexamat sendiri adalah amino lisin sintetis turunan asam yang
memiliki aktivitas antifibrinolitik yang bertindak dengan memblokir situs pengikatan
lisin dari molekul plasminogen yang penting untuk ikatannya dengan fibrin. Dengan
afinitas tinggi lisin tempat pengikatan plasminogen, asam traneksamat diharapkan
dapat mengurangi perdarahan berulang pada perdarahan gastrointestinal (IAI,2015).
Asam tranexamat diberikan mulai tanggal 14 dan dihentikan sampai tanggal 18.
Pada tanggal 14-18 pasien diberikan terapi infus RL dengan dosis 20 tpm
sebagai pengganti infus PZ yang diidikasikan untuk menganti cairan tubuh pasien
yang hilang, karena pasien masih mengalami muntah dan pendarahan pada saluran
cerna.
Pada tanggal 17 penggunaan antibiotic injeksi meropenem dihentikan dan
diganti dengan clindamycin oral. Terapi antibiotik empirik yang diberikan ke pasien
sudah dapat menyembuhkan luka dan infeksi yang terjadi yang ditandai dengan
penurunan nilai leukosit pada pasien. Pemberian antibiotic clindamycin oral diberikan
dengan dosis 300 mg yang diberikan 2 x1.
Pada tanggal 18 pasien KRS dengan keadaan membaik. Pasien pulang dengan
obat sucralfate Syr, lansoprazole , meloxicam dan fibumin. Sucralfate syr digunakan
untuk mengatasi mual diminum 6 x 2 sendok teh , diminum saat perut kosong /
sebelum makan, Lasgan digunakan untuk mual diminum 2 x 1 tablet sebelum makan,
Meloxicam digunakan untuk nyeri pasca operasi diminum 2 x 1 tablet setelah makan,
Clindamycin diminum 2 x 1 tablet setelah makan, karena antibiotic sehingga obat
harus dihabiskan dan Fibumin digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka
operasi, diminum 2 x 1 capsul setelah makan. Dari beberapa obat tersebut ada potensi
terjadinya interaksi minor antara sucralfate dan lansoprazole yang mana perubahan
PH lambung yang diinduksi oleh lansoprazole dapat megurangi pengikatan sukralfate
dengan mukosa lambung, sehingga dapat menggurangi efek terapi. Sehingga
dianjurkan untuk memberikan jeda waktu pemberian sukralfate dan lansoprazole 30-
60 menit( Medscape,2021).
DAFTAR PUSTAKA
AphA. 2012. Drug Information Handbook with International Trade Names Index.
Edisi ke-21. Ohio: Lexicomp.
DiPiro, J., Wells, B., Schwinghammer, T., Matzke, G., Yee, G., Posey, L.M., T albert,
R.L., 2008, Pharmacotherapy Handbook, 7th Ed., McGraw Hill Professional,
New York.
Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, DiPiro, CV. 2016. Pharmacotherapy: A
Pathophysiological Approach 9th Edition. Mc Graw Hill Company Inc.,
New York
Erin, Dwi. 2015. Gangrene Diabetik pada Penderita Diabetes Melitus. Lampung.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Hutagalung, Muhammad Bayu zohri. 2017. Diabetic Foot Infection (Infeksi Kaki
Diabetik): Diagnosis dan Tatalaksana. Jambi. RS Royal Prima.
Lestari, Istiya Putri. Hubungan Konnsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia pada
Murid SMP Negeri 27 Padang. Padang. Jurnal Kesehatan Andalas
:Universitas Negeri Padang.
McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. USA: American Society of Health
System.
Nugraha, Dwi Adi. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Non- Variseal. Jawa Tengah. PKU Muhammadiyah.
Stockley, 2008. Stockley’s Drug Interaction, 8th Edition. Pharmaceutical press.,
London