Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PANDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi kesehatan dunia (WHO) sejak tahun 2004 memulai program

Word Alliance for Patient Safety yang menyatakan pentingnya keselamatan

dalam pelayanan kepada pasien. Menurut WHO: ”Safety is a fundamental

principle of patient care and a critical component of quality management”,

artinya keselamatan pasien merupakan komponen penting dari mutu layanan

kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari

manajemen mutu. Oleh karena itu program keselamatan pasien ini telah

menjadi perhatian global dan nasional bagi rumah sakit (WHO, 2007).

Dukungan terhadap kebijakan global dalam rangka peningkatan mutu

pelayanan kesehatan melalui penerapan program keselamatan pasien di

Indonesia telah ditindaklanjuti dengan membentuk Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (KKP-RS) oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

(PERSI) pada 1 Juni 2005 yang dilanjutkan dengan pencanangan Gerakan

Nasional Keselamatan Pasien di Rumah Sakit oleh Menteri Kesehatan RI pada

bulan Agustus 2005. Sejalan dengan hal ini sejak Januari tahun 2008 program

keselamatan pasien telah menjadi salah satu bagian dalam standar akreditasi

rumah sakit. Meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan

kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat.

1
2

Kebijakan global mengenai keselamatan pasien sangat melibatkan

peran organisasi kesehatan dan peran pemberi pelayanan kesehatan termasuk

perawat. Tenaga perawat salah satu yang bertanggung jawab untuk membantu

pasien mendapatkan haknya dalam keselamatan pasien selama dirawat. Dalam

meningkatkan keselamatan pasien dibutuhkan peningkatan profesionalisme

perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Usaha ini harus dimulai

dari pemahaman dan motivasi perawat untuk bekerja sesuai dengan pedoman

atau standar operasional prosedur dalam konteks prinsip keselamatan pasien

(DepKes RI, 2006).

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak

terhadap pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien bertujuan

menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada

pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien

sendiri dan pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor

antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang

tepat, penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya (Nursalam, 2014).

Fokus terhadap keselamatan pasien ini didorong oleh masih tingginya

angka Kejadian Tak Diinginkan (KTD) atau Adverse Event /AE di RS secara

global maupun nasional. Laporan pertama mengenai insiden diterbitkan oleh

Institut of Mediciene (IOM) berjudul “To Error is Human: Building to Safer

Health System” pada tahun 2000 menunjukkan sebanyak 58% dari 98.000

kesalahan terkait kematian terjadi setiap tahunnya akibat kesalahan yang


3

mungkin dapat dicegah (DepKes RI, 2006). Di Indonesia, data tentang medical

error secara pasti belum ada. Namun, pada data laporan insiden keselamatan

pasien tahun 2010, sebanyak 46,1% dari 105 kasus terjadi di unit keperawatan

di rumah sakit (KKP-RS, 2010).

Insidensi pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh perawat.

Perawat harus menyadari perannya sehingga harus dapat berpartisipasi aktif

dalam mewujudkan patient safety. Kerja keras perawat tidak dapat mencapai

level optimal jika tidak didukung dengan sarana prasarana, manajemen rumah

sakit dan tenaga kesehatan lainnya. Tenaga kesehatan profesional harus

bertanggung jawab dan bertanggung gugat, dengan demikian mengurangi

resiko pelanggaran patient safety (Adib, 2009).

Keperawatan sebagai pelayanan yang profesional harus bertindak

dengan didasari ilmu pengetahuan tentang patient safety, sehingga asuhan

keperawatan yang diberikan berkualitas dan bermanfaat dalam mencegah

insiden kejadian tidak diinginkan (KTD) dan memperpendek hari rawat. Hal

ini termasuk langkah menuju penerapan program keselamatan pasien di

instalasi rawat inap. Selain pengetahuan salah satu aspek penting yang dapat

menjamin keberhasilan penerapan patient safety adalah motivasi. Tugas ini

akan dapat diselesaikan dengan baik jika didukung oleh suatu kemauan dan

motivasi. Motivasi perawat akan berbeda antara perawat satu dengan perawat

yang lainnya.

Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang

melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam


4

berperilaku. Sedangkan motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh

untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang

berhubungan dengan lingkungan kerja (Nursalam, 2014). Berdasarkan defenisi

tersebut, motivasi merupakan faktor utama perawat dalam melakukan segala

pekerjaan baik yang meliputi tindakan pada pasien maupun petugas perawat

pada asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal.

Peningkatan motivasi personal di rumah sakit harus dilakukan untuk

menjaga semangat kerja sehingga tidak terjadi penurunan akibat dari kegiatan

rutin. Pengamatan pada motivasi personal harus dilakukan terus menerus, dan

merupakan tanggung jawab atasan. Perilaku keperawatan ini akan dapat

dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan

dapat memberikan motivasi. Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi pribadi

yang memiliki potensi dan motivasi tinggi (Sarwono, 2009).

Penelitian tentang hubungan pengetahuan dan motivasi dengan sikap

mendukung penerapan program patient safety di RSUD Moewardi Surakarta,

oleh Aryani (2008) menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat pelaksana

tentang konsep patient safety baik dan sikap mendukung penerapan program

patient safety tinggi. Naswati (2001, dalam Juliani, 2007) menyatakan bahwa

terdapat hubungan korelasi yang tinggi antara motivasi dan kinerja. Hasil

penelitian Riyadi dan Kusnanto (2007) menyatakan bahwa dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, setiap perawat harus mempunyai

motivasi yang tinggi agar nantinya didapatkan kinerja yang baik. Semakin
5

tinggi motivasi kerja seorang perawat maka diharapkan semakin tinggi pula

kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien.

Untuk meminimalisir kejadian nyaris cedera atau KTD maka Komite

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) mengemukakan 6 sasaran keselamatan pasien

(Six Goals Patient Safety) sebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah

sakit yang diakreditasi oleh KARS. Penyusunan ini mengacu kepada nine life-

saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) dan dari Joint

Commission International (JCI). Enam sasaran tersebut yaitu: ketepatan

identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan

keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi-tepat prosedur-

tepat pasien operasi/tindakan, pengurangan resiko infeksi, dan pengurangan

resiko pasien jatuh (KARS, 2011).

Six Goals Patient Safety RS merupakan panduan yang bermanfaat dan

membantu rumah sakit dalam menerapkan standar pedoman patient safety.

Diharapkan solusi keselamatan pasien ini dilakukan untuk mencegah atau

mengurangi cedera pasien, menghindari KTD dan meningkatkan keselamatan

pasien. Asuhan keperawatan pada pasien akan tercapai jika perawat taat dan

patuh dalam penerapan pedoman patient safety.

Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan,

perintah, prosedur dan disiplin. Sedangkan kepatuhan perawat adalah perilaku

perawat sebagai seorang yang profesional terhadap suatu anjuran, prosedur

atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. Dalam hal ini perawat

disarankan untuk selalu melakukan prosedur tindakan keperawatan sesuai


6

dengan pedoman patient safety. Kepatuhan perawat dalam menerapkan

pedoman patient safety dalam asuhan keperawatan mencerminkan kinerja

perawat dan dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor individu,

organisasi dan psikologis (Gibson, 1997 dalam Nursalam, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan Anugrahini (2010) menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara faktor karakteristik individu dan

organisasi terhadap kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman

keselamatan pasien di RSAB Harapan Kita. Maryam (2009) mengemukakan

74,1% pasien merasa puas dengan penerapan tindakan keselamatan yang

dilakukan perawat pelaksana di RSU Dr. Soetomo Surabaya. Ketidakpatuhan

perawat dalam menerapkan pedoman patient safety akan berdampak langsung

pada keselamatan pasien.

Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada

terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan

efisiensi, dapat merugikan pasien, keluarga pasien, pengunjung rumah sakit,

petugas di rumah sakit, maupun pemilik rumah sakit. Khususnya untuk pasien,

akibat yang ditimbulkan dari tidak ada cedera atau kerugian pada pasien

sampai mengakibatkan kematian pasien yang tidak ada hubungannya dengan

penyakit yang di derita.

Rumah Sakit Umum Daerah Ende merupakan rumah sakit type C milik

Pemerintah Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan

Keputusan Bupati Ende Nomor: 384 Tahun 2012, RSUD Ende diubah

statusnya menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan


7

Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005. Dengan visi “Menjadi Rumah

Sakit yang Handal Dalam Pelayanan Rujukan, Pendidikan dan Ramah

Lingkungan” RSUD Ende dituntut untuk dapat memberikan pelayanan

kesehatan paripurna yang berkualitas tanpa mengesampingkan aspek

keselamatan pasien (patient safety). Penerapan patient safety semakin

ditingkatkan khususnya pada rumah sakit yang telah menjadi BLU.

Pelaksanaan patient safety di RSUD Ende telah dimulai sejak bulan

Maret 2012 dengan membentuk Komite Keselamatan Pasien sebagai langkah

awal dalam penerapan kebijakan mengenai gerakan keselamatan pasien.

Kebijakan strategi penerapan patient safety RSUD Ende yang dimulai dengan

pengenalan patient safety, pembuatan sistem kerja dan penyusunan tim KPRS,

sosialisasi patient safety pada seluruh unit pelayanan, pencatatan dan pelaporan

internal insiden kasus, solusi masalah dan akar masalah, standar keselamatan

pasien dan self assessment instrument akreditasi, serta update patient safety

sesuai kementrian kesehatan dan KPRS pusat. Upaya yang dilakukan untuk

menjaga keselamatan pasien, salah satunya dengan menerapkan pedoman

patient safety dalam setiap tindakan keperawatan.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Ende, terlihat

bahwa keselamatan pasien telah mendapatkan perhatian dan menjadi komitmen

bersama di lingkungan rumah sakit. Jumlah tenaga paramedis keperawatan

pada tahun 2015 sebanyak 182 orang yang tersebar di 11 ruangan yang

meliputi Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat,

Instalasi Care Unit dan Instalasi Bedah Sentral. Perawat yang berlatar belakang
8

pendidikan S1 Keperawatan-Ners 15 orang, D-IV Keperawatan 9 orang, D-III

Keperawatan 153 orang dan 5 orang SPK. Khusus di intalasi rawat inap jumlah

perawat sebanyak 106 orang, dengan kebutuhan akan tenaga perawat yang

masih terbatas dan pendidikan yang bervariasi merupakan hal yang beresiko

untuk terjadinya kesalahan yang dapat merugikan pasien bahkan dapat

berakibat fatal.

Data mengenai KTD di RSUD Ende pada dua tahun terakhir adalah 38

insiden tahun 2013 dan 19 insiden tahun 2014, sehingga total insiden yang

dilaporkan ke KKP-RS sebanyak 57 insiden. Sedangkan untuk data KNC

didapatkan 25 insiden. Kejadian-kejadian tersebut seharusnya dapat dicegah.

Melalui wawancara dengan tim KKP-RS menyatakan bahwa ada beberapa hal

yang masih belum optimal terkait penerapan keselamatan pasien di RSUD

Ende. Diantaranya pelaporan tentang kejadian seringkali terlambat dan harus

terus menerus diminta baru perawat membuat laporan. Pelaporan yang

terlambat mengakibatkan tidak adanya pembelajaran atas kejadian yang ada

sehingga kejadian yang terjadi terus menerus berulang. Perawat sering kali

harus dimotivasi untuk melaporkan insiden yang mereka temukan dan budaya

melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan karena terbentuknya budaya

blaming (menyalahkan) merupakan suatu kejadian yang sering terjadi,

sehingga penyelesaian terkadang terhenti dengan menunjuk kesalahan

seseorang.

Data tentang sosialisasi patient safety untuk tenaga perawat secara

keseluruhan belum semuanya memperoleh pelatihan dan sosialisasi patient


9

safety yang diberikan masih terbatas pada penekanan terhadap dukungan

manajemen dan kewajiban staf untuk menerapkan keselamatan pasien dan

belum spesifik memberikan gambaran. Dari peserta yang diundang untuk porsi

perawat pelaksana masih kurang (hanya perwakilan).

Masalah yang masih perlu diperhatikan yaitu kenyataan dilapangan

yang merujuk pada konsep patient safety, karena walaupun sosialisasi dan

pelatihan sudah dilaksanakan tetapi masih ada kasus pasien cedera, pasien

jatuh, salah pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat saat operan pasien

yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang maksimal. Hal ini

diduga penyebabnya adalah motivasi dan perilaku perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk

pada penerapan program patient safety masih belum optimal. Berkaitan dengan

uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengidentifikasi

masalah tersebut sebagai penelitian dengan judul: “hubungan motivasi dengan

kepatuhan perawat pelaksana dalam penerapan pedoman patient safety di

instalasi rawat inap RSUD Ende”.

B. Perumusan Masalah

Penerapan pedoman patient safety dalam pelayanan keperawatan

merupakan aspek penting dalam mutu pelayanan keperawatan yang

mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan dirumah sakit.

Hasil kajian menunjukkan bahwa walaupun program keselamatan pasien telah

diterapkan tetapi jumlah KTD dan KNC masih tetap ada. Kecenderungan
10

terjadinya KTD dan KNC merupakan fenomena yang perlu diantisipasi agar

kondisi yang ada dapat menjamin bahwa pasien selalu berada dalam konteks

yang aman.

Perawat sangat berkontribusi dalam menjamin keberlangsungan

keselamatan pasien di rumah sakit. Peran perawat dalam penerapan

keselamatan pasien di RSUD Ende masih belum optimal dan terkendala oleh

banyak hal. Belum optimalnya motivasi dan kepatuhan perawat mengenai

pentingnya menerapkan keselamatan pasien dalam asuhan yang diberikan

terhadap pasien merupakan kondisi nyata yang ditemukan di RSUD Ende.

Berdasarkan hal itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian

yang menggali mengenai hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat

pelaksana dalam penerapan pedoman patient safety. Oleh karena itu masalah

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan

antara motivasi dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam menerapkan

pedoman patient safety di instalasi rawat inap RSUD Ende?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi dengan

kepatuhan perawat pelaksana dalam menerapkan pedoman patient safety di

RSUD Ende.
11

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran motivasi perawat pelaksana dalam menerapkan

pedoman patient safety di RSUD Ende.

b. Mengetahui gambaran kepatuhan perawat pelaksana dalam menerapkan

pedoman patient safety di RSUD Ende.

c. Menganalisis hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat

pelaksana dalam menerapkan pedoman patient safety di RSUD Ende.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Rumah Sakit

Patient safety merupakan salah satu indikator peningkatan mutu

rumah sakit sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

kepada pihak manajemen RSUD Ende dalam menyusun rencana

pengembangan rumah sakit kedepannya agar mampu bersaing dengan

rumah sakit lain dalam pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu. Hasil

penelitian ini menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen sumber

daya manusia khususnya tenaga perawat terkait motivasi kerja dalam upaya

memperbaiki dan meningkatkan kinerja perawat dalam menerapkan

pedoman patient safety di RSUD Ende.


12

2. Bagi Perawat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur kontribusi perawat

untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui upaya langkah-

langkah patient safety dalam meningkatkan kesehatan pasien dan

pengembangan dalam penerapan pedoman patient safety yang diberikan

oleh perawat pelaksana di instalasi rawat inap sehingga citra perawat

menjadi lebih baik.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based practice

serta implementasi di tempat kerja dalam praktik manajemen keperawatan

khususnya manajemen patient safety rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai