Anda di halaman 1dari 3

A.

Ontologi Sains
Menurut bahasa, Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos
= ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Ontology adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada dan merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar, 2004). Ontology membahas tentang
apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan kata lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
1. Hakikat Pengetahuan Sains
Hakikat pengetahuan sains. Pertama, masalah rasional. Hipotesis harus
berdasarkan rasio, dengan kata lain hipotesis harus rasional. Contohnya adalah “untuk
bisa memiliki tenaga maka manusia harus makan, karena itu logis jika manusia tidak
makan tubuh menjadi lemas”.Kebenarannya barulah dugaan, tetapi hipotesis tersebut
telah mencukupi dari segi kerasionalannya. Dengan kata lain, hipotesis tersebut
rasional. Kata ”rasional” disini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat. Kedua
masalah empiris. Cara kerja dalam memperoleh teori itu adalah cara kerja metode
ilmiah. Rumus baku metode ilmiah ialah logicohypothetico-verificatif (buktikan
bahwa itu logis, tarik hipotesis, ajukan bukti empiris). Pada dasarnya cara kerja sains
adalah mencari hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang
lain. Asumsi dasar sains adalah tidak ada kejadian tanpa sebab.
2. Struktur Pengetahuan Sains
Dalam garis besar sains dibagi menjadi dua; yaitu sains kealaman dan sains
sosial, yang menjelaskan struktur sains dalam bentuk nama-nama ilmu.
a. Sains Kealaman
1) Fisika : mekanika, bunyi, cahaya, dan optic.
2) Kimia : kimia organik, kimia teknik.
3) Ilmu bumi : paleontology, ekologi, geofisika, geokimia, dan geografi.
4) Ilmu hayat : biofisika, botani, zoology, astronomi
b. Sains Sosial
1) Sosiologi : sosiologi komunikasi, sosiologi politik,sosiologi pendidikan
2) Antropologi : antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi politik
3) Psikologi : psikologi pendidikan, psikologi anak,psikologi abnormal
4) Ekonomi : ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan
5) Politik : politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
c. Humaniora sebagai pelengkap dari kedua sains
1) Seni : seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari
2) Hukum : hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat
3) Filsafat : logika, etika, estetika
4) Bahasa : sastra inggris, sastra jerman, sastra Indonesia
5) Agama : Islam, Kristen, Hindu, Budha, Protestan
6) Sejarah : sejarah Indonesia, sejarah dunia, sejarah umum

B. Epistemologi Sains
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan tatu ilmu
atau teori pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus
perhatian pada sifat dan ruang lingkup ilmu pengetahuan. Epistemologi membicarakan
hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal
tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan batasan-batasannya.
1. Objek Pengetahuan Sains
Objek pengetahuan sains (yaitu objek-objek yang diteliti sains) adalah semua
objek yang empiris sebab bukti-bukti yang empiris diperlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis. Suriasumantri (1994:105),
menyatakan bahwa objek kajian sains hanyalah objek yang berada dalam ruang
lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman adalah pengalaman indera.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sains banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan
dan manusia dan kejadian-kejadian disekitar alam, semuanya dapat diteliti oleh sains.
Dari penelitian itulah muncul teori-teori sains. Teori-teori dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sains.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sains
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari
dan pengukur pengetahuan belum didukung oleh empiris. Pengetahuan dicari dengan
akal, temuannya diukur oleh akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan logis.
Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar;
bila tidak, salah. Dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam.
Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah
yang logis dan ada bukti empiris yang didasarkan pada pengalaman yang
menggunakan indera. Empirisme juga disebut sebagai ilmu bukti, kaum ahli ilmu
pengetahuan empiris itu diperoleh dengan jalan observasi (pengamatan) atau
experiment (praktik).
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti
empirisnya, yang tertukur. Positivisme mengatakan air kopi ini 80 derajat celcius.
Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif dan tidak memungkinkan perbedaan
pendapat. Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan
untuk mengatur manusia dan alam.
Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula
buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis kemudian lakukan pembuktian
hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam
satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset.
3. Ukuran Kebenaran Sains
Ilmu berisi teori-teori, Seperti dalam teori Sains Ekonomi: bila penawaran
sedikit permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat kuat, sehingga
ditingkatkan menjadi hukum yang disebut hukum penawaran dan permintaan.
Berdasarkan hukum ini, maka barangkali benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus,
mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Jika hari hujan
terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan menurun, jumlah
orang yang memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras, kesempatan itu
digunakan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar mungkin, maka harga
beras akan naik. Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu
menjadi teori, dan teori itu benar, karena ia logis dan empiris.
Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika suatu teori
selalu benar, maka teori itu naik tingkat keberadaannya menjadi hukum atau aksioma.
Hipotesis (dalam sains) ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum
ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti
bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis itu benar, bila logis. Ada atau tidak ada bukti
empirisnya adalah soal lain. Kelogisan suatu hipotesis juga teori lebih penting
daripada bukti empirisnya.

Anda mungkin juga menyukai