Anda di halaman 1dari 4

Perkembangan era informasi dan globalisasi membawa dampak perubahan pada berbagai

aspek kehidupan tak terkecuali dalam bidang pendidikan terutama pendidikan karakter. Dampak
yang nyata terlihat yaitu dengan adanya penurunan nilai-nilai karakter. Selain itu, fenomena yang
terjadi saat ini, sebagian besar sekolah terfokus pada nilai akademik khusunya untuk mengejar
standar nilai kelulusan ujian nasional, sedangkan aspek soft skill atau non akademik sebagai
unsur utama pendidikan karakter justru terabaikan (Zubaedi, 2011). Oleh karena itu, pendidikan
dan pengembangan karakakter untuk saat ini sangatlah diperlukan. Perlunya pendidikan karakter
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ”.
Berdasarkan pernyataan tersebut, terlihat bahwa tujuan pendidikan nasional secara
keseluruhan adalah pengembangan karakter siswa. Karakter berarti tabiat atau kepribadian
seseorang. Coon (Zubaedi, 2011) mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subjektif
terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak
dapat diterima masyarakat. Karakter merupakan keseluruhan kodrati dan disposisi yang telah
dikuasai secara stabil yang mendifinisikan seseorang individu dalam keseluruhan tata perilaku
psikisnya yang menjadikan tipikal dalam cara berfikir dan bertindak. Zainal dan Sujak (2011: 2)
menyatakan karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (bahaviors), motivasi
(motivation), dan ketrampilan (skills).
Mengacu pada hal tersebut dpat ditegaskan bahwa karakter merupakan kepribadian yang
menjadikan tipikal dalam cara berfikir dan bertindak yang melekat pada diri seseorang. Karakter
terdiri atas tiga unjuk perilaku yang terdiri atas pengetahuan moral, perasaan berlandaskan moral,
dan perilaku berlandaskan moral. Oleh karena itu, perlu dilakukanya pengembangan karakter
yang mana pengembangan karakter dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Masnur
Muslich (2011: 36) menyatakan pemngembangan karakter harus dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan yang melibatkan aspek knowledge, felling, loving, dan action. Lebih lanjut,
Zainal dan Sujak (2011: 9) menjelaskan mengenai tahap yang dilakukan untuk mengembangkan
karakter yang terdiri atas tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), menuju kebiasaan
(habit). Pendidikan dan pengembangan karakter dapat dilakukan melalui berbagai aspek
kehidupan salah satunya melalui pembelajaran.
Menurut Fitri (2012:156), pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Menurut Gunawan (2012) membentuk karakter siswa melalui pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan menintegrasikan nilai-nilai karakter pada pembelajaran yang
sebenarnya. Karena itu, pembelajaran nilai-nilai karakter seharusnya tidak hanya diberikan pada
ranah kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di sekolah dan di masyarakat. Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang
penting untuk membentuk generasi yang berkualitas. Pendidikan karakter merupakan salah satu
alat untuk membimbing seseorang menjadi orang baik, sehingga mampu memfilter pengaruh
yang tidak baik.
Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai
pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 perlu disambut gembira dan didukung semua pihak.
Kurikulum 2013 dirancang untuk membangun karakter, watak, serta kepribadian untuk
membentuk siswa yang memiliki kecerdasan intelektual, keterampilan, dan juga yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, mandiri, kreatif, sehingga menjadi warga Negara yang demokratis
dan bertanggungjawab (Marlina, 2013). Pendidikan karakter bukan hanya penting, tetapi mutlak
dilakukan oleh setiap bangsa jika ingin menjadi bangsa yang beradab. Banyak fakta
membuktikan bahwa bangsa-bangsa yang maju bukan disebabkan bangsa tersebut memiliki
sumber daya alam yang berlimpah, melainkan bangsa yang memiliki karakter unggul seperti
kejujuran, kerja keras, tanggung jawab dan lainnya.

Pembelajaran Biologi Beerbassi Potensi Lokal

Biologi berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga biologi dapat berupaya
menyelesaikan masalah sehari-hari dan melandasi beberapa aktivitas masyarakat. Akan tetapi,
materi pembelajaran biologi sering disampaikan secara monoton, yakni dengan ceramah dan
berpusat pada guru (teacher center) sehingga konsep-konsep biologi hanya diberikan dan
dipahami melalui tekstual. Pembelajaran yang terjadi cenderung memkasakan siswa untuk
menguasai materi dalam kurikulum yang begitu banyak tanpa suatu usaha lebih dari guru agar
siswa tidak merasa terlalu terbebani dengan materi pelajaran. Upaya perbaikan terhadap kondisi
ini dapat dilakukan dengan melakukan pengintegrasian pembelajaran sains yang ada di sekolah
dengan sains yang diterapkan dalam masyarakat di sekitar. Hal tersebut dikenal sebagai
pendidikan sains lokal.
Sains lokal merupakan kebenaran ilmiah yang tidak selalu harus eksperimen tetapi boleh
melalui pengalaman orang yang terstruktur dan benar. Eyford (2006: 187) mengungkapkan
bahwa latar belakang budaya siswa mempunyai pengaruh yang kuat pada cara belajar siswa
dalam mempelajari dan menguasai konsep-konsep yang diajarkan di sekolah. Konsep
pembelajaran berbasis sains lokal merupakan pembelajaran yang mengkaitkan antara
budaya/tradisi/potensi lokal/daerah dengan sains.
Wahidin (2006:187) mengungkapkan pembelajaran sains berbasis budaya lokal adalah
suatu bentuk pembelajaran yang memadukan sekolah dengan budaya masyarakat. Proses
pelajaran melibatkan masyarakat setempat dengan cara membawa dan menyesuaikan budaya
masyarakat setempat dengan bahan ajar di sekolah. Konteks tujuan pembelajaran dirumuskan
sesuai dengan kurikulum yang berlaku antara kurikulum nasional dengan muatan lokal.
Pembelajaran berbasis potensi lokal akan menciptakan pembelajaran yang menarik dan
dapat menjadi solusi permasalahan belajar yang ada. Keunggulan dari pembelajaran berbasis
potensi lokal yaitu terciptanya pembelajaran yang memungkinkan adanya peningkatan keaktifan
siswa, dan terciptanya suatu pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran dikatakan bermakna
jika mampu membuat peserta didik benar-benar memahami materi yang dipelajari secara
mendalam dan dapat menerapkan dalam konteks kehidupan sesungguhnya, sehingga tidak
sekedar menghafal materi yang bersifat sementara. Pembelajaran bermakna yang tercipta melalui
penerapan pembelajaran Biologi berbasis potensi lokal akan berdampak pada pengembangan
literasi sains peserta didik.
Literasi sains menurut OECD (2003) didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan ilmiah untuk mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan
berdasarkan bukti untuk memahami dan membantu membuat keputusan tentang alam dan
perubahannya akibat aktivitas manusia. Melalui penerapan pembealajara biologi berbasis potensi
lokal, peserta didik difasilitasi untuk mengkaji tentang lingkungan sekitar, mengidentifikasi
permasalahan yang ada, serta mencari alternatif pemecahan masalah. Pembelajaran biologi
berbasis potensi lokal juga menekankan pada pembealajaran kontekstual sehingga peserta didik
benar-benar dihadapkan pada kondisi sesungguhnya. Pemahaman yang terbentuk melalui
kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai bekal untuk memahami materi sains lebih mendalam
dan dan dapat langsung diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Melalui uraian
tersebut diketahui bahwa pembelajaran biologi berbasis potensi lokal berpotensi memberdayakan
literasi sains peserta didik.
Literasi sains perlu dikuasai dan dikembangkan pada diri setiap peserta didik karena
termasuk dalam kompetensi utama yang harus dicapai dalam pembelajaran biologi. Pemahaman
terkait tingkat literasi peserta didik dapat dilakukan melalui pengukuran dengan instrumen
literasi sains yang memuat aspek-aspek literasi sains. Pengukuran literasi sains penting untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap pengetahuan sains serta kemampuan
menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam situasi nyata melalui pengalaman proses
(Rahmawati, 2012). Pengalaman proses sains dapat dikembangkan melalui pemberdayaan
keterampilan proses.
Keterampilan proses merupakan kemampuan fisik dan mental yang mengakomodasi cara
efektif untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Akinbobola, dkk., 2010).
Pembelajaran biologi berbasis potensi lokal pada dasarnya mendukung adanya peran aktif siswa
dalam mencari dan membagun konsep dari materi yang ada secara mandiri. Hal ini berhubungan
langsung dengan kegiatan dan proses pembeljaran yang dilakukan siswa dalam memecahkan
masalah yang ada. Seperti yang diketahui bahwa dalam memecahkan masalah sampai
membangun konsep itu melalui berbagai aspek ketrampilan. Aspek ketrampilan proses sains
menurut Rustaman (2005) terdiri dari kemampuan dalam mengamati, mengelompokan,
menginterpretasi, memprediksi, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, merencanakan
percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, mongkomunikasikan, serta
melaksanakan percobaan.
Selain itu, pembelajaran biologi berbasis lokal juga dapat menjadi bekal bagi siswa dalam
menghadapi tantangan zaman. Siswa dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi daerah
masing-masing. Pembelajaran biologi berbasis potensi lokal ini juga meningkatkan kesadaran
siswa yang diarahkan dalam etika kehidupan dengan meneladani keraifan lokal masyarakat. Hal
ini berkaitan langsung dengan pembentukan dan pengembangan karakter siswa.

Anda mungkin juga menyukai