Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Negara yang
korupsi bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.
Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik
perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini
sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi
sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi
memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat
di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah
korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak
langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron
seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang
ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul
apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit
ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.
Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai
dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan
yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-
undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan.

1
Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai Korupsi, yang
dijabarkan dalam rumusan masalah dibawah:

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian, ruang lingkup dan bentu-bentuk Korupsi ?
2. Apakah motif yang mendasari terjadinya Korupsi ?
3. Bagaimanakah Pertanggung jawaban Pidana pada perkara Tindak Pidana Korupsi ?
4. Analisis contoh kasus Tindak Pidana Korupsi ?
5. Apakah dampak dari terjadinya Korupsi ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Korupsi


a. Pengertian
Berbicara mengenai Korupsi, sama saja kita membicarakan semut ditengah lautan.
Menyinggug masalah Korupsi berarti menyinggung pula masalah pelanggaran dan kejahatan
jabatan, latar belakang, faktor-faktor penyebabnya sampai penanggulangannya. Setelah negara
RI memproklamerkan kemedekaannya, Bangsa Indonesia mempunyai Kemerdekaan Politik,
Kebebasan ekonomi dan budaya, dan semenjak itulah pemerintahan ada ditangan bangsa
Indonesia sendiri tetapi hukum yang berlaku masih hukum peninggalan Belanda. memang
istilah Korupsi pada waktu itu tidak dikenal tetapi apabila kenyataannya ada penyelewengan
oleh oknum-oknum tertentu, biasanya disebut OKB atau Orang Kaya Baru, dan terhadap ini
belum dapat ditindak, sebab harus dilihat dulu siapa OKB tersebut, apakah ada pelindungnya
atau tidak.
Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption =
penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan
lainnya. Adapun arti harfia dari korupsi dapat berupa :1
Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran.
Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.
1. Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai kekuasaan
untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
2. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya);
3. Koruptor (orang yang korupsi).
Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah
korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan
umum.
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau
perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya
bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);

1
Andhi Hamzah, Prof. Dr. Jur,, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Sinar Grafika 2005.

3
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416,
417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.
Adapun pengertian korupsi menurut para Ahli :2
Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give
some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahan bebasnya:
suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang
tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain). menurut Black adalah
perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk
mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya
S Hornby istilah korupsi diartikan sebagai suatu pemberian atau penawaran dan
penerimaan hadiah berupa suap (the offering and accepting of bribes), serta kebusukan atau
keburukan (decay).
David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara lain
menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi dan
menyangkut bidang kepentingan umum.
Wertheim yang menggunakan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya, seorang
pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi, adalah apabila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang – kadang pengertian ini juga mencakup perbuata
menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa yang lain.
David H Baley mengatakan, korupsi sementara dikaitkan dengan penyuapan adalah
suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pertimbangan
keuntungan pribadi yang tidak selalu berupa uang. Batasan yang luas dengan titik berat pada
penyalahgunaan wewenang memungkinkan dimasukkannya penyuapan, pemerasan,
penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang bukan milik sendiri untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi dan nepotisme ke dalam korupsi.
b. Sebab-sebab terjadinya Korupsi
Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah
dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi / kelompok / keluarga / golongannya sendiri atau faktor – faktor lain,
seperti:
Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
Kurangnya pendidikan.

2
Alatas, Syed Hussein, Sosiologi Korupsi sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer, Cetakan kedua,
LP3ES, 1975.

4
Adanya banyak kemiskinan.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Struktur pemerintahan.
Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll
Tipe korupsi menurut Para Ahli3
Tipe korupsi menurut Vito Tanzi
Korupsi transaksi, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor
dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.
Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan pemaksaan untuk
menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan
pelaku korupsi.
Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi
untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang.
Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam
pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.
Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information)
tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.
Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik
kekuasaan dan bahkan kekerasan.
Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari
pemerasan.
Tipe korupsi menurut Syed Hussein Alatas, dibagi menjadi 7 jenis, yaitu :
Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan kepadaadanya
kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-
duanya.
Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi dimana pihak
pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam
dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.
Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan
diperoleh di masa yang akan datang.
Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau

3
Arens & Loebbecke, Auditing Pendekatan Terpadu, Adaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, Penerbit
Salemba Empat, 1996

5
tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau
bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan
yang berlaku.
Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan
pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh
seseorang seorang diri.
c. Bentuk-bentuk Korupsi
Berikut dipaparkan berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang
dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK : 2006). Dalam Undang-
Undang No. 31 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 terdapat 30 rumusan
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terpisah dan
terperinci mengenai perbuatan-perbuatan yang dikenakan pidana korupsi:
Kerugian keuangan negara
Suap menyuap
Pengelapan dalam jabatan
Pemerasan
Perbuatan curang
Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan
Gratifikasi

B. Motif terjadinya Korupsi


Untuk memahami masalah korupsi yang begitu meluas di berbagai negara khususnya
pada negara berkembang, harus dikaitkan bahwa korupsi seolah-olah sebagai satu keharusan
dan tidak terpisahkan dengan negara-negara berkembang. Korupsi sesungguhnya merupakan
suatu proses yang berhubungan dengan latar belakang sejarah bangsa atau negara yang
bersangkutan. Tanpa memahami latar belakang budaya dan sejarahnya, diagnosis dan terapi
yang dilakukan untuk pemberantasan atau penanggulangan korupsi bisa saja keliru, yang akan
berakibat besar dan merupakan masalah tersendiri karena tindakan-tindakan penanggulangan
yang diterapkan tidak akan efektif.
Motif, penyebab, atau pendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi
sebenarnya bervariasi dan beranekaragam. Akan tetapi, secara umum dapat dirumuskan, bahwa
tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapat keuntungan pribadi, keluarga, kelompok,
golongannya sendiri. Dengan mendasarkan pada motif keuntungan pribadi atau golongan ini,
dapatlah dipahami jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja karena masalah
korupsi selalu terkait dengan motif yang ada pada tiap insan manusia untuk mendapatkan
keuntungan pribadi atau golongannya.

6
Cara yang ditempuh menurut norma-norma yang berlaku merupakan usaha yang
bersifat halal dan ridha. Cara korupsi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan tidak
mengikuti dan didasari norma-norma yang berlaku, jelas bahwa hal ini tidak halal dan tidak
diridhai. Apabila tindakan atau usaha ini dilakukan dengan penggunaan dan atau
penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau kesempatan kerja dengan persyaratan seperti
dirumuskan dalam pengertian kerja, usaha ini dikategorikan tindakan korupsi.

Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi yang
menginginkan keuntungan pribadi atau golongan. Menurut komisi IV, terdapat tiga indikasi
yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yakni:
Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan
Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Komisi IV juga menyatakan, kemungkinan meluasnya perbuatan korupsi berhubungan
dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan, seperti perluasan
perkreditan, bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Menurut Dr. Sarlito W, tidak ada jawaban yang persis untuk menjawab alasan apa yang
mendorong terjadinya korupsi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu faktor rangsangan dari dalam
diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misal
dorongan dari teman-teman, adanya kesempatan, dan kurang kontrol dan sebagainya.
A.S. Harris Sumidiria menjawab bahwa korupsi lahir karena ambruknya nilai-nilai
sosial, korupsi kambuh karena adanya penyalahgunaan tujuan wewenang dan kekuasaan, dan
korupsi hidup karena sikap dan mental pejabat yang bobrok, baik pejabat tinggi maupun
pejabat rendahan. Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventariskan beberapa penyebab
korupsi, yakni kesan yang berlebih-lebihan, seolah-olah telah tersebar luas, terutama di
kalangan pejabat tinggi. Rasa khawatir akan membesarnya kesan inilah yang menyebabkan
terus-menerus menolak tuntutan-tuntutan agar dia membersihkan pemerintahannya dan
birokrasi negara dari korupsi. “Berteriak keras-keras bahwa setiap orang berbuat korupsi hanya
akan menciptakan iklim korupsi,” katanya. “Rakyat akan berpendapat bahwa mereka hidup
dalam iklim korupsi dan karena itu akan melakukan korupsi pula”.4
Dengan mempertimbangkanmengenai dongeng rakyat tentang korupsi tersebut,
mungkin perlu pula dipertimbangkan tentang strategi atau taktik untuk penanggulangan dan
pemberantasan korupsi, apakah perlu dilaksanakan secara sensional ataukah secara tenang-
tenang atau diam-diam tetapi dengan langkah-langkah yang pasti, terencana, operasional, dan
efektif. Di samping itu, mungkin terdapat pula aspek lain yang perlu dipertimbangkan dalam
masalah ini, yakni tentang kemungkinan adanya golongan tertentu (politik misalnya) memang
dengan sengaja mengobarkan api desas-desus dongeng rakyat tentang korupsi ini.
Apabila diinventarisasikan, banyak sekali faktor-faktor yang dapat disebut sebagai
penyebab timbul, lahir, tumbuh, serta perkembangan korupsi, khususnya di negara-negara yang

4
Hamzah, Andi, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Cetakan Pertama, Sinar
Grafika 2005.

7
sedang berkembang. Diantara sekian banyak faktor ini, James C. Scot mengemukakan
beberapa hal yang secara khusus memiliki hubungan dengan aspek politik dan pemerintahan,
yakni:
Sistem politik resmi belum sepenuhnya diterima dan masih lemah landasan hukumnya
dibandingkan dengan ikatan keluarga dan suku yang masih kukuh;
Pemerintah penting sebagai sumber pekerjaan dan mobilits sosial;
Tidak ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk hidup berlandaskan hukum yang
berlaku di pihak golongan-golongan elite maupun dipihak rakyat banyak

C. Pertanggungjawaban Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi


Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu:5
1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
2. Pegawai Negeri adalah meliputi :
a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
tentang Kepegawaian;
b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana;
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan
dari keuangan negara atau daerah; atau
e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal
atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
· Penjatuhan Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor
20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak
pidana korupsi adalah sebagai berikut.
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal

5
Harahap, M.Yahya, Pembahasan, Permasalahan, Dan Penerapan KUHAP, Jilid I dan II, Cetakan ke 3, Pustaka Kartini, Desember 1993.

8
2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
2. Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi
atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam
perkara korupsi. (Pasal 21)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
3. Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk
perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang
yang menggantikan barang-barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta
bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang
pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman
maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo

9
undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan
lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
· Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-
(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut:
Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan
oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak
dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut
diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.
Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan
dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding pengadilan.
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di
tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor


20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah :6
- Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
- Perbuatan melawan hukum;
- Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
- Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan
dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

D. Analisis Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia


1. Kasus Angelina Sondakh
Dalam makalah ini saya mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang
dialami oleh Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau yang lebih dikenal dengan Angelina
Sondakh. Motivasi Angelina Sondakh melakukan korupsi yaitu kesempatan ada, yaitu adanya
proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Kemendikbud yang melibatkan dirinya atau
status kekuasaannya dalam pengambilan keputusan dan menjalankan proyek tersebut. Selain
itu kondisi keluarga yang sedang bersedih atas kepergian suaminya dan dia menjadi orang tua

6 www.makalah tindak pidana ekonomi korupsi di Indonesi.com

10
tunggal ketiga anaknya, tentu ini menyangkut ekonomi keluarga. Lingkungan kerja juga
mempengaruhi Angelina dalam melakukan korupsi ini.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 12 Tahun penjara terhadap Angelina Patricia
Pinkan Sondakh dalam kasus korupsi di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta
Kementrian Pemuda dan Olahraga. Ketua Majelis Kasasi Artidjo Alkostar mengatakan
terdakwa dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding hanya dikenakan pasal 11 UU
Tipikor, sedangkan Majelis Kasasi menerapkan pasal 12 A UU Tipikor. Terdakwa ini aktif
meminta fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek dan
disepakati 5 persen. Dan harusnya sudah diberikan ke terdakwa 50 persen pada saat
pembahasan anggaran dan 50 persen setelah Dipa turun. Dalam putusan kasasi ini majelis juga
mewajibkan Angelina Sondakh mengembalikan uang suap Rp.12,58 miliar ditambah 2,350
juta dolar AS yang sudah diterimanya, jika tidak dibayar maka harus diganti dengan kurungan
selama 5 tahun.
Dalam pertimbangannya, Artidjo mengungkapkan bahwa terdakwa aktif memprakarsai
pertemuan untuk memperkenalkan Mindo kepada sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi
Kemendiknas Haris Iskandar dalam rangka mempermudah upaya penggiringan anggaran di
Kemdiknas. Terdakwa ikut mengajukan program usulan kegiatan di sejumlah Perguruan
Tinggi, itu sifatnya aktif. Dia beberapa kali memanggil Haris Iskandar dan Dadang Sugiarto
dari Kemdiknas ke kantor DPR dan terdakwa minta memprioritaskan pemberian alokasi
anggaran terhadap PT, jelas Artidjo. Angelina Sondakh sebelumnya hanya divonis 4,5 tahun
penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan vonis dari
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Mantan politikus Partai Demokrat telah dinyatakan secara sah terbukti melakukan tindak
pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji terkait dengan jabatannya
dengan terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
junto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas putusannya /ini, KPK mengajukan kasasi karena tidak sesuai
dengan tuntutannya yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara ditambah denda
Rp.500juta subsider enam bulan kurungan.
Kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh ini termasuk pengertian korupsi
menurut Wertheim, “yang menggunakan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya, seorang
pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi, adalah apabila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan memengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang pengertian ini juga mencakup perbuata
menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa yang lain.”7
Kasus korupsi ini termasuk jenis korupsi menurut Piers Beirne dan James Messerschmidt,
yaitu “Political Kickbacks adalah kegiatan korupsi yang berkaitan dengan sistem kontrak
pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan pengusaha yang
memberikan kesempatan atau peluang untuk mendapatkan banyak uang bagi kedua belah
pihak.” Karena didalam kasus disebutkan bahwa “Direktur PT Duta Graha Indah(DGI),
Mhuhammad El Idrus dan seorang penghubung bernama Mindo Rosalinda Manulang (Rosa)

7
https://aafadill702.wordpress.com/2014/06/25/masalah-korupsi/

11
menyerahkan uang suap dalam bentuk 3 lembar cek senilai Rp.3,2 miliar kepada Wafid
muharam, Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga (Seskemenpora), yang juga langsung
ikut ditangkap di kantornya. Suap tersebut merupakan uang balas jasa dari PT DGI karena telah
memenangi tender proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Kasus
ini menyeret nama Muhammad Nazarudin, karena Rosa sebagai bawahan Nazar di PT Anak
Negeri, bahkan Rosa pernah menjabat Direktur Pemasaran perusahaan yang dibentuk oleh
mantan Bendahara Partai Demokrat itu. Nazarudin dan Rosa juga kemudian menyeret nama
Angie sebagai salah satu tersangka, lantaran disebut menerima uang darinya terkait proyek
pembangunan wisma Atlet SEA Games di Palembang. PT Anak Negeri mengeluarkan Rp.10
miliar melalui Angie. Sebanyak Rp.5 miliar untuk Angie, Rp.5 miliar sisanya tidak diketahui,
namun diduga digunakan sebagai pelicin ke Badan Anggaran DPR agar anggaran segera
turun.” Dan untuk tipe korupsinya, kasus ini mengarah kepada tipe korupsi menurut Vito
Tanzi, “Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang
berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.” Bila diperhatikan, Angie adalah
orang dalam, karena pada saat itu ia menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR. Ia pasti
berperan dalam kasus korupsi ini, karena ia menerima uang atas balas jasa dari PT DGI karena
telah memenangi tender proyek Wisma Atlet SEA Games dan sebagian uang tersebut diduga
digunakan sebagai pelicin ke Badan Anggaran DPR agar anggaran tersebut segera turun.
2. Kasus Andi Mallarangeng
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun penjara,
dan denda Rp 200 juta serta subsidar 2 bulan kurungan kepada mantan Menteri Pemuda dan
Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng dalam kasus tindak pidana korupsi proyek Pusat
Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
Menurut hakim ketua Haswandi terdakwa Andi Mallarangeng terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dalam putusan tersebut,
hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai
Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang. Dimana sebagai Menpora, Andi adalah
pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan negara di
Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran.
Atas perbuatan tersebut Andi telah menguntungkan pihak lain, Proyek P3SON telah
merugikan keuangan negara Rp 464,391 miliar. Andi melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU
No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.8
Selain itu, Majelis Hakim menilai, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi
Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora. Sehingga Choel ikut terlibat dalam pengurusan
proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).
Dalam putusan juga disebutkan, bahwa Andi telah memberikan kemudahan akses kepada
Choel Mallarangeng di kantor Kemenpora. Kemudahan akses tersebut seperti adanya

8
http://jaringnews.com/keadilan/tipikor/64723/andi-mallarangeng-divonis-tahun-penjara-dalam-kasus-proyek-hambalang

12
Keleluasaan bagi Choel untuk menggunakan ruang kerja Andi di lantai 10 gedung Kemenpora
untuk melakukan pertemuan dengan pejabat Kemenpora dan calon pemenang. Majelis hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga menyebutkan membengkaknya anggaran proyek
pembangunan Hambalang, disebabkan oleh keinginan Andi Mallarangeng untuk mengubah
konsep bangunan. Majelis hakim mengatakan Andi Mallarangeng telah memerintahkan
Sesmenpora Wafid Muharam untuk melakukan pemaparan proyek dengan desain master plan
baru.
Kemudian dilakukan pertemuan membahas perombakan design baru seperti konsep
bangunan, luas tanah dan gedung, yang berlangsung di lantai 10 Gedung Kemenpora. Dalam
pertemuan tersebut dihadiri oleh Wafid, Deddy Kusdinar, Rio Wilarso, Lisa Lukitawati Isa,
Muhammad Arifin, Asep Wibowo dan Anggraeni Dewi Kusumastuti. Akibatnya, anggaran
proyek Hambalang yang semula Rp 125 miliar terus bertambah. Hingga tahun 2010, anggaran
tersebut meningkat mencapai Rp 275 miliar. Namun, pada akhirnya anggaran tersebut
membengkak drastis menjadi total Rp 2,5 triliun, sehingga negara mendapat kerugian keuangan
negara senilai Rp 464,391 miliar.
Analisa Kasus Korupsi Andi Mallaranggeng
Memurut pandangan para ahli, ciri – ciri, jenis dan faktor penyebab terkait kasus korupsi
tesebut adalah sebagai berikut :9
1. Menurut pandangan David H Baley kasus yang melibatkan mantan menpora ini adalah
kasus penyuapan yang mana penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi
penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak
selalu berupa uang. Batasan yang luas dengan titik berat pada penyalahgunaan wewenang
memungkinkan dimasukkannya penyuapan, pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber
dan fasilitas yang bukan milik sendiri untuk mencapai tujuan – tujuan pribadi dan
nepotisme ke dalam korupsi. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
· Sebab hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan
kewenangannya sebagai Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang. Dimana sebagai
Menpora, Andi adalah pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan
pengelolaan keuangan negara di Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan
pengawasan pelaksanaan anggaran.
· Andi Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel
Mallarangeng untuk berhubungan dengan pejabat Kemenpora. Sehingga Choel ikut terlibat
dalam pengurusan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON).
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka ciri – ciri korupsi yang
terkait dengan kasus korupsi tersebut adalah sebagai berikut :
· Menurut Syed Hussein Alatas mengungkapkan bahwa ciri – ciri yang terkait
dengan kasus ini berbentuk Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang

9
http://jaringnews.com/keadilan/tipikor/64723/andi-mallarangeng-divonis-tahun-penjara-dalam-kasus-proyek-hambalang

13
yang diberikan amanah seperti seorang pemimpin yang menyalahgunakan
wewenangnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau kelompoknya.
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka jenis korupsi ini
tergolong kepada jenis :
· Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan
(Benveniste).
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka tipe korupsi yang
tergolong adalah sebagai berikut :10
· Menurut Syed Hussein Alatas adalah Korupsi transaktif (transactive corruption)
yaitu menunjukkan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan
pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan
tercapainya keuntungan ini oleh kedua – duanya. Hal ini terbukti :
· Dengan terjadinya hubungan timbal balik menguntungkan pihak lain dan dia
sendiri dengan merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,391 miliar.
· Menurut Vito Tanzi adalah Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika
seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang
dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
dirahasiakan. Hal ini terbukti:
· Dalam hal ini Andi sebagai pejabat memegang kekuasaan otoritas pengelolaan
keuangan negara serta sebagai pengguna anggaran sehingga sebagai pejabat yang
terkait dalam hal ini Andi memiliki pengetahuan tentang bagaimana anggaran yang
digunakan sehingga menguntungkan pihak lain dan dirinya sendiri dengan merugikan
keuangan negara sebesar Rp 464,391 miliar, seperti yang telah diuraikan pada pokok
pembahasan masalah pada 2.2.
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka faktor penyebab yang
terkait dengan kasus ini adalah sebagai berikut :
· GONE Theory yang dikemukakan oleh Jack Boulogne dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan
bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor – faktor yang dibutuhkan oleh
individu – individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

10 Situmorang, Victor M. 1994. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: PT Rineka Cipta.

14
E. Dampak terjadinya Korupsi Bagi perekonomian Indonesia
Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan
pemerintah untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal
yang besar, meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan
individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada
biaya yang sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat. Ada indikasi yang kuat, bahwa
meningkatnya perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara-negara yang
sebelumnya memakai sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses
privatisasi perusahaan negara.
Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam
bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan
dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan,
misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan
mendorong terjadinya inefisiensi.
Korupsi menjadi bagian dari welfare cost, memperbesar biaya produksi, dan
selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam
kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang
turun.
Korupsi mereduksi peran fundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan
pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rightsdan sebagainya). Pada akhirnya hal ini
akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi,
baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau
pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam
kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. Selain dikarenakan program-program
pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi
potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan
perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk
pungutan tak resmi (pungutan liar).11 Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir
dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat
mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan
kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menyerap tenaga kerja).

11
Marpaung, Leden, Tindak Pidana Korupsi, Masalah Pemecahannya, Bgian Pertama, Cetakan Pertama, Sinar
Grafika, Februari 1992.

15
Dampak Korupsi Bagi Masyarakat
Korupsi sangat berdampak negatif pada kehidupan masyarakat sekitar. Adapun dampak
korupsi yang terlihat secara langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut :12
Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi
Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang
seharusnya disalurkan dikorupsi.
Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.
Banyaknya rkyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung
tikar akibat dana investasinya dikorupsi.
Dan masih banyak lagi dampak negatif korupsi.
Dampak Korupsi Dalam Bidang Pendidikan
Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan oleh adanya faktor- faktor
yang menyebabkan. Kurangnya fasilitas yang tersedia menjadi faktor utama terhadap baik atau
buruknya kualitas pendidikan di Indonesia. Bisa kita lihat banyak fasilitas yang sudah tidak
layak dipakai masih digunakan sebagai sarana pendidikan, contohnya pada lingkungan
pedesaan banyak fasilitas yang sudah tidak layak dipakai masih digunakan untuk sarana belajar
mengajar sesuai fungsinya. Fasilitas yang rusak ini mengakibatkan banyak anak- anak
pedesaan tidak bisa menggunakan fasilitas dengan baik. Fasilitas yang kurang dan rusak
disebabkan karena kurangnya dana yang diberikan oleh pemerintah. Menurut pasal 31 ayat 4
dengan bunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional”.
Sesuai dengan apa yang termuat di dalam UUD 1945 sebanyak 20% keuangan negara
itu digunakan sebagai dana pendidikan. Namun saat ini sesuai dengan apa yang telah kita
ketahui kualitas pendidikan di indonesia begitu rendah, lalu dimana uang yang seharusnya
dipakai sebagai dana pendidikan?. Korupsi itulah jawaban yang tepat. Meski Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensil, dan pembagian tugas pemeritahan sudah terlihat
sangat jelas. Korupsi tetap saja menjadi masalah yang sangat besar bagi keuangan negara. Hal
inilah yang berdampak negatif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Banyak pendidikan
yang terkorbankan karena tidak adanya fasilitas dan dana yang cukup.

12
Hamzah, Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

16
Dampak negatif dari korupsi ini tentu sangatlah banyak salah satunya adalah uang
negara yang seharusnya di pakai untuk memenuhi fasilitas pendidikan tapi menjadi bubur
hangat bagi para koruptor di Indonesia dan hal ini juga yang telah menyebabkan negara
indonesia tidak maju- maju dan tetap pada posisi sebagai negara berkembang dengan kualitas
pendidikan yang rendah. Dari kasus korupsi yang terjadi perhatian pemerintah menjadi sangat
berkurang terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Tidak heran jika kualitas penddidikan di
indonesia menjadi rendah dan tidak dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman
saat ini. Perlu adanya tindak lanjut yang lebih agar pendidikan di Indonesia bisa seperti negara
yang maju saat ini, tidak cukup hanya dengan pemberian hukuman kepada koruptor tapi perlu
adanya inovasi baru yang dapat memberikan hukuman yang sebanding dengan apa yang telah
dilaksanakan oleh para koruptor.
Berantas korupsi dan segala tindakan menyimpang lainnya yang akan berdampak
negative pada kualitas pendidikan di indonesia. Seperti yang kita lihat, Indonesia menyandang
sebagai negara yang memiliki begitu banyak sumber daya yang tentunya dapat di manfaatkan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Jika pemanfaatan dan penggunaannya
dilakukan secara efesien serta terhindar dari tangan- tanagn yang tak bertanggung jawab maka
akan tercipta indonesia yang maju.

F. Strategi Pemberantasan Korupsi


Menurut Gunner Myrdal jalan untuk memberantas Korupsi di negara-negara berkembang
ialah:
1. Menaikkan gaji pegawai rendah (dan menengah)
2. Menaikkan moral pegawai tinggi
3. Legalisasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal
Untuk mencegah terjadinya Korupsi besar-besaran bagi pejabat yang menduduki jabatan yang
rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan negara, penegak, dan pembuat
kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat jabatannya sehingga mudah
diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang jelas.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang
negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu
mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). Dan korupsi akan
berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan masyarakat umum dan negara. di
indonesia korupsi identik dengan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta
orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-
kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi
sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-
delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu
rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut
kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana
korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman ataupun mendapat hukuman yang tidak sesuai dengan pelanggaranya
contoh saja Angelina Sondakh seperti yang sudah dijelaskan diatas . Itulah sebabnya kalau
hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.

B. Saran
Berdasarkan realita yang ada begitu banyak kasus Korupsi yang ada di Indonesi bahkan
menurut beberapa orang kasus Korupsi sudah menjadi Budaya bangsa Indonesia untuk itu mari
himbau kepada teman-teman untuk lebih mempelajari hal-hal yang terkait dengan Korupsi
seperti makalah kami ini yang masih sangat jauh dari kesempurnaan. Marilah kita saling
merangkul bersama untuk memberantas Korupsi yang ada di Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.=
Marpaung, Leden, Tindak Pidana Korupsi, Masalah Pemecahannya, Bgian Pertama, Cetakan
Pertama, Sinar Grafika, Februari 1992.
Situmorang, Victor M. 1994. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Harahap, M.Yahya, Pembahasan, Permasalahan, Dan Penerapan KUHAP, Jilid I dan II,
Cetakan ke 3, Pustaka Kartini, Desember 1993.
Hamzah, Andi, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Cetakan Pertama,
Sinar Grafika 2005.
Arens & Loebbecke, Auditing Pendekatan Terpadu, Adaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, Penerbit
Salemba Empat, 1996
Alatas, Syed Hussein, Sosiologi Korupsi sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer,
Cetakan kedua, LP3ES, 1975.
Andhi Hamzah, Prof. Dr. Jur,, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Sinar
Grafika 2005.

WEB
http://jaringnews.com/keadilan/tipikor/64723/andi-mallarangeng-divonis-tahun-penjara-
dalam-kasus-proyek-hambalang
https://aafadill702.wordpress.com/2014/06/25/masalah-korupsi/
www.makalah tindak pidana ekonomi korupsi di Indonesi.com

19

Anda mungkin juga menyukai