BAB I
PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai
komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan
lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan
sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani
yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu dilakukan pengawetan agar tidak memberikan
kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Proses pengawetan ikan yang umum dilakukan
adalah dengan penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan dan pendinginan.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua (Murniyati dan
Sunarman., 2000). Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam. Mula-mula pengeringan
hanya dilakukan dengan menggunakan panas matahari dan ditiup angin. Prinsipnya, pengeringan
adalah cara pengawetan ikan dengan mengurangi kandungan air pada jaringan ikan sebanyak
mungkin sehingga aktivitas bakteri terhambat.
Saat ikan ditangkap dan diangkat dari dalam air, ikan tidak langsung mati. Meskipun keadaan
ikan tersebut masih dalam tingkat kesegaran yang maksimal, tetapi biasanya tidak langsung
dikonsumsi. Ikan dengan kesegaran maksimal setelah dimasak rasanya kurang enak jika langsung
dikonsumsi berbeda dengan ikan yang telah beberapa saat mati baru dimasak.
Hanya dalam waktu kurang lebih 8 jam sejak ikan ditangkap dan didaratkan sudah akan timbul
proses perubahan yang mengarah pada kerusakan. Ini disebabkan karena ikan mengandung 60,0 –
84,0 % air dalam tubuhnya. Karena itu, agar ikan dan hasil perikanan lainnya dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin, perlu ditangani dengan baik. Salah satu cara untuk menghambat terjadinya
proses pembusukan ini adalah dengan cara pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu cara
pengawetan hasil perikanan yang palin mudah dan murah. Meskipun pengeringa ini dapat merubah
sifat daging ikan dari sifat ketika masih segar, tetapi nilai gizi ikan cenderung tetap. Bahkan dengan
berkurangnya air, prosentase protein produk meningkat (Zaelanie et al., 2004).
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
Mengetahui definisi pengeringan ikan
Mengetahui prinsip pengeringan ikan
Mengetahui proses pengeringan ikan
Mengetahui mekanisme pengeringan ikan
Mengetahui teknik pengeringan ikan
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat menganalisis dan mengaplikasikan
proses pengeringan ikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Proses pengeringan dapat meningkatkan daya awet ikan karena dapat disimpan cukup lama dan
dalam keadaan layak sebagai makanan manusia. Pengeringan merupakan proses penurunan kadar
air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk
akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan
energy yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar
air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus
memenuhi syarat yaitu sebesar 55 – 60% (Pinem, 2004).
Menurut Hasibun (2005) bahwa bahasa pengeringan merupakan penghidratan, yang berarti
menghilangkan air dari suatu bahan. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan
yang dikeringkan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama
yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang
dikandung oleh suatu bahan teruap. Hal ini terjadi apabila panas diberikan kepada bahan tersebut.
Panas ini dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru
ataupun tenaga surya.
Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya (pengeringan alami) dan
dapat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus yang digerakkan dengan tenaga
listrik. Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan pangan, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi yang digunakan serta jenis bahan
yang akan dikeringkan.
Meskipun pengeringan itu akan mengubah sifat daging ikan dari sifatnya ketika masih segar,
tetapi nilai gizinya relatif tetap. Kadar air yang mengalami penurunan akan mengakibatkan
kandungan protein di dalam bahan mengalami peningkatan. Selama pengeringan juga terjadi
perubahan antara lain warna menjadi cokelat. Perubahan warna tersebut dikarenakan reaksi
browning. Reaksi browning nonenzimatis pada ikan yang paling sering terjadi adalah reaksi antara
asam organik dengan gula pereduksi, serta antara asam-asam amino dengan gula pereduksi disebut
juga reaksi Maillard. Reaksi anatara asam-asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan
nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya. Vitamin - vitamin yang terdapat dalam bahan
pangan yang dikeringkan akan mengalami penurunan mutu, hal ini disebabkan karena ada
berberapa vitamin yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung
pada suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu bagian
permukaan bahan pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan bagian dalamnya masih
basah.
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap
air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih
sedikit atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan
(Adawyah, 2006). Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air (pengisapan air oleh
udara) sebagai akibat perbedaan kandungan air produk dengan udara sekitar. Apabila kandungan
uap air diudara cukup rendah berarti udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga
kesempatan untuk terjadinya penguapan semakin besar. Makin tinggi perbedaan kandungan uap
air di udara dengan produk, maka semakin banyak kandungan air yang dikeringkan dapat menguap
karena kesanggupan udara untuk menampungnya semakin besar
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara yang umum untuk mengeringkan ikan adalah
dengan menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu dengan menggunakan tiupan udara panas.
Penguapan dimulai dari bagian permukaan, kemudian menjalar kebagian – bagian yang lebih
dalam. Kecepatan penguapan atau pengeringan ditentukan oleh faktor – faktor sebagai berikut:
- Kecepatan Udara, Makin cepat udara bertiup di atas ikan, makin cepat
ikan menjadi kering.
- Temperatur Udara, Makin tinggi temperature, makin cepat ikan menjadi
kering.
- Kelembapan Udara, Makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi kering
- Ukuran dan Tebal Ikan, Makin tebal ikan, makin lambat ikan
kering. Namun makin luas permukaan ikamn, makin cepat ikan
menjadi kering.
- Arah Aliran Udara Terhadap Ikan, Makin kecil sudut antara ikan dengan arah
aliran udara, makin cepat pengeringannya.
- Sifat Ikan, Makin ikan tersebut berlemak, makin lama dan sulit pengeringannya.
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan dengan
menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan,
sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan itu
menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penguapan adalah laju pemanasan waktu energi panas dipindahkan pada bahan, jumlah panas yang
dibutuhkan untuk menguapkan air, suhu maksimum pada bahan, tekanan pada saat terjadinya
penguapan.
Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan permukaan bahan terlalu
cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju
permukaan. Lebih lanjut, pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan
sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di samping itu, kondisi
pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya
waktu pengeringan dilakukan dengan mem perhatikan kontak antara alat pengering dengan alat
pemanas (baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi
0
pertimbangan-pertimbangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 85 C.
Tujuan pengeringan ikan ialah untuk menguragai kadar air yang ada didalam daging ikan
sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang meyebabkan pembusukan terhenti.
Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikna ini
umumnya disertai dengan pengaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud penggaraman
sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari permukaan ikan dan
mikroorganisme. Batas kadar air yang diperlukan dalam tubuh ikan kira kira 20 – 35 % agar
perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti. Ketika udara panas dihembuskan pada
bahan pangan Khususnya disini ialah ikan yang basah panas dipindahkan dari udara ke permukaan
bahan dan panas laten penguapan menyebabkan air yang ada pada permukaan bahan pangan tadi
menguap. Uap air berdifusi melalui lapisan tipis udara di sekeliling permukaan bahan dan terbawa
bersama hembusan udara yang mengenai bahan. Penguapan air pada permukaan menyebabkan
terjadinya perbedaan tekanan uap air di permukaan dan didalam bahan, demikian juga antara
permukaan bahan dan udara sekeliling bahan. Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan
adanya aliran air dari dalam bahan. Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya
aliran air dari dalam bahan pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke
udara. Pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan melalui mekanisme sebagai berikut :
2. cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada bagian bagian
3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan pangan yang
4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam bahan pangan
masih sedehana dengan cara menjemur dan memanfaatkan panas matahari serta berikut Metode
Mungkin kita masih bertanya mengapa proses penggaraman masih dilakukan pada
mekanisme pengeringan, fungsi garam dalam pengawetan/ pengeringan ikan ialah untuk meyerap
air dari dalam daging ikan sehingga aktivitas bakteri akan terhambat. Selain itu larutan garam juga
menyebabkan proses osmose pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang
mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri/ mikroorganisme.
Munurut Murniyati dan Sunarman (2000), pada dasarnya, cara – cara pengeringam atau
pengurangan kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut:
a. Pengeringan Alami atau tradisional (natural drying)
b. Pengeringan Buatan atau modern (artificial drying) atau Pengeringan Mekanis (mechanical
drying).
a. Pengeringan Mekanis
Karena banyaknya kesulitan-kesulitan yang didapat pada pengeringan alami, maka
manusia telah mencoba membuat peralatan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara
yang lebih efisien. Alat pengering mekanis berupa suatu ruang dengan udara panas yang ditiupkan
di dalamnya. Hal-hal pokok yang membuat pengeringan mekanis ini lebih baik daripada
pengeringan alam adalah:
suhu, kelembaban, dan kecepatan angin dapat diatur
sanitasi dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan
Pemanasan udara dalam pengering mekanis (dryer) dapat dilakukan menggunakan:
• Pipa-pipa yang berisi uap panas didalamnya
• Logam atau batu yang dipanaskan dengan api
• Elemen pemanas listrik
• Pemindahan panas dengan mesin pendingin
Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower (kipas angin) yang terletak didalam ruangan atau
di dinding. Kecepatan udara yang optimal adalh 70 – 100 m/menit. Semua iakn dalam dryer
diusahakan mengalami pengeringan yang merata.
Dalam skala kecil berkapasitas 5 kg. spesifikasi alat pengering ini adalah berupa kotak
bertingkat, bagian bawah utuk pengeringan dan bagian atas untuk sirkulasi pengembalian udara.
Dimensi panjang kabin 190 cn, lebar 65 cm, tinggi 97 cm. Udara pengering di sirkulasikan dengan
9 buah kipas berdiameter 12 cm dengan kecepata 1,1 m/s. Udara pengering didehumidifikasikan
dengan dehumifier yang dibuat dari modifikasi AC dengan kompresor 0,5 PK. Sumber pemanas
menggunakan elemen lampu inframerah sebanyak 3 buah masing-masing berdaya 1500W
dilengkapi dengan thermosfat. Try untuk pengeringan berukuran 40x35 cm disusun bertingkat 11
dengan jarak antar tingkat 4 cm.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kadar air yang ada di dalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim
yang meyebabkan pembusukan terhenti. Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan
makanan. Pengeringan ikan ini umumnya disertai dengan pengaraman sehingga ikan kering itu
terasa asin. Maksud penggaraman sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari
permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat
menghambat aktivitas mikroorganisme. Batas kadar air yang diperlukan dalam tubuh ikan kira
kira
Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan
pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke udara. Pergerakan air dari dalam
2. cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada bagian bagian
3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan pangan yang
4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam bahan pangan
Fungsi garam dalam pengawetan/ pengeringan ikan ialah untuk meyerap air dari dalam
daging ikan sehingga aktivitas bakteri aklan terhambat. Selain itu larutan garam juga menyebabkan
proses osmose pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan
kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri/ mikroorganisme
2. Untuk mengurangi volume dan berat ikan yang ditangani sehingga biaya penganggkutan
3. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan (pada beberapa jenis produk tertentu
3.2 Saran
Saran dari kami adalah jika ingin mengawetkan ikan dengan cara pengeringan, gunakan
teknik pengeringan yang efektif, efisien, hygiene, dan tidak tergatung dengan cuaca agar
memperoleh hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, M.P.Ir. Rabiatul. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sasi, M,dkk.2000. Chilling Fresh Fish in Dry and Wet Ice. http:// biophyspal journal. Com (diakses 1
mei 2012)
Desroirer,Norman W. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan .Uip: Jakarta Sumber: Premy
Puspitawati Rahayu
Posting Komentar
Mengenai Saya
Binti Nafiah
Lihat profil lengkapku