Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Audit internal merupakan jaminan, independen objektif dan aktivitas konsultasi yang
dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu
organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin
untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko,
pengendalian, dan tata kelola. Audit internal adalah katalis untuk meningkatkan
efektifitas organisasi dan efisiensi dengan menyediakan wawasan dan rekomendasi
berdasarkan analisis dan penilaian data dan proses bisnis. Dengan komitmen terhadap
integritas dan akuntabilitas, audit internal yang memberikan nilai untuk mengatur badan
dan manajemen senior sebagai sumber tujuan dan saran independen.
Ruang lingkup audit internal dalam suatu organisasi yang luas dan mungkin
melibatkan topik-topik seperti efektivitas operasi, keandalan pelaporan keuangan,
menghambat dan menyelidiki kecurangan serta mengamankan aset, dan juga kepatuhan
terhadap hukum dan ketentuan. Audit internal sering melibatkan pengukuran sesuai
dengan kebijakan entitas dan prosedur. Namun, auditor internal tidak bertanggung jawab
atas pelaksanaan kegiatan perusahaan, mereka menyarankan manajemen dan Dewan
Direksi (atau serupa badan pengawas) tentang bagaimana untuk melaksanakan tanggung
jawab mereka.
Maka dari itu, guna membahas mengenai audit internal demi terciptanya good
governance, dibuatlah sebuah kelompok belajar dan tertuang dalam sebuah makalah yang
berjudul “Peranan audit internal dalam menunjang good governance”.

1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mendefinisikan mengenai good governance
2. Mengetahui orientasi mengenai kepemerintahan yang baik
3. Mengetahui karakteristik good governance
4. Mengetahui prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
5. Menelaah audit internal dalam mencapai good governance
6. Mengetahui manfaat audit internal
7. Mengetahui komponen-komponen audit internal
8. Mengetahui hal yang berkaitan dengan pengawasan internal sektor publik

1
1.3. Manfaat
Dari penulisan makalah ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi beberapa pihak
antara lain bagi penulis dapat memperoleh pengalaman dalam hal audit internal guna
pengawasan dalam menunjang tata kelola yang baik (good governace), dan bagi pembaca
semoga bias menjadi pedoma dalam pelaksanaan good governance.

1.4. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Team work (diskusi kelompok)
2. Internet

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Good Governance
“ Government : The authoritative direction and administration of the affairs of men /
women in a nation, state, city, etc. ” Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas
kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, bagian, kota dan sebagainya. Governance adalah
suatu kegiatan (proses) “ … serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah
dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaintan dengan kepentingan masyarakat
dan intervensi pemerintah atas kepentingan – kepentingan tersebut.”
Sustainable Human Development, Januari 1997, mendefinisikan kepemerintahan
( governance ) sebagai berikut : “ Governance is the exercise of economics, political, and
administrative authority to manage a country’s affairs at all levels and the means by which
states promote social cohesion, integration, and ensure the well – being of their
population.”(“ Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/ kekuasaan dibidang
ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap
tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya
kondisi kesejahteraan, integritas dan kohesiiivitas sosial dalam masyarakat.”)

2.1.1. Pengertian Good Governance


Good Governance merupakan sekumpulan aturan yang menjelaskan hubungan antara
seluruh pihak yang mempengaruhi suatu organisasi baik internal ataupun eksternal. Aturan ini
menetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari pihak tersebut atau sistem yang
mengarahkan dan mengawasi jalannya kegiatan organisasi untuk menciptakan nilai tambah
bagi organisasi tersebut. Ada empat unsur utama dan satu unsur tambahan dariGood
Governance yaitu Tranparansi, Integritas, Akuntabilitas, Tanggung jawab dan satu unsur
tambahan yaitu Partisipasi yang kesemuanya saling terkait.

2.2. Orientasi Kepemerintahan Yang Baik ( Good Governance )


Kepemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal yaitu : Orientasi ideal negara
yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional ; dan Pemerintahan yang berfungsi secara
ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.
Legitimasi, pemerintah dipilih mendapat kepercayaan dari rakyatnya. Accountability
atau akuntabilitas, seberapa jauh perlindungan hak-hak asasi manusia terjamin, adanya
otonomi, devolusi kekuasaan kepada daerah, adanya jaminan berjalannya mekanisme kontrol

3
oleh masyarakat. Orientasi kedua sejauhmana pemerintah kompetensi, struktur, mekanisme
politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
Good governance merupakan “proses yang meningkatkan” interaksi konstruktif
diantara domain – domainnya dengan tujuan untuk menciptakan dan memelihara kebebasan,
keamanan, kesempatan bagi adanya aktivitas swasta yang produktif.

2.3. Karakteristik Good Governance


UNDP (United Nations Development Programme) “hubungan yang sinergis,
konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat (society)”. Berdasarkan definisi itu,
kemudian UNDP mengajukan karakteristik good governance, seperti :
 Partisipasi.
 Supremasi hukum.
 Transparansi.
 Cepat tanggap.
 Membangun konsensus.
 Kesetaraan.
 Efektif dan efisien.
 Bertanggung jawab.
 Visi yang strategik.
 Saling keterkaitan (Interrelated)

2.4. Prinsip – Prinsip Kepemerintahan Yang Baik


Karakteristik kepemerintahan yang baik sebagai suatu prinsip dikemukakan dalam
Rencana Strategis LAN 2000 – 2004 dimana disebutkan perlunya pendekatan baru dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah pada terwujudnya kepemerintahan
yang baik ( good governance ) yakni : “…proses pengelolaan pemerintah yang demokratis,
profesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM, desentralistik, partisipatif,
transparan, berkeadilan, bersih dan akuntabel ; selain berdayaguna, berhasil guna dan
berorientasi pada peningkatan daya saing bangsa.”
Gambir Bhatta ( 1996 : 7 ) mengungkapkan bahwa “unsur-unsur utama governance” :
1. akuntabilitas ( accountability )
2. transparansi ( transparancy )
3. keterbukaan ( opennes )

4
4. aturan hukum ( rule of law )
Ditambah dengan kompetensi manajemen (management competence) Hak asasi manusia
( human right ).
UNDP ( 1997 ) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip – prinsip yang harus
dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik adalah
meliputi :
1. Partisipasi ( Participation ).
2. Aturan hukum ( rule of law ).
3. Transparansi ( transparency ).
4. Daya tanggap ( responsiveness ).
5. Berorientasi konsensus ( consensus orientation ).
6. Berkeadilan ( equity ).
7. Efektivitas dan efisiensi ( effectiveness and efficiency ).
8. Akuntabilitas ( accountability ).
9. Bervisi strategis ( strategic vision ).
10. Saling keterkaitan ( interrelated ).
Meskipun tidak secara tegas menyatakan sebagai prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik, namun Mustopadidjaja ( 1999 : 11-14 ) merekomendasikan agar format bernegara
masyarakat madani sebagai sistem penyelenggaraan negara baik di pusat maupun didaerah-
daerah, perlu memperhatikan antara lain prinsip – prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip demokrasi dan pemberdayaan.
2. Prinsip pelayanan.
3. Prinsip transparansi dan akuntabilitas.
4. Prinsip partisipasi.
5. Prinsip kemitraan.
6. Prinsip desentralisasi
7. Prinsip konsistensi kebijakan dan kepastian hukum
Penjelasan dari beberapa konsep ini adalah sebagai berikut:
 Transparansi
Transparansi (transparency) secara harafiah adalah jelas (obvious), dapat dilihat secara
menyeluruh (able to be seen through) (Collins, 1986). Dengan demikian transparansi adalah
keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan (Wardijasa, 2001).
Tranparansi merupakan salah satu syarat penting untuk menciptakan Good Governance.

5
Dengan adanya transparansi di setiap kebijakan dan keputusan di lingkungan organisasi, maka
keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan.
Transparansi di organisasi akan mendorong diungkapkannya kondisi yang sebenarnya
sehingga setiap pihak yang berkepentingan (stakeholders) dapat mengukur dan mengantisipasi
segala sesuatu yang menyangkut organisasi. Penerapan prinsip transparansi menuntut
perusahaan, baik Dewan Komisaris/Pengawas, Dewan Direksi maupun karyawan untuk selalu
terbuka dan mencegah upaya penyembunyian informasi yang menyangkut kepentingan
publik, pemegang saham dan stakeholders secara keseluruhan.
Penerapan transparansi bisa dimulai melalui penyajian secara terbuka laporan
keuangan yang akurat dan tepat waktu, penetapan kriteria seleksi personil secara terbuka,
penyediaan informasi tentang pendapatan pengurus perusahaan, pengungkapan atas transaksi
atau kontrak dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kedudukan istimewa, struktur
kepemilikan, sampai kepada penyajian informasi tentang berbagai risiko yang mungkin
dihadapi perusahaan.
Dalam menerapkan prinsip ini, perlu ada penyamaan persepsi tentang hal-hal apa dan
seberapa banyak yang perlu diinformasikan, standar apa yang dijgunakan sebagai acuan, cara
mempublikasikannya dan media apa yang akan digunakan, tolok ukur penilaiannya, serta
bagaimana mengatasi kendala-kendala yang mungkin terjadi, termasuk kendala budaya.
 Integritas
Good Governance bukanlah sesuatu yang bersifat administratif dan mekanikal,
melainkan merupakan komitmen dan niat baik dari para pelaku Good Governance .
Berdasarkan kamus The Macquarie, integritas menyangkut karakter dan prinsip moral dan
kejujuran. Dengan demikian prinsip integritas adalah bertindak dengan jujur dan dilandasi
keyakinan baik untuk kepentingan terbaik perusahaan. Integritas merupakan kualitas yang
harus melekat pada unsur-unsur korporasi terutama Dewan Komisaris/Pengawas, Direksi dan
karyawan. Integritas berkaitan erat dengan kejujuran dan dapat dipercaya. Good Governance
tidak akan tercapai apabila para pelaku Good Governance tidak jujur dan tidak dapat
dipercaya.
Prinsip integritas merupakan unsur yang harus melekat pada diri setiap anggota
Komisaris/Pengawas, Direksi, dan karyawan untuk berbuat dengan sepenuh hati dan
komitmen yang tinggi dalam mewujudkan apa yang terbaik bagi perusahaan. Dengan
integritas diharapkan dapat diperoleh personal yang jujur dan kompeten, penuh percaya diri,
dan bertekad tinggi untuk mensukseskan program-program organisasi.

6
Agar prinsip integritas ini terwujud, para pengurus dan karyawan perusahaan harus
terdiri dari orang-orang yang terpilih melalui seleksi. Karena itu, perlu ada kriteria yang pasti
dan transparan tentang pegawai atau pejabat yang direkrut. Bahkan terhadap jabatan pengurus
perusahaan (Direksi, Komisaris/Pengawas, dan Manajer) perlu diterapkan “assessment
process” atau yang akhir-akhir ini lebih dikenal sebagai “fit and proper test”. Begitu pula
dalam pengembangan karir serta kesempatan promosi dan mutasi harus selalu didasarkan
pada suatu “merit system” yang jelas.
Selanjutnya agar integritas ini tetap terpelihara perlu diciptakan kesepakatan tentang aturan
perilaku dan kode etik, termasuk sanksi pelanggaran, yang diberlakukan bagi semua peronil
perusahaan tanpa kecuali.
 Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk
menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada
pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggung jawaban atau
keterangan . Melalui penerapan prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja
dapat dimonitor, dinilai dan dikritisi. Akuntabilitas juga menunjukkan adanya traceableness
yang berarti dapat ditelusuri sampai ke bukti dasarnya, serta reasonableness yang berarti
dapat diterima secara logis.
 Tanggung Jawab
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat
 Partisipasi
Menurut kamus Collins, “Participate means to become actively involve in.” Jadi,
partisipasi merupakan keterlibatan yang aktif, kalau pada suatu perusahaan tentunya dari
setiap pelaku / organ perusahaan dan stakeholders lain dalam menunjang peningkatan nilai
perusahaan.
Dalam kaitan dengan Good Governance , CalPERS, sebuah lembaga pensiun
International di Amerika Serikat, memberi definisi berikut “Corporate Governance refers to
the relationship among various participants in determining the direction and performance
corporations.” The primary participants are: (1) shareholders, (2) management and (3) Board
of Directors
Dari definisi tersebut kita dapat memahami bahwa pemegang saham, manajemen (di
Indonesia direpresentasikan oleh Direksi dan jajaran manajemen di bawahnya), dan Dewan

7
Komisaris/Pengawas, disebut sebagai partisipan utama dalam perusahaan. Dengan demikian
selain ketiga pihak tersebut dapat kita kategorikan sebagai bukan partisipan utama tetapi
sebagai partisipan pendukung. Partisipasi yang dimaksud adalah pemenuhan tanggung jawab,
hak, dan wewenang serta tindakan-tindakan lain yang patut diambil oleh seseorang sesuai
posisi / jabatannya.

2.5. Audit Internal dalam Mencapai Good Governance


Salah satu implementasi prinsip transparansi dalam Good Governance adalah
penerapan Enterprise-Wide Risk Management atau manajemen risiko yang luas dan terpadu.
Penerapan manajemen risiko oleh perusahaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-
risiko perusahaan, mengukurnya dan mengatasinya pada level toleransi tertentu.
Dalam Enterprise-Wide Risk Management, risiko perusahaan bukan hanya financial
risk (risiko keuangan) saja, seperti risiko gagal bayar dalam suatu transaksi keuangan, risiko
kesalahan dalam accounting system perusahaan ataupun risiko perubahan nilai mata uang.
Selain risiko keuangan ada yang disebut risiko teknis, risiko operasional, dan risiko pasar
(lazim disebut market risk atau commercial risk).
Dalam risiko teknis, kemungkinannya risiko yang terjadi terhadap aset-aset fisik
perusahaan seperti kerusakan peralatan dan infrastruktur. Dalam risiko operasional, risiko
terletak pada human factor, diantaranya human error, keselamatan dan kesehatan pekerja,
proses seleksi, dan skill. Sedangkan dalam risiko pasar, risiko terletak pada perubahan-
perubahan yang terjadi terhadap market produk dan jasa perusahaan.
Audit internal merupakan alat untuk dapat menentukan manajemen resiko tersebut
diatas. Salah satu komponen dari audit internal adalah Penaksiran Resiko (Risk Assessment).
Penaksiran resiko ini dapat dilakukan oleh pengawasan internal antara lain dengan cara audit
oleh Satuan /Badan Pengawas Internal ataupun dengan melalui cara pengawasan atasan
langsung.
Audit Internal dalam organisasi merupakan kebutuhan yang mutlak dan tidak dihindari
dalam usaha untuk mengembangkan dan mempertahankan kelangsungan hidup organisai.
Untuk lebih menjamin tercapainya tujuan pengendalian internal, diperlukan suatu organ yang
berfungsi untuk memonitor pelaksanaan pengendalian internal suatu organisasi.
Sistem pengendalian internal yang memadai adalah sistem pengendalian yang dapat
menjaga keamanan harta organisasi, menjaga ketelitian informasi keuangan, dan mendorong
kepatuhan pegawai kepada ketentuan yang berlaku.

8
Audit internal merupakan sebuah proses, yang diwujudkan oleh pimpinan organisasi
maupun anggotanya, yang dirancang untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi seperti
dibawah ini:
 Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional
 Keandalan Laporan keuangan
 Ketaatan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku
Kata Kunci Audit internal adalah: Audit intern merupakan sebuah proses, yang
menjadi suatu media menuju akhir, bukan berarti akhir itu sendiri. Pengawasan intern
dipengaruhi oleh personil. Hal tersebut bukanlah hanya suatu kebijakan yang berbentuk
manual dan format tertulis, tetapi merupakan sekelompok individu pada tiap tingkat
organisasi.
Audit internal dapat diharapkan untuk memberikan kepastian yang sesuai, bukan
kepastian yang absolut kepada keseluruhan tingkat manajemen. Pengawasan intern
dimaksudkan untuk mempercepat tercapainya sasaran yang terpisah-pisah tetapi juga untuk
keseluruhan tujuan organisasi.

2.6. Manfaat Audit Internal


Audit internal dapat membantu suatu organisasi dalam mencapai prestasi dan target
yang menguntungkan, dan mencegah kehilangan sumber daya. Dapat membantu
menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dan juga dapat memastikan suatu
organisasi mematuhi undang-undang dan peraturan, terhindar dari reputasi yang buruk dan
segala konsekuensinya. Selanjutnya dapat pula membantu mengarahkan suatu organisasi
untuk mencapai tujuannya, dan terhindar dari hal yang merugikan.

2.7. Komponen Audit Internal


Audit intern terdiri dari lima komponen saling berhubungan. Komponen ini bersumber
dari cara pimpinan suatu organisasi menyelenggarakan tugasnya dan oleh karena itu
komponen ini menyatu dan terjalin dalam proses manajemen. Komponennya adalah:
 Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Merupakan perwujudan suatu iklim manajemen di mana sejumlah orang
melaksanakan kegiatan dan tanggungjawab pengendalian. Faktor lingkungan pengendalian ini
termasuk integritas, etika, kompetensi, pandangan dan philosopi manajemen dan cara

9
manajemen membagi tugas dan wewenang/tanggungjawab serta arahan dan perhatian yang
diberikan pimpinan puncak.
 Penaksiran Resiko (Risk Assessment)
Setiap entitas, dalam melaksanakan aktivitas menghadapi berbagai resiko, baik
internal maupun eksternal yang harus diperhitungkan terkait dalam mencapai tujuan sehingga
membentuk suatu basis penetapan bagaimana resiko tersebut seharusnya dikelola. Penaksiran
risiko mensyaratkan adanya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
 Aktifitas Pengendalian (Control Activities)
Meliputi kebijakan dan prosedur yang menunjang arahan dari manajemen untuk
diikuti. Kebijakan dan prosedur tersebut memungkinkan diambilnya tindakan dengan
mempertimbangkan risiko yang terdapat pada seluruh jenjang dan fungsi dalam organisasi.
Didalamnya termasuk berbagai jenis otorisasi dan verifikasi, rekonsiliasi, evaluasi kinerja dan
pengamanan harta serta pemisahan tugas.
 Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Informasi yang relevan perlu diidentifikasikan, dicatat dan dikomunikasikan dalam
bentuk dan waktu yang tepat, sehingga memungkinkan pelaksanaan tanggungjawab yang baik
oleh anggota organisasi. Sistem informasi menghasilkan laporan tentang kegiatan operasional
dan keuangan, serta ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dalam rangka melaksanakan
dan mengendalikan pelaksanaan tugas.
 Monitoring
Pemantauan adalah suatu proses yang mengevaluasi kualitas kinerja Sistem
Pengendalian Manajemen pada saat kegiatan berlangsung. Proses ini diselenggarakan melalui
aktivitas pemantauan yang berkesinambungan dan melalui pengawasan (audit) intern atau
melalui kedua-duanya.
Komponen tersebut di atas merupakan suatu rangkaian yang terjalin erat. Komponen
lingkungan pengendalian menjadi landasan bagi komponen-komponen yang lain. Dalam
lingkungan pengendalian, manajemen melakukan penaksiran resiko dalam rangka pencapaian
tujuan. Aktivitas pengendalian diimplementasikan untuk memastikan bahwa arahan
manajemen telah diikuti. Sementara informasi yang relevan dicatat dan dikomunikasikan ke
seluruh bagian organisasi. Selanjutnya keseluruhan proses tersebut dipantau secara terus
menerus dan diperbaiki bilamana perlu.
Pertalian dan sinergi dari antara komponen-komponen tersebut, membentuk suatu
sistem terintegrasi yang bereaksi dengan dinamis ke kondisi yang berubah-ubah. Sistem

10
pengawasan intern terjalin dengan aktivitas organisasi. Pengawasan intern merupakan alat
yang paling efektif yang dibangun ke dalam infrastruktur organisasi dan menjadi bagian dari
inti organisasi. Pengawasan internal yang terpadu akan meningkatkan mutu dan inisitif
organisasi, menghindari biaya-biaya tak perlu dan memungkinkan tanggapan yang cepat
terhadap kondisi yang berubah-ubah.

2.8. Audit Internal dalam Sektor Publik


Audit internal di lingkungan sektor publik, mempunyai sifat yang khusus. Organisasi
pemerintahan dikelola dengan cara dan nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan
sektor private.
Ketaatan dalam pelaksana anggaran menjadi ciri utama dalam pengelolaan kegiatan
sektor publik. Demikian pula dengan pembagian kekuasaan, Otonomi daerah sudah digulirkan
dalam pengelolaan instansi pemerintah. Dengan demikian evaluasi kinerja pemerintah Pusat
dan Daerah dapat dilakukan terpisah.
Pengelolaan asset publik juga tidak semata-mata dilakukan dengan prinsip ekonomi
yang dianut sektor private, karena salah satu tugas pemerintah adalah menyediakan barang
dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh sektor private.
2.8.1. Dasar Hukum
Ketetapan MPR Nomor VIII / MPR / 2001, tanggal 9 November 2001 tentang
Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Keuangan Negara
 Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan Melekat

2.8.2. Visi Indonesia 2020


Dalam Bab IV butir angka 9 Ketetapan MPR Nomor VII / MPR / 2001, baik dan
bersih dalam penyelenggaraan negara adalah mencakup :
 Terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel,
memiliki kredibilitas dan bebas KKN.
 Terbentuknya penyelenggaraan negara yang peka dan tanggap terhadap kepentingan
dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara termasuk daerah terpencil dan
perbatasan.

11
 Berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan
pemerintahan.

2.8.3. Asas – asas penyelenggaraan negara


Dalam Ketetapan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dalam Pasal 3 dan Penjelasannya ditetapkan mengenai asas-asas umum pemerintahan
yang mencakup :
 Asas kepastian hukum.
 Asas tertib penyelenggaraan negara.
 Asas kepentingan umum.
 Asas keterbukaan.
 Asas proporsionalitas.
 Asas profesionalitas.
 Asas akuntabilitas.

2.8.4. Kewajiban para penyelenggara negara


Dalam Pasal 5 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
ditetapkan mengenai kewajiban setiap penyelenggara negara sebagai berikut :
 Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum
memangku jabatannya.
 Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat.
 Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah
menjabat.
 Tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.
 Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan
golongan.
 Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak
melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih baik untuk kepentingan
pribadi, keluarga maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan
dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

12
 Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme
serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2.8.5. Transparansi keterbukaan dan partisipasi masyarakat


Hak masyarakat untuk berperan serta dalam rangka mewujudkan pemerintahan
yang bersih berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 9 ayat (1), diwujudkan
dalam bentuk :
 Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang
penyelenggaraan negara.
 Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari
penyelenggara negara.
 Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab
terhadap kebijakan penyelenggara negara.
 Hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal :
o Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b,
dan c
o Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di
sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi dan saksi ahli,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

13
BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Sistem pengendalian intern merupakan prasyarat bagi penyelenggaran
pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara yang amanah. Sistem pengendalian intern
ini pulalah, yang salah satu unsurnya adalah fungsi audit internal, yang menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan keluasan dan kedalaman ruang lingkup
pekerjaan audit. Dengan demikian, fungsi audit internal yang berjalan dengan baik akan
menghasilkan keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak auditor
eksternal, eksekutif, dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu,
sudah selayaknya fungsi pengawasan internal lebih diberdayakan dan dilaksanakan secara
sinergis demi tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara atau good governance pada
sektor publik yaitu terwujudnya transparansi, akuntabilitas, kejujuran, keadilan dan
kesejahteraan masyarakat.

3.2. Saran
Semoga setiap orang yang mengemban amanah sebagai auditor bisa
menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan dan bisa memberikan hasil yang bersih,
demi terciptanya pengelolaan yang baik dalam segala aspek. Amin.

14
DAFTAR PUSTAKA
http://indoskripsi.com
http:// jurnalsskripsi.com
http://www.positivemc.com/
http://id.shvoong.com/tags/latar-belakang-audit-internal/
www. Google.com
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Keuangan Negara
Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan Melekat
Bab IV butir angka 9 Ketetapan MPR Nomor VII / MPR / 2001
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999
UU Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 9 ayat (1)

15

Anda mungkin juga menyukai