ISPA
ISPA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diatas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan
mukosa, dan perubahan struktur dan fungsi siliare” (Nelson 2000, p.1455).
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara
maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena
dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. ISPA
bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi di
(Balita) di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS,
Malaria dan Campak. Namun, belum banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di
dunia, dari 9 juta kematian Balita lebih dari 2 juta Balita meninggal setiap tahun
akibat pneumonia atau sama dengan 4 Balita meninggal setiap menitnya. Dari
1
2
p.1).
kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur balita,
terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain” (Sinta. 2009,
p.2).
bahwa angka kematian balita akibat penyakit sistem pernapasan adalah 4,9/1.000
balita, yang berarti ada sekitar 5 dari 1.000 balita yang meninggal setiap tahun
akibat pneumonia. Atau berarti ada 140.000 balita yang meninggal setiap
merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita (22,5%). Survei ini dilakukan
di 10 propinsi dengan salah satunya pada propinsi Sumatera Barat yang terbanyak
p.14).
kesehatan yang salah satunya adalah menurunkan 2/3 kematian balita pada
rentang waktu antara 1990-2015. Apabila angka kematian yang disebabkan oleh
3
pencapaian MDGs akan besar pula. Adanya keterpaduan dengan lintas program
kematian balita akibat pneumonia dari 5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi
3/1000 balita pada tahun 2005 dan menurunkan angka kesakitan pneumonia balita
dari 10 - 20% menjadi 8 - 16% pada tahun 2005. Resiko mortalitas pada balita,
khususnya pada bayi sangat tinggi dan resiko ini lebih ditentukan pada
kemampuan ibu atau keluarga atau masyarakat dalam memberikan perhatian dan
Menurut data dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat tahun 2008, jumlah
kasus( 3,23 %) dari 381.933 jumlah balita (P2B DinKes Sumbar, 2008).
4
Tabel 1.1
KEJADIAN ISPA (PNEUMONIA) PADA BALITA DI SUMATERA
BARAT TAHUN 2008
Menurut data dari Dinas Kesehatan Padang Pariaman tahun 2009, jumlah
penderita ISPA pada balita adalah sebanyak 14.395 kasus (37,15%) dari 38.745
sebanyak 13.618 kasus (35,14%) (P2P ISPA DinKes Padang Pariaman, 2009).
5
Tabel 1.2
KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KABUPATEN PADANG
PARIAMAN TAHUN 2009
Menurut data kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pakandangan terdapat 799 kasus (44,91%) dari 1779 jumlah balita, dengan ISPA-
6
Pneumonia sebanyak 137 kasus (7,7%), ISPA-Pneumonia Berat tidak ada, dan
Pakandangan, 2009).
Tabel 1.3
KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PAKANDANGAN TAHUN 2009
Tabel 1.4
10 PENYAKIT TERBANYAK DI PUSKESMAS PAKANDANGAN TAHUN
2009
NO DIAGNOSA PENYAKIT JUMLAH KUNJUNGAN
1 ISPA 3730
2 Penyakit kulit infeksi 1634
3 Gastritis 1238
4 Reumatik 1613
5 Gastritis 1135
6 Hipertensi 1110
7 Penyakit kulit alergi 918
8 Penyakit pulpa dan jaringan periopikal 727
9 Demam 684
10 Chikungunya 443
Sumber: Laporan 10 Penyakit Tebanyak Puskesmas Pakandangan Tahun 2009.
faktor risiko antara lain : jenis kelamin, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI
yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak
menderita penyakit kronis. Pemberian ASI tidak memadai merupakan salah satu
Santoso, P 2003).
pemberian ASI cukup memberikan efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi
umur 0-4 bulan. Sehingga untuk menurunkan kasus ISPA pada bayi umur 0-4
anggota keluarga yang terkena penyakit ISPA dan keberadaan anggota keluarga
8
yang merokok memilki hubungan dengan kejadian ISPA, sedangkan faktor status
gizi, kelengkapan imunisasi, lantai ruang tidur, kepemilikan lubang asap dapur,
dan penggunaan jenis bahan bakar tidak ada hubungan dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pati 1 kabupaten Pati” (Suhandayani, Ike
2006, p.71).
masyarakat dalam pencarian pengobatan atau care seeking yang tepat. Pada sisi
mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Hanya 4% dari ibu yang membawa
Dari observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11-12 Januari
2010 terhadap 7 orang ibu yang membawa anaknya ke Puskesmas untuk berobat
data sebagai berikut 5 orang tidak mengetahui sama sekali apa itu ISPA
sedangkan 2 orang lagi sedikit mengetahui penyakit ISPA itu dan menyamakan
dengan flu atau pilek. Saat peneliti menanyakan tentang pemberian ASI esklusif,
3 orang mengatakan menyusui bayinya saja lebih dari umur anaknya 6 bulan, 2
dan 2 orang mengatakan tidak menyusui anaknya sampai anaknya berusia 6 bulan.
Berdasarkan dari uraian dari latar belakang tersebut diatas maka peneliti
1. Tujuan Penelitian
B. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Program Studi Ilmu keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Fort de Kock
Bukittinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Status Gizi
keadaan gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat keadaan gizi optimal akan
dari organ-organ, serta energi. Kecukupan gizi balita dapat dilihat dari status
dalam kekebalan. Atropi pada kelenjer thymus karena kurang gizi juga
11
berbagai aspek yang dimulai sejak anak masih dalam rahim ibunya.
Kelima upaya ini harus merupakan satu kesatuan sebagai strategi dasar
“Penilaian status gizi ada dua cara, ada secara langsung dan ada secara
1) Antropometri
asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proposi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
2) Klinis
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
tissue) seperti kulit, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ
Penggunaan metode ini untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
kekurangan salah satu atau lebih gizi. Disamping itu digunakan untuk
3) Biokimia
urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
13
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
4) Biofisik
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2) Statistik Vital
3) Faktor Ekologi
kesimpulan bahwa keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang
adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang
antara gizi buruk dengan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya
serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan gizi
yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi
normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri
kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang
2009).
15
1. Pengertian ISPA
dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya
istilah Infeksi Respiratorik Akut (IRA) sebagai padanan istilah bahasa inggris
penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran
napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan juga pleura”
global oleh WHO. Dalam tatalaksana ISPA tahun 1984 penyakit ISPA
anak usia dibawah 5 tahun adalah penyakit pernapasan dan sebagian besar
dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:
16
b. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli
(respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.
Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
2. Penyebab ISPA
“Penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
RI 2006, p.25)
umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh
ISPA akibat organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi
3. Klasifikasi ISPA
b) Sinusiatis akut
lain
lain
a) Bronkitis akut.
b) Bronkiolitis akut
2009).
menjadi 3 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
(1) Batuk
indrawing).
b) Pneumonia
Tanda utama:
(1) Batuk
c) Bukan Pneumonia
Tanda Utama:
(1) Batuk
yaitu:
a) Pneumonia berat
Tanda utama:
(1) Batuk
b) Bukan Pneumonia
Tanda utama:
1) Bukan Pneumonia
2) Pneumonia
bernafas disertai adanya nafas sesuai umur. Batasan nafas cepat (fast
3) Pneumonia Berat
Tanda dan gejala ISPA tergantung kepada berat dan ringannya ISPA
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak
diraba.
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit, makanan
atau udara. Gejalanya batuk, pilek, panas atau deman serta sakit dada. Secara
penularan melalui udara tidak dapat dicegah karena udara yang dihirup tidak
dapat dipilah-pilah. Dalam kondisi serba darurat pasca bencana alam seperti di
Aceh saat ini, daya tahan tubuh warga setempat turun drastis. Akibatnya,
muncul-lah penyakit lama maupun baru Penularan penyakit akan sangat mudah
Chandra, penderita ispa sebisa mungkin dipisahkan dari yang tidak tertular.
Obat yang diberikan tergantung pada kondisi pasien yaitu yang meningkatkan
“Penularan penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita ISPA dan carier
yang disebut reservoir. Bibit penyakit yang ditularkan pada orang lain melalui
kontak langsung atau melalui benda-benda yang telah tercemar oleh bibit
penyakit termasuk udara. ISPA dapt ditularkan melalui air ludah, batuk, bersin
dan udara pernafasan yang mengandung kuman terhirup oleh orang sehat dan
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup orang sehat lewat saluran
atas, yang sering terjadi pada semua golongan masyarakat di musim dingin”
(omdimas , 2009).
“ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara. Salah satu
penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
aerosol yakni suspansi yang melayang di udara dapat berubah bibit penyakit
6. Pencegahan ISPA
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena ISPA sangat dipengaruhi oleh
kebersihan di dalam dan di luar rumah. Secara rinci upaya pencegahan ISPA
meliputi:
kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit”
p.130).
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun jamur. Jika
tidak tertangani dengan baik dan benar, penyakit ISPA bisa berisiko
satu upaya dini untuk mencegah kejadian ISPA. Upaya pencegahan dini dari
RI 2005, p.25).
2) Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk-batuk dan
bersin-bersin.
p.147).
K 2000, p. 103).
menjadi baik jika lingkungan yang ada di sekitarnya juga baik. Begitu juga
ada di sekitarnya kurang baik. Dalam penerapan hidup bersih dan sehat
yang sehat memiliki ciri-ciri tempat tinggal (rumah) dan lingkungan sekitar
kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Oleh karena itu rumah haruslah
penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas
untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat.
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri bakteri,
terutama bakteri patogen, karena terjadi aliran udara yang terus menerus.
Fungsi lain adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam
bertahan lama di dalam udara, kecuali spora-spora, telur, cacing, dan virus.
terlalu bebas. Oleh karena itu ia dapat berada di udara relatif lebih lama.
besar. Hal ini dibantu oleh taraf kepadatan penghuni ruangan, sehingga
kurang baik, sehingga penyakit dapat mewabah. Penyakit morbili ini adalah