Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SITEM PERWAKILAN KEPENTINGAN


(PLURALISME,KORPORATISME,KELOMPK KEPENTINGAN

Untuk memenuhi Tugas sistem politik indonesia


Dosen : Saydiman Marto S.stp, M.si

Oleh :
Hizkia Najoan
Indah Cahyani
M. Faisal Rizki
M. Irvan
M. Reza Fauzan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu maupun masyarakat memiliki kepentingan yang harus
diraih dan dipertahankan bagi kelangsungan kehidupannya, baik dalam keluarga,
masyarakat, Negara maupun dengan Negara lain. Dalam rangka meraih dan
mempertahankan kepentingannyaini, tentu saja memerlukan kerja keras,
perjuangan yang semuanya bersentuhan dengan individu atau masyarakat,
maupun yang lebih luas yaitu Negara dan pihak Internasional.Untuk itu
semua, memerlukan kekuatan dan dukungan dari semua pihak. Sehingga
memperoleh tanggapan yang serius dari masyarakat atau pihak tertentu yang
menjadi tujuan dari kepentingan. Bentuk kekuatan yang memilki daya dukung
adalah kekuatan yang didalamnya berisi dua atau lebih orang yang bekerjasama,
untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk kekuatan itu disebut juga dengan
Organisasi.
Organisasi yang berdiri dan mengatasnamakan dirinya sebagai organisasi
kepentingan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi kemasyarakatan
(Ormas) dan organisasi sosial lainnya.
Hal lain yang melatarbelakangi lahirnya kelompok kepentingan ini adalah adanya
dominasi individu, masyarakat, Negara dan Negara lain yang memiliki kekuatan
yang besar terhadap individu, masyarakat, Negara dan Negara lain lemah
(terbelakang, baru dan berkembang) yang dapat membahayakan kelangsungan
kehidupannya dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang Pluralisme dan Korporatisme
2. Menjelaskan tentang Kelompok Kepentingan

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Pluralisme dan Korporatisme
2. Mengetahui tentang Kelompok Kepentingan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pluralisme
1. Pengertian Pluralisme
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua
kata plural (=beragam) dan isme (=paham) yang berarti beragam pemahaman,
atau bermacam-macam paham, Untuk itu kata ini termasuk kata yangambigu.
Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary (1913 +
1828) arti pluralism adalah hasil atau keadaan menjadi plural dan keadaan seorang
pluralis; memiliki lebih dari satu tentang keyakinan gerejawi
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya “KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam
suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi
agama, suku, ras, adat-istiadat, dan lain-lain. Segi-segi inilah yang biasanya
menjadi dasar pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan
khas, serta yang mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang
lebih besar atau lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang
terdiri dari berbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki
aneka macam budaya atau adat-istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang
majemuk, ataupun masyarakat Aru yang majemuk.
Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima
perbedaanbukan berarti menyamaratakan, tetapi justru mengakui bahwa ada hal-
hal yang tidak sama. Menerima kemajemukan (misalnya dalam bidang agama)
bukanlah berarti bahwa membuat “penggabungan gado-gado”, dimana kekhasan
masing-masing terlebur atau hilang. Kemajemukan juga bukan berarti “tercampur
baur” dalam satu “frame” atau “adonan”. Justru di dalam pluralisme atau
kemajemukan, kekhasan yang membedakan hal (agama) yang satu dengan yang
lain tetap ada dan tetap dipertahankan.
Jadi pluralisme berbeda dengan sinkritisme (penggabungan) dan assimilasi atau
akulturasi (penyingkiran). Juga pluralisme tidak persis sama dengan inkulturasi,
kendati di dalam pluralisme atau kemajemukan bisa terjadi inkulturasi dimana
keaslian tetap dipertahankan.
2. Dasar Pluralisme (Penerimaan Kemajemukan)

a) Dasar Filosofis : Kemanusiaan


Penerimaan kemajemukan dalam paham pluralisme adalah sesuatu yang mutlak,
tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekuensi dari kemanusiaan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang mempunyai harkat dan
martabat yang sama, mempunyai unsur-unsur essensial (inti sari) serta tujuan atau
cita-cita hidup terdalam yang sama, yakni damai sejahtera lahir dan batin. Namun
dari lain sisi, manusia berbeda satu sama lain, baik secara individual atau
perorangan maupun komunal atau kelompok, dari segi eksistensi atauperwujudan
pengungkapan diri, tata hidup dan tujuan hidup.
Sedangkan secara faktual dan historis, manusia yang sama secara essensial dan
berbeda secara eksistensial itu pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang hidup
bersama, saling membutuhkan, dan saling tergantung satu sama lain, baik secara
perorangan atau individual maupun secara kelompok atau komunal. Oleh sebab
itu suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kemajemukan harus diterima karena
dan demi kemanusiaan. Pluralisme atau adanya penerimaan akan kemajemukan
merupakan konsekuensi dari kemanusiaan.
Adanya kemajemukan merupakan suatu fakta sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang tidak dapat ditolak dalam sejarah hidup manusia, baik secara
lokal maupun nasional dan internasional.

b) Dasar SosialKemasyarakatandan Budaya


Pengakuan akan adanya dan penerimaan akan kemajemukan merupakan
konsekuensidan konsistensi komitmen sosial maupun konstitusional sebagai suatu
masyarakat (suku, bangsa, bahkan dunia), yang berbudaya. Karena kemajemukan
merupakan konsekwensi dari hakekat manusia sebagai makhluk sosial, yang dari
satu segi memiliki kesamaan essensial tetapi dari lain segi ada perbedaan
eksistensial, maka pada hakekatnya adanya kekhasan atau identitas suatu
kelompok masyarakat (entah lokal, nasional, dan internasional) akan hilang bila
tidak ada atau ditiadakan atau ditolak kemajemukan. Jadi kemajemukan
merupakan unsur penentu bagi adanya dan kekhasan dari suatu masyarakat. Oleh
sebab itu dalam sejarah pembentukan dan kehidupan setiap kelompok masyarakat
senantiasa ada kesadaran dan pengakuan akan adanya kemajemukan, serta ada
komitmen untuk menerima dan tetap mempertahankan kemajemukan secara
konsekwen dan konsisten.
Misalnya sejarah perjuangan kehidupan masyarakat Indonesia, baik secara lokal
maupun nasional, telah dicirikhaskan dengan kesadaran akan adanya serta
komitmen akan penerimaan kemajemukan secara konsekwen dan konsisten.
Sumpah Pemuda serta berbagai macam perjuangan untuk mendirikan dan
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari masa ke masa
merupakan fakta sejarah nasional bangsa Indonesia akan adanya komitmen untuk
menerima dan mempertahankan kemajemukan masyarakat Indonesia. Begitu pula
Pancasila dan UUD 1945 mencerminkan kesadaran, komitmen, pandangan hidup
serta sikap hidup yang sama. Pancasila dan UUD 1945 merupakan bukti
konstitusional nasional tentang pluralisme di Indonesia.

c) Dasar Teologis
Dalam suatu masyarakat agamawi seperti masyarakat Indonesia , kendati ada
berbagai macam agama yang berbeda dalam berbagai aspek atau unsur-unsurnya,
namun kemajemukan seyogyanya harus diterima, sebagai konsekwensi dari nilai-
nilai luhur dan gambaran “Sang Ilahi” (Allah) yang maha baik serta cita-cita atau
tujuan mulia dari setiap agama dan para penganutnya.
Dari hasil kajian, misalnya oleh ilmu perbandingan perbandingan agama-agama,
dapat kita ketahui bahwa:
 Dari satu segi ada kesamaan. Misalnya dalam setiap agama ada gambaran dan
ajaran tentang “Sang Ilahi” (“Allah” atau sebutan lainnya) sebagai yang maha
baik, maha sempurna, maha kuasa, asal dan tujuan hidup akhir dari manusia dan
segala sesuatu yang baik. Juga ada gambaran tentang “surga”, kebahagiaan,
ketenteraman, damai sejahtera,dan lain-lainl yang merupakan cita-cita dan tujuan
akhir hidup setiap orang.
 Dari segi lain ada rupa-rupa perbedaan karena adanya perbedaan persepsi
serta keterbatasan manusia dalam upaya “mendalami” dan memahami serta
menjalin hubungan dengan “Sang Ilahi” yang tidak terbatas dan tidak terjangkau
daya tangkap insani manusia.

Oleh sebab itu timbullah aneka macam iman kepercayaan dan agama. Maka sudah
seyogyanya kemajemukan agama harus diterima, sebagai konsekwensi dari
adanya iman dan agama.

3. Konsekuensidan Manfaat dari Pluralisme (Adanya Penerimaan


Kemajemukan)
Dengan adanya dan penerimaan akan kemajemukan, maka dengan sendirinya
harus :
a) Ditolak berbagai paham, sikap dan praktek hidup yang mengandung unsur-
unsur diskriminasi, fanatisme, premordialisme dan kekerasan atau terorisme.
b) Dijamin penuh kebebasan dan keadilan.
c) Setiap kelompok (maupun oknum anggota kelompok) yang berbeda saling :
 Memberi ruang atau kesempatan untuk mewujudkan dan mengembangkan
dirinya dan cita-cita atau tujuan hidupnya masing-masing sebagaimana adanya
dan mestinya.
 Menghargai atau menghormati.
 Belajar untuk memahami dengan lebih baik.
 Menunjang dan memperkaya.

4. Beberapa Kebutuhan atau Cara Untuk MemeliharaKemajemukan


Secara Internal :
 Pendalaman dan pemahaman identitas sendiri dengan lebih tepat, mendalam
dan lengkap;
Misalnya apabila seseorang atau sekelompok umat beragama mempunyai
pemahaman yang salah, atau keliru dan tidak lengkap tentang agama dan iman
yangdiwarisi, akan menimbulkan penyimpangan dan ekstrimisme atau fanatisme
yang salah, baik pada tataran konsep atau pemahaman dan keyakinan (batiniah)
maupun pada tataran praksis atau sikap dan tindakan dalam hidup (lahiriah). Hal
ini tentu akan sangat mengganggu keharmonisan, kerukunan, toleransi,
ketenteraman, kedamaian, persekutuan dan kerjasama dalam antar maupun inter
umat umat beragama. Kemajemukan akan terganggu dan sulit diterima oleh
orang-orang sedemikian. Oleh sebab itu pendalaman agama dan iman secara tepat
dan lengkap.

 Pendewasaan dan peningkatan kualitas diri (sebagai manusia pada umumnya


maupun secara khusus sebagai orang beragama dan beriman, beradat dan
berbudaya, berakhlak dan bermoral, berbangsa dan bernegara) melalui
pengajaran, pelatihan dan pembinaan untuk meningkatan pengetahuan,
keterampilan dan kepribadian, dengan penekanan pada pengakaran nilai-nilai
hidup (kemanusiaan, keagamaan/keimanan, kebudayaan, dan
kemasyarakatan/kenegaraan) serta penerapannya dalam parktek hidup sehari-hari.
Bila orang sungguh-sungguh memiliki nilai-nilai hidup (misalnya kemanusiaan
dan keagamaan serta keimanan) secara benar, utuh, mendalam, konsekuen dan
konsisten, dalam arti memahami, menghayati dan mengamalkan atau mewujudkan
nilai-nilai tersebut secara memadai, matang dan baik kepribadiannya dari berbagai
aspek, maka keharmonisan, kerukunan, kedamaian, persatuan dan kerjasama
dalam kemajemukan akan terjamin selalu.
 Revitalisasi (pemantapan diri, posisi, peran/fungsi/makna) melalui
introspeksi, koreksi atau pembaharuan, pelestarian dan pengembangan internal
secara kontekstual dan berkelanjutan.
Sistem-sistem nilai dan praktek hidup seperti agama, adat-istiadat dan lain-lain
pada dasarnya bersifat fungsional dan kontekstual dalam sejarah hidup manusia
yang berubah dari masa ke masa. Oleh sebab itu hal-hal tersebut yang membuat
adanya kemajemukan dalam suatu masyarakat senantiasa perlu diteropongi secara
kritis dari dalam, dikoreksi dan diperbaharui, dilestarikan dan dikembangkan
secara kontekstual dan berkelanjutan seiring sejalan dengan perubahan zaman.
Hal ini mutlak perlu agar sistem-sistem yang ada mempunyai tempat dan makna
serta berdayaguna dalam kehidupan manusia secara memadai.
Secara Eksternal :
a) Pengenalan atau pendalaman dan pemahaman satu sama lain melalui dialog
(komunikasi), keterbukaan dan proses belajar timbal balik, secara proporsional.
b) Membangun hidup bersama yang rukun dan toleran dalam suasana
persaudaraan lintas kelompok yang berbeda secara berkelanjutan.
c) Menanamkan dan mengembangkan kejujuran, ketulusan dan kepercayaan satu
sama lain.
d) Mencari dan mengembangkan bersama simpul kerukunan dan kesatuan dalam
kemajemukan.
e) Mengembangkan solidaritas soslal dan persaudaraan sejati lintas kelompok
yang berbeda (agama, suku, ras, dll) dalam tindakan konkrit atau praktek hidup
yang nyata dan aktual.
f) Membangun kerjasama lintas kelompok yang berbeda dalam bidang
pendidikan (pengajaran, pelatihan dan pembinaan formal maupun non-fromal),
ekonomi, sosial karitatif, sosial budaya dan politik.

B. Korporatisme
1. Pengertian
Korporatisme, juga disebut korporativisme, adalah sistem organisasi ekonomi,
politik, atau sosial yang melibatkan asosiasi masyarakat ke dalam beberapa
kelompok korporatseperti afiliasi pertanian, bisnis, etika, buruh, militer,
patronase, atau ilmiah berlandaskan kepentingan bersama. Korporatisme secara
teoritis didasarkan pada penafsiran suatu komunitas sebagai sebuah badan
organik. Istilah korporatisme berasal dari kata Latin "corp" yang berart "badan".
Pada tahun 1881, Paus Leo XIII memerintahkan para teolog dan pemikir sosial
untuk mempelajari korporatisme dan menetapkan definisinya. Pada tahun 1884
di Freiburg, komisi tersebut menyatakan bahwa korporatisme adalah "sistem
organisasi sosial yang memiliki dasar pengelompokkan manusia menurut
komunitas kepentingan alami dan fungsi sosialnya, dan sebagai organ sejati dan
utama negara, mereka memerintahkan dan mengarahkan buruh dan modal demi
kepentingan bersama."
Salah satu jenis utama korporatisme adalah tripartisme ekonomi yang
melibatkan negosiasi antara kelompok kepentingan bisnis, buruh, dan negara
untuk menetapkan kebijakanekonomi.
Korporatisme terkait dengan konsep fungsionalisme struktural dalam
sosiologi.Interaksi sosial korporat umum terjadi di dalam kelompok kekerabatan
seperti keluarga, klandan etnis. Di samping manusia, sejumlah spesies hewan
diketahui memiliki organisasi sosial korporat yang kuat, seperti penguin.
Jenis koomunitas dan interaksi sosial yang korporatis sering muncul di berbagai
ideologi,termasuk absolutisme, kapitalisme, konservatisme, fasisme, liberalisme,
progresivisme,reaksionisme, demokrasi sosial (korporatisme sosial), dan
sindikalisme
Korporatisme dipahami sebagai sistem dari perwakilan kepentingan yang
menghasilkan kesatuan yang terencana dari sebuah kepentingan asosiasional
masyarakat kepada strukturpembuatan keputusan dan arena pembuatan
kebijakan public di dalam negara. Bentuk ideal darikorporatisme ini sendiri
berupa pengakuan dan perizinan. Sependapat dengan Schmitter yang
menyatakan adanya kelompok fungsional yang di dalam struktur otoritasnya,
pembuatan keputusan dilakukan secara hierarkis. Kemudiankelompok ini
dibagi secara terpisah, yang mana hal tersebut dapat memperlemah
kapasitasontonominya, melalui berbagai ‘pilar vertikal’. Mereka bekerja untuk
memaksakankeputusan-keputusan politik, dan displin yang tinggi dalam
mengatur perilaku para anggotanyaagar sama persis dan tidak boleh sedikitpun
berbeda dengan tujuan perintah sosioekonomi yang dibuat oleh negara. Sebelum
beranjak keanalisa yang mendalam sebaiknya kita beri batasan-batasan
hubungan korporatisme dalam bacaan ini dengan social politik menurut
Chalmers:Korporatisme dimulai dengan definisi mengenai negara dan gambaran
kepentingan kelompok dan hubungannya dengannegara. Karenaada
kecenderungankepentingan utamadariikatankelompok negara untuk
menjelaskan berbagai hasil korporatisme. Korporatisme membutuhkan
tidakhanyasatu kepentingannegaranamunjuga strukturyangmenggambarkan
hubungan dari berbagai kepentingan, organisasi-organisasi yang mewakilinya
dan birokrasi.Korporatis juga mempertimbangkan negara bukan sebagai entitas
tunggal namun begaientitas yang secara alamiah terbagi, menjalin hubungan
dengan kelompok ekonomi besar dankelompok ahli (disinilah kepetingan
digambarkan). Negara tidak bisa dipisahan dari civil society.
Dengan memusatkan perhatian pada struktur inisiasi negara darihubungan
kelompok negara.,korporatisme mengambarkan bahwa pilihan dibuat oleh
pembuat mata rantai tersebut.
2. Jenis Korporatisme
Menurut beberapa tokoh, korporatisme paling tidak terbagi kedalam dua cabang
yaitu Williamson membagi menjadi consesual-licensed dan authoritarian licensed.
Scmitter mengkategorikan sebagai sosial corporatism dan statecorporatism.
O’Donnel menjulukinya sebagai privatising dan statising. Kedua jenis ini diambil
dari akar teoi mengenai korporatismedi Eropa. Consensual licensed / privatizing
biasanya dimiliki oleh negara liberal-kapital yangbesar seperti Britania, Jerman
Barat, Prancis, Kanada, Australia, dan US dan negara demokrasibaru di dunia
ketiga. Sedangkan untuk yang state corporatism dimiliki oleh negara-negara
yangberada dibawah diktatorisme atau otoritarianisme seperti fasis Italy, nazi
jerman, dan mesir,Portugal, spanyol, brazil,chile, peru, mexico, dan beberapa
negara dikawasan Afrika dan Asia.Tiga tujuan utama dari korporatisme negara
menurut Baretta dan Dougkas, adalah:
a) Untuk menyediakan kontrol atau dominasi bagi kelompok-kelompok sosial.
b) Untuk menyediakan saluran komunikasi antara alat negara dan kelompok
sosial.
c) Untuk mengamankan dukungan terhadap rezim yang berlangsung

3. Korporatisme di Indonesia pada Masa Orde Baru

Bagian ini menjelaskan tentang kondisi negara dalam rezim Soeharto. Adanya
penyalahgunaan kekuasaan dalam mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila selama
orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Pancasila dianggap sebagi ide, nilai, atau
norma tunggal yang harus dipatuhi oleh setiap elemen negara, baik organisasi-
organisasi non pemerintahan serta lembaga pemerintahan yang berlaku. Setiap
unsur yang membangun negara harus menyadari bahwa pancasila adalah dasar
ideologinya. Paham-paham lain seperti komunisme dan liberal merupakan bentuk
pertentangan dari Pancasila itu sendiri. Sebagai contoh adalah selama tahun 1970,
pemimpin negara memperkenalkan Pendidikan Moral Pancasila ( PMP ) dan
Pedoman Pemahaman dan Implementasi Pancasila ( P4 ) sebagai bentuk
pendoktrinan. Melalui pendidikan ini, pemimpinan negara yang berkuasa
berusaha untuk menanamkan dalam diri personil militer , PNS , guru, siswa dan
masyarakat yang lebih luas akan nilai-nilai utama yang terkandung dalam budaya
politik resmi. Pendidikan ini menekankan apa yang disebut 'integralis' konsepsi
hubungan negara - masyarakat yang menempatkan penekanan besar pada
kehidupan bermasyarkat, bernegara, berbangsa yang harrmonis.
Peran militer dalam rezim soeharto sangat berpengaruh dalam sistem politik dan
pemerintahan Indonesia pada saat itu, militer berperan sebagai agen pembawa
doktrin-doktrin dari ideologi penguasa untuk diajarkan kepada masyarakat secara
luas. Militer berperan sebagai pembina dan pengawas kehidupan masyarakat.
Sistem politik yang diterapkan soeharto berusaha untuk membatasi kegiatan
organisasi-organisasi yang berusaha melakukan perubahan, melanggengkan
kekuasaan dengan manipulasi politik pemilu, menumbuhkan rasa loyalitas kepada
soeharto, dan membelenggu adanya pendapat, kritik, dan perbedaan argument
dalam upaya mengevaluasi sistem pemerintahan yang berkuasa.
Soeharto, sepanjang tahun 1970an dan 1980an. Pada saat itu, Soeharto berusaha
untuk menetralisir oposisi politik Muslim. Selain itu, Soeharto juga
mengembangkan inisiatif korpotaris miliknya. Hal tersebut bertujuan untuk
menangkap segmen target konstituen Muslim. Yang dimaksud konstituen Muslim
di sini adalah seperti masjid, pengkhotbah, ulama, dan asosiasi perempuan ke
dalam organisasi non-partai. Selain itu, rezim Soeharto juga mendirikan partai
politik berorientasi islam, yakni PPP. Menurut Porter, terdapat empat organisasi
yang menjadi organisasi puncak pada masa kepemimpinan Soeharto. Yang
pertama adalah Majelis Ulama Indonesia. Yang kedua adalah Golkar. Ketiga
adalah Dewan Dakwah Indonesia (DDI). Dan yang terakhir, Dewan Masjid
Indonesia (DMI). Keempat organisasi tersebut didirikan pada 1970an ketika
Soeharto berusaha untuk mengkonsolidasikan kontrol korpotaris tentang
organisasi.
Asosiasi-asosiasi korpotaris yang terkait dengan pusat-pusat birokrasi, dalam
beroperasi mereka diawasi oleh Departemen Dalam Negeri. Mereka juga dibentuk
di setiap tingkat pemerintahan. Program yang dijalankan oleh asosiasi-
asoiasi ini menekankan pada pentingnya bimbingan paternalistik kepada
komunitas Muslim guna mencapai hubungan negara-masyarakat yang harmonis.
Melalui organisasi korpotaris, rezim dipromosikan sebagai ‘Islam resmi’ yang
sejalan dengan Pancasila yang bertujuan untuk pembangunan negara-bangsa,
modernisasi serta industrialisasi. Dalam pembahasannya, Porter mengatakan
bahwa Masjid merupakan pusat aktivitas umat Muslim. Selain itu, masjid juga
digadang-gadang sebagai tempat dakwah Islam dan propaganda politik. Sehingga
tidak heran bila masjid juga disebut sebagai tempat restrukturisasi politik.
Pada akhir 1980an sampai pertengahan 1990an, terjadi pergeseran strategi
korpotaris Soeharto. Didirikan pada tahum 1990, Asosiasi
CendikiawanMuslim Indonesia (ICMI) muncul sebagai upaya rezim untuk
menyerap dan menyalurkan aspirasi kelas menengah Muslim. ICMI rupanya juga
digunakan Soeharto untuk merekrut elit sipil ke dalam birokrasi dan lembaga-
lembaga politik negara. ICMI juga berusaha untuk menyerap dan menyalurkan
ulang kegiatan inteligensia Muslim. Namun, ICMI merupakan produk akomodasi
negara-Islam yang untuk mengkooptasi strategis elit-tengah strata ke pengaturan
daya yang ada, tanpa memberikan mereka dengan cara yang cukup
membahayakan status quo. Jika kooptasi gagal membungkam perpecahan dari
masing-masing anggota, mereka dikeluarkan dari menggabungkan pengaturan dan
dihukum. ICMI adalah contoh penyebaran taktis kepentingan Muslim dimasukkan
sebagai basis dukungan yang dapat digunakan untuk kontra keseimbangan
jaringan saingan kekuasaan. Selain melalui ICMI, rezim juga menyerap
organisasi-organisasi Islam yang melebur menjadi negara yang diawasi melalui
Golkar.
Selama masa Orde Baru, secara konsisten, terdapat tiga tujuan dari inisiatif
korporatis Soeharto. Yang pertama adalah untuk mengkooptasi, fragmen dan
menetralisir Islam sebagai kekuatan politik otonom. Yang kedua adalah untuk
mempertahankan pengawasan yang ketat dari kehidupan asosiasional Indonesia
dan memastikan bahwa hal itu tetap dalam batas-batas negara. Yang ketiga adalah
untuk mempengaruhi mobilisasi dukungan Muslim guna memperoleh
kemenangan yang jelas Golkar di pemilu lima tahunan dan untuk membantu
pemerintah dengan proyek-proyek pembangunan kritis.
Porter lebih banyak membahas tentang organisasi sukarela pada masa jabatan
Soeharto sebagai presiden Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Namun, NU
justru menjadi organisasi asosiasi Islam yang paling bermasalah. Hal ini
disebabkan beberapa alasan. Yang pertama adalah karena NU termasuk organisasi
yang besar. Kedua, keanggotaan massa NU sebagian besar berbasis di Jawa. Dan
ketiga, NU berada di luar struktur negara dan menolak campur tangan negara
dalam urusan internal. Selain itu, bab ini juga membahas keadaan strategis
korpotaris Soeharto yang semakin buruk serta perpecahan yang terjadi di dalam
NU.
Gus Dur berkomitmen untuk menjaga independensi NU dari campur tangan
negara dan dengan demikian menentang Golkar dan serangan ICMI ke pesantren
pedesaan. Kedudukan Gus Dur sebagai ketua di NU rupanya membuat Soeharto
geram. Soeharto memanfaatkan aktor-aktor negara, termasuk Golkar dan ICMI,
untuk melengserkan Gus Dur. Namun, rupanya usaha Soeharto sia-sia. Kegagalan
usaha Soeharto tersebut sekaligus menjadi kekalahan untuk intervensi negara
dalam pilihan kepemimpinan organisasi sosial dan politik besar.
Rezim kemudian mengubah taktik. Soeharto berhasil menjauhkan ketua NU dari
Megawati dan membawanya di balik kampanye Siti Rukmana untuk Golkar.
Meskipun berhasil, upaya untuk mewujudkan rekonsiliasi antara Gus Dur dan
Habibie gagal. Gud Dur terus melihat ICMI sebagai organisasi saingan utama.
Bagi Gus Dur, persaingan antara ICMI dan NU terfokus untuk untuk
mempertahankan kemerdekaan NU dari intervensi negara. Sejatinya, perseteruan
antara ICMI dan NU ini disebabkan oleh strategi korpotaris Soeharto. Tampaknya
Soeharto telah memberikan banyak kerangka pembalasan dan rekonsiliasi Gus
Dur, sebagai ketua NU, yang berusaha untuk membawa NU ke posisi tawar yang
lebih baik dengan kekuasaan negara dan untuk menggantikan pengaruh politik
Habibie dalam ICMI .
Anggota ICMI berharap bahwa warga muslim seharusnya mempunyai akses dan
kesempatan untuk menjadi dewan perwakilan dalam sistem politik, tidak hanya
orang tertentu saja. Namun khawatir akan adanya pembalasan dari kelompok
militer, ICMI tidak pernah mengangkat isu mengenai demiliterisasi ataupun dwi-
fungsi ABRI dalam sidang formal mereka. ICMI berpendapat bahwa sebenarnya
koalisi antara kelompok Kristen-sekuler-ABRI membatasi politisi Muslim untuk
ikut berperan dalam struktur kekuasaan pemerintah. Kelompok muslim dan ICMI
menyuarakan aspirasi mereka melalui koran Republika milik mereka guna
menandingi koran Kompas milik kelompok oposisi yang telah disebutkan diatas.
Meski begitu, tidak semua anggota militer bertentangan dengan ICMI. Hanya
mereka yang memiliki hubungan dekat dengan Jenderal Murdani serta yang
pernah ‘dipecat’ oleh Presiden lah yang sesungguhnya melawan ICMI.
Perwakilan militer dalam parlemen pun menyatakan bahwa sebenarnya Harmoko
dan Habibie (ICMI) bergantung kepada Presiden Soeharto untuk bisa bertahan
dalam politik dan tanpa militer, rezim Soeharto tidak akan bisa bertahan. Secara
tidak langsung, pernyataan ini mengandung ancaman yang baik kepada Soeharto
maupun ICMI.
Pada pertengahan hingga akhir tahun 1990an, muncul tanda-tanda bahwa
masyarakat merasa gelisah dan tidak setuju dengan adanya struktur korporatis.
Anggota elit yang terabaikan termasuk di dalamnya adalah jenderal yang
dikesampingkan peranannya, politisi yang tidak terlalu berpengaruh serta
kelompok kepentingan yang tidak termasuk dalam struktur korporatis bersama
dengan aktivis desa atau orang kecil membentuk atau mengorganisir diri melawan
rezim Soeharto yang eksklusif. Kelompok-kelompok ini kemudian menuntut
adanya partisipasi yang lebih besar dalam proses pembuatan kebijakan publik
serta struktur pembagian kekuasaan agar tidak hanya kelompok tertentu saja yang
dapat memegang jabatan atau kekuasaan termasuk mereka yang berada dalam
struktur korporatis.
Berbagai kelompok kepentingan dengan berbagai latar belakang bersatu dibawah
bendera ideologi ‘nasionalisme’ dan menolak adanya penggabungan unsur agama
Islam dan politik yang dibawa oleh ICMI. Mereka menyatakan pendapat akan
bahayanya pencampuran unsur agama tertentu dengan politik dan merupakan
ancaman yang besar bagi Pancasila serta UUD 1945 mengingat penduduk
Indonesia yang plural. Hingga akhirnya mereka menunjukkan aksi nyata dengan
menggelar Forum Demokrasi pada 1991 yang diikuti oleh golongan Kristiani,
sekuler-nasionalis, serta cendekiawan Muslim anti ICMI dibawah kepemimpinan
Abdurrahman Wahid. Setalah terlaksananya forum tersebut, berdirilah sebuah
organisasi independen yaitu Yayasan Kerukunan Persaudaraan Kebangsaan
(YKPK) atau golongan pelangi dimana tujuan mereka adalah mencegah Habibie
untuk menjadi wakil presiden pada 1998. Kelompok seperti ini pada dasarnya
berdiri sebagai respon akan ketidak mampuan pemerintah dalam menciptakan
sistem politik yang mampu menyalurkan aspirasi rakyat secara terbuka dan
demokrasi.
Khawatir akan adanya mobilisasi massa yang besar atas pengaruh golongan
pelangi yang semakin kuat, rezim Soeharto memberlakukan cara yang lebih
koersif kepada kelompok yang dianggap menentang pemerintahan. Popularitas
Megawati sebagai putri tertua Presiden Soekarno dan pemimpin Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) menjadi ancaman tersendiri bagi eksistensi rezim. Semakin
seringnya penggunaan kekerasan untuk ‘menyerang’ lawan politik ketika adanya
demonstrasi massa yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa, pekerja, organisasi
non-pemerintah serta pendukung demokrasi, semakin mengindikasi bahwa rezim
Soeharto bahkan tidak peduli dengan adanya hak asasi manusia. Meskipun begitu,
Soeharto masih dengan prinsipnya menggunakan struktur korporatisme untuk
mempertahankan rezimnya.
Gagalnya rezim Soeharto saat pra-reformasi antara tahun 1997-1998 dalam
merangkul kaum elite terkait dengan kesadaran yang muncul dalam masyarakat
melihat berbagai tindakan korupsi yang telah dilakukan Soeharto juga tidak
demokratisnya sistem yang dibawakan Soeharto semasa pemerintahannya.Salah
satu contohnya ialah pembentukan blokade secara politik dengan memberikan
kuota posisi pemerintahan yang sangat besar bagi anggota partai Golkar dan
bahkan dapat dikatakan juga kursi pemerintahan dikuasai partai Golkar pada saat
itu.Lengsernya Soeharto pun masih belum menyelesaikan masalah begitu saja.
Bakalnya kenaikan Habibie, yang notabene merupakan anggota partai golkar,
mendapat berbagai kecaman salah satunya dari YKPK (Yayasan Kerukunan
Persaudaraan Kebangsaan) yang mana mengkhawatirkan kekuatan Golkar yang
akan tetap mengakar dalam pemerintahan apabila Partai Golkar masih memiliki
posisi tinggi dalam pemerintahan. Meskipun sebenarnya, secara konstitusi,
presiden yang turun pada masa pertengahan jabatannya harus digantikan oleh
wakilnya.
Memasuki periode akhir Orde Baru muncul persaingan antara ICMI yang pro-
Habibie dan kubu militer yang anti-Habibie. Panglima ABRI saat itu, Wiranto
dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kepentingan Habibie dan
ICMI. Persaingan ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk politik pecah belah
yang dijalankan oleh Soeharto untuk membatasi kekuatan kedua belah pihak yang
memiliki potensi ancaman bagi pemerintahannya. Penentangan terhadap naiknya
posisi Habibie di dalam pemerintahan Orde Baru sudah dimulai sejak tahun 1993
dimana terjadi perbedaan dalam sudut pandang ekonomi antara kaum ekonom
teknokrat dan ekonom nasionalis.
Memasuki era 1990an, muncul kesadaran sosial yang melihat tentang politik
pecah belah Soeharto. Hal ini menimbulkan kesadaran di masyarakat agar mereka
melepaskan diri dari batasan kerangka berpikir corporatist yang mengkotak-
kotakkan golongan sebagai bentuk politik pecah belah Soeharto. Pemerintahan
Soeharto sangatlah bergantung pada kendaraan politiknya, Golkar. Monopoli serta
pemerintahan Soeharto yang otoriter menimbulkan keresahan publik dan dari
masyarakat. Selain itu banyak terjadi kabar serta koalisi baik diantara mereka
yang menentang maupun mendukung Soeharto.
Diskursus seputar relasi antara negara dan agama (Islam) di Indonesia tidak
pernah menerima titik final. Sebagai negara yang berpenduduk Muslim terbanyak
didunia, Indonesia dinilai memiliki populasi masyarakat Islam yang lebih moderat
bila dibandingkan dengan negara-negara Islam lainnya, sebagai contoh negara di
Timur Tengah. Indonesia memiliki total 87 persen dari keseluruhan jumlah
penduduk yakni pemeluk agama Islam. Selama hampir dua dekade belakangan ini
telah terjadi pergeseran dalam ruang lingkup religi yaitu naiknya jumlah statistik
muslim di Indonesia yang semakin mendalami nilai-nilai dan preskripsi akan
Islam. Ditambah semakin meningkatnya pula berbagai ritual dan aktivitas berbau
religi muslim oleh para masyarakat kelas menengah dan pelajar. Kampus-kampus
universitas juga menjadi pilar pilar dari bangkitnya gerakan Islam di
Indonesia. Corporatism sebagai kambing hitam dalam permasalahan ini karena
menurut para pemerhati politik lemahnya proses analisis dari state corporat yang
membuat Soeharto mengekspoitasi kelemahan pada Negara yang pada akhirnya
membuat rezimnya terus berjalan.
C. Kelompok Kepentingan
1. Pengertian
Kelompok kepentingan (Interest Group) adalah setiap organisasi yang berusaha
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, tanpa berkehendak memperoleh jabatan
publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak berusaha
menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Sekalipun mungkin
pemimpin-pemimpin atau anggotanya memenangkan kedudukan-kedudukan
politik berdasarkan pemilihan umum, kelompok kepentingan itu sendiri tidak
dipandang sebagai organisasi yang menguasai pemerintahan.
2. Bentuk Artikulasi Kepentingan
Bentuk artikulasi kepentingan yang paling umum disemua systempolitik adalah
pengajuan permohonan secara individual kepada anggota dewan kota, parelemen,
pejabat pemerintahan atau dalam masyarakat tradisional kepada kepala desa atau
ketua suku.
3. Jenis-Jenis Kelompok Kepentingan
Kelompok-kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam hal struktur,
gaya, sumber pembiayaan dan basis dukungannya. Perbedaan ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan politik,ekonomi, dan social suatu bangsa.
Walaupun kelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir berdasarkan
keanggotaan, kesukuan,ras, etnis, agama ataupun berdasarkan issue-issue
kebijkasanaan, kelompok kepentingan yang paling kuat, paling besar, dan
secarafinancial paling mampu adalah kelompok yang sehari-hari dan karier
seoranglah yang paling cepat dan paling langsung dipengaruhi oleh kebijaksanaan
atau tindakan pemerintah. Karena itu sebagian besar negara memiliki serikat
buruh, himpunan pengusaha, kelompok petani, dan persatuan-persatuan dokter,
advokat, insinyur dan guru. Jenis-jenis kelompok kepentingan ini menurut Gabriel
a. Almondadalah meliputi :
a) Kelompok anomic
Adalah kelompok yang terbentuk diantara usnur-unsur dalam masyarakat secara
spontan dan hanya seketika, dank arena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-
norma yang mengatur, maka kelompok ini sering tumpang tindih (overlap) dengan
bentuk-bentuk partisipasi politik non konvensional, seperti, demontrasi,
kerusuhan, tindak kekerasan politik dan lain-lain.
b) Kelompok Non Assosiasional
Adalah kelompok yang termasuk kategori kelompok masyarakat awam (belum
maju) dan tidak terorganisir raoi dan kegiatanya bersifat temporer (kadangkala).
Wujud kelompok ini antara lain adalah kelompok keluarga, keturunan, etnik,
regional yang menyatakan kepentingan secara kadangkala melalui individu-
individu, klik-klik, kepala keluarga dan atau pemimpin agama.
c) Kelompok Institusional
Adalah kelompok formal yang memiliki struktur, visi, misi, tugas, fungsi serta
sebagai artikulasi kepentingan.Contohnya, Partai politik, korporasi bisnis, Badan
Legislatif, Militer, Birokrasi, dan lain-lain.
d) Kelompok Assosiasional
Adalah kelompok yang terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk
mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah atau perusahaan
pemilik modal.Contoh lembaga ini adalah Serikat Buruh, KADIN, Paguyuban,
MUI, NU, Muhammadiyah, KWI dan lain-lain.
b) Hubungan Pribadi
4. Saluran Artikulasi Kepentingan
Saluran untuk menyatakan pendapat dalam masyarakat berpengaruh besar
dalam menentukan luasnya dan efektifnya tuntutan kelompok kepentingan.
Saluran-saluran paling penting adalah sebagai berikut :
a) Demonstrasi dan tindakan kekerasan.
Demonstrasi dan tindakan kekerasan ini merupakan salah satu sarana untuk
menyatakan tuntutan/kepentingan. Sarana ini banyak dipergunakan oleh
kelompok anomik.
Adalah salah satu sarana penyampaian kepentingan melaluimedia keluarga,
sekolah, hubungan kedaerahan sebagai perantara kepada elit politik.
c) Perwakilan Langsung
Sarana artikulasi dan agregasi kepentingan yang bersifat resmi, seperti, legislative,
eksekutif dan yudikatif serta lembaga resmi lainnya.
d) Saluran Formal dan Institusional lain
Sarana artikulasi yang meliputi antara lain media massa cetak, elektronik, televisi
(formal) dan partai politik (Institusional) lainnya.
5.Efektivitas Kelompok Kepentingan
Faktor penting dalam meciptakan efektivitas kelompok kepentingan adalah
kemampuan untuk mengerahkan dukungan (support), tenaga dan sumber daya
anggotanya.
6.Tujuan Interest Group (Kelompok Kepentingan)Tujuan yang didirikannya
lembaga Interest Group ini adalah :
a) Untuk melindungi kepentingannya dari adanya dominasi dan penyelewengan
oleh pemerintah atau Negara.
b) Untuk menjadi wadah bagi pemberdayaan masyarakat dalam kehidupannya
c) Untuk menjadi wadah pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan
tugas dan fungsi pemerintah dan Negara
d) Untuk menjadi wadah kajian dan analisis bagi aspek-aspek
pembangunannasional dalam semua bidang kehidupan.
7. Sifat Interest Group (Kelompok Kepentingan)
Sifat lembaga ini antara lain adalah sebagai berikut :
a) Independen.
Artinya bahwa dalam menjalankan visi, misi, tujuan, program, sasaran dan lain-
lainnya dilakuakan secara bebas dengan tampa ada intervensi pihak lain.
b) Netral
Artinya bahwa dalam menjalankan existensinya, tidak tergantung pada pihal lain
c) Kritis
Artinya bahwa dalam menjalankan existensinya dilakukan dengan berdasarkan
pada data, fakta dan analisis yang mendalam yang dilakukan dengan metode
teknik analisis yang sahih.
d) Mandiri
Artinya bahwa dalam menjalankan existensinya dilakukan dengan konsep dari,
oleh dan untuk masyarakat itu sendiri yang ditujukan bagi kesejahtraan
masyarakat luas.
8. Klasifikasi Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Menurut realitas social yang ada di Indonesia, Interest Group dapat diklasifikasi
menurut Organisasi Kemasyarakatan yang ditinjau dari aspek agama, sosial
budaya, kemasyarakatan, kepemudaan, profesi, kewanitaan, dan Kependidikan.
a) Organisasi Kemasyarakatan
Adalah organisasi yang anggotanya meliputi anggota masyarakat yang
memiliki ideology, garis perjuangan (platform) serta komitmen yang sama dalam
mencapi tujuan yang sama pula. Jenis Organisasi ini adalah antara lain :
 MKGR ( Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong)
 KOSGORO
 SOKSI, dan lain-lain
b) Organisasi kemasyarakatan berdasarkan agama
Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan masyarakat
/komunitas agama terhadap masyarakat, bangsa dan Negara yang dapat yang
berkaitan dengan perlindungan dan kesejahtraannya. Contoh organisasi ini adalah
antara lain adalah :
 Nahdatul Ulama ( NU)
 Muhammadiyah
 Parmusi
 KWI
 Parisade Hindu dharma
c) Organisasi kemasyarakatan berdasarkan Kepemudaan
Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan masyarakat
/komunitas agama terhadap masyarakat, bangsa dan Negara yang dapat yang
berkaitan dengan perlindungan dan kesejahtraannya. Contoh organisasi ini adalah
antara lain adalah :
 KNPI (Komite Pemuda Nasional Indonesia)
 PII (Pelajar Islam Indonesia)
 HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia)
d) Organisasi berdasarkan Sosial kedaerahan
Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan masyarakat
/komunitas social kedaerahan guna membangun kebersamaan dan perlindungan
serta kesejahtraannya. Contoh organisasi ini adalah antara lain adalah :
 Paguyuban Masyarakat asal Bima
 Paguyuban masyarakat asal wonosobo, dll.
e) Organisasi berdasarkan Profesi
Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan masyarakat
/komunitas sesame profesi guna membangun kebersamaan dan perlindungan serta
kesejahtraannya. Contoh organisasi ini adalah antara lain adalah :
 Aliansi Jurnalistik Indonesia ( AJI)
 PERHUMAS
 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
 Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI)
 Forum Rektor Indonesia (FRI), dll.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya “KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam
suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi
agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar
pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang
mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau
lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari
pelbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam
budaya atau adat-istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang majemuk, ataupun
masyarakat Aru yang majemuk.
Korporatisme, juga disebut korporativisme, adalah sistem organisasi ekonomi,
politik, atau sosial yang melibatkan asosiasi masyarakat ke dalam
beberapa kelompok korporatseperti afiliasi pertanian, bisnis, etika, buruh, militer,
patronase, atau ilmiah berlandaskan kepentingan bersama. Korporatisme secara
teoretis didasarkan pada penafsiran suatu komunitas sebagai sebuah
badan organik. Istilah korporatisme berasal dari kata Latin "corp" yang berart
"badan".
Kelompok kepentingan (Interest Group) adalah setiap organisasi yang berusaha
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, tampa berkehendak memperoleh
jabatan publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak
berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Sekalipun
mungkin pemimpin-pemimpin atau anggotanya memenangkan kedudukan-
kedudukan politik berdasarkan pemilihan umum, kelompok kepentingan itu
sendiri tidak dipandang sebagai organisasi yang menguasai pemerintahan.
Tujuan Interest Group (Kelompok Kepentingan)
a) Untuk melindungi kepentingannya dari adanya dominasi dan penyelewengan
oleh pemerintah atau Negara.
b) Untuk menjadi wadah bagi pemberdayaan masyarakat dalam kehidupannya
c) Untuk menjadi wadah pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan
tugas dan fungsi pemerintah dan Negara
d) Untuk menjadi wadah kajian dan analisis bagi aspek-aspek
pembangunannasional dalam semua bidang kehidupan.
B. Saran
Apa yang baru anda dapatkan dari makalah ini bukanlah suatu hal yang bisa
memberi banyak manfaat selama anda hanya berpedoman pada satu literatur saja.
Jadi, untuk mengembangkan potensi anda dalam mengetahui dan memahami
suatu disiplin ilmu maka fungsikanlah otak anda dan berpikirlah untuk
menemukan apa yang ingin anda ketahui. Dan jangan pernah merasa puas dengan
apa yang anda dapatkan dan telah anda dapatkan
Saya juga sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah ini
mempunyai kekurangan-kekurangan, olehnya itu saya mengharapkan
masukan yang sifatnya membangun dari para pembaca, agar saya bisa
memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Korporatisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme
https://stpakambon.wordpress.com/p-l-u-r-a-l-i-s-m-e/
http://eksospol-rio-taruna.blogspot.com/2010/11/kelompok-kepentingan-interest-
group.html
http://makalahzubair.blogspot.com/2013/12/kelompok-kepentinganpartai-politik-
dan.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2200360-pengertian-gerakan-
sosial-politik/#ixzz1vSjryxa2
ianachmadjanuar72.wordpress.com/2011/06/21/gerakan-mahasiswa-yang-
dialihperhatiankan/
www.scribd.com/doc/55071680/4/II-KELOMPOK-KEPENTINGAN

Anda mungkin juga menyukai