Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN STROKE

1. Definisi Pengertian
 Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak, biasanya merupakan akumulasi penyakit
serebrovaskular selama beberapa tahun (Smeltzer, 2001).
 Stroke dapat didefinisikan sebagai deficit neurologic yang mempunyai
awitan mendadak dan berlangsung 24 jam akibat dari CVA (Keperawatan
Kritis)
 Stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu pada setiap gangguan
neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A. Price, 2006)
2. Epidemiologi/ Insiden Kasus
Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa di Amerika Serikat.
Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari
200.000. insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun,
dengan 200.000 merupakanstroke rekuren. Dua per tiga kasus stroke terjadi pada
orang yang berusia lebih dari 65 tahun . berdasarkan data dari seluruh dunia,
statistiknya bahkan lebih mencolok yaitu bahwa penyakit jantung koroner dan stroke
adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima
dan keenam sebagai sebagai penyebab kecacatan. (Sylvia A. Price. 2006)
3. Penyebab/ Faktor Predisposisi
Menurut smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu sebagai berikut.
1) Thrombosis serebral.
Arteriklorosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama thrombosis serebral yang merupakan penyabab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,
dan beberapa mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi
intrasebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak
terjadi dengan tiba-tiba; dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesia, pada setengah tubuh dapat mendahului onset paralisis berat pada
beberapa jam atau hari.
2) Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang- cabangnya
sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba
dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena kontriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Patofisiologi
Terlampir
5. Klasifikasi
a. Stoke iskemik adalah stoke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkilasi serebrum.
b. Stroke hemoragik adalah terjadi akibat lesi vascular intra serebrum mengalami
repture sehingga terjadi pendarahan ke dalam ruang sub araknoid atau langsung ke
jaringan otak.
6. Gejala Klinis
Menurut smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke adalah sebagai berikut:
1) Deficit lapang penglihatan
a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan, pengliatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
c. Diplopia
Penglihatan ganda.
2) Defisit motorik
a. Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah
(karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luar.
c. Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
d. Disfagia.
Kesulitan dalam menelan.
3) Deficit verbal
a. Afasia ekspresis
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara
dalam respon kata tunggal.
b. Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak
masuk akal.
c. Afasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
4) Deficit kognitif
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan
abstrak buruk, dan perubahan penilaian.
5) Deficit emosional
Penderita akan mengalami kehilangan control diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri,
rasa takut, bermusuhan dan marah, serta perasaan isolasi.

Patofisiologi

Stroke

Thrombus/emboli di cerebral

Suplai darah ke jaringan cerebral tidak adekuat

Perfusi jaringan cerebral tidak adekuat

Vasospasme arteri Cerebral/


Saraf cerebral Hemisfer kiri

Iscemik/infark Hemiparese/ plegi kanan

Deficit Neurologi
Gangguan mobilitas fisik
Hemisfer kanan
Resiko kerusakan integritas kulit
Hemisfer/plegi kiri
Defisit perawatan diri Kurang pengetahuan

Area Grocca

Kerusakan fungsi N. VII dan N. XII

Manejemen regimen terapeutik tidak efektif

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita stroke adalah sebagai berikut.
1) CT scan bagian kepala.
Pada stroke non- hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke
hemoragi terlihat perdarahan.
2) Pemeriksaan lumbal pungsi.
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostic diperiksa
kimia sitologi, mikrobiologi, dan virology. Di samping itu, dilihat pula tetesan
cairan serebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna, dan
tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke non –
hemoragi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih.
Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi
ginjal. Prosedur ini dilakuakan dengan supervise neurogi yang telah
berpengalaman.
3) Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung di mana jantung berperan dalam suplai darah
ke otak.
4) Elektro Encophalo Grafi
Elektro encophalo grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak,
menunjukkan area lokasi secara spesifik.
5) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah,
jumlah sel darah, pengumpulan trombosit yang abnormal, dan mekanisme
pembekuan darah.
6) Angiografi serebral.
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau
rupture.
7) Magnetic Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi arterior vena
(MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih disbanding CT scan.
8) Ultrasonografi Dopler.
Ultrasonografi dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit MAV
(Harsono, 1996). Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan sinar x kepala dapat
menunjukkan perubahan pada glandula pineal pada sisi yang berlawanan dari
massa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang dapat dilihat pada thrombosis
serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada perdarahan subaraknoid.
8. Teraphy Atau Tindakan Penanganan
 Terapy farmakologi
Antikoagulasi dapat di berikan pada stoke nonhemoragic, meskipun heparinasi
pada pasien stoke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan
komplikasi hemoragic. Heparenoid dengan molekul rendah (HBMR)
menawarkan alternative pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan
kecenderungan pendarahan dan penggunaannya. HBMR ini masih dalam
tahap pencobaan. Tetapi uji klinik sangat baik dan cukup member harapan.
Heparinoid harus di berikan dalam 24 jam sejak awitan gejala-gejala dan di
berikan secara intravena, seperti halnya pemberian heparin. Obat ini
memberikan efek anti trombotik, namun menyebabkan perubahan yang
signifkan dalam masa protrombin pasien serta masa protrombin pasien serta
masa tromboplastin parsial.
 Terapi pembedahan
Episode iskemik transien sering di pandang sebagai peringatan bahaya stoke
karena oklusi pembuluh darah. Sebagian pasien denga penyakit aterosklerosis
pembuluh akatranial atau intracranial dapat menjadi calon yang akan
mengalami pembedahan. Endarterektomi dapat memberikan keuntungan pada
pasien dengan penyempitan pembuluh.
Pembedahan bypass cranial mencakup pembentukan anastomosis arteri
ektrakranial yang mempengaruhi kulit kepala ke arteri intracranial distal ke
tempat yang tersumbat. Prosedur sering di lakukan bila keterlibatan itra cranial
adalah anastomosis arteri temporalis superior ke arteri serebral mediana (STA-
MCA) sehingga terbentuk kolateral ke area otak yang di pendarahi oleh arteri
serebra mediana. Banyak tindakan anastomosis STA-MCA di lakukan dengan
harapan dapat mencegah stroke di masa mendatang pada orang-orang dengan
iskemia serebral fokal unilateral yang menunjukkan TIA.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian (Assesment)
a) Anamnesis
Anamnesis pada strok meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian
psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no
register dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Sering kali menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomonikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Sekarang strok hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubaha pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan
prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, terjdi letargi, tidak
resporsif dan koma.
d. Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hiprtensi, riwayat strok sebelumnya, diabetes meletus, penykit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat anti hipertensi, anti lepedemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Penyakit riwayat ini dapat mendkung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan
untuk memberika tindakanselanjutnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes meletus,
adanya riwayat strok dari generasi terdahulu.

b) Pemeriksaan Fisik
Setelah di lakukan anamesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pad pemeriksaan B3(brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan kuluhan-keluhan dari klien.
 Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran,kadang mengalami
gangguan, bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada
tanda-tanda vital:tekanan darah meningkat, dan denyut nadi berfariasi.
 B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, menggunakan otot bantu napas, peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
 B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolomik)yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertesi masif (tekan darah >200
mmHg).
 B3(Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembulu darah yang mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah koleteral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3(Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
 B4 (Bladder)
Setelah strok klien mungkin mengalami inkontinesia urin sementara
karena konfusi, ketidak mammpuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
tidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol mutorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama priode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
 B5 (Bowel)
Didapatkan adanya kuluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah desebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya intontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologi luas.
 B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakinbatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjaukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
pada otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit kulit akan tampak pucatb dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, karena klien stroke mengalamin
masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah telah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan isterahat.
 Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kuslitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
komo maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
 Pengkajian Saraf Kranial
1. Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan duan atau lebih objek dalam aria spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakain tanpa bantuan karena ketidakmampuan uantuk
mencocokkan pakaian kebagian tubuh.
3. Saraf III,IV dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
4. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot bawah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8. Saraf IX. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
 Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas(UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh kareana UMN
bersilangan,gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karana lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Farikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Dibandingkan meningkat.
4) Kekuatan Otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
5) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparasi dan hemiplegia.

c) Diagnose (Masalah Keperawatan)


1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan aliran darah
sekunder akibat hipertensi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat
penurunan asupan oral
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot sekunder
akibat SNH
4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan otot-otot
sekunder

d) Intervensi

Diagnosa Keperawatan Tujuan INTERVENSI


Dx I : Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV
Gangguan perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 jam,2. Pertahankan posisi tirah baring
otak berhubungan dengan tekanan darah menurun dan pada posisi kepala tempat tidur
aliran darah sekunder pasien mengatakan badan lebih 15-30°
akibat hipertensi segar 3. Pertahankan lingkungan yang
nyaman
4. Kolaborasi dengan tim medis
lain
Dx II : O. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji faktor penyeba yang
Ketidakseimbangan nutrisi keperawatan selama 3x24 jam mempengaruhi kemampuan
kurang dari kebutuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi : makan
tubuh akibat penurunan P. - Makan 1 porsi habis 2. Hitung kebutuhan nutrisi
asupan oral perhari
3. Catat intake makanan
4. Beri latihan menelan
5. Beri makan via NGT
6. Kolaborasi dengan ahli gizi

Dx III : Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat kemampuan klien


Defisit perawatan diri tindakan keperawatan dalam merawat diri
berhubungan dengan selama 3x24 jam, 2. Berikan bantuan terhadap
kelemahan otot sekunder kebutuhan personal kebutuhan yang benar-benar
akibat SNH hygiene terpenuhi diperlukan saja
3. Libatkan keluarga dalam
membantu klien
4. Motivasi klien untuk melakukan
personal hygiene sesuai
kemampuan
5. Pasang DC jika perlu, konsultasi
dengan ahli fisioterapi
Dx IV : Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat kemampua
Gangguan mobilisasi fisik tindakan keperawatan mobilisasi klien
berhubungan dengan selama 3x24 jam, a. Pantau kekuatan otot
kelemahan otot-otot pasien dapat melakukanb. Rubah posisi tiap 2 jam
sekunder aktivitasnya secara c. Lakukan ROM pasif
mandiri dan pasien
mengatakanbadannya
tidak lemah lagi

Anda mungkin juga menyukai