Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA “…………” DENGAN ANGINA PEKTORIS

DI RUANG CVCU (5)

RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Di Susun Oleh

Nurul Jazilah (14901.05.18038)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HASHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG - PROBOLINGGO

2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA “…………” DENGAN ANGINA PEKTORIS

DI RUANG CVCU (5)

RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Mengetahui,

Mahasiswa

……..……………….....

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

………………………………. ………………………………

Kepala Ruangan

……………………………………….
LAPORAN PENDAHULUAN
ANGINA PEKTORIS
A. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

b. Fisiologi
1. Arteri Coronaria
Kedua arteri koronaria kanan dan kiri, menyuplai darah untuk dinding
jantung. Arteri ini keluar dari aorta tepat di atas katup aorta dan berjalan
ke bawah masing-masing pada permukaan sisi kanan dan kiri jantung,
memberikan cabang ke dalam untuk myocardium. Arteri ini menyuplai
masing-masing sisi jantung; tetapi memiliki variasi individual, dan pada
beberapa orang, arteri coronaria dextra menyuplai sebagian ventrikel kiri.
Arteri ini memiliki relative sedikit anastomosis antara arteri dextra dan
sinistra (Gibson, 2002).
Nutrisi dan oksigen yang dibawa oleh arteri coronaria dan cabang-
cabangnya yang dilepaskan ke jaringan dinding jantung melalui system
kapiler yang merupakan lanjutan dari system arteri. System kapiler adalah
tempat pertukaran nutrisi dan oksigen dengan bahan buangan antara darah
dan jaringan. Sistem kapiler mempunyai struktur dinding yang
semipermeabel sehingga dapat dilewati oleh bahan-bahan nutrisi dan
oksigen. Karbondioksida dan sisa-sisa metabolisme yang merupakan
bahan buangan juga dapat melewati dinding kapiler dengan mudah
(Herman, 2010).
Gambaran klinis
Degenerasi dinding arteri dapat menyebar dari aorta ke dalam
arteri coronaria. Mengurangi suplai darah untuk jantung. Angina pectoris
adalah nyeri dada, lengan kiri, dan daerah sekitarnya akibat berkurangnya
suplai darah untuk jantung. Thrombosis koroner adalah bekuan darah di
dalam arteri coronaria yang mengalami degenerasi. Karena sedikitnya
hubungan interarterial, fungsi salah satu arteri tidak dapat diambil alih oleh
arteri lain, dan sumbatan pada satu arteri coronaria dapat mengakibatkan
kematian mendadak atau (bila pasien berhasil hidup) kerusakan
myocardium berat dan penurunan efisiensi jantung (Gibson, 2002).
2. Aliran darah ke jantung
Menurut Ethel, 2003 jalur untuk menuju dan meninggalkan paru-paru
disebut sirkuit pulmonary; jalur menuju dan meninggalkan bagian tubuh
disebut sirkuit sistemik.
 Sirkuit pulmonary. Sisi kanan jantung menerima darah terdeoksigenasi
dari tubuh dan mengalirkannya ke paru-paru untuk dioksigenasi. Darah
yang sudah teroksigenasi kembali ke sisi kiri jantung. Berikut ini
adalah sirkulasi darah yang meleawati jantung:
Atrium kanan  katup trikuspidalis  ventrikel kanan  katup
semilunaris  trunkus pulmonary kanan dan kiri  kapilar paru 
vena pulmonary  atrium kiri.
 Sirkuit sistemik. Sisi kiri jantung menerima darah teroksigenasi dari
paru-paru dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Berikut sirkulasi
ketika melewati jantung:
Atrium kiri  katup bikuspidalis  ventrikel kiri  katup semilunaris
 trunkus aorta  regia dan organ tubuh (otot, ginjal, otak, dll).
B. Definisi
Angina pektoris berasal dari bahasa Yunani yang berarti “cekikan di dada”
yaitu gangguan yang sering terjadi karena atherosclerotic heart disease. Sering
terjadi serangan angina menunjukkan adanya iskemia. Iskemia yang terjadi pada
angina terbatas pada durasi serangan dan tidak menyebabkan kerusakan permanen
jaringan miokard. Namun, angina merupakan hal yang mengancam kehidupan dan
dapat menyebabkan disritmia atau berkembang menjadi infark miokard. (Udjianti,
2011)
Angina pectoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Mekanisme yang tepat bagaimana iskemia dapat menyebabkan nyeri masih belum
jelas. Reseptor saraf nyeri dirangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh
suatu zat kimia yang belum diketahui atau oleh stress mekanik local akibat
kontraksi miokardium yang abnormal. Secara khas, nyeri digambarkan sebagai
suatu tekanan substernal, terkadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri.
Tangan yang menggenggam dan diletakkan di atas sternum melukiskan angina
klasik. Akan tetapi banyak klien yang tidak pernah mengalami angina dapat
menyerupai nyeri karena pencernaan yang tidak baik atau sakit gigi (Muttaqin,
2009).
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respons terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke
rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2009).
Angina pektoris merupakan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar sampai
ke tangan kiri dan bagian abdomen sebelah kiri, nyeri yang dirasakan tidak
berlangsung lama. Salah satu penyebabnya yaitu kurangnya suplai oksigen ke
miokardium.

C. Etiologi
Penyebab paling umum Coronary Artery Disease (CAD) adalah
Aterosklerosis. Aterosklerosis digolongkan sebagai akumulasi sel-sel otot halus,
lemak, dan jaringan konektif disekitar lapisan intim arteri. Suatu plak fibrous
adalah lesi khas dari aterosklerosis. Lesi ini dapat bervariasi ukurannya dalam
dinding pembuluh darah, yang dapat mengakibatkan obstruksi aliran darah parsial
maupun komplet. Komplikasi lebih lanjut dari lesi tersebut terdiri atas plak
fibrous dengan deposit kalsium, disertai oleh pembentukan thrombus. Obstruksi
pada lumen mengurangi atau menghentikan aliran darah kepada jaringan di
sekitarnya. (Udjianti, 2011)
Penyebab lain dari CAD adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari
lumen pembuluh darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah
berkontraksi (vasokonstriksi). Spasme arteri koroner dapat menggiring terjadinya
iskemik actual atau perluasan dari infark miokard. (Udjianti, 2011)
Penyebab lain di luar aterosklerotik yang dapat memengaruhi diameter
lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan abnormalitas sirkulasi.
Hal ini meliputi hipoperfusi, anemia, hipovolemik, polisitemia, dan masalah-
masalah atau gangguan katup jantung. (Udjianti, 2011)
Penyempitan pembuluh darah ke arteri jantung, akibat penyempitan
pembuluh nadi, mengakibatkan darah yang mengalir melalui pembuluh darah otot
jantung tidak cukup. Terjadinya angina biasanya dipercepat oleh aktivitas fisik,
kegembiraan, atau tekanan emosional. (DiGiulio dkk, 2007).
Terjadinya penyakit angina pectoris telah dikaitkan dengan invasi dingin,
gangguan patogen, makanan, emosional, dll. Makan banyak makanan berminyak
dan manis atau yang kecanduan rokok dan alkohol dapat menyebabkan disfungsi
limpa. Sehingga retensi dahak dikumpulkan oleh air dan terjadi kelembaban.
Konsep dahak disebut sebagai resultan dari gangguan metabolisme air dalam
tubuh. Produk patologis ini dapat menghalangi sirkulasi darah, memengaruhi
fungsi organ, dan menyebabkan berbagai perubahan patologis yang kompleks
dalam tubuh, sehingga menyebabkan munculnya sindrom dahak. Sindrom dahak
mengacu pada gejala yang disebabkan oleh berhentinya dahak. Blok dahak arteri
dan vena hati, yang akhirnya mengarah pada dahak sindrom menyebabkan
obstruksi dada (Kong et all, 2014).
D. Klasifikasi
Tipe Angina Pektoris Karakteristik

Angina Nonstabil (Angina Frekuensi, intensitas, dan durasi serangan angina


Prainfark; Angina Kresendo) meningkat secara progresif.
Angina Stabil Kronis Dapat dilatasi, konsisten, terjadi saat latihan dan
hilang dengan istirahat.
Angina Nokturnal Nyeri terjadi saat malam hari, biasanya saat
tidur; dapat dikurangi dengan duduk tegak.
Biasanya akibat gagal ventrikel kiri.
Angina Dekubitus Angina terjadi saat berbaring.

Angina Refrakter atau Angina yang sangat berat sampai tidak tertahan.
Intraktabel
Angina Prinzmetal (Varian: Nyeri angina yang bersifat spontan disertai
Istirahat) elevasi segmen ST pada EKG. Diduga
disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia Tersamar Terdapat bukti objektif iskemia (seperti tes pada
stres) tetapi klien tidak menunjukkan gejala.
(Muttaqin, 2009)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa jenis angina pektoris itu ada 3, yaitu:
1. Angina stabil, juga disebut angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner
yang aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran
darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja
jantung dapat menyertai aktivitas fisik seperti berolahraga atau naik
tangga. Pajanan dingin terutama apabila disertai dengan kerja seperti
menyekop salju, dapat meningkatkan kebutuhan metabolic jantung dan
merupakan stimulan kuat untuk terjadinya angina klasik. Stress mental,
termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah serta tugas mental seperti
berhitung, dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri pada angina jenis ini
biasanya menghilang apabila individu yang bersangkutan menghentikan
aktivitasnya (Corwin, 2009).
2. Angina Prinzmetal atau varian mengacu pada angina yang terjadi saat
istirahat atau tidur, pada beberapa kasus, membangunkan pasien dari
tidurnya. Pemeriksaan angiografi memperlihatkan bahwa angina
prinzmetal berkaitan dengan spasme arteria koronaria. Walaupun biasanya
terjadi di dekat suatu plak aterosklerotik, spasme dapat mengenai
pembuluh normal. Penyebab dan mekanisme spasme semacam ini belum
jelas, tetapi spasme berespons terhadap pemberian vasodilator (Kumar,
2007).
Pada lain waktu, arteri koroner tidak tampak mengalami sklerosis. Ada
kemungkinan bahwa walaupun tidak jelas tampak lesi pada arteri dapat
terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan
peptide vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan
menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina
varian (Corwin, 2009).
3. Angina tidak stabil atau angina kresendo ditandai dengan nyeri angina
yang frekuensinya meningkat. Serangan cenderung dipicu oleh olahraga
yang semakin ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung
lebih lama daripada episode angina pectoris stabil. Angina tak-stabil
merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin
ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark. Pada
sebagian besar pasien, angina ini dipicu oleh perubahan akut pada plak
disertai thrombosis parsial, embolisasi distal thrombus, dan / atau
vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah aterosklerosis
koroner dan lesi terkaitnya (Kumar dkk, 2007).

E. Patofisiologi
Saat istirahat, jantung mempergunakan oksigen dalam jumlah yang cukup
besar (75%) dari aliran darah koroner, lebih besar daripada beberapa organ utama
yang lain dalam tubuh. Saat metabolisme, beban kerja otot jantung dan konsumsi
oksigen meningkat sehingga kebutuhan akan oksigen meningkat berlipat ganda.
Oksigen tambahan disuplai oleh peningkatan aliran darah arteri koroner.
Bila aliran darah koroner tidak dapat menyuplai kebutuhan sejumlah oksigen yang
diperlukan oleh otot jantung, maka terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan. Kecuali, bila rasio dari suplai dan kebutuhan menjadi seimbang,
jaringan otot jantung menjadi iskemia dan infark. Di sekitar area infark ada dua
zona yang disebut sebagai injuri zone dan ischemic zone. Area infark akan terus
berkembang bila suplai darah tetap membahayakan atau kurang dari kebutuhan
miokard.
Luas nyata area infark tergantung pada tiga faktor yaitu sirkulasi kolateral,
metabolism anaerobic, dan peningkatan beban kerja miokard. Sering kali iskemik
dan infark berkembang dari endokardium ke epikardium.
(Udjianti, 2011)
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya
juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,
arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Akan tetapi, arteri koroner mangalami kekakuan atau
menyempit akibat aterosklerosis dan tidak berdilatasi sebagai respons terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai
darah) miokardium dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini tidak
efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris.
Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi
adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi asam laktat. Dengan
menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris mereda. Dengan
demikian angina pectoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat
(Corwin, 2009).
Aktivitas fisik >> Makanan Perokok Spasme arteri koroner
Penyempitan sirkulasi Thrombus Aterosklerosis Asap rokok tercampur dalam darah Vasokontriksi
darah ke jantung Obstruksi lumen Obstruksi aliran darah O2 dalam darah Penyempitan pembuluh darah
Aliran darah ke miokard Suplai darah ke jaringan sekitar Iskemia miokardium

ANGINA PEKTORIS

Suplai darah ke jaringan O2 dalam darah Gangguan sirkulasi darah Iskemia miokardium
sekitar menurun Ketidakefektifan Otak Koroner
Resiko penurunan Ketidakefektifan
Perubahan metabolisme pola nafas Strok Iskemia miokardium perfusi jaringan perfusi jaringan
jantung perifer
aerob menjadi anaerob Hambatan Gangguan
mobilitas pertukaran gas
Energi Atp Penumpukan asam laktat
fisik
Fatigue Merangsang ujung-ujung saraf

Intoleransi Nyeri Vasokontriksi Tidak dapat mengakomodasi semua darah


aktivitas Afterload yang secara normal kembali dari sirkulasi vena
Takut mati Perlu menghindari Penurunan Pembesaran vena di abdomen
Na+ >> dalam sel komplikasi curah jantung Anoreksia & mual
Ansietas
K+ >> di luar sel Perlu pengetahuan tinggi Ketidakseimbangan nutrisi
Kurang pengetahuan kurang dari kebutuhan tubuh
Kelebihan volume cairan
F. Manifestasi KLinis
1. Stable Angina
1) Nyeri dada timbul setelah melakukan kegiatan atau mengalami stress
psikis atau emosi tinggi.
2) Serangan berlangsung kurang dari 10 menit dan stabil (frekuensi, lama
serangan, faktor pencetus menetap dalam 30 hari terakhir).
3) Pola EKG
a. Pada fase istirahat: normal
b. Exercise test EKG (tridmill test): segmen ST depresi, gelombang T
inverse (arrow head) atau datar.
4) Laboratorium: kadar kardiak iso-enzim normal.
5) Serangan nyeri dada hilang bila klien beristirahat dan mendapat obat
nitrogliserin (vasodilator).
2. Unstable Angina
1) Nyeri dada timbul saat istirahat dan melakukan aktivitas.
2) Nyeri lebih hebat dan frekuensi serangan lebih sering.
3) Serangan berlangsung sampai dengan tinggal 30 menit atau lebih.
4) Saat serangan timbul biasanya disertai tanda-tanda sesak nafas, mual,
muntah, dan diaphoresis.
5) Pola EKG: segmen ST depresi saat serangan dan setelah serangan (muncul
sebagian).
6) Serangan nyeri dada hilang bila klien mendapat terapi nitrogliserin,
narkotik (phetidin atau morphin), bed rest total, dan bantuan oksigenasi.
3. Variant atau Prinzmetal Angina
1) Nyeri dada timbul saat istirahat maupun melakukan aktivitas.
2) Dapat terjadi tanpa aterosklerosis koroner.
3) Kadang-kadang disertai disritmia dan konduksi abnormal.
4) EKG: segmen ST elevasi saat serangan, namun normal bila serangan
hilang.
5) Tanda-tanda lain hampir sama dengan unstable angina.
6) Serangan nyeri dada hilang bila klien mendapat terapi nitrogliserin dan
obat antispasme arteri. (Udjianti, 2011)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Lab darah:
a. Hematokrit menurun.
b. Lekositosis mengindikasikan adanya penyakit infeksi yang
menimbulkan kerusakan katup jantung dan menimbulkan keluhan
angina.
c. Fraksi lemak: terutama kolesterol (Low Density Lipoprotein/LDL) dan
trigliserida yang merupakan faktor resiko terjadinya Arteri Coronary
Disease (CAD).
d. Serum tiroid: menilai keadaan hipotiroid dan hipertiroid.
e. Cardiac isoenzym: normal (CPK – Creatinin Phospokinase, CK-MB –
Creatinin Kinase-MB, SGOT – Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase dan LDH – Lactate Dehydrogenase) dan troponin.
2. Ecocardiografi
a. Elektrokardiografi
 Normal saat klien istirahat.

 Segmen ST elevasi atau depresi, gelombang T inverse selama serangan


berlangsung atau timbul saat tes treadmeill (gambaran iskemia
miokard).
 Disritmia (takikardia abnormal, AV block, atrial flutter, atau atrial
fibrilasi) bila ada harus dicatat.
b. Echocardiogram: melihat adanya penyimpangan gerakan katup dan
dilatasi ruang jantung. Gerakan katup abnormal dapat menimbulkan
keluhan angina.
3. Radiologi
a. Thorax Rontgen: melihat gangguan kardiomegali seperti hipertrofi
ventrikel atau cardio-thorax ratio (CTR) lebih dari 50%.

Cara perhitungan CTR:


CTR= A+B x 100%
C
Keterangan:
A: jarak dari sternum dengan dinding kanan terjauh jantung
B: jarak dari sternum dengan dinding kiri terjauh jantung (apeks)
C: jarak antara ruang paru kanan sampai kiri
Contoh:
Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung
CTR, didapat nilai-nilai sebagai berikut:
Panjang garis A= 6 cm
Panjang garis B= 13 cm
Panjang garis C= 30 cm
Dari nilai diatas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan
sebagai kardiomegali atau tidak?
Jawab:
CTR: 6+13 x 100% = 63%
30
Karena nilai rationya melebihi 50%, maka jantung tersebut dapat
dikategorikan kardiomegali.
b. Scanning jantung: melihat daerah luas iskemik pada miokard.
c. Ventrikulografi sinistra: menilai kemampuan kontraksi miokard dan
pemompaan darah yang kecil akibat kelainan katup atau septum
jantung.
d. Kateterisasi jantung (bila diperlukan): melihat kepatenan arteri
koroner, lokasi sumbatan dengan tepat, dan memastikan kekuatan
miokard.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang sering digunakan untuk angina pektoris
Tipe Obat Efek
Vasodilator Nitrogliserin, Amyl, Vasodilatasi perifer untuk
Nitrate, Isosorbide mengurangi resistensi perifer;
(sorbitrate) mengurangi TD diastolic;
mengurangi preload; vasodilatasi
koronaria untuk memperbaiki
distribusi suplai darah ke
miokardium.
Agens penyekat Propanolol (Inderal) Mengurangi kebutuhan oksigen
beta-adrenergik Metoprolol miokardium dengan mengurangi
(Lapressor) kecepatan denyut jantung;
Nadolol (Corgard) menurunkan TD; mengurangi
Atenolol (Tenormin) kontraktilitas jantung dan output
kalsium.
Penyekat Verapamil (Isoptin) Mencegah transportasi ion kalsium
saluran kalsium Nifedin (Procardial) ke dalam sel miokardium dan
Diltiazem (Cardizem) menghambat kegiatan inotropik dan
kronotropik, mengurangi beban
jantung.
(Baradero dkk, 2008)

2. Terapi Non-farmakologi
a. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung (Baradero
dkk, 2008).
b. Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan
volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan
denyut jantung). Hal ini menurunkan kerja jantung sehingga kebutuhan
oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan
sewaktu beristirahat. Sebaliknya, berbaring meningkatkan aliran balik
darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolic akhir,
volume sekuncup, dan curah jantung (Corwin, 2009).
c. Hindari stress dan aktivitas yang menimbulkan serangan pada angina.
d. Berhenti merokok.
e. Kurangi kolesterol dan lemak untuk menurunkan pembentukan plak, dan
kurangi garam untuk membantu mengontrol tekanan darah.
f. Tingkatkan olahraga, karena:
1) Membentuk toleransi terhadap aktivitas
2) Dapat memulihkan jantung
3) Memperlancar aliran sirkulasi darah
4) Membantu menyeimbangkan emosi
5) Mengurangi faktor risiko lain yang mengganggu pembuluh darah
koroner
6) Menurunkan kecenderungan ke thrombosis (Digiulio, 2007)
3. Terapi Pembedahan
1) Terapi Non-Bedah
a. Percutaneous transluminal coronary angioplasty. Merupakan
prosedur non bedah dimana suatu tabung panjang dengan balon kecil
diletakkan melalui pembuluh darah ke dalam pembuluh nadi yang
menyempit. Balon yang terpompa, menyebabkan pembuluh nadi
melebar (DiGiulio, 2007).
b. Terapi laser. Terapi ini memanfaatkan kekuatan elektromagnetik dari
sinar. Reaksi termal terjadi apabila sinar laser diabsorpsi oleh jaringan
yang terkait. Reaksi termal ini menimbulkan evaporasi jaringan,
hemostatis, dan koagulasi (Bradero dkk, 2008).
2) Terapi Bedah
a. Coronary artery stent. Adalah tabung baja tahan karat ukuran kecil
yang ditaruh di dalam pembuluh nadi jantung agar arteri koroner tetap
terbuka.
c. Coronary artery bypass graft (CABG). Merupakan prosedur bedah
dimana suatu urat dari kaki atau suatu pembuluh nadi dari lengan atau
dada diambil dan ditaruh di pembuluh nadi jantung, mengangkat
penyumbatan dan memperbaiki aliran darah bebas ke otot jantung
(DiGiulio, 2007).

1. Komplikasi
Ketika beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Oksigen tambahan akan disuplai oleh peningkatan aliran darah arteri
koroner. Bila aliran darah koroner tidak dapat menyuplai kebutuhan sejumlah
oksigen yang diperlukan oleh otot jantung, maka terjadi ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan. Kecuali, bila rasio dari suplai dan kebutuhan menjadi
seimbang, jaringan otot jantung menjadi iskemia dan infark. Di sekitar area infark
ada dua zona yang disebut sebagai injuri zone dan ischemic zone. Area infark
akan terus berkembang bila suplai darah tetap membahayakan atau kurang dari
kebutuhan miokard (Udjianti, 2011).
Angina merupakan hal yang mengancam kehidupan dan dapat
menyebabkan disritmia atau berkembang menjadi infark miokard. Kegagalan
dalam tindakan pembedahan CABG dapat menimbulkan terjadinya infark
miokard (Udjianti, 2011).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan pekerjaan.

2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama: pasien mengatakan nyeri yang menjalar ke bagian
lengan kiri, punggung, rahang dan daerah abdomen.
Data objektif: pasien biasanya tampak cemas, ketakutan, dan
memegang dada.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit klien seperti DM, hipertensi, penyakit vascular,
anemia, dan lain-lain.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah (arteri koroner) dalam
keluarga merupakan faktor risiko bagi klien.
d. Riwayat Kesehatan Lain
Peningkatan kadar kolesterol (Low Density Lipoprotein/LDL) dan
High Density Lipoprotein/HDL), trigliserida, hipertiroid, kebiasaan
merokok, konsumsi minum beralkohol, asupan makanan tinggi gula,
lemak, garam, kafein, asupan cairan dan berat badan.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Makanan / cairan
Mual, nyeri uluh hati / epigastrium saat makan, diet tinggi kolesterol /
lemak, garam, kafein, minuman keras.
b. Pola Eliminasi
Pasien biasanya tidak ada masalah ketika BAB dan BAK. Warna urine
kuning pekat dan berbau khas, konsistensi feses padat dan berbau khas.
c. Pola Aktivitas / istirahat
Pasien biasanya kelelahan dan perasaan tidak berdaya setelah latihan,
merasa nyeri dada bila kerja, dan dispnea saat kerja.
d. Pola Tidur
Pasien akan terbangun ketika terjadi serangan angina varian.
e. Pola Pola sirkulasi
Takikardia, disritmia, tekanan darah normal, bunyi jantung mungkin
normal, sempat lambat / murmur sistolik transein. Lambat mungkin
ada saat pasien merasa nyeri.
f. Integritas Ego
Ketakutan dan mudah marah.
g. Pola pernafasan.
Dispnea saat kerja, meningkat pada frekuensi/irama dan gangguan
kedalaman.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum
Keadaan penyakit sedang, kesadaran composmentis, suara bicara jelas,
TD: 130/90 mmHg, S: 36,5 0C, HR: 100 x/mnt, dan RR: 20 x/mnt.
b) Muka
Pasien tampak meringis kesakitan akibat nyeri yang dirasakan.
c) Mata
Konjungtiva anemis.
d) Thoraks
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak pada ICS 6-7 midklavikula sinistra
Palpasi : ictus cordis teraba kuat pada ICS 6-7 midklavikula garis
sinistra, teraba jantung membesar >10 cm ke lateral sinistra
Perkusi : terdengar suara pekak dari sternum ke sepanjang mid
aksila
Auskultasi : sempat lambat mungkin pada saat pasien merasa nyeri
atau terdengar S3 (murmur).
e) Ekstremitas
CRT 2-3 detik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penyumbatan pembuluh
darah
3. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke jantung (koroner)
4. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan sirkulasi
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium dalam
sel dan kalium di luar sel
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
10. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan masa otot
11. Ansietas berhubungan dengan kematian
12. Kurang pengetahuan berhubungan dengan deficit knowledge

C. Rencana Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status
sirkulasi baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Tekanan darah sistol
2. Tekanan darah diastole
3. Tekanan nadi
4. Tekanan darah rata-rata
5. Saturasi oksigen
6. Capillary refill
Intervensi

1. Monitor pernafasan
a. Monitor suara nafas tambahan
b. Monitor saturasi oksigen
c. Auskultasi suara nafas
2. Menejemen elektrolit
a. Monitor tanda ketidakseimbangan elektrolit
b. Pertahankan kepatenan akses IV
c. Lakukan pengukuran untuk mengontrol kehilangan elektrolit

3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penyumbatan pembuluh


Darah
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status
pernafasan baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal
NO Indikator 1 2 3 4 5
1 Tekanan persial oksigen di
darah arteri (PaO2)
2 Tekanan persial
karbondioksida di darah arteri
(PaCO2)
3 Saturasi oksigen
4 Hasil rontgen dada
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
NO Indikator 1 2 3 4 5
1 Dispnea saat istirahat
2 Sianosis
3 Gangguan kesadaran

Intervensi
1. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan
2. Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot bantu nafas,
c. Monitor suara nafas tambahan
d. Monitor saturasi pasien
e. Catat petubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah.
3. Monitor tanda- tanda vital

a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan


b. Monitor adanya sianosis sentral dan perifer
c. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital

3. Nyeri akut berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam tingkat
nyeri berkurang yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Panjang episode nyeri
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Frekuensi nafas
5. Tekanan darah
6. Nadi

Intervensi:
1. Pemberian analgesik
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
b. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis dan frekuensi
obat analgesic yang diresepkan
c. Pilih rute intravena daripada rute intramuscular, untuk injeksi
pengobatan nyeri yang sering, jika memungkinkan
d. Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesic
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan
tanda-tanda yang tidak biasanya

2. Manajemen lingkungan: kenyamanan


a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
b. Hindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu panas
maupun terlalu dingin
c. Monitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap adanya
tanda-tanda tekanan atau iritasi
3. Manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
c. Dukung istirahat /tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Bradero, Mary, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi. 2008. Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Kardiolovaskular. Jakarta: EGC
Bustan, M.N. 2000. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT Tidak Menular. Jakarta:
Rineka Cipta
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC
Digiulio, Mary, Donna Jackson, Jim Keogh. 2007. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing
Gibson, John. 2002. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Herman, Rahmatina Bustami. 2010. Buku Ajar FISIOLOGI JANTUNG. Jakarta:
EGC
Kong, Dezhao et all. 2014. The association between blood lipid and phlegm
turbidity syndrome of angina pectoris: A systematic review and meta-
analysis. China: Complementary Therapies in Medicine
Kumar dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai