Anda di halaman 1dari 16

BAB I

Latar belakang

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Masalah sampah merupakan
masalah yang saat ini masih sulit ditanggulangi. Pengetahuan dan kesadaran
masyarakat Dusun Modin masih kurang mengenai kebersihan lingkungan khususnya
masalah pengelolaan sampah. Banyak sampah plastik yang berserakan di pinggir jalan,
fasilitas umum, dan kebun-kebun yang dimiliki warga. Sebagian masyarakat masih
membuang sampah sembarangan walaupun sudah terdapat beberapa tempat
pembuangan umum. Hal tersebut menimbulkan dampak buruk yaitu lingkungan terlihat
jorok sehingga dapat menurunkan jumlah kunjungan wisatawan ke Dusun Modin serta
mempermudah penyebaran berbagai jenis penyakit yang mengganggu kesehatan
masyarakat setempat.
Maka dari itu sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
kebersihan lingkungan kami mengambil penyuluhan tentang lingkungan sehat dan
sampah. Berdasarkan hasil pengkajian dari masyarakat di wilayah Dusun Modin,
sebagian besar mengatakan belum pernah mendapat penyuluhan mengenai kebersihan
lingkungan dan sampah. Oleh karena itu, seluruh warga masyarakat pada Dusun Modin
menjadi target sasaran dalam penyuluhan mengenai lingkungan sehat dan sampah.
Program penyuluhan kebersihan lingkungan ini ditujukan kepada masyarakat di Dusun
Modin.
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian kesehatan lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan


masyarakat modern yang meliputi terhadap semua aspek manusia dalam hubungannya
dengan lingkungan, dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperttahankan nilai-nilai
kesehatan manusia pada tingkat setinggi-tingginyan dengan jalan memodifisir tidak
hanya faktor social dan lingkungan fisik semata mata, tetapi juga terhadap semua sifat-
sifat dan kelakkan-kelakuan lingkungan yang dapat membawa pengarh terhadap
ketenangan, kesehatan dan keselamatan organisme umat manusia ( Mulia Ricky M,
2005).

Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan lingkungan adalah suatu


keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.

Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) kesehatan


lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

2.2 Ruang lingkup kesehatan lingkungan

Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, yaitu :

1) Penyediaan Air Minum

2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran

3) Pembuangan Sampah Padat

4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6) Higiene makanan, termasuk higiene susu

7) Pengendalian pencemaran udara

8) Pengendalian radiasi

9) Kesehatan kerja

10) Pengendalian kebisingan

11) Perumahan dan pemukiman

12) Aspek kesling dan transportasi udara

13) Perencanaan daerah dan perkotaan

14) Pencegahan kecelakaan

15) Rekreasi umum dan pariwisata

16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah,


bencana alam dan perpindahan penduduk.

17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. Di Indonesia,


ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun
1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8, yaitu:

1) Penyehatan Air dan Udara

2) Pengamanan Limbah padat/sampah

3) Pengamanan Limbah cair

4) Pengamanan limbah gas

5) Pengamanan radiasi

6) Pengamanan kebisingan

7) Pengamanan vektor penyakit


8) Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana

2.2.1 Sasaran kesehatan lingkungan

Menurut Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan lingkungan
adalah sebagai berikut:

1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis

2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis

3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis

4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum

5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada
dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an,reaktor/tempat
yang bersifat khusus. Salah satu masalah dari kesehatan lingkungan yaitu tentang
pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air,
pencemaran tanah, pencemaran udara.

2.3 Pencemaran Lingkungan

Menurut pasal 1 angka 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun


1982, Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energy, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh prses alam sehingga kualiatas klingkungan
turun samapai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (H.J Mukono, 2003)

Unsur-unsur atau syarat mutlak untuk disebut suatu lingkungan telah tercemar
haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Masuk atau dimasukkanya komponen-komponen (makhluk hidup, zat, energi,dan lain-


lain)

2. Ke dalam lingkungan atau ekosistem lingkungan

3. Kegiatan manusia

4. Timbul perubahan, atau menurunkan mutu yang lebih rendah hingga ke tingkat tertentu
5. Fungsi lingkungan menjadi berkurang atu tidak dapat berfungsi

6. Menurut perutukannya

Dari unsur-unsur pencemaran lingkungan tersebut, nyatalah bahwa suatu


perbuatan atau aksi yang menimbulkan keadaan sebagai pencemaran lingkungan hidup
haruslah memenuhi berbagai unsur tersebut (Siahaan, 2004).

Dampak pencemaran lingkungan tidah hanya berpengaruh dan berakibat kepada


lingkungan alam saja, akan tetapi berakibat dan berpengaruh pula terhadap kehidupan
tanaman, hewan dan juga manusia. Kalau lingkungan alam telah tercemar sudah tentu
tanaman yang tumbuh di lingkungan tersebut akan ikuttercemar, demikian pula denga
hewan yang hidup di situ. Pada akhirnya manusia sebagai makhluk hidup yang omnivore
akan ikut pula merasakan dampak pencemaran tersebut ( Wardhana, 2004).

2.4 Kerusakan Lingkungan

Kerusakan Lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung


atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan
lingkungan itu tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan
(Siahaan, 2004).

Masih banyak manusia yang bersikap tidak tahu atau tidak mau peduli dan tidak
butuh pandangan dan manfaat jangka panjang sumber daya alam, sekaligus tidak peduli
dengan tragedi kerusakan lingkungan yang terjadi. Bagi mereka, kesejahteraan material
sesaat menjadi kepedulian utama dan pada saat yang sama mengabaikan berbagai
tragedi kerusakan lingkungan yang umumnya padahal justru mendatangkan kerugian
bagi mereka juga dan bahkan bagi orang lain yang tidak tahu menahu (Dyahwanti Inarni
Nur, 2007).

Anggapan bahwa lingkungan itu milik publik, menyebabkan orang pada


umumnya tidak merasa bersalah mengeksploitasi sebesar-besarnya sumber daya alam
dan membuang limbah ke media lingkungan (Hadi, 2006).
Kerusakan lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Kerusakan internal adalah kerusakan yang terjadi diakibatkan alam itu sendiri.
Kerusakan karena faktor internal sulit dicegah karena merupakan proses alami yang
terjadi pada bumi/alam (Dyahwanti Inarni Nur, 2007).

Kerusakan lingkungan karena faktor internal antara lain adalah :

1. Letusan gunung berapi yang merusak lingkungan alam sekitarnya

2. Gempa bumi yang menyebabkan dislokasi lapisan tanah

3. Kebakaran hutan karena proses alami pada musim kemarau panjang, disebabkan
oleh embun yang berfungsi sebagai lensa pengumpul api (pada titik fokusnya)
pada saat terkena cahaya matahari, tepat pada saat embun belum menguap.

4. Banjir besar dan gelombang laut yang tinggi akibat badai Kerusakan lingkungan
karena faktor internal pada umumnya diterima sebagai musibah bencana alam.
Kerusakan yang terjadi dalam waktu singkat namun akibatnya dapat
berlangsung dalam waktu yang cukup lama (Dyahwanti Inarni Nur, 2007).

Kerusakan karena faktor eksternal adalah kerusakan yang diakibatkan oleh ulah
manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya. Pada
umumnya disebabkan karena kegiatan industri, berupa limbah buangan industri.
Kerusakan karena faktor eksternal antara lain disebabkan oleh :

1. Pencemaran udara yang berasal dari cerobong asap pabrik (kegiatan industri) dan
juga gas buangan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil (pada system transportasi)

2. Pencemaan air yang berasal dari limbah buangan industri

3. Pencemaran daratan (tanah) oleh kegiatan industri maupun penumpukan limbah


padat/barang bekas

4. Penambangan untuk mengambil kekayaan alam (mineral) dari perut bumi.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan


Hidup, definisi dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan.
Menurut Hadi (2006), dampak lingkungan itu pada umumnya menimpa pada orang lain
dan bukan pemrakarsa kegiatan yang menimbulkan dampak dimaksud. Banjir, tanah
longsor, kebisingan, bau, debu, intrusi air laut, kemiskinan, hilangnya mata
pencaharian merupakan dampak lingkungan yang dirasakan oleh mereka yang bukan
memprakarsai kegiatan.

2.5 Kegiatan Penambangan

Penambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka


penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang (Frida,
Rahim, Ambo, 2009).

Usaha penambangan adalah semua usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
badan hukum/badan usaha untuk mengambil bahan galian dengan tujuan untuk
memanfaatkan lebih lanjut bagi kepentingan manusia (Sukandarrumidi, 2009). Indonesia
adalah salah satu Negara yang memiliki potensi penambangan yang sangat potensial,
bukan hanya untuk kebutuhan negeri tetapi juga dimanfaatkan untuk dunia internasional
(Desianti Kiki Rizki, 2012).

Berdasarkan jenis pengelolaanya, kegiatan penambangan terdiri atas dua


macam yaitu kegiatan penambangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditujuk
secara langsung oleh negara melalui Kuasa Penambangan (KP) maupun Kontrak Karya
(KK), dan penambangan yang dilakukan oleh rakyat secara manual kegiatan
penambangan oleh badan usaha biasanya dilakukan dengan menggunakan teknologi
yang lebih canggih sehingga hasil yang diharapkan lebih banyak dengan alokasi waktu
yang lebih efisien, sedangkan penambangan rakyat merupakan aktivitas penambangan
dengan menggunakan alat-alat sederhana (Sulton Ali, 2011).

Usaha dibidang penambangan adakalanya menimbulkan masalah. Masalah


penambangan tidak saja merupakan masalah tambangnya, akan tetapi jugamenyangkut
mengenai masalah lingkungan hidup. Didalam pengelolaan lingkungan hidup
berasaskan pelestarian kemampuan agar hubungan manusia dengan lingkungan
hidupnya selalu berada pada kondisi optimum dalam arti manusia dapat memanfaatkan
sumber daya dengan dilakukan secara terkendali danlingkungannya maupun
menciptakan sumberdaya untuk dibudidayakan. (Hasibuan puspa melati, 2006).

Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan


eksplorasi,eksploitasi, produksi, dan penjualan. Penggolongan bahan-bahan galian
adalah sebagai berikut :

1. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk perekonomian


Negara serta pertahanan dan keamanan Negara.

2. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup orang
banyak, Contohnya besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain.

3. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, karena sifatnya
tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional.

Contohnya marmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung
unsur mineral.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Penambangan menyebutkan bahawa penambangan rakyat adalah suatu usaha
penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh
rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan alat-alat sederhana
untuk pencairan sendiri.

Penambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya dilakukan oleh masyarakat


yang berdomisili di area penambangan secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan
alat-alat sederhana. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari.
Dilaksanakan secara sederhana dan dengan alat sederhana, jadi tidak menggunakan
teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan penambangan yang
mempunyai modal besar dan memakai teknologi canggih. Dari uraian di atas, dapat
dikemukakan unsur-unsur penambangan rakyat, yaitu:

1. Usaha penambangan

2. Bahan galian meliputi bahan galian strategis, vital dan galian c

3. Dilakukan oleh rakyat


4. Domisili di area tambang rakyat

5. Untuk penghidupan sehari-hari

6. Diusahakan dengan cara sederhana.

Bahan galian tambang sebagian besar ditemukan pada daerah-daerah yang


terpencil dengan hutan yang lebat, berupa daerah perbukitan ataupun bergunung dan
dataran dengan kondisi lingkungan yang belum terganggu; bahkan mungkin kehidupan
sosial pada daerah tersebut masih belum tersentuh oleh perkembangan kemajuan
teknologi. Jadi pada awalnya interaksi antara komponen-komponen lingkungan di
daerah-daerah tersebut di atas berada dalam keseimbangan, maka keseimbangan alam
tersebut akan terganggu dan menimbulkan perubahan yang mendasar atau yang biasa
disebut dampak (Frida, Rahim, Ambo, 2009).

Kegiatan penambangan yang serang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah


penambangan bahan glian golongan C, karena proses penambangannya mudah
dilakukan yaitu dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana (manual) hingga
menggunakan alat berat (mekanik).

Kegiatan penambangan bahan galian golongan c yang paling sering dilakukan


adalah penambangan pasir dan batu. Pasir dan batu merupakan salah satu
bahan/material utama dalam kegiatan konstruksi jalan, bangunan bertingkat tinggi
ataupun perumahan sederhana. Bahan galian tersebut termasuk dalam bahan galian
golongan C, yaitu bahan galian yang tidak termasuk bahan galian strategis (A) dan
bahan galian vital (B), namun merupakan sumberdaya alam yang memiliki peran

penting dalam mendukung kegiatan pembangunan suatu wilayah. Aktivitas


penambangan pasir dan/atau kerikil memiliki potensi untuk merusak lingkungan yang
hampir sama dengan bahan galian yang lain, hal ini dikarenakan penambangan pasir
dan batu adalah penambangan yang secara teknis mudah dilakukan karena dapat
dilakukan dengan peralatan yang sederhana (manual) hingga menggunakan alat berat
(mekanik). Begitu pula jika ditinjau dari luas area tambang yang dapat dilakukan dari
skala perorangan (<100 m2) hingga industri (>1.000 Ha). Sumberdaya yang melimpah
dan dapat dieksploitasi dengan mudah sehingga tidak diperlukan modal besar untuk
dapat melakukan kegiatan penambangan mengakibatkan harga bahan galian ini dinilai
dengan harga murah, selain itu juga mengakibatkan penambangan pasir menjadi
penambangan yang paling berkembang luas di banyak tempat di Indonesia, baik yang
memilki izin (legal) maupun yang tanpa izin (illegal) (Hermien Roosita, 2007).

Kegiatan penambangan bahan galian golongan C tentunya menimbulkan


dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar.
Dampak positifnya yaitu membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal dan
meningkatkan pendapatan asli daerah. Kemudian dampak negatifnya yaitu pada
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan penambangan merasakan berbagai
perubahan dan gangguan akibat keberadaan tambang antara lain kelangkaan air,
kebisingan, getaran dan pencemaran udara. Dampak adalah suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu aktivitas.Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik
kimia, fisik maupun biologi. Untuk dapat melihat bahwa suatu dampak atau perubahan
telah terjadi, kita harus mempuyai bahan pembanding sebagai acuan. Salah satu acuan
adalah keadaan sebelum terjadi perubahan (Soemarwot otto, 2003).

Secara logika interaksi antara komponen-komponen lingkungan di daerah


daerah tersebut harusnya berada dalam keseimbangan baik dari pengelola, Pemerintah
maupun warga, namun kenyataan dilapangan dan fakta berkata lain, keseimbangan
alam tersebut sudah sangat terganggu dan menimbulkan perubahan yang sangat
berdampak. Melihat dari sisi dampak yang paling sangat berpengaruh adalah pada
akses jalan penghubung desa warga, akses jalan tersebut rusak karena setiap harinya
di lalui oleh kendaraan yang bobotnya jauh melebihi kapasitas jalan. Setiap harinya truk
mengangkut hasil tambang kuarng lebih 50-200 kali pengangkutan yang melewati jalan
tersebut. Sehingga dapat mempercepat kerusakan jalan. Dalam rangka penyelamatan
lingkungan hidup agar tetap lestari dan terjaga dan dapat lebih banyak memberikan
mafaat bagi manusia, maka perlu dilakukan langkah-langkah :

1. penyuluhan secara intensif tentang pentingnya penyelamatan lingkungan, yang


bisa memberikan manfaat besar bagi manusia

2. penambangan harus diatur dengan peraturan daerah atau peraturan bupati,


untuk melindungi alam dan jiwa penambang

3. perlu dilakukan pengkajian amdal untuk mengkaji kemanfaatan atau untung rugi
bagi penambang, pemerintah daerah, dan lingkungan.
2.6 Pencemaran Udara

Udara diperlukan manusia setiap saat dalam kehidupannya. Untuk itu kualitas
udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat
(Ricki M. Mulia, 2005).

Menurut Chambers (1976:13-14) dan Masrers (1991:270) yang dimaksud


dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke
dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehinggga dapat
dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan
efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material.

Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer
oleh karena masuknya bahan kontamnan alam atau buatan ke dalam atmosfer tersebut
(H.J Mukono, 2003).

Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak pada kesehatan, harta benda,


ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat pencemaran
udara terjadi pada saluran pernapasan dan organ penglihatan (Ricki M. Mulia, 2005).

Masuknya polutan ke dalam udara selalu menyebabkan perubahan kualitas


udara. Walau demikian, masukan polutan tersebut tidak selalu dapat menyebabkan
pencemaran udara. Mengacu pada definisi resminya.pencemaran udara baru terjadi jika
masukan polutan menyebabkan mutu udara turun sampai ke tingkatan yang
menyebabkan fungsinya terhambat. Misalnya, sampai ke tingkatan di mana kesehatan
manusia terganggu, atau lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Berat
ringannya suatu pencemaran udara di suatu daerah sangat bergantung pada iklim lokal,
topografi, kepadatan penduduk, banyaknya industri yang berlokasi di daerah tersebut,
penggunaan bahan bakar dalam industri, suhu udara panas di lokasi, dan kesibukan
transportasi. Dalam suatu daerah yang tinggi lokasinya dari permukaan laut
(pegunungan), curah hujan akan sangat membantu proses pembersihan udara.di
samping itu angin yang kencang dapat pula menyapu polutan udara ke daerah lain yang
lebih jauh. Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:

1. Karena faktor internal (secara alamiah), contoh :

1) Debu yang beterbangan akibat tiupan angin.


2) Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gasgas vulkanik.

3) Proses pembusukan sampah organik, dll.

2. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh:

1) Hasil pembakaran bahan bakar fosil.

2) Debu/serbuk dari kegiatan industri.

3) Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.

2.6.1 Debu

Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan (H.J Mukono, 2003). Semua debu
apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan untuk jangka waktu yang lama, dapat
menyebabkan kerusakan patologis pada manusia. Debu debu dengan komposisi yang
berbeda mempunyai efek yang berbeda.

Sifat-sifat debu adalah :

1. Sifat pengendapan

Adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasibumi.
Namun karena kecilnya kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara. Debu
yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih dari pada yang
ada di udara.

2. Sifat permukaan basah

Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang
sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja.

3. Sifat penggumpalan

Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama
lain dan dapat menggumpal. Kelembaban di bawah saturasi kecil pengaruhnya
terhadap penggumpalan debu. Akan tetapi bila tingkat humiditas di atas titik saturasi
mempermudah penggumpalan. Oleh karena partikel debu bisa merupakan inti dari
pada air yang berkonsentrasi, partikel jadi besar.
4. Sifat listrik statik

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya
proses penggumpalan.

5. Sifat opsis

Debu atau partikel basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat
terlihat dalam kamar gelap. Debu tambang didefinisikan sebagai zat padat yang
terbagi halus. Partikel-partikel zat padat atau cairan yang berukuran sangat kecil di
dalam medium gas atau udara disebut aerosol misalnya asap, kabut dan debu
dalam udara.

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara (Suspended Particular Matter – SPM) dengan ukuran 1 mikron
hingga 500 mikron. Konsentrasi partikel debu yang tinggi dalam udara, lamanya
paparan berlangsung akan mempengaruhi partikel yang mengendap di paru
semakin banyak. Beberapa orang yang mengalami paparan debu yang sama baik
jenis maupun ukuran partikel, konsentrasi maupun lamanya paparan berlangsung,
tidak selalu menunjukkan akibat yang sama. Secara umum partikel yang mencemari
udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan, dan manusia. Baku mutu udara
ambien untuk debu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Penegnedalian PencemaranUdara yaitu 230
µg/Nm3 selama 24 jam dengan metode analisis Gravimetric.

2.6.2 Pengukuran Kadar Debu

Pengukuran kadar debu menggunkana alat Environmental Particle Air Monitor EPAM-
5000.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Hubungkan alat dengan sumber listrik

2. Hidupkan alat dengan menekan tombol “ON”.

3. Pasangkan inlet partikulat material (sensor) pada alat, sesuai dengan jenis
pengukuran yang dipilih.
4. Masuk ke menu Special Function, tekan Enter

5. Masuk ke pilihan Sistem Options, tekan Enter

6. Masuk ke pilihan Extended Options, tekan Enter

7. Masuk ke pilihan Size Select, dan pilih arah panah bawa atau atas untuk memilih
jenis pengukuran yang akan digunakan,tekan Enter

8. Masuk ke pilihan Run, tekan Enter

9. Masuk ke pilihan Continue, tekan Enter

10. Lakukan pengukuran dan lihat hasil pada rekaman alat ( nilai Average).

11. Hasil dalam satuan mg/Nm3 dikonversi dalam satuan µg/Nm3.

Hal yang perlu diketahui dalam pengukuran debu

1. Cuaca Visual (cerah, berawan, mendung).

2. Arah angin

3. Kecepatan angin

4. Temperatur dan kelembaban


Daftar pustaka

Chandra, Dr. Budiman. (2005). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Cenadi, Christine Suharto. (2000). Peranan Desain Kemasan Dalam Dunia


Pemasaran. Dikutip dari http://dgi-indonesia.com/wpcontent/uploads/2009/03/dkv00020203.pdf
(27 Februari 2012)

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. (2008). Kemasan Sebagai Kemasan Pangan. Dikutip dari
http://ik.pom.go.id/wpcontent/uploads/2011/11/Plastiksebagaikemasanpanga n.pdf (12 Mei
2012)

1. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan.Jakarta: Penerbit buku kedokteran


EGC: 2006..

2. WHO.Guidelines for drinking-water quality third edition. Geneva. WHO Press:


2008

3. Widiyanti,ManikNLP, Ristianti NPR. Analisis kualitatif bakteri koliform pada depo


air minum isi ulang di kota singaraja Bali.Jurnal Ekologi Kesehatan.2004;3(1).

4. Tattit K, Eram TP. (2011) Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali. Jurnal Kesehatan
Masyarakat.2011;7(1):63-72. 5

6. Mukono HJ. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga


University Press; 2011.

14. Mirza MN. Hygiene sanitasi dan jumlah coliform air minum Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Kemas. 2014;9(2):167-173.

15. Depetemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. Keputusan


Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 651/MPP/Kep/10/2004
Tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya. Jakarta; 2004.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No.43


Tahun 2014 Tentang Hygiene Sanitasi Depot Air Minum. Jakarta; 2014.
17. Pratiwi AW. Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kota Bogor.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2007;2(2).

19. Depetemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan


No.492/MENKES/PER/IV/2010 TentangPersyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta; 2010.

20. Dinas Kesehatan Kabupaten Balangan. Laporan Pengawasan Kualitas Air


Minum. Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Balangan; 2014

21. Munthe SA, Mart F. Hubungan Kondisi Lokasi dan Alat Perlengkapan pada
Depot Air Minum Isi Ulang (AMIU) dengan Kualitas Bakteriologi di Kecamatan Medan Helvetia
Tahun 2012. [dikutip 2015 Agustus 5]. Tersedia dari: (https://www.academia.edu/7663029/Amiu-
mskjurnal-skp-2013)

Anda mungkin juga menyukai