Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsumsi Gizi Pekerja

Gizi diartikan sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi,

penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi tubuh serta menghasilkan

tenaga. Sementara itu, gizi kerja didefinisikan sebagai gizi yang diperlukan oleh

tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan kalorinya sesuai dengan jenis pekerjaannya.

Gizi kerja sebagai salah satu aspek penting dari kesehatan kerja mempunyai peran

penting, baik bagi kesejahteraan maupun dalam rangka meningkatkan disiplin dan

produktivitas. Kekurangan gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja akan

membawa akibat buruk bagi mereka seperti pertahanan tubuh terhadap penyakit

menurun, badan menjadi kurus, berat badan menurun, wajah pucat, kurang

bersemangat, beraksi lamban, dan lain-lain. Dalam keadaan demikian, sulit

tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal (Wisnoe, 2005).

Secara umum, kebutuhan gizi bagi tenaga kerja lebih besar dibandingkan

bukan tenaga kerja. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan tenaga kerja sangat tergantung

dari jumlah tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan suatu jenis pekerjaa. Jumlah

ini tergantung dari jumlah otot-otot yang ikut bekerja dan lamanya otot-otot tersebut

harus bekerja (Wirakusumah, 1999).

Universitas Sumatera Utara


Kecukupan zat gizi pekerja terutama dipengaruhi oleh usia, ukuran tubuh, dan

jenis kelamin. Faktor lain penentu kebutuhan gizi yaitu jenis pekerjaan atau aktivitas

yang dilakukan sehari-hari, kondisi fisiologis, keadaan khusus seperti pada pemulihan

kesehatan dan anemia, serta keadaan lingkungan kerja. Faktor-faktor di atas harus

menjadi dasar dalam perhitungan besarnya kecukupan zat gizi pekerja. Berikut adalah

kecukupan zat gizi per hari pekerja menurut umur dan jenis kelamin.

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa

Laki-laki Perempuan
Zat Gizi 19-29 30-49 50-64 19-29 30-49 50-64
tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Energi (kkal) 2550 2350 2250 1900 1800 1750
Protein (gram) 60 60 60 50 50 50
Vitamin A (RE) 600 600 600 500 500 500
Vitamin D (mg) 5 5 10 5 5 10
Vitamin E (mg) 15 15 15 15 15 15
Vitamin K (µg) 65 65 65 55 55 55
Tiamin (mg) 1,2 1,2 1,2 1,0 1,0 1,0
Riboflavin (mg) 1,3 1,3 1,3 1,1 1,1 1,1
Niasin (mg) 16 16 16 14 14 14
Asam Folat (µg) 400 400 400 400 400 400
Piridoksin (mg) 1,3 1,3 1,7 1,3 1,3 1,5
Vitamin B 12 (µg) 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4
Vitamin C (mg) 90 90 90 75 75 75
Kalsium (mg) 800 800 1000 800 800 1000
Fosfor (mg) 600 600 600 600 600 600
Magnesium (mg) 290 300 300 250 270 270
Besi (mg) 13 13 13 26 26 12
Yodium (µg) 150 150 150 150 150 150
Seng (mg) 13,0 13,4 13,4 9,3 9,8 9,8
Selenium (µg) 30 30 30 30 30 30
Mangan (mg) 2,3 2,3 2,3 1,8 1,8 1,8
Fluor (mg) 3,0 3,1 3,1 2,5 2,7 2,7
Sumber : Kepmenkes RI No. 1593/Menkes/SK/XI/2005

Universitas Sumatera Utara


Tingkat Kecukupan zat gizi pada usia dewasa antara lain :

1) Energi

Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya

usia, yang disebabkan oleh menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya

aktivitas fisik. Usia dewasa muda berkisar 19-49 tahun merupakan usia produktif,

banyak kegiatan fisik yang dilakukan sehingga kebutuhan energi kelompok ini lebih

tinggi dibandingkan usia 50-64 tahun. AKG energi pada laki-laki adalah 2550 kkal

pada usia 19-29 tahun, 2350 kkal pada usia 30-49 tahun dan 2250 kkal pada usia 50-

64 tahun. Pada perempuan angka ini secara berturut-turut adalah 1900 kkal, 1800

kkal, dan 1750 kkal.

Kelebihan asupan energi akan menyebabkan kenaikan berat badan. Berat

badan perlu dimonitor dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk

mengetahui kesesuaiannya dengan tinggi badan. Kelebihan berat badan

meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner,

hipertensi, kencing manis, dan batu empedu. Upaya menurunkan berat badan hingga

batas normal dapat mengurangi risiko tersebut. (Almatsier, 2011).

2) Protein

Kebutuhan protein kelompok usia dewasa terutama digunakan untuk

mengganti protein yang hilang sehari-hari melalui urin, kulit, feses, dan rambut, serta

untuk mengganti sel-sel yang rusak-pada usia ini seseorang tidak mengalami

pertumbuhan lagi. AKG Protein laki-laki usia 19-64 tahun adalah sebanyak 60 g/hari,

Universitas Sumatera Utara


sedangkan untuk perempuan sebesar 50 g/hari. Seorang laki-laki dan perempuan

dewasa membutuhkan protein kurang lebih 0,8 g/kg berat badan normal/hari.

Kebutuhan protein ibu hamil dan menyusui ditambah 17 g/hari untuk kebutuhan janin

dan ASI. Konsumsi protein yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kehilangan

kalsium melalui urin, sehingga risiko menderita osteoporosis bertambah. Asupan

protein lebih dari dua kali jumlah yang dianjurkan dapat meningkatkan kejadian

kanker tertentu, penyakit jantung koroner, terutama sebagai akibat tingginya asupan

lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat pada makanan hewani. Untuk mengurangi

asupan lemak jenuh dianjurkan sebagian dari protein berasal dari makanan nabati,

yaitu kacang-kacangan, berupa kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan

tempe serta kacang merah dan kacang hijau. (Almatsier, 2011).

3) Ferrum (Besi)

Angka Kecukupan Besi untuk laki-laki dewasa dan setengah tua adalah 13

mg/hari, untuk perempuan dewasa muda 26 mg/hari, dan dewasa setengah tua 12

mg/hari. Angka Kecukupan Besi perempuan dewasa muda lebih tinggi daripada

dewasa setengah tua karena pada usia tua tersebut perempuan kehilangan besi tiap

bulan melalui haid. Makanan sumber besi adalah daging merah, hati, kuning telur,

sayuran hijau, serta kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe.

(Almatsier, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Penentuan kecukupan zat gizi seseorang dalam keadaan sehat dilakukan

berdasarkan umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan

menyusui.

1. Energi

Komponen utama yang menentukan kecukupan energi adalah Angka

Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolic Rate (BMR) dan aktivitas fisik.

AMB dipengaruhi oleh umur, berat badan, dan tinggi badan. Cara menentukan AMB

ada beberapa cara, yaitu : (Almatsier, 2008)

(1) Menggunakan Rumus Harris Benedict (1919)

Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)

Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)

Keterangan : BB = berat badan dalam kg


TB = tinggi badan dalam cm
U = umur dalam tahun

(2) Cara Cepat (2 Cara)

(a) Laki-laki = 1 kkal x kg BB x 24 jam

Perempuan = 0,95 kkal x kg BB x 24 jam

(b) Laki-laki = 30 kkal x kg BB

Perempuan = 25 kkal x kg BB

(3) Cara FAO/WHO/UNU

Cara ini dibedakan menurut kelompok umur, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Rumus FAO/WHO/UNU untuk Menentukan AMB

AMB (kkal/hari)
Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan
0 - 3 60,9 BB – 54 61,0 BB - 51
3 - 10 22,7 BB + 495 22,5 BB + 499
10 – 18 17,5 BB + 651 12,2 BB + 746
18 – 30 15,3 BB + 679 14,7 BB + 496
30 – 60 11,6 BB + 879 8,7 BB + 829
≥ 60 13,5 BB + 487 10,5 BB + 596
Sumber : FAO/WHO/UNU 1985

Menurut WHO dalam Santoso (2004) berdasarkan jenis pekerjaan beban kerja

dapat dibedakan atas beban kerja ringan, sedang dan berat. Kerja ringan yaitu jenis

pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru, dan pekerjaan rumah tangga (dengan

menggunakan mesin). Kerja sedang yaitu jenis pekerjaan pada industri ringan,

mahasiswa, buruh bangunan, petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga (tanpa

menggunakan mesin). Kerja berat yaitu jenis pekerjaan petani tanpa mesin, kuli

angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin, tukang besi, penari

dan atlit.

Aktifitas fisik dapat dibagi dalam empat golongan, yaitu sangat ringan,

ringan, sedang, dan berat. Kebutuhan energi untuk berbagai aktifitas fisik dinyatakan

dalam kelipatan AMB dapat dilihat pada tabel 2.4. (Almatsier, 2008)

Tabel 2.3. Cara Menaksir Kebutuhan Energi Menurut Aktivitas dengan


Menggunakan Kelipatan AMB

Gender
Aktivitas
Laki-laki Perempuan
Sangat ringan 1,30 1,30
Ringan 1,65 1,55
Sedang 1,76 1,70
Berat 2,10 2,00
Sumber: Almatsier, 2008

Universitas Sumatera Utara


Contoh cara menaksir kebutuhan energi untuk seorang perempuan berumur 30

tahun dengan berat badan 52 kg dan tinggi badan 158 cm dengan aktivitas ringan

dengan menggunakan 4 cara adalah sebagai brrikut:

1) Kebutuhan energi untuk AMB

a. Harris Benedict

= 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)

= 655 + (9,6 x 52) + (1,8 x 158) – (4,7 x 30)

= 1297,6 kkal (dibulatkan 1298 kkal)

b. Rumus cepat 1

= 0,96 kkal x kg BB) x 24 jam

= 0,96 kkal x 52 x 24

= 1185,8 kkal (dibulatkan 1186 kkal)

c. Rumus cepat 2

= 25 kkal x kg BB

= 25 kkal x 52

= 1300 kkal

d. Rumus FAO/WHO/UNU

= 14,7 BB + 496 kkal

= 14,7 x 52 + 496

= 1260,4 kkal (dibulatkan 1260 kkal)

Universitas Sumatera Utara


Kebutuhan AMB menurut keempat cara diatas tidak menunjukkan perbedaan

yang berarti. Oleh sebab itu, cara menghitung AMB dengan rumus cepat 1 dan 2

yang lebih praktis, dapat diterapkan di lapangan.

2) Kebutuhan energi dengan aktifitas fisik

Kalikan nilai AMB dengan kelipatan yang sesuai dengan jenis aktivitas, dalam

hal ini aktivitas ringan (Tabel 2.4):

= 1,55 x 1300 kkal


= 2015 kkal

2. Protein

Cara menentukan kebutuhan protein menurut WHO dalam Almatsier (2008)

adalah : 10 – 15 % dari kebutuhan energi total. Bila kebutuhan energi dalam sehari

adalah 2015 kkal, energi yang berasal dari protein dalam satuan kkal hendaknya 202-

302 kkal, bila protein dalam satuan gram dibagi 4 menjadi 51 – 76 gr protein.

Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya

berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Adapun data tersebut sering

dikumpulkan melalui metode konsumsi pangan, biokimia, pemeriksaan tanda-tanda

klinik, dan antopometri.

2.1.1. Metode Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan/status gizi

masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan dapat

dilakukan dengan cara survei dan akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif

maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang

Universitas Sumatera Utara


dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode recall

24 jam, food records, dan weighing method. Berdasarkan kandungan gizi yang

terdapat dalam Daftar Kebutuhan Bahan Makanan (DKBM) maka dapat diketahui

jumlah konsumsi zat gizi dari berbagai jenis dan kelompok pangan.

Menurut Supariasa, dkk (2002), salah satu cara untuk mendapatkan data

konsumsi pangan masyarakat adalah metode 24 hour recall. Metode ini dilakukan

dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi

dalam 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan metode

ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan ukuran rumah tangga (urt)

kemudian dikonversi ke ukuran metrik (g).

Prinsip dari metode 24 hour recall ini adalah mencatat semua jenis dan

jumlah makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, dalam hal ini

responden diminta untuk menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24

jam yang lalu (kemarin), yang dimulai sejak bangun pagi kemarin sampai istirahat

tidur pada malam harinya. Dapat juga dimulai dari waktu dilakukan wawancara

mundur kebelakang 24 jam penuh.

Kelebihan 24 hour recall adalah :

a) Mudah dan pencatatan cepat hanya membutuhkan kurang lebih 20 menit

b) Murah

c) Mendapatkan informasi secara detail tentang jenis bahkan jumlah makanan dan

minuman yang dikonsumsi

d) Beban responden rendah

Universitas Sumatera Utara


e) Dapat memperkirakan asupan zat gizi suatu kelompok

f) Recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk memperkirakan asupan gizi

tingkat individu. Biasanya 2 atau 3 kali dipilih weekday dan weekend.

g) Lebih objektif daripada metode riwayat diet

h) Tidak mengubah kebiasaan diet

i) Berguna untuk pasien di klinik

Keterbatasan 24 hour recall adalah :

a) Recall sekali tidak dapat mencerminkan secara representatif kebiasaan asupan

individu

b) Kadang terjadi under/over reporting

c) Bergantung pada memori

d) Kadang mengabaikan saus atau minuman ringan yang menyebabkan rendahnya

asupan energi

e) Memerlukan data entri

Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi seseorang

biasanya dilakukan dengan perbandingan pencapaian konsumsi zat gizi terhadap

Angka kecukupan Gizi (AKG). Untuk zat gizi makro, Depkes RI dalam Supariasa

(2002) membagi klasifikasi tingkat komsumsi menjadi 4 (empat) dengan cut of point

masing-masing sebagai berikut :

1. Baik : ≥ 100% AKG

2. Sedang : 80 – 99% AKG

Universitas Sumatera Utara


3. Kurang : 70 – 79% AKG

4. Defisit : < 70% AKG

2.2. Anemia Gizi Besi pada Pekerja

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)

dalam sirkulasi darah akibat kekurangan zat besi (Fe) sehingga tidak mampu

memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. Anemia adalah

suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk

kelompok orang yang bersangkutan (Tarwoto dkk, 2007).

Defisiensi besi biasanya terjadi dalam beberapa tingkat sebelum menjadi

anemia. Pertama adalah keadaan cadangan zat besi dalam hati menurun tetapi belum

sampai penyediaan zat besi untuk pembentukan sel-sel darah merah terganggu. Tahap

kedua adalah terjadinya defisiensi penyediaan zat besi untuk eritropoiesis, yaitu suatu

keadaan dimana penyediaan zat besi tidak cukup untuk pembentukan sel-sel darah

merah teapi kadar Hb belum terpengaruh. Tahap ketiga adalah terjadi penurunan

kadar Hb yang disebut anemia.

Hati merupakan cadangan besi terbesar pada manusia. Besi dilepaskan ke

dalam plasma oleh sel-sel dan bentuk feron dan oleh enzim feroksidae dioksidasi

menjadi bentuk ferri yang kemudian akan berikatan dengan transferring. Dalam

keadaan defisiensi Cu, seseorang dapat menderita anemia walaupun cadangan

besinya cukup. Setiap hari ada sejumlah zat besi yang hilang melalui urine, tinja,

keringat, dan deskuamasi sel kulit, rambut, dan kuku yang bervariasi mulai dari 0,2

Universitas Sumatera Utara


mg – 0,5 mg/hr.

Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan.

Ukuran hemoglobin normal pada laki-laki sehat adalah 14-18 gr% dan wanita

sehat12-16 gr%. Ambang Batas Normal Kadar Hb untuk berbagai kelompok usia

(Dep.Kes R.I, 2003).

Tabel 2.4. Ambang Batas Normal Kadar Hb untuk Berbagai Kelompok Usia

Usia Angka Kecukupan Zat Besi yang Dianjurkan


Anak Balita 11 gram %
Anak Sekolah 12 gram %
Wanita Dewasa 12 gram %
Laki-laki Dewasa 13 gram %
Ibu Hamil 11 gram %
Ibu Menyusui Eksklusif 11 gram %

Seseorang dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gr%

untuk pria dan kurang dari 12,0 gr% untuk wanita. Klasifikasi derajat anemia

menurut WHO dalam buku Handayani W, dan Haribowo AS (2008) adalah:

1) ringan sekali : Hb 10,00 gr%-13,00gr%;

2) ringan : Hb 8,00 gr%-9,90gr%;

3) sedang : Hb 6,00 gr%-7,90gr%;

4) berat : Hb <6 gr%.

Hasil penelitian Widiastuti (2011) menyatakan bahwa 37,5% pekerja

mengalami anemia gizi besi. Selanjutnya, hasil penelitian Rosmalina (2009)

menyatakan sebanyak 32,2% pekerja mengalami anemia.

Universitas Sumatera Utara


2.2.1. Penyebab Anemia Gizi Besi

Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), anemia

gizi besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan tidak

langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan yang tidak

cukup, absorpsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah sehingga keadaan

ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe dalam tubuh akan

memberikan dampak negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat ini

merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel

tumbuhan dan hewan. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah

yang merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah

merah dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot.

Zat besi yang ada di dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang

diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari

penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan

(Soekirman, 2000). Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan

sumber utama.

Ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola konsumsi

makanan yang masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit diserap,

sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme

iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pekerja (Hulu, 2004). Menurut

Almatsier, (2001) pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai

Universitas Sumatera Utara


ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan

mempunyai ketersediaan biologik yang sedang, dan besi yang terdapat pada sebagian

besar sayur-sayuran terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam

mempunyai ketersediaan biologik yang rendah.

Faktor penyebab anemia gizi besi yang tidak langsung meliputi praktik

pemberian makanan yang kurang baik, komposisi makanan kurang beragam,

pertumbuhan fisik, kehamilan dan menyusui, perdarahan kronis, parasit, infeksi,

pelayanan kesehatan yang rendah, terdapatnya zat penghambat absorpsi, serta

keadaan sosial ekonomi masyarakat rendah (Komite Nasional PBB Bidang Pangan

dan pertanian, 1992).

2.2.2. Dampak Anemia Gizi Besi pada Pekerja

Dampak anemia gizi besi sangat kompleks dan untuk pekerja erat kaitannya

dengan penurunan kemampuan motorik (dampak fisik). Anemia gizi besi dapat

menyebakan rasa cepat lelah. Rasa cepat lelah terjadi karena pada penderita anemia

gizi besi, metabolism energi oleh otot tidak berjalan sempurna akibat otot kekurangan

oksigen. Studi mengenai anemia pada pekerja wanita di Jakarta, Tangerang, Jambi,

dan Kudus membuktikan bahwa anemia dapat menurunkan produktivitas kerja.

Dilaporkan bahwa anemia menurunkan produktivitas 5-10% dan kapasitas kerja 6,5

jam per minggu (Soekirman, 2000).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Cara Mengukur Kadar Hb

Terdapat beberapa cara untuk mengukur kandungan Hb di dalam darah, antara

lain dengan metode sahli dan cyanmethemoglobin.

2.3.1. Metode Sahli

a. Dasar

Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah

diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam.

Untuk dapat menentukan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengencerkan larutan

campuran tersebut dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna batang

gelas standar.

b. Peralatan dan Pereaksi

1) Alat untuk mengambil darah vena atau darah kapiler

2) Hemometer sahli, yang terdiri atas:

a. Tabung pengencer. panjang 12cm, dinding bergaris mulai angka 2(bawah)

s/d 22(atas)

b. Dua tabung standar warna

c. Pipet Hb. dengan pipa karet panjang 12,5 cm terdapat angka 20

d. Pipet HCl

e. Botol tempat aquadest dan HCl 0,1N

f. Batang pengaduk (dari glass)

g. Larutan HCl 0,1N

h. Aquadest

Universitas Sumatera Utara


c. Spesimen

Dapat berupa darah kapiler atau darah vena (darah EDTA)

d. Cara Kerja

1) Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1N sampai angka 2

2) Dengan pipet Hb, hisap darah sampai angka 20 mm, jangan sampai ada

gelembung udara yang ikut terhisap

3) Hapus darah yang ada pada ujung pipet dengan tissue

4) Tuangkan darah ke dalam tabung pengencer, bilas dengan aquadest bila masih

ada darah dalam pipet

5) Biarkan satu menit

6) Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk

7) Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standar

8) Bila sudah sama penambahan aquades dihentikan, baca kadar Hb pada skala

yang ada ditabung pengencer

2.3.2. Metode Cyanmethemoglobin

a. Dasar

Ferrosianida mengubah besi pada Hb dari bentuk ferro ke bentuk ferri

menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen

yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk yang diukur

fotometrok 540 nm. Kalium-hidrogen-fosfat digunakan agar pH tetap di mana reaksi

Universitas Sumatera Utara


dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat

hemolisa darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.

b. Peralatan dan Pereaksi

1) Mikropipet 20 mikroliter / mmk atau pipet Sahli

2) Pipet volumetrik 5 ml

3) Tabung reaksi ukuran 75 x 10mm

4) Spektrofotometer/kolorimeter dengan panjang gelombang 540 nm

5) Larutan Drabkin atau modifikasinya (diperdagangkan dalam bentuk kit), yang

berisi kandungan kalium ferrosianida 200mg, KCN 50 mg, Kalium Hydrogen

fosfat 140 mg, detergen 0,5-1 ml, dan aquadest 1000 ml

c. Spesimen

Darah kapiler atau darah EDTA

d. Cara Kerja

1) Ke dalam tabung reaksi 75 x 10 mm, pipetkan 5 ml pereaksi

2) Dengan mikropipet tambahkan 20mikroliter / mmk darah penderita ke dalam

pereaksi tersebut serta hindarilah terjadinya gelembung dan bersihkan bagian

mikropipet.

3) Campurkan isinya dan iarkan pada suhu kamar selama 3-5 menit dan

serapannya dibaca dalam spektrofotometri pada panjang gelombang 540nm

dengan pereaksi sebagai blangko

Universitas Sumatera Utara


4) Kadar hemoglobin dapat dibaca pada kurva kalibrasi atau dihitung dengan

menggunakan faktor; dimana kadar Hb = serapan x faktor kurva kalibrasi dan

faktor telah dipersiapkan sebelumnya.

e. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Perhitungan Faktor

Sebelum fotometer dipergunakan untuk penetapan kadar hemoglobin, harus

dikalibrasi dulu, atau dihitung faktornya. Untuk keperluan tersebut dipergunakan

larutan standart hemisianida (sianmethemoglobin) dan pengenceran larutan tersebut

dalam pereaksi Drapkin. Kadar Hb dari larutan standart hemisianida dapat dihitung

dalam gr/100ml atau gr/dl sebagai berikut:

Kadar Hb Larutan Standart = kadar hemisianida X 0,251 mg/dL

Buatlah pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25, dan 0% sebagai blanko

dengan larutan Drapkin. Setelah masing-masing tercampur sempurna biarkan pada

suhu kamar 3 menit dan baca serapan pada fotometer dengan 540 nm. Buatlah

kurvanya dengan kadar Hb sebagai absisi dan serapan sebagai ordinat, maka hasil

percobaan serapan pasien tinggi memplotkan pada kurva tera. Atau menggunakan

faktor sebagai berikut:

Jumlah Kadar Hb
Faktor (F) =
Jumlah serapan

f. Pengawasan Mutu

Hemolisat yang dipergunakan atau dibuat sendiri dengan standar

hemosianida, CV optimal = 3% dan CV tidak boleh lebih dari 6%.

Universitas Sumatera Utara


2.4. Pengaruh Anemia Gizi Besi terhadap Produktivitas Pekerja

Salah satu faktor yang menentukan produktivitas adalah status gizi tenaga

pekerja yang baik, yang salah satunya adalah ferum (zat besi) di dalam tubuh

jumlahnya harus mencukupi. Ferum (zat besi) adalah salah satu unsur untuk

pembentukan Hb. Bila defisiensi zat besi ini maka pembentukan Hb akan berkurang

yang dapat menyebabkan anemia zat besi. Kadar Hb yang rendah akan mengganggu

proses metabolisme dalam tubuh. Untuk mengatasi hal ini dianjurkan untuk

memberikan kebutuhan akan ferum secukupnya (Nasution, 2004).

Hasil penelitian Widiastuti (2011) menunjukkan bahwa kadar Hb merupakan

faktor yang paling berhubungan dengan produktivitas tenaga kerja. Selanjutnya,

Husaini (1987) juga menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja penderita anemia

gizi besi menurun sebesar 20%. Demikian juga dengan penelitian Farihah (1999)

yang menyatakan bahwa produktivitas pekerja penderita anemia menurun sekitar

24%.

Pada pekerja, anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah

sakit yang pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Menurunnya produktivitas

kerja pada seseorang yang anemia dapat disebabkan oleh berkurangnya enzim-enzim

yang mengandung zat besi yang merupakan kofaktor enzim-enzim yang terlibat

dalam metabolisme energi, serta menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya,

metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat

yang menyebabkan rasa lelah. Hal ini sebagai akibat terjadinya hipoksia yang lebih

awal pada pekerja yang mengalami anemia sehingga akan mengganggu produktivitas

kerja, karena rasa lelah, letih lesu membuat seseorang malas untuk bekerja.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi akan meningkatkan kemampuan sistem

peredaran darah dan pernafasan untuk mendistribusikan oksigen ke otot-otot yang

bekerja sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan tubuh dari efek bekerja.

Pekerja yang membutuhkan tenaga besar merasa cepat lelah karena anemia

menyebabkan tenaga berkurang. Dengan demikian hasil kerjanya akan rendah

sehingga produktivitas kerja menurun. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk

melakukan pekerjaan dengan produktivitas yang baik, cenderung dilakukan oleh

individu dengan tidak anemia.

2.5. Produktivitas Kerja

Produktivitas dapat dianggap sebagai keluaran atau sebagai masukan dari

suatu sistem. Sebagai masukan maka produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap

mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih

baik daripada hari kemarin, dan hari esok lebih baik daripada hari ini. Produktivitas

sebagai keluaran biasanya dirumuskan sebagai rasio dari apa yang dihasilkan

terhadap keseluruhan masukan (baik Individu, kelompok, maupun organisasi

perusahaan) untuk menghasilkan suatu produk atau jasa dalam kondisi dan situasi

tertentu.

Berdasarkan pengertian produktivitas sebagai keluaran maka produktivitas

dapat dibedakan kedalam berbagai tingkatan yaitu produktivitas tingkat individu

(tenaga kerja), tingkat satuan (kelompok Kerja), tingkat organisasi perusahaan

(produktivitas dari subsistem, sistem, suprasistem).

Universitas Sumatera Utara


Produktivitas kerja ditunjukkan sebagai rasio jumlah keluaran yang dihasilkan

per jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan. Masukan disini diukur dalam satuan jam

manusia yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Produktivitas tenaga kerja ditunjukkan dari hasil kerja seorang tenaga kerja dengan

satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk.

Produktivitas Tenaga kerja = Jumlah Hasil Kerja


Waktu Kerja

Untuk jenis produk dimana tenaga kerja mencapai jumlah target produk

tertentu selama jam kerja, maka produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan

membandingkan jumlah produk yang dihasilkan selama jam kerja dengan jumlah

target produk yang seharusnya diperoleh selama jam kerja (Ravianto, 1990).

Jumlah hasil Kerja/Waktu Kerja


Produktivitas Tenaga Kerja = ---------------------------------------------- x 100%
Jumlah Target

2.5.1. Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep menunjukkan adanya kaitan

antara hasil kerja tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk

menghasilkan suatu produk (pengertian mikro). Tenaga kerja dinilai produktif jikalau

ia mampu menghasilkan keluaran (out put) yang lebih banyak dibandingkan dengan

tenaga kerja lain, dalam satuan waktu yang sama. Atau bila orang itu menghasilkan

keluaran yang sama dengan memakai sumber daya yang lebih sedikit. Dengan kata

lain, seorang tenaga kerja menunjukkan tingkat produktivitas yang sesuai dengan

standar yang lebih tinggi bila ia mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


standar yang telah ditentukan dalam satuan waktu yang lebih singkat atau memakai

sumber daya yang lebih sedikit (Ravianto, 1990)

2.5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas

Menurut Ravianto (1990) produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain:

a. Pendidikan dan Latihan

Pendidikan dan pelatihan pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan

berbagai pengetahuan dan keterampilan. Semakin terampil dan cekatan seseorang

biasanya juga semakin produktif.

b. Motivasi

Motivasi seseorang yang produktif ialah untuk selalu berprestasi. Bila motivasi

ini dilandasi oleh disiplin dan etika kerja yang baik, maka hasilnya akan semakin

positif. Apalagi tenaga kerja tersebut memiliki kemampuan, mengenal kelebihan

dan kekurangan diri sendiri, mempunyai sasaran hidup, mendapatkan kesempatan

untuk berprestasi, lingkungan menunjang, adanya peralatan yang memadai, maka

produktivitasnya akan tinggi.

c. Lingkungan dan Iklim Kerja

Lingkungan dan iklim kerja dapat menghambat atau menunjang produktivitas

seseorang. Lingkungan dan iklim kerja yang sehat akan mendorong seseorang

bekerja produktif dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


d. Makanan dan Minuman yang Sehat, Cukup dan Bergizi

Energi dalam tubuh bersumber dari makanan dan minuman. Makanan dan

minuman yang sehat, cukup, dan bergizi, berguna untuk membangun dan

menggantikan sel sel tubuh yang aus, memberi energi, serta memelihara tubuh.

Seseorang yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat, cukup, dan

bergizi serta didukung oleh gaya hidup yang teratur serta istirahat yang cukup

akan menunjang produktivitasnya.

e. Tingkat Upah Minimal yang Berlaku

Tingkat upah yang terlalu rendah tidak memungkinkan tenaga kerja dapat

memenuhi kebutuhan fisik minimal atau tidak mampu bekerja produktif atau

malas bekerja akibat kekurangan gizi.

Bila produktivitas tenaga kerja hanya dikaitkan dengan satuan waktu, maka

tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja sangat tergantung dari aktivitas tenaga

kerja itu sendiri. Secara teoritis, aktivitas ini sangat tergantung pada gizi yang

diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh tenaga kerja.

Menurut Soerdjadibroto (1984) yang dikutip oleh putra (1990) produktivitas

tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga

kerja itu sendiri maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan. Faktor

tersebut dapat dikelompokkan dalam enam faktor utama yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Gizi dan Kesehatan

Jika hasil aktivitas persatuan waktu menjadi penyebab tinggi rendahnya

produktivitas kerja maka secara teoritis aktivitas ini sangat tergantung dari kesehatan

dan gizi yang diperoleh dari makanan. Bagi manusia dalam bekerja memerlukan

bahan-bahan bergizi seperti karbohidrat, protein dan lemak sebagai sumber tenaga,

pelindung seperti vitamin, garam garam mineral, zat besi dan lain lain.

Dengan demikian tenaga kerja dapat bekerja baik selama ia memiliki tenga

yang diperoleh dari makanan. Gizi yang cukup dan badan yang sehat merupakan

syarat bagi produktivitas kerja yang tinggi.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Kemampuan seseorang untuk bekerja berawal dari pendidikan dan pelatihan

yang dialaminya. Pendidikan dan pelatihan yang ditambah dengan praktek yang terus

menerus akan menambah kecakapan seseorang, pekerjaannya akan semakin bermutu

dan semakin cepat selesai, dengan kata lain produktivitasnya akan meningkat.

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memberikan peluang penghasilan yang lebih

tinggi serta produktivitasnya yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dari tingginya rata rata

pendidikan di Negara maju dan produktivitas yang tinggi.

3. Penghasilan dan Jaminan Sosial

Upah dapat diartikan sebagai imbalan yang diterima tenaga kerja dalam

hubungan kerja berupa uang. Imbalan tersebut diperuntukkan bagi pemenuhan

sebagian besar kebutuhan dirinya beserta keluarganya. Upah yang minimal hanya

untuk memenuhi kebutuhan hidup pada tingkat yang minimal. Tenga kerja dengan

Universitas Sumatera Utara


tingkat upah yang layak secara objektif barulah mampu memenuhi kebutuhan hidup

dirinya serta keluarganya. Pada tingkat upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

yang layak, produktivitas kerja memperoleh peluang untuk meningkat.

4. Kesempatan

Kesempatan yang terbuka bagi tenaga kerja untuk berbuat yang lebih baik

merupakan persyaratan bagi perbaikan produktivitas kerja. Kesempatan dalam hal ini

sekaligus mencakup kesempatan kerja, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan

pendidikan dan keterampilan serta minatnya dan kesempatan untuk berprestasi serta

mengembangkan diri.

5. Manajemen

Produktivitas juga dipengaruhi oleh manajemen dari kepemimpinan

organisasi/ perusahaan. Faktor manajerial ini berpengaruh pada semangat kerja

tenaga kerja melalui gaya kepemimpinan, kebijakan dan peraturan-peraturan

perusahaan. Misalnya kebijaksanaan tentang insentif, pendidikan, pelatihan dan

disiplin. Faktor manajerial lain adalah masukan tanda (signal masukan) sejauh mana

petunjuk tanda-tanda yang diberikan kepada tenaga kerja dalam melaksanakan

pekerjaannya dan sejauh mana hasilnya pekerjaan tenaga kerja diukur oleh manajer

mereka.

6. Kebijaksanaan Pemerintah

Upaya perbaikan produktivitas dapat didorong oleh kebijaksanaan dan

peraturan pemerintah, misalnya dengan kebijaksanaan penanaman modal, investasi,

Universitas Sumatera Utara


teknologi, ketatalaksanaan, moneter dan perkreditan serta eksport yang menciptakan

iklim berusaha yang merangsang perbaikan produktivitas

Anoraga (2001) menyebutkan ada sepuluh faktor yang diinginkan oleh

pekerja tetap untuk meningkatkan produktivitas kerja yaitu:

1. Pekerjaan yang menarik

2. Upah yang baik

3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan

4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan

5. Lingkungan atau suasana kerja yang baik

6. Promosi dan pengembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan

perusahaan

7. Merasa terlibat dalam kegiatan organisasi

8. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi

9. Kesetiaan pemimpin pada diri si pekerja

10. Disiplin kerja yang keras

2.6. Sektor Informal

Istilah sektor informal pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart, Professor

Emeritus of Anthropology dari Goldsmith’s College, University of London, pada

1971 melalui penelitiannya di kota Accra dan Nima, Ghana. Hart memperkenalkan

terminologi baru yang membedakan antara sektor informal dan formal (Kamsari,

2013).

Universitas Sumatera Utara


ILO (International Labour Organization) mendefinisikan sektor informal

sebagai cara melakukan pekerjaan apa pun dengan karakteristik mudah dimasuki,

bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi dalam skala kecil,

padat karya dan dengan teknologi yang adaptif, memiliki keahlian di luar sistem

pendidikan formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasarnya yang kompetitif.

Dengan karakteristik seperti ini tentu sektor informal menjadi lahan yang tepat bagi

mereka yang berpendidikan rendah, miskin, tidak mempunyai keterampilan khusus

untuk bekerja (Kamsari, 2013).

Menurut Sethurahman (1996) dalam Budi (2008) istilah “sektor informal”

biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala

kecil. Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit berskala

kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam

suatu proses evolusi daripada dianggap sebagai sekelompok perusahaan yang

berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan pengelolaan

(managerial) yang besar.

Hendri Saparini dan M. Chatib Basri menyebutkan bahwa tenaga kerja sektor

informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada

perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak (UI, 2010).

2.6.1 Ciri-ciri Pekerjaan Sektor Informal

Menurut Saparini (2010), ciri-ciri pekerjaan sektor informal adalah :

a. Mudah masuk

Artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini.

Universitas Sumatera Utara


b. Bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala

kecil, padat karya,

c. Keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar

yang kompetitif.

2.6.2 Industri Rumah Tangga (industri kecil)

Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang

dari lima orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja

berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala

rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,

industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.

Industri kecil merupakan salah satu sektor informal yang mempunya ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Kegiatan usahanya tidak terorganisir dengan baik.

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.

3. Pola kegiatan usaha tidak terfokus dalam arti lokasi atau jam kerja.

4. Pada umunya kebijaksanaan pemerintah untuk membangun golongan ekonomi

lemah tidak sampai ke sektor industri kecil.

5. Unit usaha mudah beralih ke sektor lain.

6. Teknologi yang digunakan masih bersifat sederhana.

7. Skala usaha kecil, karena modal dan perputaran usahanya juga kecil.

Universitas Sumatera Utara


8. Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya berdasarkan pengalaman

sambil kerja.

9. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu karyawan atau kerabat/

keluarga yang tidak perlu dibayar.

10. Sumber modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari

lembaga keuangan yang tidak resmi.

11. Sebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dikenali oleh masyarakat

yang berpenghasilan rendah atau sebagian kecil atau golongan ekonomi

menengah.

Berdasarkan pengertian dari BPS, menyebutkan bahwa industri kecil dibedakan

menjadi 2, yaitu : industri rumah tangga dan pabrik kecil. Ciri-ciri dari industri rumah

tangga yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang adalah :

- Sebagian besar pekerjanya adalah anggota keluarga sendiri dari

pemilik/pengusaha yang pada umumnya tidak dibayar.

- Proses produksinya masih manual dan dilakukan di rumah.

- Produksinya bersifat musiman mengikuti kegiatan produksi di sektor pertanian

yang juga bersifat musiman.

- Jenis produksinya sederhana untuk konsumsi sederhana juga.

Sektor informal adalah perusahaan yang tidak berstatus hukum dan tidak

memiliki izin kerja, sehingga tidak ada menerapkan upah minimum untuk pekerjanya.

Pada umumnya pengusaha akan menyebutkan suatu jumlah dari upah yang akan

Universitas Sumatera Utara


dibayarkan. Selanjutnya terserah pada pekerja apakah mau menerima penawaran

tersebut atau tidak. Tawar menawar upah disektor informal ini lebih didasarkan pada

rujukan upah yang berlaku untuk usaha sejenis di wilayah yang bersangkutan. Sistem

pembayaran upah sering dilakukan secara harian dan mingguan, secara bulanan

sangat jarang dilakukan.

2.7. Industri Pengolahan Ubi di Desa Pegajahan

Desa Pegajahan merupakan salah satu desa di Kecamatan Pegajahan yang

mempunyai industri rumah tangga yang mengolah ubi kayu menjadi olahan pangan

ubi yaitu kerupuk mie, opak lidah, balong kuok, rengginang dan opak koin. Dari hasil

survey yang dilakukan pada bulan Juni 2013 di Desa Pegajahan terdapat 66 KK

industri rumah tangga. Proses pekerjaan yang dilakukan dalam pengolahan pangan

ubi kayu menjadi kerupuk mie adalah sortasi ubi kayu segar, pengupasan, pencucian,

pemarutan, pencetakan/peletrekan, penjemuran ½ kering, pemotongan, dan

dimasukkan ke ampia untuk mendapatkan kerupuk mie kemudian di jemur sampai

kering.

Dalam pembuatan kerupuk mie tersebut proses yang paling penting adalah pada

saat proses mencetak/meletrek dengan menggunakan tenaga kerja wanita. Meletrek

adalah adonan bubur ubi kayu mentah diletakkan diatas plastik bening berukuran

persegi panjang (55x40 cm) lalu diratakan dengan alat bantu. Jumlah tenaga kerja

dibagian pencetan/peletrekan berjumlah 92 orang.

Universitas Sumatera Utara


Adapun proses kerja pembuat kerupuk mie ubi kayu dari mulai pengupasan

sampai mejadi kerupuk mie ubi kayu sesuai prosedur di Desa Pegajahan terdiri dari

beberapa tahapan yaitu:

1. Proses Sortasi

Proses sortasi adalah suatu kegiatan yang memisahkan ubi kayu berdasarkan

tingkat keutuhan atau kerusakan ubi kayu, baik karena rusak disebabkan mekanis

ataupun rusak karena bekas serangan hama atau penyakit.

2. Proses Pengupasan

Setelah proses sortasi dilanjutkan dengan proses pengupasan yaitu untuk

menghilangkan kulit ubi sebagai bagian dari ubi yang tidak berfungsi atau tidak

dibutuhkan dalam pengolahan bahan kerupuk mie ubi kayu.

3. Proses Cleaning (Pembersihan)

Proses selanjutnya adalah cleaning (pembersihan) ubi kayu, yaitu menghilangkan

kotoran-kotoran pada ubi kayu dengan menggunakan air bersih kemudian

ditiriskan.

4. Proses Pemarutan

Tahapan berikutnya adalah Proses pemarutan, yaitu ubi kayu dimasukkan ke

dalam mesin parutan sehingga menjadi bubur mentah kemudian ditiriskan.

5. Proses Penirisan

Proses penirisan adalah kegiatan memisahkan air dari bubur ubi kayu. Air yang

dipisahkan mengandung endapan bubur ubi kayu yang kemudian dicampur

kembali dengan bubur ubi kayu untuk proses selanjutnya, yaitu

pencetakan/peletrekan.

Universitas Sumatera Utara


6. Poses Pencetakan/Peletrekan

Proses pencetakan/peletrekan adalah adonan bubur ubi kayu sebanyak 0,5 kg

diletakkan keatas plastik transparan dengan ukuran 55 x 40 cm lalu diratakan

dengan ketebalan 0,25 cm.

7. Proses Pengukusan

Setelah semua adonan bubur ubi kayu selesai di cetak/letrek, proses selanjutnya

adalah pengukusan, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menghomogenkan

adonan agar lebih merekat untuk proses penjemuran awal (setengah kering).

8. Proses Penjemuran Awal (Setengah Kering)

Proses penjemuran setengah kering adalah kegiatan pengeringan hasil

cetakan/letrekan dengan panas matahari sampai setengah kering yang bertujuan

agar bisa dimasukkan ke mesin ampia untuk proses selanjutnya.

9. Proses Pemotongan

Proses pemotongan adalah pengecilan ukuran cetakan/letrekan yang dilakukan

melalui kerja mekanis menggunakan mesin ampia yang hasilnya berupa bentuk

gumpalan mie.

10. Penjemuran Akhir (Kering)

Proses selanjutnya adalah penjemuran akhir, yaitu pengeringan gumpalan mie

ubi kayu dibawah sinar matahari sampai bahan mencapai kadar air tertentu

(ditandai oleh bahan kering yang mudah dipatahkan dengan tangan atau mie ubi

kayu menjadi getas atau rapuh).

11. Hasil Akhir (Mie Ubi Kayu)

Hasil produksi mie ubi kayu dijual oleh pengusaha Industri Rumah Tangga di

Desa pegajahan ke Sentral Pasar Medan dan kota-kota lain.

Universitas Sumatera Utara


2.8. Landasan Teoritis

Faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja salah satunya adalah makanan

dan minuman yang sehat, cukup dan bergizi. Energi dalam tubuh bersumber dari

makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang sehat, cukup, dan bergizi,

berguna untuk membangun dan menggantikan sel sel tubuh yang aus, memberi

energi, serta memelihara tubuh. Tenaga Kerja yang mengkonsumsi makanan dan

minuman yang sehat, cukup, dan bergizi serta didukung oleh gaya hidup yang teratur

serta istirahat yang cukup akan menunjang produktivitasnya. (Ravianto, 1990)

Gizi kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi

kebutuhan kalorinya sesuai dengan jenis pekerjaannya. Tujuannya adalah untuk

mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja yang setingi-

tingginya. Status Gizi tenaga kerja yang baik salah satunya adalah adanya ferum (zat

besi) didalam tubuh dalam jumlah yang mencukupi. Ferum (zat besi) adalah salah

satu unsur untuk pembentukan hemoglobin. Bila defisiensi zat besi ini maka

pembentukan hemoglobin akan berkurang, yang dapat menyebabkan anemia zat besi.

Kadar hemoglobin yang rendah akan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh.

Untuk mengatasi hal ini dianjurkan untuk memberikan kebutuhan akan ferum

secukupnya (Mahdin, 1989).

Pada wanita dewasa anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga

mudah sakit, menurunkan produktivitas kerja, dan menurunkan kebugaran. Pekerja

yang membutuhkan tenaga besar hasil kerjanya akan rendah sehingga produktivitas

Universitas Sumatera Utara


kerja menurun. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan

produktivitas yang memadai akan lebih dipunyai oleh individu dengan tidak anemia

(Wirahakusumah, 1999).

2.9. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori-teori yang telah di bahas dalam tinjauan kepustakaan, maka

kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut :

Konsumsi Gizi:
- Energi:
- Protein
- Zat besi
Masa Kerja

Kadar Hb Produktivitas Kerja

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Berdasarkan kerangka diatas, maka dapat dijelaskan bahwa kerangka konsep

dalam penelitian ini adalah Kadar Hb dipengaruhi konsumsi gizi (Energi, Protein dan

Zat Besi) mempengaruhi terhadap produktivitas Kerja yang dipengaruhi masa kerja.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai