Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu
hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin
meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang
mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang
dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara
umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup
menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat
memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.
Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada
bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi
pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas
sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi
ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat
dikompensasi dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang pada orang dewasa
tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus
2. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalu
3. Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus
4. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus
5. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus
6. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus

1
A. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai
cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus
hidrosefalus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus
b. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalu
c. Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus
d. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus
e. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngatisyah, 2012).
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel
serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).
Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau
eksternal melebar ( Mumenthaler, 2013).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempa
sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan
cairan serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi
atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang
disebabkan oleh papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler,
2013). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi.
Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital
Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga
pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan
dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu
2. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu
penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah
sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan

3
hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam
2 bagian, terbagi yaitu;
1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)
Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga
subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel
sampai ke tempat sumbatan
2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)
Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system
ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan
yang terjadi pada hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel
sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.

B. ETIOLOGI
Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (2005 );
1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya
hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini
mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan
vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui
dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik
2. Sebab-sebab Postnatal

a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal


dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang
menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista
arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang
menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau
sekitar foramen magmum.

4
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur,
cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari
fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi,
hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan
fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena
pada basis krani, trombosis jugularis
Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering
terdapat pada bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi adalah.

1. Kelainan bawaan
1. Stenosis Aquaductus sylv
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus
dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari
biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat
pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
2. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula
spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
3. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
4. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi
5. Anomali Pembuluh Darah

5
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi
obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3. Perdarahan
4. Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
 Tumor Ventrikel kiri
 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma
5. Degeneratif.
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.

6. Gangguan Vaskuler
• Dilatasi sinus dural
• Thrombosis sinus venosus
• Malformasi V. Galeni
• Ekstaksi A. Basilaris

C. PATOFISIOLOGI
Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi
(meningitis, pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis
aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system
ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal.
White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan

6
dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.
Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran
pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal
blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan
sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal
sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan
kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.

D. TANDA DAN GEJALA


Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran
wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak
kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak
adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

7
Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang
terpisah pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran
pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.
Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada
tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian,
jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

E. MANIFESTASI KLINIK
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran
wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak
kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak
adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang
terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan
pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim
ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.
Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. P
roses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat
terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi
dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah

8
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

 peningkatan tonus otot ekstrimitas


 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat
jelas
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas
iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas

b) Anak yang telah menutup suturanya;


Tanda – tanda peningkatan intarakranial
 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan;
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest ( overt hydrocephalus ) dan
hidrsefalus tersembunyi ( occult hydrocephalus )
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

9
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada
aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor
yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi.
Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,
2005)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran Kepala
3. Kerusakan Ota
4. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit
menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
8. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak

10
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu;
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.

2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian
frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang

11
tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah
ditinggalkan.
5. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas,
seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan Kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan
7. MRI ( Magnetic Resonance Image )
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

I. PENATALAKSANAAN
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan
dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat

12
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti
sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya
infeksi sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan


setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil
di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput
otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil
di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara
ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang
ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.

5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau


pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:

13
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal
b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2. Lumbo Peritoneal Shunt”


CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu
frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan
analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter)
maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).
Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium
kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung
distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt :
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan

14
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan
tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural,
obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya
akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-
organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan
ilius.

J. PROGNOSIS
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada
atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan
meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi
yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan
penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi,
sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena
aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar
40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).

15
K. ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCHEFALUS
A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama klien : An. N
Umur : 1 Tahun
Diagnosa Medik : Hidrosefalus
Tanggal Masuk : 05 Januari 2012
Alamat : Jl. H. dimun IV perjuangan V no:29 rt 09/08
Suku : Padang
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Status Perkawinan : Lajang
Status Pendidikan :-
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Keluarga klien mengatakan anak sudah tiga hari yang lalu bdan teraba
panas, kepala anak semakin hari bertambah besar.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk ke IGD suatu rumah sakit swasta tanggal 12 januari 2012 pukul
15.00 WIB dengan keadaan klien composmentis, tekanan darah 80/70 mmHg, N:
130x/ menit Respirasi Rate : 35 x/menit,suhu: 39 c.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah mengalami penyakit yang
sama dengan yang sekarang sedang di dertanya.
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang menglami
penyakit yang sama dengan yang sedang dirasakan klien saat ini.
3. Keluhan waktu di data
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 5 januari 2012 ditemukan
keadaan umum klien composmentis, menurut pengakuan keluarga klien sudah tiga

16
hari yang lalu badan terasa panas, kepala anak semakin hari bertambah besar,
lingkar kepala saat lahir 31 cm dan saat ini 55 cm, tekanan darah 80/70 mmHg, N:
130x/ menit Respirasi Rate : 35 x/menit,suhu: 39 c. saat klien sadar dilakukan
pemeriksaan di temukan adanya cracked pot paa papasi kepla, keemaahan fisik,
terdapat adanya tanda-tanda peningkatan TIK seperti mual, mutah, pusig dan lain-
lain.
4. Pemeriksaan fisik
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 2012) adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
 Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
 Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
 Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
 Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
c. Integritas Ego
 Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
 Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
 Gejala: perubahan pola berkemih
 Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e. Makanan/ Cairan
 Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
 Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori

17
 Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.
 Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi
paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g. Kenyamanan / Nyeri
 Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
 Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h. Pernapasan
 Gejala: merokok
 Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
i. Keamanan
 Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan
berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan
dalam memutuskan.
j. Interaksi Sosial
 Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k. Penyuluhan/ Pembelajaran
 Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
 Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

18
 Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
c. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
d. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras
mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.
e. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan

19
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas,
seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
f. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.
g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
B. Data Fokus
Nama Klien: An.N
Ruangan : Mawar
Data Subjektif Data Objektif
 Keluarga klien mengatakan  Lingkar kepala klien 31 cm dan saat
anaknya sudah tiga hari yang lalu ini 55 cm
badaannnya teraba panas  Ditemukan adanya cracked pot
 Keluarga klien mengatakan kepala pada palpasi kepala
anak semakin hari bertambah  Klien tampak menalami kelemahan
besar. fisik
 Keluarga klien mengatakan pasien  Klien tampak terdapat peningkatan
muntah TIK seperti mual, mutah, pusing
 Klien mengatakan lingkar kepala dan lain-lain.
saat lahir 31 cm dan saat ini 55 cm  Klien tamak muntah pada saat
 Kelurga klien mengatakan bingung makan
terhadap penyait yang diderita - TTV:
anaknya. TD : -
N : 130 X/menit
S : 39° C
RR : 35 X/ menit
 Konjungtiva ananemis

20
 Mukosa bibir klien kering
 Turgo kulit kering
 Klien rewel, sering menangis
 Klien telah melakukan
pemeriksaan ct-scan dan mri
 Klien telah mengajukan
pembedahan pemasangan pv-
Shunt
Klien terpasang IVFD RL 5 tpm
makro.
- Keluarga klien tampak cemas
- Keluarga kien banyak bertanya
kepada perawat.
- Klien telah diberikan obat
Antipiretik sup : Paracetamol 125
mg
- Klien telah melakukan
pemeriksaan darah lengkap

C. Analisa Data
No Data Focus Problem Etiologi
1 DS Gangguan Peningkatan
 Keluarga klien mengatakan Peningkatan tinggi jumlah cairan
kepala anak semakin hari tekanan serebrospinal.
bertambah besar. intracranial
 Klien mengatakan lingkar
kepala saat lahir 31 cm dan
saat ini 55 cm
 Keluarga klien mengatakan
anaknya sudah tiga hari
yang lalu badaannnya teraba
panas
DO
 Klien mual, mutah, pusing
dan lain-lain.
 Klien rewel, sering
menangis
 Lingkar kepala klien 31 cm
dan saat ini 55 cm
TTV:
TD : -
N : 130 X/menit
S : 390 C
RR : 35 X/ menit

21
 Klien telah diberikan obat
Antipiretik sup :
Paracetamol 125 mg
 Klien telah melakukan
pemeriksaan CT-Scan dan
MRI
 Klien telah mengajukan
pembedahan pemasangan
PV- Shunt

2. DS Gangguan deficit Muntah, asupan


 Keluarga klien mengatakan cairan dan cairan kurang,
pasien muntah elektrolit peningkatan
DO metabolisme.
 Klien tampak muntah pada
saat makan
 konjungtiva ananemis
 mukosa bibir klien kering
 turgo kulit kering
 Klien terpasang IVFD RL 5
tpm makro.

3. DS Resiko gangguan Imobilisas, Tidak


 Keluarga klien mengatakan integritas kulit Adekuatnya
tubuh klien tampak lecet Sirkulasi Perifer
lecet, terutama pada bagian
punggung belakang
 Keluarga klien mengatakan
kepala klien tampak
membesar
DO
 Klien terlihat lecet pada
bagian punggung belakang
 Klien kulit klien tampak
terlihat kering
4. DS Gangguan nutrisi perubahan
 Keluarga klien mengatakan kurang dari kemampuan
napsu makan klien kebutuhan tubuh mencerna
berkurang makanan,
 Keluarga klien mengatakan peningkatan
sulit untuk menelan kebutuhan
DO metabolisme.
 Klien terlihat Porsi makan
berkurang

22
 Klien tampak terlihat tidak
mau makan
5. DS Ganguan tumbuh Pemenuhan nutrisi
 Keluarga klien mengatakan kembang yang tidak adekuat
klien sulit untuk makan, dan
keluarga klien mengatakan
klien, klien muntah muntah
DO
 Klien tampak kurus
 Perut klien tampak besar
 Klien terlihat muntah
muntah
6. DS Kurang Tidak mengenal
 Keluarga klien mengatakan pengetahuan sumber-sumber
bingung terhadap penyakit informasi,
yang di derita klien ketegangan akibat
DO krisis situasional
 Keluarga klien tampak
sering bertanya kepada
perawat
 Keluarga klien tampak
bingung
7. DS Ansietas keluarga keadaan yang kritis
Klien mengatakan cemas pada klien.
dengan keadaan klien
Keluarga klien mengatakan
ketakutan dengan keadaan klien
DO
Klien tampak terlihat cemas

Diagnosa Keperawatan berdasarkan


1. Gangguan peningktan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal.
2. Deficit cairan dan elektrolit b.d muntah, asupan cairan kurang, peningkatan
metabolise.
3. Resiko gangguan integritas kulit b.d Imobilisas, Tidak Adekuatnya Sirkulasi
Perifer
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan
mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
5. Gangguan tumbuh kembang b.d pemenuhan nutrisi tidak adekuat

23
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan tidak mengenal sumber-sumber
informasi, ketegangan akibat krisis situasional
7. Ansietas keluarga b.d keadaan yang kritis pada klien.

D. Intervensi
Tanggal Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil
05/01/2012 Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan 1. Kaji factor penyebab dari keadaan
keperawatan, individu/penyebab koma/penurunan perfusi
diharapkan jaringan dan kemungkinan penyebab
masalah Resiko peningkatan TIK
tinggi peningktan R/:deteksi dini untuk memperioritaskan
tekana intracranial, intervensi , mengkaji status neurologi/tanda-
dengan kriteria tanda kegagalan untuk menentukan
hasil : perawatan kegawatan atau tindakan
 Klien tidak pembedahan.
mengeluh 2. monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
nyeri kepala, R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi
mual-mual dan serebral terpelihara dengan baik atau
muntah, fluktuasi ditandai dengan tekanan darah
 TTV dalam sistemik, penurunan dari autoregulator
batas normal. kebanyakan merupakan tanda penurunan
difusi local vaskularisasi darah serebral.
Adanya peningkatan tekanan darah,
bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK.
3. evaluasi pupil
R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali
dari bola mata merupakan tanda dari

24
gangguan nervus/saraf jika batang otak
terkoyak.
4. Monitor temperature dan pengaturan suhu
lingkungan
R/: Panas merupakan refleks dari
hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
mertabolisme dan oksegen akan menunjang
peningkatan TIK.
5. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang
netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada
kepala
R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat
menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak
(menghambat drainase pada vena serebral),
untuk itu dapat meningkatkan TIK
6. Berikan periode istirahat antara tindakan
perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R/: tindakan yang terus menerus dapat
meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
komulatif.
7. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa
nyaman seperti massase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah dan suasana atau pembicaraan yang
tidak gaduh.
R/: memberikan suasana yang tenang
(colming effect) dapat mengurangi respons

25
psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahan TIK yang rendah.
8. Cegah atau hindari terjadinya valsava
maneuver.
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan
intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
9. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra
thorak atau tekanan dalam thorak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini
dapat meningkatkan tekanan TIK.
10. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku
oada opagi hari.
R/: tingkat non verbal ini meningkatkan
indikasi peningkatan TIK atau memberikan
refleks nyeri dimana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeri yang tidak menurun dapat
meningkatkan TIK
11. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran
blader, peertahgankanb drainase urine
secara paten jika digunakan dan juga
monitor terdapatnya konstipasi.
R/: dapat meningkatkan respon automatic
yang potensial menaikan TIK
12. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar)
dan orangtua tentang sebab akibat TIK
meningkat.
R/: meningkatkan kerja sama dalam

26
meningkatkan perawatan klien dan m
engurangi kecemasan.
13. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
R/: perubahan kesadaran menunjukkan
peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.

KOLABORASI:
1. pemberian oksigen sesuai indikasi
R/: Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral dan
volume darah dan menaikkan TIK
2. Berikan cairan intravena sesuai dengan yang
di indikasikan
R/: Pemberian cairan mungkin diinginkan
untuk mengurangi edema serebral,
meningkatkan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah, dan TIK.
3. Berikan obat osmotic diuretic, contohnya
manitor, furosid.
R/: diuretik mungkin digunakan pada vase
akut untuk mengalirkan air dari brain cells,
dan mengurangi edema serebral dan TIK.
4. Berikan sterioid, contohnya deksametason,
metal prednisolon
R/: untuk menurunkan inflamasi (radang)
dan mengurangi edema jaringan.
5. Monitor hasil laboratorium sesuai dengan
indikasi seperti prothombin, LED.

27
R/: membantu memberikan informasi
tentang efektivitas pemberian obat.

Evaluasi
S.O.A.P
Tanggal Masalah S.O.A.P Paraf & Nama
jelas
12/03/2012 1 S=
 Keluarga klien mengatakan
kepala anak semakin hari
masih bertambah besar.
 Keluarga klien mengatakan
badan klien sudah tidak
panas
O=
 Klien muntah tetapi tida
sering
 Klien sudah tidak rewel
 TTV:
TD : 80/70 mmHg
N : 130 X/menit
S : 370 C
RR : 35 X/ menit

A = Masalah teratasi sebagian


P = intervensi dilanjutkan

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya
CSS.
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif
pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi
oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya
tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat
mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan
anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hidrochepalus komunikan
2. Hidrochepalus non-komunikan
3. Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti
dan kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-
masing rumah sakit.

B. Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus
yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka
tindakan terapeutik semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak
referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

29
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2005. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta


: EGC.

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC


Doengoes, Marilynm E. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC


Potter, dan Patricia A. Anne. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep dan Praktik. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzane. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


EGC Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta :
EGC Suraatmatmaja, Sudaryat. 2007. Gastroenterologi.
Jakarta : Sagung Seto

Suriadi, dan Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta :
Sagung Seto

Wilkison, Judith. 2005. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

30

Anda mungkin juga menyukai