Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak adalah sesuatu yang dapat dituntut pemenuhannya dari orang lain,

masyarakat atau negara. HAM adalah hak yang dimiliki seseorang karena ia

manusia. HAM bersifat asasi karena melekat pada individu sebagai manusia

(innate), bersifat pra-negara, pra-positif. Sebenarnya, jika disebut sebagai hak

manusia, itu sudah pasti asasi.

Namun, dalam bahasa Indonesia perlu ditegaskan kata ‘asasi’ supaya

jelas. Penambahan kata ‘asasi’ dalam hak asasi adalah untuk membedakannya

dengan hak-hak lain yang tidak asasi: hak-hak profesional, hak-hak positif,

hak-hak manusia sebagai anggota sebuah kelompok. Hak-hak non-‘asasi’ itu

tidak melekat pada manusia dalam atau pada kemanusiaannya, tetapi diberikan

oleh instansi dari luar manusia itu sendiri, misalnya masyarakat. Jadi

sebenarnya (menurut asal muasalnya), hak asasi lebih terkait dengan individu.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:

1) Bagaimana memahami Hak Asasi Manusia?

2) Bagaimana perkembangan HAM di Indonesia?

3) Apa saja pelanggaran HAM khususnya diskriminasi?

1
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini yaitu:

1) Untuk memahami Hak Asasi Manusia.

2) Untuk mengetahui perkembangan HAM di Indonesia.

3) Untuk mengetahui apa saja pelanganggaran HAM khususnya

deskrimiasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan

Indonesia adalah negara hukum yang penyelenggaraan kekuasaan

pemerintahannya didasarkan atas hukum. Landasan konstitusional dan hukum

tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945. Di dalam UUD 1945 selain mengenai

sistem pemerintahan negara, UUD 1945 juga berisi mengenai Hak Asasi

Manusia. Dari sekian banyak pasal-pasal yang telah jelas mengatur tentang

perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia

dalam Undang-Undang Dasar 1945 tetapi tetap saja ada banyak pelanggaran

HAM yang terjadi di Indonesia.

Salah satu jaminan Hak Asasi Manusia yang paling sering dilanggar

oleh negara maupun kelompok individu adalah pasal 28i ayat 2 yang berisi,

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas

dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang

bersifat diskriminatif itu”.

Negara Indonesia dikenal sebagai negara majemuk yang tingkat

kemajemukannya sangat tinggi. Di Indonesia terdapat beragam suku bangsa,

bahasa, budaya, dan agama yang memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Di

Indonesia diskriminasi sudah marak terjadi, hampir di setiap bidang kehidupan

terjadi diskriminasi. Contoh sederhana kasus pelanggaran HAM diskriminasi

misalnya seorang guru bersikap ramah dan perhatian hanya pada siswa yang

berprestasi saja.

3
HAM tersebut penting untuk dijamin perlindungan, pemajuan,

penegakkan, dan pemenuhannya agar dimasyarakat tidak ada perasaan

pembedaan antara yang satu dengan lainnya. Di samping itu, Indonesia adalah

negara yang majemuk sehingga diskriminasi harus dihilangkan agar tidak ada

konflik yang terjadi didalam masyarakat.

Jika perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM

tersebut tidak dijamin maka akan terdapat suatu kesenjangan didalam

masyarakat. Kesenjangan tersebut bisa menjadi benih-benih permusuhan dan

perpecahan antarsesama yang merugikan banyak pihak, tidak hanya

masyarakat yang akan dirugikan tetapi bahkan bangsa dan negara pun akan

dirugikan.

B. Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia)

Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang

dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak

lahir. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak

asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak

asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya,

karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya

menjadi inti nilai kemanusiaan.Hak asasi mencangkup hak hidup,hak

kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu.

Hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang

No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara

4
Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan

kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan

tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan

ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,

kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”

Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :

a. Hak asasi pribadi (Personal Rights)

Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan pendapat, hak memeluk

agama.

b. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk diakui sebagai

warga negara

Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.

c. Hak asasi ekonomi (Property Rights)

Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak

bekerja dan mendapatkan hidup yang layak.

d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights).

Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak

pensiun, hak mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.

e. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan

Pemerintah (Rights Of Legal Equality)

f. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.

5
C. Instrumentalisasi HAM

Beberapa kali ditemui, konsep-konsep HAM diimplementasikan dalam

kebijakan-kebijakan politik, aktivitas-aktivitas politik negara, khususnya

negara-negara besar atau maju, bukan demi HAM itu sendiri melainkan dipakai

untuk tujuan-tujuan mereka. Instrumentalisasi HAM adalah penggunaan HAM

sebagai instrumen kepentingan politis tertentu. Hal ini nampak dalam

penerapan konsep HAM dalam suatu institusi, yang sayangnya memuat

kompromi tertentu. Maka, dapat terjadi bahwa pemberlakuan HAM merupakan

pencangkokan kultural begitu saja yang dapat dipakai sebagai alat ideologis

untuk melawan kultur lain.

Beberapa instrumentalisasi ini

berkaitan dengan etnosentrisme bahwa

Barat yang tercerahkan wajib

menyelamatkan manusia-manusia di

dunia ketiga yang kondisi hidupnya

tidak manusiawi. Kemudian, Barat

mau memanusiawikannya (tentu

menurut gaya Barat) melalui kolonialisme, penjajahan, imperialisme dan

sebagainya. Di sini, HAM mewakili gambaran spesifik manusia secara kultural

–yakni pengalaman masyarakat Barat– sehingga bukan suprahistoris dan

suprakultural. Demikian, seharusnya intensi (HAM) universal tersebut

dipahami inter dan intra kultural. Artinya, dikembangkan dan diasalkan dari

kekuatan kulturalnya sendiri sehingga menghindari ritualisasi dan perjumpaan

6
kreatif dengan kebudayaan lain. Contoh: Laporan Tahunan HAM di Jenewa

yang sering berupa ‘politik dagang sapi’, Amerika Serikat menginvasi Irak

(dan baru-baru ini adalah Afghanistan) atas dasar adanya pelanggaran HAM.

Isu instrumentalisasi tercermin pula dari sikap terhadap HAM dari

negara anti-barat. Contoh: Negara-negara dunia ketiga sering mengelak

mengatakan bahwa HAM itu hanyalah politik dari negara-negara maju untuk

menekan mereka; dengan embargo ekonomi misalnya. Negara dunia ketiga

memandang hal ini sebagai alasan negara-negara maju untuk mengintervensi

kedaulatan dalam negeri. Barangkali wacana tersebut benar, namun wacana itu

juga ternyata tidak tanpa masalah. Dengan menangkal konsep HAM sebagai

konsep Barat, sebetulnya negara-negara yang sedang berkembang ini, atau

yang non-Barat ini, secara tidak sadar membenarkan juga pelanggaran HAM

yang ada dalam negerinya. Dengan demikian, HAM bisa diinstrumentalisasi

pada dua sisi. Pada negara maju sebagai alasan intervensi, sementara di sisi

negara yang melakukan pelanggaran HAM, negara tersebut ditolak sebagai

‘Barat’ supaya pelanggaran HAM diabaikan di dalam negara itu.

Instrumentalisasi seperti itu sama sekali tidak betul. Maka perlu disebut

pernyataan lain, yaitu memandang HAM dari ‘intensi’nya.

7
Memang, sejarah menunjukkan bahwa pemakluman atas konsep HAM

kebetulan terjadi di Barat karena Barat paling artikulatif. Namun, lebih penting

adalah melihat intensi di balik HAM itu: untuk melindungi individu dari

kesewenangan, melindungi manusia dari peristiwa-peristiwa negatif seperti

teror, diskriminasi ras, pembungkaman, pembodohan, dan sebagainya. Terlepas

dari konflik kepentingan antara Barat dan Timur, satu hal yang perlu kita lihat

adalah intensi dari HAM. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada dari kedua

sisi: (1) instrumentalisasi HAM sebagai politik intervensi itu tidak sesuai

dengan intensi-intensinya, atau, (2) menolak HAM dengan alasan bahwa itu

Barat juga tidak sesuai dengan intensinya. Memang HAM ini terjadi di Barat

lebih dulu, tetapi tidak berarti bahwa di dalamnya, seluruhnya adalah doktrin

Barat. Tidak, kita harus menangkap maksudnya.

Kendati tampaknya sejarah menunjukkan bahwa pemakluman konsep

HAM ‘melulu’ terjadi di Barat, namun Amartya Sen4 memiliki pandangan

yang agak berbeda. Dalam pandangan Amartya Sen5, tidaklah tepat menyebut

HAM sebagai ‘melulu’ produk Barat6 karena ternyata prinsip-prinsip dasar

HAM/praktik-praktik serupa sudah ada sejak dahulu kala; dan dilakukan dalam

wilayah ‘non-Barat’. Salah satu contoh historis terjadi pada tahun 604 M ketika

Pangeran Budhis Shotoku, bupati dari Kaisar Suiko di Jepang, menerbitkan

“Konstitusi 17 pasal”. Konstitusi tersebut menekankan apa yang menjadi

semangat Magna Charta (1215): “Keputusan-keputusan pada perkara penting

sebaiknya tidak dibuat oleh seorang saja. Keputusan tersebut haruslah dibahas

dengan banyak orang.”7 Bahkan, “perjuangan atas diskusi publik yang terbuka,

8
toleransi dan penerimaan sudut pandang yang berbeda” memiliki akar sejarah

panjang di banyak wilayah di dunia. Salah satunya, sebutlah dewan Budhis di

India yang mencoba untuk menyediakan wadah demi penyelesaian disputasi

antar sudut pandang berbeda. Dewan yang mengakomodasi pertemuan terbuka

ini didirikan setelah Siddhartha Gautama wafat, 2500 tahun yang lalu.

Dalam menyajikan beberapa contoh dalam sejarah, Amartya Sen seperti

ingin menunjukkan bahwa pembedaan-pembedaan budaya (apakah ini produk

Timur atau Barat) adalah sama sekali tidak relevan. Ada kesan bahwa Amartya

Sen ingin menyajikan suatu ‘universalisme’ nilai HAM. Yang ingin

ditunjukkan oleh Amartya Sen –dengan sedikit mengutip Adam Smith– adalah

bagaimana keutamaan/nilai dasar (bukan pembedaan ini produk dari mana)

dari macam-macam budaya yang berbeda itu perlu ‘didekati’ tanpa ancaman.

Oleh karena itulah, harus dibedakan antara (1) nilai dominan yang berlalu di

sebuah masyarakat (tidak peduli se-represif apapun); dan (2) keutamaan/nilai

macam apa yang dapat diharapkan muncul ketika diskusi terbuka diizinkan,

ketika informasi mengenai masyarakat lain tersedia secara lebih bebas, dan

ketika orang dapat mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap pandangan baku

dalam masyarakat, tanpa merasa takut dan tertindas. Pendekatan terhadap

cultural differences tanpa ancaman (dengan kata lain juga memahami intensi

dasar sebuah nilai dalam suatu budaya) ini sekaligus juga merupakan upaya

untuk memahami HAM (dan etika) secara lebih utuh.

9
D. Komisi Nasional HAM

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat

dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan

pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi

manusia. Tujuan Komnas HAM antara lain :

1.Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi

manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

2.Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna

berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan

kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan

E. Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional

Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat

bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam

konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR

(TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan

pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan

presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan

yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam

konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang

sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum.

10
Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat

aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI

yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP

MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi

pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan

peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya

mengalami perubahan

Menurut UU no 26 Tahun 2000 pasal 1 tentang pengadilan HAM , Dalam

Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi

Manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

3. Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan

HAM Adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia

yang berat.

4. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil,

militer, Maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual.

5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

Menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan

11
pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan

penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang

ini.

F. HAM di Indonesia

Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah

berlaku tiga undang-undang dalam 4 periode, yaitu :

a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945,

b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi

Republik Indonesia Serikat.

c. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.

d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.

G. Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak

kasus ham yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal

itu tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk

menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan

bagi bangsa ini.

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1. Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan

maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian

kelompok bangsa)

12
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan

3. Penyiksaan

4. Penghilangan orang secara paksa

5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1. Pemukulan

2. Penganiayaan

3. Pencemaran nama baik

4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya.

Dan yang akan lebih di bahas adalah pelanggaran HAM tetang

diskriminasi.

1. Pengertian diskriminasi

Secara bahasa diskriminasi berasal dari bahasa inggris “Discriminate”

yang berarti membedakan. Dan dalam bahasa Arab istilah Diskriminasi di

kenal dengan Al-Muhabbah ( ‫ ) ة با المحا‬yang artinya membedakan kasih antara

satu dengan yang lain atau pilih kasih. Kosa kata Discriminate ini kemudian

diadopsi menjadi kosa kata bahasa Indonesia “Diskriminasi” yaitu suatu sikap

yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan suku, agama, ras, dan lain

sebagainya.

Menurut sudut pandang sosiologi, sampai kapanpun setiap menginginkan

adanya kebersamaan, bersatu, dan terpadu, keinginan ini didasarkan pada

prinsip:

13
1 Benar salah: apabila prinsip benar salah ini menjadikan seseorang tidak

bias sembarangan bertindak atau melakukan sesuatu sekehendak

hatinya sendiri. Tindakan manusia yang dapat dibenarkan manusia

adalah tindakan yang dilakukan seseorang sesuai dengan norma yang

berlaku.

2. Pengungkapan perasaan kebersamaan : pengungkapan perasaan ini

terwujud dalam bentuk, seperti perkumpulan, kekerabatan, keluarga,

suku, bangsa , organisasi, Negara, dan badan-badan internasional.

3. Keyakinan diri, dan keberadaan : perasaan keyakinan diri yang dimiliki

oleh manusia mampu memberikan kepercayaan dan rasa aman bagi

dirinya, sehingga tidak menganggap unsure lain diluar dirinya sebagai

sesuatu yang berbahaya, maupun ancaman yang perlu dihindari.

4. Pengungkapan estetika dan keindahan: manusia dalam hidupnya

memerlukan kebutuhan batin atau kejiwaan manusia. Pengungkapan

estetika adalah manivestasi kebutuhan batiniah sebagai makluk berfikir

dan bermoral.

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu

tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili

oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa

dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan

manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan

secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama

14
dan kepercayaan, aliranpolitik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga

merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.

Diskriminasi dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Diskriminasi langsung. Terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan

jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras,

dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.

2. Diskriminasi tidak langsung. Terjadi saat peraturan yang bersifat netral

menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

2. Jenis perbuatan Diskriminasi

Munculnya perilaku Driskriminasi lebih disebabkan oleh adanya

penyimpangan individual, penyimpangan ini biasanya dilakukan oleh orang

yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku dalam

kehidupan masyarakat. Orang seperti itu biasanya memiliki kelainan atau

mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya.

Perilaku yang seperti inilah yang menjadikan factor munculnya sikap

diskriminasi yang paling dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun

bentuk penyimpangan perilaku individual menurut kadar penyimpangannya

adalah sebagai berikut :

a. Penyimpangan tidak patuh pada nasehat orang tua agar mengubah

pendiriannya yang tidak sesuai dengan nilai agama.

b. Penyimpangan karena tidak taat terhadap pimpinan yang disebut

pembangkang.

15
c. Penyimpangan karena melanggar norma umum yang berlaku di sebut

pelanggar.

d. Penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat,

dan berlagak pembela. Disebut munafik.

Perbedaan sosial menunjukkan adanya keaneka ragaman dalam

masyarakat. Suatu masyarakat yang di dalam-nya terdiri atas berbagai

unsur menunjukkan perbedaan tidak bertingkat disebut masyarakat

majemuk.Terjadinya bentuk-bentuk perbedaan social dalam masyarakat

diakibatkan oleh adanya cirri-ciri tertentu, yaitu :

a. Ciri-ciri Fisik, yang berkaitan dengan ras, yaitu penggolongan manusia

atas dasar persamaan cirri-ciri fisikyang tampak dari luar, seperti bentuk

kepala, bentuk badan, bentuk hidung, bentuk rambut, bentuk muka,

bentuk tulang.

b. Ciri-ciri sosial, yaitu yang berkaitan dengan status dan peran para

warga masyarakat dalam kehidupan sosial.

c. Ciri-ciri budaya, yaitu cirri yang membedakan budaya dan suku. Di

dalam masyarakat di bedakan menjadi suku Batak, Bugis, Lombok,

Toraja, Ambon , Asmat, Jawa, dan lainnya.

Ada 6 macam Differensiasi social, yaitu:

a. Differensi social berdasarkan perbedaan ras. Ciri-ciri fisik yang menjadi

dasar pembagian ras adalah :

1. Bentuk kepala. 5. Warna kulit

2. Bentuk badan. 6. Warna mata

16
3. Bentuk hidung. 7. Bentuk muka

4. Bentuk rambut.

b. Differensi social berdasarkan perbedaan agama.

c. Differensi social berdasarkan perbedaan jenis kelamin

d. Differensi social berdasarkan perbedaan umur

e. Differensi social berdasarkan perbedaan profesi

f. Differensi social berdasarkan perbedaan klan

g. Differensi social berdasarkan perbedaan suku bangsa

3. Dampak Negatif Diskriminasi

Sikap driskiminasi sangat bertentangan dengan ajaran agama, karena

sikap Diskriminasi menunjukkan martabat yang rendah bagi pelakunya dan

akan memicu munculnya perilaku buruk lainnya yang dilarang, akibat buruk

dari sikap diskriminasi diantaranya adalah :

a. Memicu munculnya sektarianisme, agama melarang umatnya hanya

mementingkan kesukuan atau kelompoknya.

b. Memunculkan permusuhan antar kelompok, perasaan melebihkan

kelompok sendiri, dan merendahkan kelompok yang lain menjadi pemicu

perseturuan antar kelompok.

c. Mengundang masalah social yang baru, karena secara social seseorang

tidak disikapi secara wajar, maka sikap diskriminasi dapat memancing

munculnya masalah social yang bertentangan dengan ajaran agama.

17
d. Menciptakan penindasan dan otoritarianisme dalam kehidupan, karena

adanya perasaan lebih dan sentimen terhadap kelompok, sehingga hak-hak

kelompok lain diabaikan.

e. Menghambat kesejahteraan kehidupan, sikap diskriminasi lebih

menonjolkan sikap egoisme pribadi ataupun kelompok.

f. Menghalangi tegaknya keadilan, jika sikap diskriminasi dominan, maka

keadilan sulit ditegakkan, karena dalam mengambil keputusan suatu

masalah, selalu didasarkan pada pertimbangan subyektif diri atau

kelompok yang dibelanya.

g. Menjadi pintu kehancuran masyarakat, jika dibiarkan sikap diskriminasi

akan dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan social.

h. Mempersulit penyelesaian masalah, persoalan yang dihadapi mestinya

segera diselesaikan secara baik, namun karena adanya sikap diskriminasi

menjadi berlarut-larut.

18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh pada makalah ini yaitu:
1) Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang
harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu.
2) Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat
bentuk hokum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama,
dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam
ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat,
dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan
pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
3) Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.

19

Anda mungkin juga menyukai