Oleh :
Pembimbing :
PADANG
2017
0
BAB 1
PENDAHULUAN
Inadekuat ventilasi dapat terjadi karena lemahnya usaha bernapas atau adanya
oksigenasi ke otak dan struktur-struktur vital lainnya. Jika hal ini dibiarkan akan
sadarkan diri. Jalan napas pasien harus diamankan sebelum situasi menjadi kritis.
dapat dilakukan berupa manuver jalan napas, pemasangan alat bantu jalan napas,
dasar yang harus dimiliki. Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui tanda-tanda
obstruksi jalan napas dan mempunyai keterampilan untuk menjaga jalan napas.4
Referat ini membahas tentang penyebab, tanda dan gejala obstruksi jalan
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada keadaan pasien tidak sadar, obstruksi jalan napas dapat terjadi karena
prolaps lidah ke faring posterior dan hilangnya tonus otot palatum mole.
Pasien dengan GCS <8 juga dicurigai adanya obstruksi jalan napas.1
b) Trauma maksilofasial
sekresi dan patah gigi yang dapat menyebabkan masalah dalam patensi
c) Trauma leher
3
d) Trauma laring
Walaupun fraktur laring jarang terjadi, namun hal ini dapat menyebabkan
Suara serak
Emfisema subkutis
Teraba fraktur
Selain itu, obstruksi dapat juga terjadi karena adanya benda asing.
pertama yang dinilai. Jalan napas kemungkinan aman jika pasien sadar dan dapat
berbicara dengan normal. Obstruksi jalan napas dapat dicurigai jika terdapat suara
napas yang berisik. Contohnya suara mendengkur atau kumur-kumur yang terjadi
saat jalan napas atas tersumbat parsial oleh jaringan lunak atau cairan (darah,
muntah). Sedangkan obstruksi jalan napas total akan menyebabkan suara napas
sampai terjadinya henti napas. Selain itu, pasien agitasi, hematoma luas atau
emfisema subkutan di leher, atau pasien dengan GCS <8 juga dicurigai adanya
akibat adanya gangguan jalan napas, kontusio paru, atau kerusakan neurologis
4
2.3 Manajemen Jalan Napas
Manajemen jalan napas terdiri dari manuver jalan napas, pemasangan alat
tidak ada. Leher pasien diekstensikan dan jalan napas dibuka. Kemudian
tangan penolong menekan dahi pasien, sedangkan ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang lain mengangkat dagu pasien. Manuver ini akan mengangkat
ke depan. Pasien dalam posisi tidur terlentang dan penolong berdiri sejajar
dengan kepala pasien didepan tempat tidur pasien. Kedua pangkal telapak
5
Stabilisasi leher harus dilakukan pada keadaan curiga cedera servikal. Jika
neck karena pemasangan collar neck akan menghambat aliran balik vena
thrust. Kecuali pada pasien hamil langsung dilakukan chest thrust. Setelah
Kemudian endotracheal tube harus segera dipasang sebagai jalan napas definitif. 1
napas. Pada pasien sadar, pemasangan OPA akan merangsang muntah dan
aspirasi. OPA berguna untuk mempertahankan jalan napas antara mulut sampai
6
glotis. OPA memiliki pilihan ukuran. Panjang OPA yang dibutuhkan dapat
posterior faring. Hal ini dapat dicegah dengan memasukkan OPA secara terbalik
dari posisi akhirnya, kemudian diputar 180 derajat saat ujungnya mencapai
posterior faring. Jika ada masalah ventilasi setelah insersi, OPA diangkat dan
dimasukkan lagi. Jika masalah ventilasi tetap ada, cek lagi ukuran OPA yang
airway. 1
Komplikasi pemasangan OPA:
1. Obstruksi jalan napas akibat pendorongan lidah ke posterior faring.
2. Penggunaan ukuran yang tidak tepat. OPA yang terlalu kecil tidak efektif
dan gigi.
4. Jika reflek muntah masih ada, akan merangsang muntah.
Nasopharyngeal airway (NPA)
NPA adalah tube dari karet atau plastik yang dimasukkan melalui hidung
sampai posterior faring. NPA lebih ditoleransi pasien dibandingkan OPA, sehingga
NPA dipakai saat tidak bisa penggunaan OPA seperti saat reflek muntah masih
ada. 1
Ukuran NPA berdasarkan diameter dalamnya. Semakin besar diameter
dalamnya, maka semakin panjang pula tubenya. Ukuran NPA yang digunakan
Perkiraan ukuran NPA yang diperlukan adalah jarak antara tepi hidung ke angulus
mandibula. 1
Sebelum dimasukkan, ujung NPA dilumasi dengan lumbikan atau jeli
anestesi. NPA dimasukkan sesuai dengan dasar kavum nasi sampai ke posterior
7
faring dibelakang lidah. Kita harus ingat bahwa dasar kavum nasi melereng 15
derajat ke kaudal. Tube dapat rotasikan sedikit jika terdapat tahanan saat insersi. 1
Komplikasi pemasangan NPA antara lain:
1. Jika NPA terlalu panjang, dapat masuk ke esofagus, dapat terjadi
tidak bisa atau tidak berhasil. LMA bukanlah jalan napas definitif karena tidak
napas. Saat ventilasi dilakukan harus selalu dimonitor apakah teknik yang
dilakukan sudah benar atau tidak. Penggunaan bag-mask yang benar akan
yang cukup bagi penolong untuk mempersiapkan jalan napas defenitif seperti
hal, yakni:
1. Patensi jalan napas
2. Face-mask tidak bocor
3. Ventilasi yang tepat (tepat volume, frekuensi dan irama)
Pemasangan face-mask
Sebelum pemasangan face-mask, jalan napas harus dibuka menggunakan
manuver dan/atau alat bantu jalan napas seperti yang dijelaskan diatas. Setelah
jalan napas bebas, kemudian letakkan face-mask dengan benar diwajah pasien.
Tiga landmark yang harus ditutupi face-mask yakni batang hidung, kedua malar
8
Kesalahan yang dapat terjadi saat pemasangan face-mask:
1. Pergelangan tangan penolong atau tepi face-mask menekan mata pasien.
Hal ini dapat memicu refleks vagal atau merusak mata pasien.
2. Bag yang terlalu besar dan berat akan mempersulit pemasangan mask.
mask karena akan menyebabkan kebocoroan. Tiga jari lainnya (jari tengah,
leher karena dapat menyumbat jalan napas. Tangan yang lain digunakan
9
2. Metode dua orang penolong
Metode ini lebih efektif dibandingkan metode satu orang penolong.
yang lama.1
Cara kedua yakni dengan menggunakan bagian thenar kedua telapak
dengan mengoleskan jeli atau air ditepi face-mask, pasien yang memakai
gigi palsu dapat dimasukkan kembali gigi palsunya atau dimasukkan kassa
10
4. Inadekuat manuver jalan napas. Pastikan jaw-thrust dan manuver lainnya
mask.
untuk menaikkan dinding dada (tidak lebih dari 8-10cc/kgBB). Bag tidak boleh
diremas terlalu kuat, melainkan diremas pelan dalam satu detik penuh. Teknik ini
akan menghasilkan volume tidal yang lebih kecil, sehingga akan mengurangi
dari traktus trakeo-bronkial, 4) mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut
biasanya untuk orang dewasa digunakan yang diameter dalamnya 7-8,5 cm. Tube
11
trakeostomi. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dapat berupa stenosis laring atau
trakea.7
Teknik intubasi endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan tindakan lifesaving dan dapat dilakukan
dengan atau tanpa analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur
terlentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel
bengkok dipegang dengan tangan kiri dimasukkan melalui mulut sebelah kanan,
valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara dapat terlihat.
Dengan tangan kanan tube endotrakea dimasukkan melalui celah antara kedua pita
suara ke dalam trakea. Tube juga bisa dimasukkan melalui salah satu lubang
hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung tube dimasukkan ke
dalam celah antara kedua pita suara sampai ke trakea. Kemudian balon diisi udara
12
Gambar 2.5 Aksis intubasi orotrakea8
Jika menggunakan spatel laringoskop lurus, maka pasien tidur terlentang
dengan pundak diganjal bantal pasir agar kepala mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukkan
13
mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke atas
sehingga laring dapat terlihat. Tube dimasukkan dengan tangan kanan melewati
celah antara kedua pita suara sampai ke trakea. Kemudian balon diisi udara dan
tube difiksasi.7
telinga dan dada pasien berada pada satu garis lurus horizontal. Sedangkan
14
Gambar 2.6 Posisi pasien obesitas8
Krikotirotomi
Krikotirotomi sama halnya dengan intubasi endotrakea merupakan
oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid diidentifikasi dan difiksasi dengan jari
tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke
15
bawah sampai ditemukan tulang rawan krikoid. Membran krikotiroid terletak
diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum,
dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat,
tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia.
karena tingginya risiko stenosis jalan napas dan tulang rawan krikoid lebih kecil
dibandingkan dewasa, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke
subglotik dan terdapat laringitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul
dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan
16
2.4 Algoritma Manajemen Jalan Napas
17
Gambar 2.8 Algoritma manajemen jalan napas10
18
Gambar 2.9 Algoritma manajemen jalan napas sulit10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
19
1. Penyebab obstruksi jalan napas terutama karena pasien tidak sadar,
seperti trauma maksilofasial, trauma leher, trauma laring dan adanya benda
Selain itu, pasien agitasi, hematoma luas atau emfisema subkutan di leher,
atau pasien dengan GCS <8 juga dicurigai adanya obstruksi jalan napas.
chin-lift dan jaw thrust; pemasangan alat bantu jalan napas seperti
DAFTAR PUSTAKA
1. Barker T. Basic airway management in adults. 2008
2. American Collage of Surgeons: Advance Trauma Life Support. 2015
3. USMLE Step 2 CK Lecture Note 2017. New York. 2016
4. WHO. Guidelines for essential trauma care. Geneva. 2004
5. https://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/Triple%20manoeuvre.htm
6. Zygomatic process of maxilla
http://www.wikiwand.com/en/Zygomatic_process_of_maxilla
7. Soepardi EA, Iskandar N, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007.
8. How to master tracheal intubation
https://www.aclsmedicaltraining.com/blog/how-to-master-tracheal-intubation/
9. Frerk C, Mitchell VS, McNarry AF et all. Difficult airway society 2015
guidelines for management of unanticipated difficult intubation in adult.
British Journal of Anaesthesia, 115 (6): 827–48 (2015)
20
10. Ollerton JE. Adult Trauma Clinical Practice Guidelines, Emergency Airway
Management in the Trauma Patient, NSW Institute of Trauma and Injury
Management. 2007
21