TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Strabismus berasal dari bahasa yunani yaitu ‘strabismos’ berarti
pandangan juling , melihat dengan miring atau pandangan kesamping. Strabismus
merupakan keadaan ocular misalignment yang disebabkan adanya anomali pada
control neuromuskular pergerakan bola mata. Ocular misalignment ini
menimbulkan suatu deviasi pada aksis penglihatan.Bayangan yang terbentuk pada
kedua mata tidak jatuh dilokasi yang sama diretina. Hal ini menyebabkan pasien
tersebut memiliki penglihatan binokular yang tidak baik atau sama sekali tidak
memiliki penglihatan binokular.1,2
2. Epidemiologi
Hafizah (2004) menunjukkan bahwa penderita baru strabismus periode 1
juni 1996 hingga 31 mei 2001 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
sebesar 371 kasus dan 41,24% diantaranya merupakan strabismus
horizontal.Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan oleh Graham (1974)
menemukan prevalensi esotropia lebih sering muncul daripada eksotropia pada
anak usia 6 sampai 7 tahun.3,4
Pengobatan :
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut
kausanya, kalau dapat dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila
terdapat diplopia, mata yang sakit ditutup untuk menghilangkan diplopia dan
segala akibatnya. Adapula yang menutup mata yang sehat untuk
menghilangkan diplopianya.
Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada
perbaikan, baru dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau
reseksi dari m.rektus medialis, sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi
atrofi dari otot.
ESOTROPIA NONAKOMODATIVA,
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah
timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama
kesemua arah dan tak terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan
kelainan refraksi atau kelumpuhan otot.
Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan
persarafan supranuklear atau kelainan genetis.1,2
Pengobatan :
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan
tindakan operatif ;
a. resesi dari m.rektus medialis
b. reseksi dari m.rektus lateralis.
Dapat berupa :
strabismus konvergens (esotropia)
strabismus divergens (eksotropia).
Pemeriksaan yang dilakukan :
Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan
pengaruh dari akomodasi.
Caranya :
Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari,
tiga hari berturut-turut, diperiksa pada hari keempat.
Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15
menit, tiga kali berturut-turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.
1,4,5
Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada
arah horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang
sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
ILUSTRASI KASUS
Diagnosis Kerja
Post Heacting Kornea OD dengan prolaps vitreus + luksasi lensa ke
posterior.
Terapi
C. Tropin 2x1 OD
Floxa 6x1 OD
Noncort 4x1 OD
Prednison 5 tablet
Mata ditutup dengan verban
DISKUSI
Seorang pasien laki – laki berumur 8 tahun dirawat di bangsal mata RSUP
Dr. M Djamil Padang dengan diagnosis Post Heacting Kornea OD dengan Prolaps
Vitreus + Luxatio Lensa Posterior. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan mata kanan terkena lenting
paku, kemudian mata memerah, terdapat bayangan hitam ditengah lapang
pandang mata kanan, kemudian berobat ke RSAM dilakukan jahitan pada mata,
pasien dirawat ± 10 hari setelah itu dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil dengan
diagnosis susp luxatio lensa posterior post op. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
visus yang menurun, konjungtiva bulbi hiperemis, bekas heacting kornea, iris
tidak beraturan, pupil lonjong, dan lensa terdapat pada korpus vitreus.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu mata diistirahatkan dengan cara
menutupnya dengan kasa steril, diberikan floxa untuk mencegah infeksi pada
mata. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi reaksi inflamasi pada mata
kanan. Tindakan pembedahan berupa pengangkatan lensa perlu dilakukan bila
telah terdapat komplikasi pada mata. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mendeteksi adanya komplikasi pada pasien ini, komplikasi
dapat berupa glaukoma dan uveitis.
DAFTAR PUSTAKA